Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering


terjadi dan apendektomi menjadi salah satu operasi abdomen terbanyak di dunia.
Sebanyak 40% bedah emergensi di negara barat dilakukan atas indikasi apendisitis
akut. Apendiks disebut juga umbai cacing atau lebih populer dengan istilah usus
buntu yang digunakan di masyarakat. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
fungsi dari apendiks sebenarnya. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun
sekretorik di saluran cerna, tetapi pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek
fungsi sistem imun yang jelas. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan
masalah kesehatan.1
Data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, menyebutkan bahwa insiden
apendisitis di Indonesia sebesar 596.132 orang dengan presentase 3,36% pada tahun
2009.2 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, kasus apendisitis tahun 2014
sebanyak 362 kasus, dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 1.422 kasus. 3 Kejadian
apendisitis meningkat seiring dengan pertambahan usia dan mencapai puncaknya
pada usia 20-30 tahun, setelah usia 30 tahun insidensi apendisitis mengalami
penurunan jumlah. Jumlah kasus pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada usia 20-30 tahun, insidensi laki-laki lebih sering.5,7,8
Apendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan komplikasi.
Salah satu komplikasi yang paling berbahaya adalah perforasi. Perforasi apendisitis
berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Pasien yang mengalami
apendisitis akut angka kematiannya hanya 1,5%, tetapi ketika telah mengalami
perforasi angka ini meningkat mencapai 20%-35%. Tidak ada jalan untuk mencegah
perkembangan dari apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan
mencegah mortalitas adalah apendekomi sebelum perforasi ataupun gangrene.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks
2.1.1 Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan melebar pada bagian ujung. Apendiks terletak
intraperitoneal, kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya,
apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.5
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene.6

Gambar 2.1. Anatomi Apendiks

2
2.1.2 Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Pada keadaan normal, lendir
ini dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Pada
keadaan normal, tekanan dalam lumen apendiks antara 15-25 cmH2O dan meningkat
menjadi 30-50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan pada
lumen sekum antara 3-4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan berakibat cairan
di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke sekum.5
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.6

2.2 Apendisitis
2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan
infeksi pada apendiks yang terletak di perut kuadran kanan bawah. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.5,6,8,9

2.2.2 Epidemiologi
Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara
Barat. Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun, nampak pada dekade kedua dan
ketiga, tetapi dapat terjadi pada semua usia. Sekitar 80.000 anak pernah menderita
apendisitis di Amerika Serikat setiap tahun, angkanya 4 per 1.000 anak di bawah usia
14 tahun. Kejadian apendisitis meningkat dengan bertambahnya umur. Insidensi
apendisitis tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah umur 30 tahun

3
insidensi apendisitis mengalami penurunan jumlah. Insidensi pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi laki-laki
lebih sering.5,7,8

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya, salah satunya adalah sumbatan lumen apendiks sebagai faktor
predominan. Sumbatan ini dapat disebabkan karena adanya hiperplasia jaringan
limfe, tumor apendiks, fekalit, biji-bijian, serta cacing askaris. Fekalit merupakan
penyebab obstruksi paling sering. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.21
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.6,7
Bakteri penyebab apendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada usus.
Bakteri yang paling sering ditemukan yaitu kombinasi antara Bacteroides fragilis dan
Escherichia coli. Sedangkan bakteri lainnya, yaitu: Peptostreptococcus,
Pseudomonas, Klebsiela, dan Klostridium, Lactobacillus, dan Bacteriodes
splanchnicus.6.8 Sedangkan bakteri yang menyebabkan perforasi adalah bakteri
anaerob sebesar 90% dan aerob <10%.

2.2.4 Patofisiologi
Dalam patogenesis apendisitis akut, terjadi melalui tiga fase.9
a. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan mengalami bendungan
sehingga timbul distensi lumen dan peningkatan tekanan intraluminal.

