PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena
usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang
dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang
berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut
jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat
remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden
apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan
pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini
menurun pada pria.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab
yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang
merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz
kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli.
Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut:
Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain adalah
salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti alkohol dan cabe
yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus,
sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau
1
lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya akan
mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis
atau peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi
peradangan yang disebut apendisitis.
Di dalam makalah ini kami akan membahas seputar gangguan pencernaan pada
apendiks atau biasa dikenal dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasinya.
B. Rumusan masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana
gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang menderita
penyakit apendisitis
C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah agar kami Mahasiswa Stikes Madani
Yogyakarta dapat mempelajari dan mengetahui definisi, manifestasi klinis, etiologi,
patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pengobatan, dan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul. Selain itu penulisan laporan kasus ini juga
bertujuan untuk memenuhi tugas Praktek Keperawatan Dewasa I.
D. Manfaat penulisan
1. Meningkatkan pemahaman kepada mahasiswa dan saya sendiri mengenai definisi,
etiologi, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, dan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit
apendisitis.
2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa khususnya saya sendiri tentang penyakit
jantung koroner dan gejala-gejalanya di sertai tindakan yang harus diambil untuk
pencegahannya sebagai langkah awal dalam mengantisipasi penyakit apendisitis.
2
BAB II
PEMBAH
ASAN
A. Definisi
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini pada
umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix. Appendisitis
adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner & Suddart, 1997).
B. Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini, namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-
macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa
tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis
akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
3
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
4
3. Kecenderungan familiar
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari
negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik.
Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat.
Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola
makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi
C. Patofisiologi
Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendix.
Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan
lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk
ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut
fecalith.
Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan
tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh
penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya
invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan
perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut.
Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai
dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan
menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis.
Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan
ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga
dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut
dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk
massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri
masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia.
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
5
Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika
organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut.
Secara ringkas patofisiologi dari appendicitis dapat di simpulkan :
Appendicitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen. Obstruksi lumen
appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limpoid
submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen appendix mengalami penyerapan air
dan terbentuklah fechalit yang akhirnya sebagai penyebab sumbatan. Sumbatan lumen
appendix menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan epigastrium, nausea dan
muntah.
Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke
lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis
terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. Ganggren dinding
appendix disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding appendix akibat distensi lumen
appendix. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai
kenaikan suhu tubuh meningkat
6
D. Pathway
Produksi
pH dan HCO3 Jika terus menerus
Interleukin
Menurun maka nekrosis
mengeluarkan
prostaglandin
Nyeri Akut Distensi
Asidosis Metabolik
Prostaglandin
menstimulus
Mual/Nausea
Hipotalamus berespon
menaikan suhu tubuh
(set point)
Hipertermia
7
E. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain :
1. Nyeri abdominal.
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar
umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan
bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya
penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh
belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,70C-38,30C.
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena
gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi
perforasi.
F. Komplikasi
Komplikasi utama apenkdiksitis adalah perforasi appendiks, yang dapaat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%, insiden ini lebih
tinggi pada anak dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencakup demam atau nyeri tekan yang continue.
G. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut.
Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer.
2. Palpasi
8
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal
yaitu:
a. Nyeri tekan di Mc. Burney.
b. Nyeri lepas.
c. Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular
mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata.
H. Tanda-Tanda Khusus
1. Psoas Sign
Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang,
tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi
aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah
2. Rovsing Sign
Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah
3. Obturator Sign
Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan
bawah
4. Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat.
9
b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendicitis.
