Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut

yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Istilah appendicitis pertama kali digunakan oleh Reginal Fitz seorang professor patologi anatomi dari Harvard pada tahun 1986 untuk menyebut proses peradangan yang biasanya disertai ulserasi dan perforasi pada appendiks. Tiga tahun kemudian (1989), seorang professor dari bedah Universitas Columbia yang bernama CharlesMcBurney menemukan titik nyeri tekan maksimal dengan melakukan penekanan dengan satu jari tepat di 1,5-2inchi dari spina iliaca anterior superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari SIAS tersebut ke umbilicus. Titik tersebut kemudian dikenal sebagai titik McBurney. Insiden dan Epidemiologi Dengan lebih dari 250,000 appendektomi dikerjakan tiap tahunnya, appendisitis merupakan kedaruratan bedah abdomen yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat. Pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bilang dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis Appendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, apendisitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan.

Diagnosis appendisitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendisitis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 315cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Apendiks terletak pada puncak sekum, pada pertemuan ke-3 taenia koli yaitu : Taenia libra Taenia omentalis Taenia mesocolica Pada kasus lain, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus. Vaskularisasi apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren. Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika : Mukosa Submukosa (banyak terdapat limfoid) Muskularis

Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah umum , dan merupakan penyebab paling sering dari akut abdomen. Di Amerika Serikat , 250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun. Insiden apendisitis akut telah menurun terus sejak akhir 1940-an , dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000 penduduk . Apendisitis terjadi pada 7 % dari populasi Amerika Serikat , dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun .

Di negara-negara Asia dan Afrika , kejadian apendisitis akut mungkin lebih rendah karena kebiasaan makan penduduk wilayah geografis tersebut . Insiden appendicitis lebih rendah dalam budaya dengan asupan tinggi serat makanan . Serat pangan diperkirakan akan menurunkan viskositas feses , mengurangi waktu transit usus , dan mencegah pembentukan fecaliths , yang mempengaruhi individu untuk penghalang dari lumen appendix .

Dalam beberapa tahun terakhir , penurunan frekuensi usus buntu di negara-negara Barat telah dilaporkan , yang mungkin berhubungan dengan perubahan dalam asupan serat makanan . Bahkan, insiden yang lebih tinggi dari apendisitis diyakini terkait dengan kurangnya asupan serat di negara-negara tersebut .

Pada remaja dan dewasa muda laki-laki cenderung lebih dominan dari pada perempuan yakni sekitar 3 :2 , pada orang dewasa , kejadian apendisitis adalah sekitar 1,4 kali lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita . Insiden apendisitis secara bertahap meningkat sejak lahir , puncak di tahun-tahun remaja akhir , dan secara bertahap menurun di tahun-tahun geriatri . Usia rata-rata saat usus buntu terjadi pada populasi anakanak adalah 6-10 tahun . Hiperplasia limfoid diamati lebih sering pada bayi dan orang dewasa dan bertanggung jawab untuk peningkatan insiden usus buntu dalam kelompok usia ini . Anak-anak muda memiliki tingkat perforasi yang lebih tinggi i , dengan tingkat dilaporkan 50-85 % . Usia rata-rata pada apendisitis adalah 22 tahun . Meskipun jarang, neonatal dan bahkan usus buntu prenatal telah dilaporkan . Dokter harus mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi pada semua kelompok umur .

Gambar 1. Anatomi Apendiks

FISIOLOGI Apendiks menghasilkan lendir 1-2 mL per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah sIgA (Secretory imunoglobulin A). Imunoglobulin efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di seluruh tubuh.

ETIOLOGI Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen apendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% kasus dengan apendisitis. Penyebab lain dari obstruksi apendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya 5

Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit Penyebab lain yang diduga menimbulkan Apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu: Bakteri aerob fakultatif Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bakteri anaerob Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species

Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari. Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendisitis.

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendisitis, khususnya pada anak-anak. Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. 7

Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Tahapan peradangan apendisitis : Apendisitis akut (tanpa perforasi) Apendisitis akuta perforata (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangren dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi). Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.