4
b. Ketika tekanan intraluminal meningkat, tekanan dalam mukosa venula dan
limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat karena tekanan meningkat
pada dinding apendikal
c. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi edema, iskemia mukosa inflamasi dan
ulserasi. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
periumbilikalis.
Sekresi mukus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat
menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang
menimbulkan radang. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga timbul nyeri pada daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark
dinsing dan gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan
pecah menjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses tersebut berjalan dengan
imunitas yang cukup baik, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang dengan dinding lebih
tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah
terjadi karena ada gangguan pembuluh darah. 6,8

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pada anamnesis dapat dijumpai tiga gejala klasik pada pasien appendisitis
yaitu nyeri perut, muntah, dan demam. Pada masa awal obstruksi apendiks, pasien
mengeluh nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral pada daerah
epigastrium atau periumbilikalis. Ketika sudah melibatkan serosa dan selubung
peritoneum, dalam beberapa jam nyeri berpindah ke daerah peritoneum yang

5
teriritasi, ke kanan bawah di titik Mc.Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri perut tersebut
muncul karena adanya hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi lumen. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi atau obstipasi karena penderita
takut untuk mengejan, sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Selanjutnya, emesis biasanya menyertai keluhan nyeri dan disertai dengan nafsu
makan yang menurun. Muntah atau rangsangan viseral terjadi sebagai akibat aktivasi
dari nervus vagus. Pada pasien juga dapat ditemukan adanya demam yang biasanya
tidak terlalu tinggi jika belum terjadi perforasi dengan peritonitis. Demam muncul
akibat adanya infeksi akut jika timbul komplikasi.Urutan gejala nyeri yang
mendahului emesis dan demam, hal ini penting dalam membedakan apendisitis dari
enteritis infeksiosa, yang biasanya dimulai dengan keluhan muntah yang disertai
dengan kejang perut dan hiperperistaltik.6,8,14

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan tanda vital, akan didapatkan suhu
yang meningkat namun tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5oC. Suhu ini bisa jadi
lebih tinggi dari rentang tersebut yang dapat menunjukkan adanya perforasi.
Selanjutnya, dapat dilakukan pemeriksaan fisik pada abdomen. Dari inspeksi,
ditemukan penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
abdomen biasanya tampak datar dan sedikit kembung, perut yang distensi dapat
menunjukkan terjadinya perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat
pada appendikuler abses. Pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal. Auskultasi
tidak banyak membantu dapat penegakan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah
terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada perkusi akan
terdapat nyeri ketok pada daerah kuadran kanan bawah. Kemudian pada palpasi, raba
dinding abdomen dengan sedikit tekanan dan hati-hati, dimulai dari tempat yang jauh

6
dari lokasi nyeri. Umumnya nyeri dirasakan di daerah kuadran kanan bawah
abdomen. Maka pada pemeriksaan fisik akan dijumpai:14
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney Sign.
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah. Ini adalah ciri
khas dari apendisitis.
b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum.
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen
kanan bawah saat tekanan dilepaskan secara tiba-tiba setelah sebelumnya
dilakukan penekanan perlahan dan mendalam pada titik Mc.Burney.
c. Defens Muskuler (+) karena rangsangan musculus rectus abdominis.
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
d. Rovsing sign (+)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah apabila dilakukan
penekanan pada abdomen kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas
yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
e. Psoas sign (+)
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan musculus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+).
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan
kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif. Hal ini menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada hipogastrium.
g. Dunphy sign
Dunphy sign adalah nyeri yang dirasakan meningkat ketika batuk.
Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.14