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan
ini dilakukan terutama pada anak-anak.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
4. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix
J. Penatalakasanaan
1. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
2. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
3. Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
4. Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)
10
K. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d reinfeksi mikroorganisme
2. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan
3. Nausea b/d cemas/gelisah
11
L. Perencanaan NIC dan NOC
No
NOC NIC
Dx
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain Menagement : 1400
selama 3x24 jam, pasien dengan nyeri akut Kaji lokasi, karakteristik dan kualitas
diharapkan dapat teratasi dengan criteria nyeri
haasil : Observasi tanda non verbal
Pain Level : 2102 terhadap ketidaknyaman
(210201) Melaporkan nyeri berkurang Bantu keluarga memberikan support
dari skala 4 menjadi 2 Dorong klien untuk mendiskusikan
(210202) Ekspresi wajah rilek tidak pengalaman nyeri
gelisah Kolaborasi dengan dokter dalam
(210203) Tidak ada kehilangan selera pemberian obat analgetik
makan Kontrol factor lingkungan
(210204) Posisi proteksi terhadap terhadap ketidaknyaman
nyeri tidak ada Berikan informasi tentang
penyebab dan antisipasi nyeri
Ajarkan penggunaan tahnik non
farmakologi (relaksasi/distraksi)
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik / OAINS
12
24X/Menit) Kolaborasi dengan dokter/lab dalam
(39003) Tidak ada pusing dan mual pemberian antipiterik dan
pemeriksaan penunjang
13
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AN. I
A. PENGKAJIAN
IDENTITAS PASIEN
PASIEN PENANGGUNG JAWAB PASIEN
Nama : An. I Nama : Ny. E
Umur : 13 tahun Umur : 37 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
Perkerjaan : Siswa Perkerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Belum menikah Status : Sudah menikah
Pernikahan : Blok O. 17 LANUD Pernikahan : Blok O. 17 LANUD
Alamat Adisutjipto Alamat Adisutjipto
Hub. dg klien : Ibu pasien
RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA
14
Hasil pemeriksaan sementara/sekarang :
Pasien tampak tidak nyaman dengan memegangi perut sebelah kanan bawah menahan
nyeri.
Pasien terlihat lemah
Pasien tampak gelisah
Pasien tampak menggigil kedinginan
Kulit tubuh pasien teraba panas
Kulit abdomen terasa hangat dan kemerahan di sekitar abdomen (luka
bedah). TTV (TD : 110/70 mmHg, Nadi : 108x/menit, RR : 22x/menit, Suhu
: 38,8oC
Terdapat nyeri tekan
Nyeri ( P : saat bergerak atau berjalan, Q : tajam seperti di tekan, R : Di abdomen
kanan bawah, S : sedang skala 4, T : Hilang timbul).
Tampak luka jahitan bekas post op apendik panjang + 12 cm dengan 7 jahitan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Penyakit dahulu :
Pasien mengatakan, “saya tidak pernah memiliki riwayat penyakit seperti sekarang ini.”
Perlukaan :
Pasien mengatakan, “saya tidak pernah ada riwayat tentang luka yang sulit disembuhkan.”
Di rawat di RS :
Pasien mengatakan, “saya pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya pada saat operasi
apendik pada tanggal + 02 Januari 2013.
Alergi obat/makanan :
Pasien mengatakan, “saya tidak ada aergi obat ataupun makanan apapun.”
Obat-obatan sekarang :
Tanggal 14 Januari 2013 :
Infus RL 500 ml 20 tpm IV
Ceftriaxone 3x1gr IV
RIWAYAT KELUARGA
□ Hipertensi □ Penyakit pembuluh darah
□ Diabetes Militus □ Penyakit Darah
□ TBC
Ibu pasien mengatakan, “keluarga saya tidak ada yang menderita penyakit seperti Hipertensi,
DM dan sebagainya serta tidak ada yang menderita penyakit apendisitis seperti yang anak
saya derita sekarang.”
GENOGRAM
15
////////////////
POLA ELIMINASI
Sebelum Sakit Selama Sakit
Ibu pasiean mengatakan “Anak saya biasa Ibu pasien mengatakan”anak saya selama
BAB 1x/hari pada pagi hari dengan sakit pola BAB dan BAKnya masih sama
konsistensi fases lembek, tidak keras dan seperti biasanya, BAB 1x/hari dengan
cair. BAK + 4-5x/hari dengan warna kuning konsistensi feses lembek, tidak keras ataupun
jernih dan bau khas tidak ada darah ataupun cair dan BAK + 4-5x sehari dengan warna
nyeri saat kencing serta tidak ada gangguan kuning jernih dan bau khas, tidak ada nyeri
pada pola eliminasinya. saat kencing.
Ibu pasien mengatakan “anak saya mampu Ibu pasien mangatakan “selama sakit anak
17
berkomunikasi dengan dengan baik dan saya masih mampu berkomunikasi dengan
mengerti apa yang dibicarakan, berespon dan baik dan mengerti apa yang dibicarakan,
berorientasi dengan baik dengan teman- berespon dan berorientasi dengan baik dengan
temannya. teman-temannya.
Gambaran Diri :
Pasien mengatakan “saya senang dengan semua anggota tubuh saya.
