Semua orang yang masih memiliki usus buntu memiliki risiko untuk mengalami radang
usus buntu. Insiden radang usus buntu paling sering terjadi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah umur 30 tahun insiden penyakit ini mengalami penurunan jumlah, dan
kasus ini juga jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Kejadian pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi laki-laki
lebih sering.
5. Apa saja gejala-gejala yang patut diwaspadai sebagai radang usus buntu? (gejala, tanda,
lab dan ro)
Melalui wawancara terhadap pasien, dapat dijumpai tiga gejala klasik radang usus buntu
yaitu:
a. (M) nyeri perut: nyeri pada perut kanan bawah (antara pusar dan tulang SIAS yang
menonjol di tulang panggul depan ditarik garis, 1/3 bawah dari garis merupakan titik
dimana pada pasien radang usus buntu mengalami nyeri). Namun sebelum keluhan ini
dirasakan spesifik di perut kanan bawah, awalnya pasien mengeluh nyeri ulu hati
kemudian pindah ke atas-bawah-kiri-kanan sampai akhirnya menetap di kanan bawah
dalam beberapa jam atau 1 hari setelah keluhan dirasakan. Sehingga jika dilakukan
penekanan oleh dokter pada daerah kanan bawah dan/ atau penekanan tersebut
dilepas secara cepat maka pasien akan merasa kesakitan (TR).
b. (AN) Mual-muntah sampai menyebabkan penurunan nafsu makan
c. (E) Demam: suhu yang meningkat namun tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5oC
Saat pasien dating ke pelayanan kesehatan, dokter akan mencoba melakukan skoring
dengan skor yang dinamakan Alvarado score atau dikenal juga MANTREL. Melalui
tanda dan gejala yang disebutkan sebelumnya ditambah dengan pemeriksaan lab, maka
dokter akan menghitung besarnya kemungkinan pasien mengalami radang usus buntu.
Skor ini mempunyai 6 komponen klinik (sesuai tanda dan gejala) dan 2 komponen
laboratorium dengan total skor poin 10. Untuk pemeriksaan laboratorium akan dilakukan
darah lengkap, biasanya dijumpai peningkatan ringan pada sel darah putih dan adanya
pergeseran ke kiri pada hitung jenis sel darah putih.
Jika hasilnya <5: maka dianggap tidak mengarah ke usus buntu, 5-6: cenderung kea rah
usus buntu (perlu dilakukan USG untuk memastikannya), 7-8: sangat meyakinkan ke arah
radang usus buntu (tidak perlu USG).
Selain itu, nyeri yang dirasakan bias jadi bersifat kronis(kumat-kumatan) jika tidak
diterapi dengan baik bias terjadi penyembuhan namun ada jaringan parut yang bila
terjadi Gerakan peristaltic maka bias menyebabkan nyeri.
MITOS/FAKTA:
1. Makan biji cabai/jambu bias bikin radang usus buntu?
Secara teori, hal ini dapat terjadi. Biji cabai/jambu dapat menyumbat pangkal usus buntu.
Namun secara kejadian sangat jarang terjadi karena biji tersebut ketika sudah sampai di
lambung akan dibungkus menjadi bolus/slym sehingga dapat mudah dicerna pada
akhirnya akan menjadi kotoran dan dibuang saat BAB. Namun biji tersebut bias saja
terlepas dari bolus sehingga dapat menyumbat muara usus buntu (sangat jarang terjadi)
2. Menahan BAB bias bikin radang usus buntu? Fakta
3. Makan sambal berdiri bias bikin usus buntu? Mitos
4. Habis operasi usus buntu bias kambuh lagi?
Ketika sudah dilakukan operasi berarti usus buntunya sudah diangkat sehingga orang
tersebut sudah tidak memiliki usus buntu lagi, sehingga tidak mungkin terjadi radang
usus buntu lagi. Tapi nyeri pada daerah sekitar operasi bias saja terjadi nyeri karena otot
yang ikut dibuka saat melakukan operasi kemudian dijahit penyembuhannya menjadi
jaringan parut (tidak elastis lagi saat kontraksi) jika aktivitas agak berat maka bias
merasa nyeri di perut kanan bawah.
Habis operasi tanpa komplikasi dalam waktu 2 minggu sudah dapat beraktivitas normal
kembali, namun jangan melakukan aktivitas yang terlalu berat dulu. Hari ke-7 buka
jahitan, lagi 7 hari istirahat.
Kesimpulan:
- Kenali gejalanya
- Periksakan diri ke dokter dan/ atau cek lab
- Lakukan pencegahan