Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TENTANG APENDISITIS

UNTUK KEBIDANAN
Selasa, 18 Oktober 2011
MAKALAH APENDISITIS UNTUK KEBIDANAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ


pencernaan tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk
memindahkan zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita
makan ke dalam lingkungan internal tubuh.

Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas


bergantung energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi.
Makanan juga merupakan makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan,
dan penambahan jaringan tubuh.

Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam


keadaan terganggu.Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang
sangat besar dalam kehidupan kita, akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada
sistem ini juga dapat mengakibatkan kematian.

Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah


mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan
pada apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.
B. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui informasi informasi tentang penyakit Apendisitis


terutama apendisitis akut dan kronik secara lebih dalam dan untuk mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai kasus Apendisitis tersebut agar dapat ditangani
dengan baik.

C. TUJUAN KHUSUS

Agar setiap orang yang mengalami penyakit Apendisitis akut dan kronik
dapat ditanggulangi secara tepat dan cepat oleh bidan sebelum keadaan tersebut
semakin parah, dengan cara memberi pelayanan dan menerapkan asuhan sesuai
dengan penetuan yang telah ditentukan dan diterapkan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. APENDISITIS (RADANG USUS BUNTU)

1. PENGERTIAN

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam


kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika
umbai cacing yang terinfeksi hancur.
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks).
Merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Usus buntu besarnya
kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di
perut bagian kanan bawah.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks
menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran
tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisits. Di
dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat
pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun
demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks
kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis.


Pada awalnya organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai
fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu
kekebalan tubuh) dimana memiliki dan berisi kelenjar limfoid.

Apendisitis dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun


perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 -30 tahun.

2. ETIOLOGI

Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri,
namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang
belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi)
pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras
(fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit,
benda asing dalam tubuh, kanker primer dan struktur.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan
kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces
dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang
menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam
tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman
Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat
pada peradangan usus buntu.

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali
tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda
asing, begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu
lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks
yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang
biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.

Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu


menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu
(appendiks) akibat adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan
dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tidak mendapatkan makanan
lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak
segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan
nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah
infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

3. KLASIFIKASI

Apendisitis terbagi 2 yaitu :

a) Apendisitis Akut
Apendisitis akut adalah peradangan usus buntu mendadak. Pada kondisi
ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual muntah, nyeri perut
kanan bawah, berjalan sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua
orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang atau
mual muntah saja. Gejala klasik pada apendiks akut adalah nyeri atau rasa tidak
enak di sekitar umbilikus berlangsung antara 1-2 hari, dalam beberapa jam nyeri
bergeser ke kuadran kanan bawah (titik Mc Burney) dengan disertai mual,
anoreksia dan muntah (Lindseth, 2006).
Pada pemeriksaan akan ditemukan pasien mengalami demam ringan
dengan suhu antara 37,5-38,5C dan leukositosis sedang, bila suhu lebih tinggi
kemungkinan besar telah terjadi perforasi (Lindseth, 2006;Pieter (ed), 2005). Pada
inspeksi perut tidak didapatkan gambaran yang khas.

b) Apendisitis kronik

Apendisitis kronik adalah peradangan usus buntu yang sudah menahun.


Pada keadaan ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang timbul demam.
Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu
akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas yaitu nyeri
pada titik Mc Burney.
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah
apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

4. MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual
dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri
tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam
bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian


perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah
ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam
bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal

Yaitu di belakang sekum (terlindungoleh sekum), tanda nyeri perut kanan


bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi otot-otot yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

a. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare).
b. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut
beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas, yaitu :

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali
anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan
terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena
ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang


gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita
hamil dengan usia kehamilan trimester I, gejala apendisitis berupa nyeri perut,
mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada
kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan
bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
5. PEMERIKSAAN

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan


terutama bidan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang
usus buntu (Appendicitis) kepada pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

a. Pemeriksaan Fisik

Pada apendisitis akut, dengan melakukan pengamatan (inspeksi) akan


tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan
bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga
akan terasa nyeri ( Blumberg Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya
peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau
vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari
suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu

b. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein


reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-20.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. Jika
peningkatan terjadi lebih dari jumlah leukosit tersebut, maka kemungkinan
apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit (sumbatan)
serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71-97%), terutama untuk wanita
hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan
pemeriksaan CT scan (93-98%). Dengan CT scan dapat terlihat jelas
gambaran apendiksitis.

6. PENATALAKSAAN

Bila diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit


radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini apabila sudah
dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat antibiotika dapat saja
dilakukan, namun demikian tingkat kekembuhannya mencapai 35%.