Identitas Diri :
Pasien mengatakan “saya bersyukur menjadi seorang anak laki-laki dan saya bangga dengan
diri saya.
Peran Diri :
Ibu pasien mengatakan “anak saya di rumah berperan sebagaimana layaknya seorang anak
seumurannya dan temen-temannya yang lain. Walaupun terkadang membantah tetapi
sebenarnya dia anak yang penurut pada orang tuanya”.
Ideal Diri :
Pasien mengatakkan “harapan saya adalah dapat menjadi anak yang sholeh dan selalu berbakti
kepada orang tua serta dapat menjaga nama baik keluarga jika sudah dewasa nanti”
Harga Diri :
Pasien mengatakan “senang semua keluarga dan teman-teman mendukung saya, karena saya
merasa diperhatikan, saya ingin cepat sembuh dan dapat segera sekolah dan bermain bersama
teman-teman lagi.
Ibu pasien mengatakan “jika ada masalah Ibu pasien mngatakan “jika ada masalah anak
anak saya selalu terbuka dengan bercerita saya tetap terbuka dengan selalu bercerita jika
kepada orang tuanya”. ada keluhan apapun kepada orang tuanya”.
Ibu pasien mengatakan “tidak ada gangguan Ibu pasien mengatakan “selama sakit tidak
pada alat kelaminnya, lika atau apapun”. ada gangguan seperti luka dan lainnya pada
kelamin anak saya”.
Ibu pasien mengatakan “anak saya Ibu pasien mengatakan “selam sakit anak saya
18
berhubungan dengan keluarga yang masih tetap berhubungan dengan biak dengan
lainnya baik-baki saja dani dia tidak baik kepada keluarga, saudara ataupun teman-
merasa dikucilkan oleh saudara ataupun temannya dan tidak merasa dikucilkan.”
teman-
temannya yang lain”.
Ibu pasien mengatakan “sebelum sakit anak Ibu pasien mengatakan “selama sakit
saya selalu rajin beribadah sholat 5 waktu di terkadang sulit untuk sholat dan hanya di
rumah dan terkadang ke masjid bersama tempat tidur karena panas dan nyeri pada
ayahnya”. perutnya”. Bangun pada pukul 06.00 WIB
PEMERIKSAAN FISIK
PENAMPAKAN UMUM
Keadaan umum Sedang
Kesadaran CM
GCS Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6 Total : 15
TD : Suhu: 38,8 °C RR : 22 x/ menit Nadi : 108 x/ menit
Berat badan 39 Kg Tinggi Badan 142 cm
Skala Nyeri 4 (sedang) dari skala 1 sampai 10
HEAD TO TOE
KEPALA DAN LEHER
Rambut
Inspeksi : rambut agak kering, warna hitam, tidak berguguran dan tidak ada ketombe
Palpasi : rambut kering, ketika di garuk tidak berguguran juga tidak ada ketombe
Mata :
Inspeksi : bentuk kiri dan kanan sama ( bulat ), sklera putih kemerahan, pupil isokor
konjungtiva tidak anemis dan mata terlihat sayu
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kedua bola mata, teraba lunak dan tidak ada benjolan
Telinga :
Inspeksi : bentuk telinga kiri dan kanan simetris warna sawo matang, tidak ada lesi serta tidak
ada serumen di lubang telinga
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada tragus dan prosesus mastoideus
Hidung :
19
Inspeksi : bentuk agak mengembang, warna swo matang, tidak ada epitaksis dan tidak ada
lender/secret, atau pun sputum
Mulut :
Inspeksi : Warna bukal merah muda, bibir kemerahan, tidak ada lesi, tidak ada stomatitis dan
lidah berwarna merah muda.
Gigi :
Inspeksi : Gigi kotor, warna sedikit kuning, tidak ada karies dan tidak ada plak
Leher :
Inspeksi : Warna sawo matang ( sama dengan anggota tubuh lainnya ), tidak ada lesi, gerakan
fleksi dan rotasi dalam rentang baik. Tidak terlihat pembesaran vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan vena jugularis tidak teraba.