7
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap, biasanya dijumpai leukositosis
ringan berkisar 10.000-18.000/mm3. Walaupun 20% penderita apendisitis akut
mempunyai jumlah leukosit yang normal. Jumlah leukosit >18.000 menunjukan
apendisitis perforasi. Adanya pergeseran ke kiri pada hitung jenis, mempunyai nilai
yang lebih signifikan dari pada hitung jumlah leukosit. Pada pemeriksaan urin,
sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks meradang menempel pada ureter dan vesika.11,12 Pemeriksaan urinalisis juga
berguna untuk menyingkirkan diagnosis lain seperti infeksi saluran kemih atau batu
saluran kencing. Selain itu juga dapat dilakukan PP test untuk menyingkirkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET). Dari pemeriksaan radiologi, yaitu
Ultrasonografi (USG), gambaran pada apendisitis non-perforasi berupa: diameter
apendiks >6mm, dinding hipoechoic dengan tebal >2mm, fekalit atau cairan
terlokalisir. Gambaran pada apendisitis perforasi yaitu target sign dan struktur tubular
dengan adanya lapisan dinding yang hilang (inhomogen), cairan bebas perivesikal
atau pericaecal. Pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan bagian menyilang dengan
fekalit dan perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Pemeriksaan foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik diragukan. Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda peritonitis
kuadran kanan bawah. Gambar perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus
(adanya gambaran garis permukaan air-udara di sekum atau ileum).12 Jika gejala
klinis dan nilai laboratorium sudah khas untuk apendisitis, maka tidak diperlukan
konfirmasi radiologis.
Selain itu untuk mendiagnosis apendisitis dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu: suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendiagnosis apendisitis akut.
Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2 komponen laboratorium dengan total
skor poin 10. Skor Alvarado dikenal juga dengan skor MANTREL yang merupakan
singkatan huruf depan dari komponen pemeriksaannya, berupa Migration to the right

8
iliac fossa, Anorexia, Nausea/Vomiting, Tenderness in the right iliac fossa, Rebound
Pain, Elevated temperature (Fever), Leukocytosis, and Shift of leukocytes to the left.10

Tabel 1. Skor Alvarado


Kriteria Nilai Interpretasi
Migration of pain 1 <5: appendicitis unlikely
Anorexia 1 5-6: appendicitis possible
Nausea/vomitting 1 7-8: appendicitis probable
Tenderness in right lower 2 9-10: appendicitis definite
quadrant
Rebound Tenderness 1
Elevation of temperature 1
Leucocytosis 2
Shift to the left 1

Pada penelitian Douglas dan MacPherson, skor tersebit efektif dalam mengklasifikasi
penatalaksanaan pasien apendisitis, dimana pasien dengan skor alvarado kurang dari
5 tidak membutuhkan apendektomi, skor 5-6 dilakukan observasi dan pemberian
antibiotik, dan skor lebih dari 7 dipersiapkan untuk apendektomi cito.

2.2.6 Diagnosis Banding


Apendisitis dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit, seperti:
1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadinya mual, muntah dan diare mendahului
rasa nyeri di abdomen. Nyeri abdomen yang lebih ringan, hiperperistaltik sering
ditemukan, demam, leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis.
2. Limfadenitis mesentrika, biasanya didahului oleh enteris atau gastroenteritis.
Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan
perut.

9
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil
yang positif untuk rumple leed, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.
4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi dari apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan rasa nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Tidak adanya tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
perdarahan dan nyeri mendadak di difus pelvik dan biasa terjadi syok
hipovolemik.
7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut
dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendiskitis
akutsehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
8. Ulkus peptikum perforasi, gejalanya sangat mirip dengan apendisitis, jika isi
gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat apendiks dan menyerupai
apendisitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan
terjadi demam atau leukositosis.1,13

2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif. Penanggulangan konservatif terutama
diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi dan
menurunkan angka kematian. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik. 11,15
Antibiotik harus mencakup organisme yang sering ditemukan (bakteri gram negatif