GAMBARAN KLINIS Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus dan bayi, appendisitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendisitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anakanak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum 8

terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendisitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendisitis. Pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 tubuh diatas 38,6
0 0

C). Jika suhu

C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendisitis kadang-kadang

berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendisitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendisitis, kecuali pada anak dengan appendisitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter. Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut Gejala Appendicitis Akut Nyeri perut Anorexia Mual Muntah Nyeri berpindah Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi) *-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam Frekuensi (%) 100 100 90 75 50 50

PEMERIKSAAN FISIK Pada Apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal beberapa cara untuk mendiagnosa apendisitis: Rovsings Sign Dikatakan positif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik. 9

Psoas Sign Dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah apendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan cara ini. Obturator Sign Dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada m.obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi apendiks yang telah mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah apendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan cara ini.

10

Gambar 2. Cara Psoas Sign

11

Gambar 3. Cara Obturator Sign

Blumbergs Sign Nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) Defence Musculare Bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak apendiks Nyeri pada pemeriksaan colok dubur. Skor Alvarado Skor Alvarado dibuat untuk membantu menegakkan diagnosis. Manifestasi Gejala Adanya migrasi nyeri Anoreksia Mual/muntah Tanda Nyeri RLQ Nyeri lepas Febris Laboratorium Leukositosis Shift to the left Total poin Skor 1 1 1 2 1 1 2 1 10

12

Keterangan : 0-4 : bukan diagnosis apendisitis 5-6 : kemungkinan apendisitis kecil 7-8 : kemungkinan besar apendisitis 9-10 : hampir pasti menderita apendisitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

Skor Kalesaran Skor Kalesaran dibuat pada akhir tahun 1996, 10 tahun setelah skor Alvarado dipublikasikan. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan seluruh parameter klinis yang bisa meramalkan apendisitis akut. dicari suatu kombinasi yang bisa memprediksi suatu dugaan apendisitis akut menjadi dalam tiga kategori: Kelompok yang memerlukan operasi segera Kelompok yang meragukan dan dilakukan pengamatan Kelompok yang pasti bukan apendisitis akuta Selain itu dicari suatu perbedaan kombinasi parameter klinik untuk diagnosis apendisitis akut antara laki-laki dan wanita. Walaupun pada akhirnya kombinasi yang berbeda ini ternyata tidak berpengaruh. Pada wanita ditanyakan pula : Kapan hari pertama haid Riwayat dysmenorrhoe Riwayat keputihan Adakah fluksus per vagina yang menyertai keluhan nyeri perut kanan bawah

13

Pemeriksaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Demam Anoreksia Nyeri perut saat batuk Peningkatan suhu Rebound tenderness Rovsing sign Psoas sign Lekositosis Neutrofilia

Nilai (+) 9 26 27 19 18 16 20 18 20

Nilai (-) -7 -20 -91 -18 -13 -9 -6 -24 -26

Dengan memakai nilai prediksi tersebut, maka setiap kasus nyeri perut kanan bawah akut dengan skor total : Lebih dari 10 -7 sampai 10 Kurang dari -7 : apendisitis akut : tindakan "pengamatan : bukan apendisitis akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan apendisitis akut. Jumlah leukosit pada penderita apendisitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis apendisitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan apendisitis. Ultrasonografi Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala apendisitis. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis adalah apendiks dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan 14

suatu apendikolit, adanya cairan atau massa periapendiks. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder apendiks sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak apendiks yang retroseka atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi apendiks. CT-Scan CT-scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis apendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Diagnosis apendisitis dengan CT-scan ditegakkan jika apendiks dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Barium Enema Adalah suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke kolon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi dari apendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada apendisitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari sekum, pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan apendisitis.

DIAGNOSIS Penegakkan diagnosis apendisitis biasanya didasarkan pada anamnesa gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda

15

Blumberg (Blumberg Sign). Pada colok dubur ditemukan adanya nyeri tekan pada arah jam 9-12. Alvarado Score dan Kalesaran Score digunakan dalam penegakan diagnosis apendisitis.

DIAGNOSIS BANDING Terdapat banyak penyakit yang memiliki gejala klinis hampir sama dengan apendisitis sehingga sering disalah artikan sebagai sebagai apendisitis. Yang paling sering adalah : Gastroenteritis akut Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis. Kehamilan Ektopik Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas.

Gambar 5. Letak Apendiks pada Wanita Hamil

16

Adenitis Mesenterium Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi neri diperut kanan bawah tidak konstan dan menetap.