DADA
Inspeksi : Bentuk dada simetris ( normal chest ), tidak ada retraksi dada, tidak menggunakan
otot tambahan saat bernafas, warna sawo matang, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan pada dada, pengembangan dada saat
respirasi (inspirasi – ekspirasi ) simetris, taktil femitus normal
Perkusi : terdengar bunyi sonor pada dada dan redup di area jantung
Auskultasi : suara nafas vesikuler ( normal ), tidak terdengar pernafasan ronki basah ataupun
wheezing
JANTUNG
Inspeksi :
Tidak terlihat ictus cordis di intercosta 5 midclavicula
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan dan teraba ictus cordis di intercosta 5 midclvicula sinistra, dan tidak ada
palpitasi
Perkusi :
Terdengar bunyi redup dan pekak di jantung
Auskultasi :
S1 dan S2 terdengar dalam rentang normal ( lub dup ) dan regular
20
ABDOMEN
Inspeksi :
Abdomen tidak terlihat tegang / kencang, ada bekas insisi belah di abdomen ( sekitar
umbilicus) kanan bawah pada titik Mc. Burney bekas post op.
Kondisi luka tidak ada pus, warna sekitar insisi kemerahan, teraba hangat, ada luka jahitan +
12 cm dengan 7 jahitan
Palpasi : tidak ada benjolan, terdapat nyeri tekan sedang di daerah bekas insisi bedah post op
abdomen kanan bawah
EKSTRIMITAS
Inspeksi : tidak ada luka pada Kekuatan otot
ekstrimitas bawah dan atas kanan dan kiri
simetris, tidak ada fraktur tulang pada
ektrimitas warna kulit sawo matang 5 5
5 5
Keterangan :
0 : paralasis
1 : tidak ada gerakan
2 : gerakan otot penuh menantang gravitasi
3 : gerakan otot normal menantang gravitasi
4 : gerakan normal menantang gravitasi
dengan sedikit tahanan
5 : gerakan normal penuh dengan tahanan penuh
Palpasi :
Akral hangat, denyut nadi perifer lemah, tidak ada nyeri tekan pada kedua tangan dan kaki,
tidak ada edema
21
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Waktu
Tgl dan Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Jam
Hasil Nilai Normal
14-01-2013 DARAH
Hemoglobin
11,6 P =12-16,8 W=11-15,0
Leukosit
27. 040 4.600-10.000
Hematokrit
34,14 P =40-54% W=36-57%
Eritrosit 4,31 P =3,9-5,4 Jt/mm3
W=3,7-5,4 Jt/mm3
Trombosit 323.000 150.000-400.000/mm3
MCV 79 82,0-95,0 FL
MCH 27,0 27,0-31,0 pg
MCHC 34,1 32,0-36,0 g/dl
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 2-4%
Batang 0 3-5%
Segmen 88 50-70%
Limposit 10 25-40%
Monosit 2 2-6%
URINE LENGKAP
Makroskopis
Warna
Kejernihan Kuning Kuning Muda – Tua
Bau Jernih Jernih
Protein Khas Normal/Khas
Reduksi +/- Negatif
pH +/- Negatif
Bilirubun 5,0 4,6-8,5
Negatif Negatif
Mikroskopis
Eritrosit
Leukosit 1-4 0-1 /LPB
Epitel 20-25 0-2 /LPB
Silinder + Posotof 1/LPK
Kristal Negatif 0-1 Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain Negatif Negatif
Negatif Negatif
DARAH
22
Bleeding time 2 Menit 48 1-3 Menit
Cloting time detik 9-15 Menit
Gol. Darah 13 Menit 49 -
detik
O
23
TERAPI OBAT
Waktu
Tgl dan Jenis Obat Dosis
Jam
14-01-2013
06.00 WIB Infus RL IV 500 ml 20 tpm
Oral : Paracetamol 500 mg
12.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
13.00 WIB Injeksi IV Antibiotik : Ceftriaxone 1 gr
18.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
21.00 WIB Injeksi IV Antibiotik : Ceftriaxone 1 gr
15-01-2013
05.00 WIB Infus RL IV 500 ml 24 tpm
Injeksi IV Antibiotik : Ceftriaxone 1 gr
06.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
Oral : Dansera 1 mg
12.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
13.00 WIB Injeksi IV Analgetik : Ketorolac 1 gr
18.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
Oral : Dansera 1 mg
21,00 WIB Injeksi IV Analgetik : Ketorolac 1 gr
Antibiotik: Opimer 500 mg
16-01-2013
05.00 WIB Infus RL IV 500 ml 24 tpm
Injeksi IV Antibiotik : Opimer 500 mg
Analgetik : Ketorolac 1 gr
06.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
Oral : Dansera 1 mg
12.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
13.00 WIB Injeksi IV Antibiotik : Opimer 500 mg
Analgetik : Ketorolac 1 gr
18.00 WIB Oral : Paracetamol 500 mg
Oral : Dansera 1 mg
21.00 WIB Injeksi IV Antibiotik : Opimer 500 mg
Analgetik : Ketorolac 1 gr
24
DATA FOKUS
Px.Penunjang :
Leukosit 27.040
25
ANALISA DATA
WAKTU
TGL/JAM SYMTOM/SIGNS ETIOLOGI PROBLEM
14-01- Ds: Agen cedera Nyeri Akut
2013 Ibu pasien mengatakan “nyeri biologis:
pada perut kanan bawah bekas terputusnya
post op dan mual ingin muntah.” kontinuitas jaringan
Nyeri
P : saat bergerak atau berjalan, Terputusnya
Q : tajam seperti di tekan kontinuitas jaringan
T : Hilang timbul
Do: Reseptor nyeri
Pasien tampak tidak nyaman terangsang
dengan memegangi perut
sebelah kanan bawah menahan Cortex Cerebral
nyeri.