10
anaerob), yang banyak digunakan adalah sefalosporin generasi ketiga dan kadang
dikombinasi dengan regimen seperti ampisilin (100 mg/kgBB/24 jam), gentamisin (5
mg/kgBB/24 jam), klindamisin (40 mg/kgBB/24 jam), atau metronidazole (Flagyl)
(30 mg/kgBB/24 jam).13,20
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukannya apendisitis, maka tindakan
yang dilakukan adalah pembedahan operasi membuang apendiks (apendektomi).
Apendektomi harus dilakukan dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan. Penundaan
apendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses apendisitis perlu dilakukan drainase (mengeluarkan nanah).11,16
Apendektomi yang dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, maka
perlu diberikan antibiotik yang diteruskan sampai 7-10 hari. Sedangkan pada kasus
apendisitis perforasi, pemberian antibiotik dilanjutkan hingga suhu tubuh dan hitung
jenisnya sudah kembali normal. Selain itu, pada pasien dapat diberikan terapi
simptomatis berupa antipiretik, antiemetik, ataupun analgetik. Terdapat 2 jenis
apendektomi yang dapat dilakukan pada pasien apendisitis, yaitu apendektomi
terbuka dan laparoskopi apendektomi.13,20 Sejauh ini apendektomi terbuka menjadi
teknik yang paling sering digunakan, dan laparoskopi apendektomi merupakan teknik
terbaru yang dapat memberikan beberapa keuntungan.
Persiapan pra-bedah meliputi :
- Puasa
- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
- Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
- Rehidrasi
- Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
- Obat-obat penurunan panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Pembedahan dilakukan apabila rehidrasi dan usaha penurunan panas telah
tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38 derajat C, produksi urin cukup, nadi di
bawah 120 kali/menit.22

11
Tahapan operasi appendektomi, meliputi:
- Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka abdomen di
cuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
- Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau
abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendektomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
Pasca Operasi:
- Observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipotermia atau gangguan pernafasan.
- Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah.
- Baringkan pasien dalam posisi semi flowler
- Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien di
puasakan.
- Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
- Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
- Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit.
- Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
- Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2.2.8 Pencegahan
a. Diet tinggi Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insiden timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa

12
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran cerna.9
Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa dan pektin yang
membantu mempercepat sisa-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak
terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.19
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feses.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feses dan
makanan yang teratur mempengaruhi defekasi.19 Frekuensi defekasi yang jarang akan
mempengaruhi konsistensi feses yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi.
Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal di kolon dan dapat masuk ke
saluran apendiks. Hal ini dapat menjadi media pertumbuhan kuman/bakteri
berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada apendiks.9

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penangganan apendisitis. Komplikasi
utama dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi
apendiks peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10-32%. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. Insiden lebih
tinggi terjadi pada anak kecil dan lansia. Anak-anak memiliki dinding apendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek, dan belum sempurna memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. 14 Adapun
jenis komplikasinya diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila
apendisitis gangren atau mikroperfusi ditutupi oleh omentum.18
b. Perforasi

13
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga abdomen. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38 derajat C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperfusi dapat menyebabkan peritonitis.18
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut dan kronik. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Gejala peritonitis berupa nyeri perut yang semakin hebat, muntah, demam, dan
leukositosis.17

2.2.10 Prognosis
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum terjadi ruptur, dan diberi
antibiotik yang adekuat serta dilakukan apendektomi sebelum perforasi. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Mortalitas pada pasien dengan apendisitis
berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi. Setelah operasi masih
dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendiks perforasi atau apendiks gangrenosa.13

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : LS
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Desa Bondalem, Tejakula, Buleleng
Tanggal MRS : 21 Juni 2020 pukul 13.00
Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2020 pukul 13.05

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke UGD RS Kertha Usada dalam keadaan sadar,
mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu, dan memberat sejak
5 jam SMRS. Awalnya, nyeri perut dirasakan pada ulu hati lalu menjalar ke
perut kanan bawah. Keluhan nyeri perut tersebut awalnya dirasakan dengan
intensitas ringan dan tumpul namun makin lama intensitasnya dirasakan
meningkat dan semakin tajam serta jelas lokasi nyerinya. Keluhan nyeri
tersebut dirasakan terus menerus, tidak membaik dengan istirahat dan memberat
saat berjalan atau beraktivitas.
Pasien juga mengeluh mual-muntah sejak 1 hari yang lalu, dikatakan
muntah sebanyak satu kali, berisi ampas makanan. Keluhan ini disertai dengan
penurunan nafsu makan, setiap kali makan pasien merasa mual.