KOMPLIKASI Keterlambatan untuk mencari pengobatan menyebabkan meningkatnya angka

komplikasi. Adapun komplikasi apendisitis yaitu: Perforasi Perforasi disertai nyeri abdomen yang hebat, dan demam yang lebih tinggi. Dikatakan leukosit > 18.000/mm3 mengindikasikan telah terjadi perforasi. Peritonitis Merupakan komplikasi paling sering (30- 45% penderita). Peritonitis lokal disebabkan karena mikroperforasi dari apendiks gangrenosa dan diblokade oleh omentum. Bila perforasi berlanjut terjadilah peritonitis generalisata. Abses Apendiks Terjadi karena infeksi periapendiceal diliputi oleh omentum dan viscera yang berdekatan. Gejala klinis sama dengan apendisitis akut dan ditemukan masa pada kuadran kanan bawah. Sekitar 10% anak-anak dengan apendisitis. Pylephlebitis Merupakan thrombophlebitis akut sistem vena porta. Gejala berupa demam tinggi, menggigil, ikterus ringan dan abses hepar .

17

PENATALAKSANAAN Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan.

Teknik Operasi Apendektomi

A. Open Appendectomy 1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit horizontal Oblique 3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis. b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

18

B. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop

Gambar 6. Letak Insisi Apendektomi dan Laparoskopi

Gambar 7. Apendektomi 19

BAB III LAPORAN KASUS

A.

Identitas Penderita Nama Jenis Kelamin Umur TTL Alamat Suku Bangsa Agama Pekerjaan MRS : : : : : : : : : : Tn. Y.L Laki-laki 20 Tahun Manado, 30 Juli 1993 Malalayang 1 Timur ling V Minahasa Indonesia Protestan Mahasiswa 22 Desemberber 2013, jam 15.21 WITA

B.

Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah Nyeri perut kanan bawah dialami sejak 12 jam SMRS. Awalnya penderita merasa nyeri di ulu hati kemudian berpindah dan menetap di kanan bawah. Sebelumnya, nyeri perut didahului dengan riwayat demam. Mual (+), muntah (+) 2x isi cairan dan sisa makanan,nyeri saatbatuk (+). Penurunan nafsu makan (+). BAB dan BAK normal. Penderita kemudian berobat ke RS Advent dan kemudian ke RSU Prof. Kandou. 20

C. 1.

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Tampak sakit

2.

Kesadaran Compos Mentis

3.

Tanda Vital

Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Axillaris

110

/80 mmHg

: 78 x/menit : 26 x/menit : 37,8 oC

4.

Kepala

Konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik Pupil bulat, isokor kiri=kanan, refleks cahaya +/+ normal

5.

Leher

Inspeksi Palpasi

: Trakea letak di tengah : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

6.

Thoraks

Pulmo

Inspeksi Perkusi Palpasi

: Simetris kiri = kanan : Sonor kiri = kanan : Stem fremitus kiri = kanan

21

Auskultasi

: Suara pernapasan bronkovesikuler, Rhonki dan Wheezing tidak ada

Cor

Inspeksi Perkusi

: Ictus Cordis tidak tampak : Dekstra : ICS IV linea parasternalis Sinistra : ICS V linea midclavicularis

Palpasi Auskultasi
7. Abdomen

: Ictus Cordis tidak kuat angkat : Heard Rate reguler, Bising tidak ada

Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi

: Datar : Bising Usus (+) : Timpani : Nyeri Tekan (+) kanan bawah Blumberg sign (+), Rovsing sign (+)

8.

Regio anal Colok Dubur : Tonus Sfingter Ani cekat, ampula kosong Nyeri tekan (-) Prostat kesan normal

Sarung Tangan

: Feces (+), Lendir (-), Darah (-)

9.

Status Urologi

CVA Suprapubik Genitalia

: Ballotemen -/- , Nyeri ketok -/: Massa tidak teraba, Nyeri tekan (-). : Ostium Uretra Eksterna darah (-) 22

Score Alvarado Anoreksia Mual muntah Nyeri berpindah Nyeri perut kanan bawah Nyeri lepas Suhu >37,5oC Leukositosis >10.000 Netrofil >75% Score Alvarado 1 1 1 2 1 1 2 1 10

Score Kalesaran Demam Anoreksia Nyeri batuk Rebound tendernes Rovsing sign Leukositosis Netrofil psoas sign Demam >37,3 Score Kalesaran 9 26 27 18 16 19 20 16 -18 133

D. 1.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 22 November 2013 Jam 20.00 WITA

Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit MCH MCHC

: 17.5 103/mm3 : 5.49 106/mm3 : 15,9 g/dL : 46,7 % : 211.103/mm3 : 28,7 : 34.1

23

MCV

: 84

E.