Nyeri
R : Di abdomen kanan bawah, Nyeri akut
S : sedang skala 4
Kulit abdomen terasa
hangat dan kemerahan di
sekitar
abdomen (luka bedah)
Terdapat nyeri tekan sedang
Tampak luka jahitan bekas post
op apendik panjang + 12 cm
dengan 7 jahitan
Abdomen tidak terlihat tegang
/ kencang, ada bekas insisi
belah
di abdomen ( sekitar umbilicus
) kanan bawah pada titik Mc.
Burney bekas post op.
Kondisi luka tidak ada pus,
warna sekitar insisi kemerahan,
teraba hangat, ada luka jahitan
+ 12 cm dengan 7 jahitan
Reinfeksi
Ds : (microorganisme)
14-01- Hipertermia
2013 Pasien mengatakan, “badan
saya terasa panas/ demam.” Fagositosis
Pasien mengatakan, “badan
saya panas ketika kontrol ke Makrofag
tiga kali mengeluarkan zat
setelah operasi apendiksitis di innterleukin
RSPAU Dr. S. Hardjolukito +
26
pada hari ke 13 setelah operasi.
Ibu pasien mengatakan “setelah
27
kontrol yang kedua kali saat
sedang tiduran di rumah tanggal Interleukin
14 Januari 2013 + jam 10.00 mengeluarkan
WIB badan anak saya terasa prostaglandin
panas/demam dan langsung
periksa untuk yang ketiga kali ke
RSP Dr.S Hardolukito karena Prostaglandin
panas sekali. menstimulus
Ibu pasien mengatakan, “selama hipotalamus
sakit anak saya tidur jam 21.00
WIB dan terbangun jam 06.00
WIB. Terkadang terbangun Hipotalamus
karena badannya panas. berespon menaikan
Do: suhu tubuh (set
Pasien terlihat gelisah point)
Pasien tampak
menggigil kedinginan
Kulit tubuh pasien teraba panas
Ada bekas insisi belah di Hipertermia
abdomen ( sekitar umbilicus )
kanan bawah pada titik Mc.
Burney bekas post op.
Warna sekitar insisi
kemerahan, teraba hangat, ada
luka jahitan
+ 12 cm dengan 7 jahitan
Suhu : 38,8oC,
Nadi:108x/menit,
Leukosit 27.040
14-01-
2013 Cemas/gelisah Nausea
Ds:
Ibu pasien mengatakan
“anak saya mual ingin Menstimulus prod.
muntah”
histamine
Ibu pasien mengatakan, “ada
penurunan nafsu makan karena
mual. Tidak ada penurunan BB Sel parietal gaster
yaitu tetap 39 kg terangsang
Do:
Pasien terlihat lemah Peningkatan prod.