15
Selain nyeri perut dan mual-muntah, pasien juga mengeluh demam sejak
pagi hari sebelum datang ke RS (±5 jam SMRS). Demam dirasakan cukup
tinggi namun pasien tidak sempat mengukur demamnya dengan termometer.
Pasien belum sempat mengosumsi obat untuk mengatasi keluhan demam
tersebut. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien terakhir makan pukul 10.00
WITA (21/6/2020).

Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, ataupun
penyakit paru disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan belum pernah mencari pengobatan untuk keluhannya saat
ini. Riwayat operasi terdahulu disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan yang sama.
Riwayat tekanan darah tinggi, stroke, kencing manis, penyakit jantung,
penyakit ginjal, maupun asma pada anggota keluarga lainnya tidak diketahui
oleh pasien.

Riwayat pribadi sosial ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Sehari hari pasien melakukan
pekerjaan ringan sampai sedang di rumah. Pasien senang mengkonsumsi daging
dan kurang mengkonsumsi makanan berserat seperti buah dan sayuran. Pasien
juga sering mengeluh susah BAB, kadang BAB 2-3 hari sekali dengan feses
yang keras.

16
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu aksilla : 39 oC
VAS : 6/10
Berat Badan : 62 kg

Status Generalis
Kepala : Normocephali, tidak terdapat benjolan, rambut abu kehitaman
Muka : Simetris, parese nervus fasialis -/
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil +/+ isokor
Telinga : Normotia, nyeri tekan tekan tragus (-), nyeri tarik daun telinga (-)
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak ada depresi tulang
Tenggorokan/ mulut : Faring hiperemis (-), warna bibir normal, bibir tidak kering
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks :
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS 2 MCL sinistra
Batas kanan : PSL dekstra
Batas kiri : ICS IV MCL sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo: Inspeksi : Bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus normal/normal

17
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Distensi (-), striae (-), bekas luka (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+), nyeri ketok perut kanan bawah/McBurney
(+), nyeri ketok CVA -/-
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah (McBurney Sign
+), nyeri lepas (Rebound Tenderness) (+), Rovsing sign
(+)
Ekstremitas : Hangat keempat ekstremitas, edema (-)

Rectal Toucher: Nyeri tekan (-), darah (-)

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (21/6/2020)
PARAMETER HASIL SATUAN NORMAL KET
WBC 22,0 x103/µL 3.80 – 10.6 Tinggi
RBC 4,55 x106/µL 3.60 – 5.80
HGB 14,5 g/Dl 12.0 – 16.0
HCT 43,6 % 35.0 – 47.0
MCV 96,0 fL 80.0 – 100.0
MCH 31,8 Pg 26.0 – 34.0
MCHC 33,1 g/dL 32.0 – 36.0
PLT 253 x103/µL 150.0 – 440.0
Limfosit 7.4 % 30-45 Rendah
Monosit 5.4 % 2-8
Neutrofil 85.4 % 50-70 Tinggi

18
Kriteria Nilai
Migrating Pain 1
Anorexia 1
Nausea and Vomitting 1
Tenderness RLQ 2
Rebound Pain 1
Elevated Temperature 1
Leukositosis 2
Shift to the left 1
TOTAL 10 (Appendicitis definite)
MANTRELS Score

Faal Hemostasis (21/6/2020)


PARAMETE HASIL SATUAN NORMAL KET
R
BT 2’30’’ Menit 0-5
CT 12’30’’ Menit 0-15

19
Imunologi (21/6/2020)
PARAMETE HASIL SATUAN NORMAL KET
R
Rapid Test HIV Non-reaktif Neg/Pos Non-reaktif
Rapid Test Non-reaktif Neg/Pos Non-reaktif
COVID-19

Thorax AP (21/6/2020)

Kesan: Bentuk jantung normal


Fibrosis di parakardial kanan kesan Old Process/ bekas keradangan paru

EKG (21/6/2020)

20
Kesan: sinus takikardi

3.5. Diagnosis Kerja


Appendistis Akut

3.6. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ranitidin 50mg IV
- Injeksi Ondansetron 4mg IV
- Paracetamol 3x500 mg PO
- Ceftriaxon 1 gram IV

Konsul Sp.B :
- MRS Tindakan apendektomi (21/6/2020 pukul 19.00 WITA)

KIE :
- Memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakit pasien dari jenis
penyakit, penyebab, perjalanan penyakit sampai prognosisnya.
- Meminta pasien untuk menghindari faktor penyebab seperti makanan pedas

21
- Menjelaskan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien, dan
prosedur yang akan dijalaninya.