Diagnosis Apendisitis Akut

F.

Rencana Tindakan Rencana Apendektomi cito

LAPORAN OPERASI Tanggal 23 Novemberber 2013 Jam Mulai 03.00 WITA Jam Selesai 05.00 WITA

Pembedah : dr Heber B Sapan, SpB.KBD Penderita tidur terlentang dengan general anastesi Asepsis dan antisepsis lapangan operasi dengan Povidon iodine 10% Insisi obligus melewati titik Mc. Burney diperdalam sampai peritoneum Peritoneum dibuka keluar pes 30 cc, tampak omentum taksis ke kuadran kanan bawah Identifikasi caecum tampak appendix letak enterocaecal, hiperemis, panjang 9 cm 1,5 cm, tampak perforasi di1/3 pangkal Dilakukan appendectomy secara antegrad, punctum appendix dijahit double ligasi Kontrol perdarahan Luka operasi dijahit lapis demi lapis Operasi selesai

24

INSTRUKSI POST OPERASI IVFD RL : D5 = 2:1 Ceftriaxone 2 x 1 Metronidazol 3 x 500 mg drips Ketorolac 3 x 1 amp Ranitidin 2 x 1 amp Puasa Periksa DL Post OP Monitor vital sign

FOLLOW UP 23 November 2013 S O : Nyeri sekitar luka operasi, Demam (-) : T: 110/80 mmHg N: 84 x/menit R: 18 x/menit S: 36,9C Abdomen : I Aus Perkusi Palp A P : datar, luka post operasi terawat : bising usus (+) : Timpani : lemas, nyeri tekan (+) pada sekitar operasi

: Post apendektomi hari I : IVFD RL: D5 : Aminofusin = 2 : 1 : 1 Rawat Luka Ceftriaxone inj 2x1gr (iv) 25

Metronidasol 3x1 Ketorolac 3 x 1 amp iv Boleh minum 1-2 sendok Clean Water Mobilisasi aktif 24 November 2013 S O : Nyeri sekitar luka operasi, flatus (+) : T: 110/70 mmHg N: 80 x/menit R: 20 x/menit S: 36,5C Abdomen : I Aus : Cembung, luka post operasi terawat : bising usus (+) normal

Perkusi: Timpani Palp A P : lemas, nyeri tekan (+) pada sekitar operasi

: Post apendektomi hari II : IVFD RL: D5 : Aminofusin = 2 : 1 : 1 Rawat Luka Ceftriaxone inj 2x1gr (iv) Metronidasol 3x1 Ketorolac 3 x 1 amp iv Ranitidin 2x 1 Boleh minum 1-2 sendok Clean Water Mobilisasi aktif

26

25 November 2013 S O : Nyeri sekitar luka operasi (-) : T: 110/80 mmHg N: 84 x/menit R: 18 x/menit S: 36,9C Abdomen : I Aus : Datar, luka post operasi terawat : bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani Palp A P : lemas, nyeri tekan (+) pada sekitar operasi

: Post apendektomi hari II : IVFD RL: D5 : Aminofusin = 2 : 1 : 1 Rawat Luka Ceftriaxone inj 2x1gr (iv) Metronidasol 3x1 Ketorolac 3 x 1 amp iv Diet Lunak Mobilisasi aktif

26 November 2013 S O : Nyeri sekitar luka operasi (-) : T: 110/70 mmHg N: 80 x/menit R: 24 x/menit S: 36,5C Abdomen : I Aus : Datar, luka operasi terawat, warna sama dengan sekitar, Pes (-) : bising usus (+) Normal

Perkusi: Timpani Palp A : lemas, nyeri tekan (-) Defans Muskular (-)

: Post apendektomi hari IV 27

: Aff Infus Rawat Luka Ciprofloxacin 3x1 Metronidasol 3x 500 mg tab Ranitidin 2x1 tab Antalgin 3x1 tab Diet Lunak Mobilisasi aktif