Mata terlihat sayu
H+
TTV (TD : 110/70 mmHg, Nadi
: 108x/menit, RR : 22x/menit,
Suhu : 38,8oC) Nausea
IMT = 18,5
28
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
1. Hipertermia b/d reinfeksi mikroorganisme
2. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan
3. Nausea b/d cemas/gelisah
29
C. PERENCANAAAN NIC DAN NOC
Waktu No
Hr/tgl Jam Tujuan Keperawata (NOC) Rencana Tindakan (NIC) Ttd
Dx
Senin 08.00 1 Setelah dilakukan tindakan Thermoregulation 0800 Saty
14-01- WIB keperawatan selama 3x24 jam, Monitor TTV (TD,N.Suhu,RR) a
2013 pasien dengan hipertermia Monitor intake dan output
diharapkan dapat teratasi cairan.
dengan criteria haasil : Selimuti pasien
Temperature Regulation Anjurkan klien untuk
3900 banyak minum
(39001) Suhu dalam Tingkatkan sirkulasi udara
rentang normal (36-37) Catat adanya fluktasi
(39002) Nadi dan RR dalam tekanan darah
rentang normal (nadi 60- Berikan kompres hangat pada
100x/menit.RR:16- lipatan tubuh dan kening
24X/Menit) Kolaborasi dengan dokter/lab
(39003) Tidak ada pusing dalam pemberian antipiterik dan
dan mual pemeriksaan penunjang
28
(210202) Ekspresi wajah Kontrol factor lingkungan
rilek tidak gelisah terhadap ketidaknyaman
(210203) Tidak ada Berikan informasi tentang
kehilangan selera makan penyebab dan antisipasi
(210204) Posisi proteksi nyeri
terhadap nyeri tidak ada Ajarkan penggunaan tahnik non
farmakologi (relaksasi/distraksi)
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik /
OAINS
29
D. PELAKSANAAN TINDAKAN
Waktu No.
Hr/tgl Jam Implementasi Respon Ttd
dx
Senin 08.00 1 Memeriksa TTV pasien (TD, Ds : Saty
14/01 WIB N, S dan RR) Ps mengatakaan, “saya kurang a
2013 Menanyakan keluhan dan nyaman istirahanya dikarenakan
tingkat kenyamaanan pasien pusing dan mual”
Monitor perubahan warna kulit Do:
dan pusing Warna kulit pasien kemerahan
Menanyakan perasaaan mual dan hangat
pasien TD : 100/70 mmHg N : 70x/m
S : 38,80C RR : 22x/menit
09.00 1 Ds : Saty
Memberikan kompres hangat
WIB Ibu pasien mengatakan a
dikepala pasien
“terimakasih ya mas”
Do :
Pasien tampak tenang dengan
tindakan yang sedang dilakukan
S : 38OC
30
11.00 3 Mengukur TTV Ds : Ibnu
WIB Menanyakan apakah pasien Ibu pasien mengatakan “ anak
alergi terhadap makanan / obat saya tidak ada alergi obat atau
tertentu makanan, makanan kesukaannya
Menanyakan makanan yang yaitu ayam goring, tetapi
di sukai pasien sekarang masih mual dan tidak
Auskultasi bising usus nafsu makan”.
Mendorong pasien untuk Do :
meningkatkan asupan nutrisi TTV : TD = 100/60 mmHg
dengan memberikan diet bubur S = 37° C
halus N = 100 x/menit
RR = 20x/ menit
Bising usus 15 x/ menit,
Ekspresi wajah pasien
gelisah
Pasien terlihat tidak mau
makan dan mual-mual.
31
17.00 1 Monitor TTV ( TD, N, S, dan Ds : Saty
WIB RR ) Pasien mengatakan “pusing a
Mongobservasi perubahan kepala saya sudah berkurang dan
warna kulit sedikit mual”
Mendengarkan keluhan pasien Do :
TTV = TD : 100/60 mmHg
N : 78 x/ menit
S : 36,3° C
RR : 22 x/ menit
Terlihat warna kulit
abdomen tidak kemerahan
dan teraba hangat
Pasien tampak malaise
10.00 1 Arya
Memberikan kompres hangat Ds :
WIB
32
dikening pasien Pasien mengatakan,
Menyelimuti pasien “terimakaasih ya mas"
Do :
Pasien tampak memakai
selimut
Suhu : 37,60C
Do :
TD : 110/60 mmHg
S : 370C
N : 80x/menit
RR : 20x//menit
Infus RL 500 ml 24 tpm IV
mengalir
KU : Sedang, Kes : CM
13.00
Memberikan informasi Ds :
WIB 3 Furq
kebutuhan nutrisi pada Pasien mengatakan,