3.7. Prognosis
Dubius ad bonam

3.8. Follow Up
21 Juni 2020 (20.00 WITA)
Laporan operasi:
Nama operasi: Apendektomi
Tanggal operasi: 21 Juni 2010
Jam operasi: 19.15 – 20.00 WITA (durasi 45 menit)
Jumlah pendarahan: 20 cc
Prosedur operasi:
- Pasien posisi supine dengan spinal anestesi
- Desinfeksi, drapping
- Insisi gridiron, perdalam hingga fascia musculus obliqus externus
- Buka fascia, split otot, buka peritoneum
- Identifikasi caecum dan appendix, tampak apendisitis perforasi dengan
perlengketan di sekitarnya
- Bebaskan perlengketan, bebaskan appendix dari mesoappendix
- Dilakukan appendectomy double ligasi
- Perdarahan, cuci cavum abdomen
- Jahit otot, fascia, subkutis dan kulit
- Dressing luka
- Operasi selesai

S: Nyeri luka post operasi (+), flatus (-), mual-muntah (-), demam (-)
O: TD 100/70 mmHg

22
RR 20 x/menit
Nadi 80 x/menit
Tax 36,5oC
VAS 4/10
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal, luka terawat (+)
A: Apendisitis akut post apendektomi hari-0
P: - IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x 1gram IV
- Ranitidin 2x50 mg IV
- Ketorolac 3x30 mg IV
- Diet bubur biasa

22 Juni 2020 (11.00 WITA)


S: Nyeri luka post operasi (+), flatus (+), mual-muntah (-), demam (-)
O: TD 110/70 mmHg
RR 20 x/menit
Nadi 80 x/menit
Tax 36,5oC
VAS 3/10
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal, luka terawat (+)
A: Apendisitis akut post apendektomi hari-1
P: - IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x 1gram IV
- Ranitidin 2x50 mg IV
- Ketorolac 3x30 mg IV
- Diet bebas
- Mobilisasi jalan

23
23 Juni 2020 (11.00 WITA)
S: Nyeri luka post operasi (+) minimal, flatus (+), mual-muntah (-), demam (-)
O: TD 110/80 mmHg
RR 20 x/menit
Nadi 84 x/menit
Tax 36,5oC
VAS 2/10
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal, luka terawat (+)
A: Apendisitis akut post apendektomi hari-2
P: - Pasien boleh pulang
Dengan obat pulang:
Cefixime 2x200mg PO
Asam mefenamat 3x500mg PO
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan dengan mempertimbangkan faktor temuan pada


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Apendisitis dapat
menimbulkan gejala klasik, yaitu nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium dan sekitar umbilikus. Keluhan tersebut sering
disertai mual, kadang muntah, nafsu makan menurun, serta demam. Selain itu
apendisitis dapat menimbulkan gejala anoreksia, obstipasi maupun diare.2,14
Berdasarkan kasus, pada pasien ditemukan adanya keluhan utama berupa nyeri perut
kanan bawah. Nyeri perut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, dimulai dari epigastrium
lalu menjalar ke perut kanan bawah dan disertai dengan keluhan lain seperti demam,
penurunan nafsu makan, dan mual-muntah. Pasien merasakan demam sejak pagi hari
sebelum datang ke RS, namun tidak diketahui pasti berapa suhu tubuhnya saat itu.