27 November 2013 S O : Nyeri sekitar luka operasi (-) : T: 110/70 mmHg N: 78 x/menit R: 20 x/menit S: 36,4C Abdomen : I Aus : Datar, luka operasi terawat, warna sama dengan sekitar, Pes (-) : bising usus (+) Normal

Perkusi : Timpani Palp A P : lemas, nyeri tekan (-) Defans Muskular (-)

: Post apendektomi hari IV : Rawat Luka Ciprofloxacin 3x1 Metronidasol 3x 500 mg tab Ranitidin 2x1 tab Antalgin 3x1 tab Diet Lunak Rawat Jalan

28

BAB III PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis penderita ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan bahwa penderita seorang laki-laki berusia 20 tahun, mengalami nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya penderita merasa nyeri di sekitar pusar kemudian berpindah dan menetap di kanan bawah. Terdapat riwayat demam dengan suhu badan 37,8oC yang biasanya dialami oleh penderita yang sudah mengalami sepsis atau infeksi. Pada palpasi abdomen, ditemukan adanya Rovsing sign dan Blumberg sign. Rovsing sign dan Blumberg sign biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosa apendisitis akut. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis (17500/mm3). Dalam penegakkan diagnosis biasanya digunakan Score Alvarado. Pada penderita ini didapatkan hasil : Score Alvarado Anoreksia Mual muntah Nyeri berpindah Nyeri perut kanan bawah Nyeri lepas Suhu >37,5oC Leukositosis >10.000 1 1 1 2 0 1 2

29

Netrofil >75% Score Alvarado

1 9

Berdasarkan Score Alvarado, jika score yang diperoleh <4 berarti kronis, jika 4-7 berarti masih ragu-ragu dan harus dilakukan observasi, jika >7 berarti akut. Pada awalnya penderita ini didiagnosa dengan apendisitis akut. Pada saat dilakukan apendektomi, ditemukan adanya pes dan perforasi di 1/3 distal. Score Kalesaran Demam Anoreksia Nyeri batuk Rebound tendernes Rovsing sign Leukositosis Netrofil psoas sign Demam >37,3 Score Kalesaran 9 26 27 18 16 19 20 16 -18 133

Berdasarkan Score Kalesaran jika score yang diperoleh <-7 berarti bukan apendisitis akut, jika -7 - 10 berarti masih ragu-ragu dan harus dilakukan observasi, jika >10 berarti apendisitis akut. Pada penderita ditemukan skor sebesar 133 Sehingga penderita ini didiagnosa dengan apendisitis akut.

30

BAB IV PENUTUP

4.1. KESIMPULAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Apendiks vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi. Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen apendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis apendisitis. Alvarado Score dan Kalesaran score juga digunakan dalam penegakan diagnosis apendisitis

4.2. SARAN Apabila ditemukan tanda-tanda yang menyerupai gejala appendisitis sebaiknya segera diperiksakan ke dokter dan dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk mencegah terjadinya perforasi yang menyebabkan peritonitis.

31

LAMPIRAN

32

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm.307-313 2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005, hlm.639-645 3. Berger, H., David., editor., The Appendix, dalam Schwartzs Principle of Surgery, Edisi Delapan. 4. McIlrati., C., Donald., Kelainan Bedah Apendiks Vermiformis dan Divertikulum Meckel, dalam Sabiston Buku Ajar Bedah, Bagian 2. EGC, Jakarta, 2010, hlm. 1-13 5. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Buku Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Universitas Indonesia. Jakarta, hlm.115-118 6. Apendiks Akut. http://www.scribd.com/Apendisitis-Akut/d/33724007 7. Referat Appendicitis Acute. http:// referat-appendicitis-acute.html/ 8. Apendiks Ilmu Bedah. http://bedahugm.net/apendik/ 9. Apendisitis. http://theeqush.wordpress.com/2008/03/10/apendisitis/ 10. Apendisitis Akut Ilmu Bedah. http://bedahugm.net/apendikakut/ 11. Appendectomy Ilmu Bedah. http:// bedahugm.net/appendectomy/ 12. Kalesaran L.T.B Sistem Skor Pada Apendisitis Akut 13. Tombeng D. Perbandingan antara Skor Kalesaran dan Skor Alvarado Untuk Menilai Ketepatan DiagnosisApendisitis Akut.

34

Anda mungkin juga menyukai