on
33
penyembuhan penyakit “terimakasih mas, saya
Menganjurkan banyak makan mengerti. Sekarang sudah lebih
Berkolaborasi dengan tenaga nyaman dan mual berkurang”
medis lain dalam memberikan Do :
injeksi obat analgesic ketorolac Injeksi ketorolac masuk 1gr
1 gram via IV IV
Pasien tampak tenang
Ekspresi wajah pasien rileks
34
N = 82 x/menit
RR = 20 x/menit
Ds :
18.15 1 Pasien mengatakan, Nov
WIB Memberikan obat paracetamol 500 “terimakasih mas” ri
mg dan Dansera 1 mg Do :
Pasien tampak meminum obat
berupa : Paracetamol
500mg/oral dan dansera 1 mg
Ds :
19.00 1 Ibu pasien mengatakan, Nov
WIB Memberikan kompres “terimakaasih ya dek sudah mau ri
hangat dikening pasien kompres anak saya"
Menyelimuti pasien Do :
Pasien tampak memakai
selimut
Suhu : 36,50C
20.00 1 Ds :
WIB Mengobservasi insisi post op Ibu pasien mengatakan, Nov
Mengobsevasi kenyamanan “terimakasih dek sudah merawat ri
fisik klien anak ibu”
Do :
Balutan kering
Luka kering dan tidak ada
pus
Luka tidak tampak
kemerahan
Pasien tidak tampak malaise
21.00 2 Saty
WIB Ds : a
Monitor kondisi insisi bedah
35
luka Ibu pasien mengatakan
Memberikan injeksi antibiotic “terima kasih atas sarannya
opimer 500 mg IV dan alhamdulillah panas anak
ketorolac 1 gram IV dengan saya sudah berkurang, nafsu
kolaborasi dengan dokter makannya tidak turun”.
Mengontrol aliran infus Pasien mengatakan, “tidak
ada nyeri lagi & sekarang
sudah lebih nyaman”
Do :
Kondisi insisi belah tidak
kemerahan
Pasien terlihat tidak
gelisah/rileks
Pasien tidak tampak proteksi
thd nyeri
Injeksi obat masuk via IV
berupa : opimer 500 mg, dan
ketorolac 1 gr.
36
EVALUASI – H 1
Waktu
Hr/tgl Jam Dx. Keperawatan EVALUASI Ttd
Senin 17.00 Hipertermia b/d reinfeksi S: Saty
14-01- WIB mikroorganisme Pasien mengatakan “pusing kepala saya a
2013 sudah berkurang dan sedikit mual”
O:
TTV = TD : 100/60 mmHg
N : 78 x/ menit
S : 36,3° C
RR : 22 x/ menit
Terlihat warna kulit abdomen tidak
kemerahan dan teraba hangat
Pasien tampak malaise
P : Pertahankan intervensi
Monitor TTV
Observasi luka post op
Ibnu
S:
17.00 Nyeri akut b/d
Pasien mengatakan, “perut saya
WIB terputusnya kontinuitas
sakit/nyeri seperti di tekan
jaringan
O:
Pasien tampak proteksi memegangi
perutnya
Ekspresi wajah pasien gelisah
Pasien terlihat tidak mau makan.
P : Lanjutkan intervensi
Observasi tanda non verbal terhadap
37
ketidaknyaman
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik
P : Lanjutkan intervensi
Monitor vital sign
Kolaborasi dengan dokter dlm
pemberian obat antiemetic
38
EVALUASI H-2
Waktu
Hr/tgl Jam Dx. Keperawatan EVALUASI Ttd
Selasa 14.00 Hipertermia b/d reinfeksi S: Sat
15-01- WIB mikroorganisme Pasien mengatakan, “badan saya ya
2013 terasa sudah tidak terlalu panas”
Pasien mengatakan “sudah tidak pusing
dan mual”
Ibu pasien mengatakan, “terimakasih
dek sudah merawat anak ibu”
O:
TD : 110/60 mmHg
S : 370C
N : 80x/menit
RR : 20x//menit
Infus RL 500 ml 24 tpm IV mengalir
KU : Sedang, Kes : CM
Perawatan luka selesai dengan kondisi
:
Balutan terganti
Luka kering dan tidak ada pus
Luka tidak tampak kemerahan
Pasien tampak masih malaise
A : Masalah teratasi sebagian
(390001) tercapai
(390002) tercapai
(390003) tercapai
(070301) tercapai
(070302) tercapai
(070303) belum tercapai
P : Pertahankan intervensi
Monitor TTV
Observasi luka post op
O:
Kondisi insisi belah tidak kemerahan
Pasien terlihat lemah,
Injeksi obat masuk via IV berupa : opimer
39
500 mg, dan ketorolac 1 gr.