24
Pasien juga mengatakan mual dan muntah sebanyak 1 kali berisi makanan. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengarah pada diagnosis apendisitis.
Obstruksi lumen apendiks dapat disebabkan oleh beberapa penyebab salah
satunya yang tersering adalah diet rendah serat yang menyebabkan timbulnya fekalit.
Penyebab lain yang diperkirakan yaitu penyumbatan oleh tumor apendiks, corpus
alienum seperti biji-bijian, dan cacing askaris.6,7 Pada kasus ini, diketahui bahwa
pasien memiliki kebiasaan makan daging dan jarang mengkonsumsi makanan
berserat seperti buah dan sayur.
Pemeriksaan fisik pada apendisitis, umumnya didapatkan suhu demam
berkisar antara 37,50C-38,50C, dan apabila suhu meningkat lebih tinggi dapat
menandakan terjadi perforasi apendisitis. Pada pemeriksaan abdomen dapat
ditemukan distensi, nyeri tekan Mc. Burney, rebound tenderness, defens muskuler,
rovsing sign, psoas sign, obturator sign, dunphy's sign, nyeri ketok pada perkusi,
namun tidak semua tanda tersebut dapat ditemukan pada semua pasien. 21,22 Pada
pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.14
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, dari tanda vital
ditemukan suhu yang cukup tinggi yaitu 390C. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
nyeri tekan pada kuadran kanan bawah di titik Mc. Burney, nyeri lepas (rebound
tenderness), dan Rovsing sign.
Pasien dengan apendisitis dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah
lengkap, foto polos abdomen, sampai pemeriksaan USG. Namun, jika gejala klinis
dan nilai laboratorium sudah khas untuk apendisitis, maka tidak diperlukan
konfirmasi radiologis. Dari pemeriksaan darah lengkap biasanya didapatkan
leukositosis ringan (10.000-18.000/uL) dengan peningkatan jumlah neutrofil.
Sedangkan leukositosis tinggi (>18.000/uL) didapatkan apabila sudah terjadi
perforasi dan ganggren.22,4 Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis dapat digunakan
skor Alvarado, dengan total skor poin 10. Pada pasien ditemukan leukositosis dengan
nilai 22.000 dan peningkatan neutrofil dengan nilai 85,4% (shift to the left).
Penegakan diagnosis apendikstis dapat menggunakan skor alvarado/MANTRELS.

25
Dari perhitungan skor alvarado/MANTRELS pada pasien ini didapatkan nilai 10,
yaitu memiliki resiko tinggi terkena apendisitis (appendicitis definite). Pada pasien ini
tidak dilakukan pemeriksaan penunjang foto polos abdomen maupun USG.
Berdasarkan teori, terapi kuratif apendisitis berupa tindakan pembedahan
yaitu appendektomi baik terbuka ataupun laparoskopi. Terapi suprotif lainnya seperti
terapi cairan dan persiapan preoperatif juga perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Pada pasien dengan gejala yang masih ada, dapat diberikan terapi simptomatis seperti
antipiretik, analgetik, dan antiemetik. Medikamentosa apendisitis perlu diberikan
antibiotik baik sebelum pembedahan dan setelah pembedahan.5,23 Pada pasien ini
dilakukan apendektomi mengingat gejala klinis dan hasil laboratorium yang khas,
serta skor alvarado/MANTRELS pasien yang sudah menunjukkan apendisitis akut
definitif. Sebelum dilakukan appendektomi, dilakukan persiapan pre-op berupa
pemberian IVFD RL 20 tpm, antibiotik profilaksis ceftriaxon 2x1 gram IV,
antiemetik ranitidin 50mg IV dan ondansetron 4mg IV, serta antipiretik paracetamol
3x500 mg PO. Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum dilakukan appendektomi. KIE:
penjelasan kepada pasien serta orang tua mengenai penyakitnya, makan makanan
yang cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan. Rujukan: Diperlukan jika terjadi
komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan sarana dan
prasarana yang lebih memadai.