A : Masalah teratasi
( 210201 ) tercapai
( 210202 ) tercapai
( 210203 ) tercapai
( 210204 ) tercapai
P : Pertahankan intervensi
Monitor TTV
14.00 Nausea b/d adanya cemas/gelisah S: Jay
WIB Pasien mengatakan, “terimakasih mas, saya a
mengerti. Sekarang sudah lebih nyaman
dan mual berkurang”
O:
Injeksi ketorolac masuk 1gr IV
Pasien tampak tenang
Ekspresi wajah pasien rileks
A : Masalah teratasi
( 210701 ) tercapai
( 210702 ) tercapai
( 210703 ) tercapai
( 210704 ) tercapai
P : Pertahankan intervensi
Monitor vital sign
40
EVALUASI H-3
Waktu
Hr/tgl Jam Dx. Keperawatan EVALUASI Ttd
Rabu, 21.00 Hipertermia b/d reinfeksi S: Sat
16/01 WIB mikroorganisme Ibu pasien mengatakan, “terimakasih dek ya
2013 sudah merawat anak ibu”
O:
Balutan kering
Luka kering dan tidak ada pus
Luka tidak tampak kemerahan
Pasien masih tampak malaise
P : Lanjutkan intervensi
Monitor TTV
Observasi luka post op
Jay
21.00 Nyeri akut b/d S: a
WIB terputusnya kontinuitas Ibu pasien mengatakan “terima kasih
jaringan atas sarannya alhamdulillah panas anak
saya sudah berkurang, nafsu makannya
tidak turun”.
Pasien mengatakan, “tidak ada nyeri
lagi & sekarang sudah lebih nyaman”
O:
Kondisi insisi belah tidak kemerahan
Pasien terlihat tidak gelisah/rileks
Pasien tidak tampak proteksi thd nyeri
Injeksi obat masuk via IV berupa :
opimer 500 mg, dan ketorolac 1 gr.
A : Masalah teratasi
( 210201 ) tercapai
( 210202 ) tercapai
( 210203 ) tercapai
( 210204 ) tercapai
P : Pertahankan intervensi
Monitor TTV
41
Observasi tanda non verbal
terhadap ketidaknyaman
O:
Infus mengalir 500 ml RL 24 tpm
Pasien tampak puas/ nyaman
Pasien tampak rileks
A : Masalah teratasi
( 210701 ) tercapai
( 210702 ) tercapai
( 210703 ) tercapai
( 210724 ) tercapai
P : Pertahankan intervensi
Monitor vital sign
42
BAB III
PENUTU
P
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa definisi apendiksitis maka dapat dirumusukan gangguan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman, yang harus dilakukan tindakan keperawatan lebih
intensif
B. Saran
1. Diharapkan Mahasiswa/Perawat di rumah sakit mampu melakukan dan menerapkan
proses keperawatan pada klien apendisitis yang hampir seluruh kebutuhan dasarnya
dibantu.
2. Diharapkan mahasiswa/perawat di rumah sakit bisa menjalian komunikasi
dankerjasama yang baik dengan klien, keluarga dan tim medis lainnya demi
tercapainya asuhan keperawatan yang berkualitas.
43
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J, PhD, MSN, CNP. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi revisi 3, Jakarta:
EGC.
Herdmant, T., H (ed.). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition &
Classification, 2012-2014. Blackwell Publising Ltd
Johnson Marion. Maas Maridean. Noorhead Sue. 1997. Nursing Outcomes Classification
(NOC). United States of America. EGC.
Lynda Juall Carpenito. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. edisi 2. EGC.
Jakarta. 1999
Price,Sylvia Anderson. Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit. Alih bahasa
Peter Anugrah. edisi 4. Jakarta. EGC. 1999
Prof Dr Adhi Djuanda, Sp KK. 2012. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 10. Jakarta:
BIP
Potter, Patricia A . 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC
Lunney, M. 2012. Critical Needs to Address Accurancy of Nursses’s Diagnoses. The Online
Journal of Issue in Nursing, 13 1-13.
Lunney, M. 2012. Nursing Assesment, Clinical Judgment, and Nursing Diagnoses: How to
determine accurate diagnoses. In : Herdmant, T., H (ed.) NANDA International Nursing
Diagnoses : Definition & Classification, 2012-2014. Blackwell Publising Ltd
44