26
BAB V
SIMPULAN

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis atau


peradangan oleh karena proses infeksi pada apendiks yang terletak di perut kuadran
kanan bawah. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat. Insidensi apendisitis tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor predominan sebagai etiologi dari
terjadinya apendisitis akut dan fekalit merupakan penyebab obstruksi paling sering.
Hal ini terkait dengan konsumsi serat yang kurang dan seringnya kejadian konstipasi.
Pada pasien dengan apendisitis biasanya dijumpai tiga gejala klasik berupa
nyeri perut, rasa mual dan muntah, serta demam. Dari pemeriksaan fisik pasien
dijumpai peningkatan suhu tubuh, adanya nyeri tekan dan nyeri lepas pada titik Mc.
Burney. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya gambaran leukositosis.
Skoring diagnosis untuk menegakkan diagnosis apendisitis menggunakan
MANTRELS Score. Serta dapat dilakukan pemeriksaan radiologi seperti USG
abdomen, foto polos abdomen, ataupun CT-scan abdomen. Penting adanya untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain yang menjadi diagnosis banding dari
appendisitis akut seperti gastroenteritis, batu saluran kemih, ataupun penyakit-
penyakit organ reproduksi pada wanita (jika penderita merupakan seorang wanita).
Penatalaksanaan apendisitis berupa konservatif dengan pemberian antibiotik
dan operatif dengan apendektomi. Komplikasi penyakit ini dapat terjadi jika
penatalaksanaan terlambat dilakukan seperti abses, perforasi, bahkan peritonitis.
Dimana komplikasi ini dapat menimbulkan prognosis yang buruk, meskipun sebagian
besar kasus apendisitis akut tanpa komplikasi memberikan prognosis yang baik.
Untuk mencegah terjadinya penyakit ini, perlu adanya untuk meningkatkan konsumsi
makanan yang kaya serat serta melakukan defekasi secara teratur.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsuhidayat, R., dan Jong, WB. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan. 2009.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014.
Denpasar: Departemen Kesehatan. 2015.
4. Vasser HM, Anaya DA. 2012. Acute Appendicitis. In Jong EC, Stevens DL eds.
Netter’s Infectious Disease. Philadelphia: Saunders Elsevier.2012; Riwanto et al,
2010).
5. Putrikasari, Luh AP. 2011. Perbedaan Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis
Akut Dan Apendisitis Kronik di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
SoebrotoJakarta Periode 2010. Jakarta: FK UPN.
6. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed.3. Jakarta: PT.
Erlangga.
8. Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: Penerbit
BukuKedokteran EGC.
9. Aryanti, Adhita D. 2009. Appendicitis Acute. Cimahi: FK Universitas
JenderalAchmad Yani.
10. Burkit H,G., Quick, C.R.G., and Reed, J.R. 2007. Appendicitis In: Essential
Surgery Problem, Diagnosis and Management. Fouth Edition. London : Elsevier,
389-398.
11. Reksopradjo, Soelarto. 2007 Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FK UI . Binarupa
Aksara:Jakarta.
12. Soeparman. 1998. Ilmu penyakit bedah Jilid III. Balai Penerbit FK UI : Jakarta.

28
13. Schwartz, I, S., 2000. Principles of Surgery 7 th. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
14. Hasya MN. 2012. Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam Penegakan
Diagnosis Apendisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode 2008-2011. Medan:
Fakultas Kedokteran USU. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf.
15. Dudley,H,, 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi I Gadjah Mada. University
Press: Yogyakarta.
16. Oswan, E. 2000. Bedah dan Perawatan FK UI. Penerbit FK UI: Jakarta.
17. Schrock, T. 1995. Ilmu Bedah Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
18. Naulibasa, Katerin. 2011. Gambaran Penderita Apendisitis Perforata Umur 0-14
tahun di RSUP H. Adam Malik Tahun 2006-2009. KTI FK USU.
19. Potter, P., Perry, A., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
20. Hartman, G.,E., 2000. Apendisitis Akut. In : Nelson, W.E., Behrman, R.E.,
Kliegman, R.M., and Arvin, A.M., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2. Edisi
15. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
21. Rab T., 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT Alumni; 788.
22. Craig S., 2013. Appendicitis. USA: Emedicine Medscape. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0101.
23. Humes DJ and Simpson J., 2007. Appendicitis. UK: BMJ ;333:530–4.

29

Anda mungkin juga menyukai