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut dan kronik, maka tindakan
yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat
dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila
apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka
tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik
kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8
minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang
ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan
sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi.
Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda
radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat
dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup


(laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama
7 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan luka operasi yang harus terhindar dari
kemungkinan infeksi sekunder dari alat yang terkontaminasi dll.

Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun


psikis, disamping itu klien juga perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa
yang akan dialami setelah operasi dan diberikan latihan-latihan fisik ( pernafasan
dalam, gerakan kaki dan duduk ) untuk digunakan dalam periode post operatif.
Hal ini penting, karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan
dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Untuk penatalaksanaanya pada pasien ini dapat dilakukan apendiktomi


untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Didukung
dengan keadaan umum dan hasil lab yang mendukung untuk dilakukannya
apendiktomi.

7. KOMPLIKASI

Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi apendisitis mungkin


didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan
berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pacah. Usus buntu yang pecah
dapat menyebabkan :
a) Masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis yang bisa
berakibat fatal.

b) Terbentuknya abses.

c) Pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan
penyumbata pada saluran yang dapat menyebabkan kemandulan.

d) Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikimea) yang bisa berakibat


fatal.

8. PENANGANAN YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN

Apabila bidan mendapati seseorang yang mengalami apendisitis akut


ataupun apendisitis kronik, maka tindakan yang dilakukan adalah :

a. Melakukan segera pemeriksaan keadaan umum meliputi tanda vital (nadi,


TD, respirasi dan suhu).

b. Memberikan Antibiotik.

c. Apabila apendisitis yang dialami klien semakin memburuk maka bidan segera
menjelaskan kepada klien bahwa tindakan operasi harus dilakukan agar tidak
memperburuk keadaan.

d. Memberitahu keluarga dan memberikan dukungan kepada klien.

e. Apabila klien datang dengan keadaan yang lemah, maka klien harus di infus
sebelum dilakukan melakukan Rujukan.

f. Mempersiapkan Rujukan segera agar ditindaklanjuti dengan baik.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

Seorang bidan maupun dokter seharusnya memiliki kemampuan untuk


mempengaruhi seorang pasien untuk menjalani sebuah metode terapi agar tidak
terjadi keterlambatan pengobatan sehingga komplikasi penyakit lebih berat dapat
dihindari. Bidan juga harus melakukan tindakan segera untuk mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

Kami mengharapkan saran-saran yang membanggun dari teman-teman,


mengingat makalah yang kami buat masih sangat jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Heller Luz. 1991. Gawat Darurat Ginekologi Dan Obstetri. Penerbit EGC. Jakarta

Anderson Price Sylvia,dkk. 1991. Patofisiologi Edisi 2 Bagian 4. Penerbit EGC.


Jakarta

Scott, James R. 2002. Buku saku Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Widya Medika.
Jakarta.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2008. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
Appendicitis Dan
Appendectomy

Definisi Appendix
Appendix adalah tabung yang ujungnya tertutup dan sempit yang panjangnya sampai beberapa
inches yang melekat pada cecum (bagian pertama dari colon) seperti cacing. (Nama anatomi
untuk appendix, vermiform appendix, artinya tambahan yang seperti cacing). Lapisan dalam dari
appendix menghasilkan jumlah yang kecil dari lendir yang mengalir melalui bukaan (mulut)
ditengah dari appendix dan kedalam cecum. Dinding dari appendix mengandung jaringan
lymphatic yang adalah bagian dari sistim imun utuk membuat antibodi-antibodi. Seperti
keseluruhan dari colon, dinding dari appendix juga mengandung lapisan otot, namun lapisan
ototnya berkembang dengan buruk.

Definisi Dan Penyebab Appendicitis


Appendicitis berarti peradangan dari appendix. Diperkirakan bahwa appendicitis mulai ketika
bukaan (mulut) dari appendix kedalam cecum menjadi terhalangi. Halangan (rintangan) mungkin
disebabkan oleh pembentukan lendir yang kental didalam appendix atau oleh feces yang
memasuki appendix dari cecum. Lendir atau feces mengeras, menjadi seperti batu, dan
menghalangi bukaan (mulut). Batu ini disebut fecalith (secara harafiah, batu dari feces atau
tinja). Pada saat-saat lain, jaringan lymphatic dalam appendix mungkin membengkak dan
menghalangi appendix. Setelah rintangan terjadi, bakteri-bakteri yang normalmya ditemukan
didalam appendix mulai menyerang (menginfeksi) dinding dari appendix. Tubuh merespon pada
serangan dengan memasang serangan pada bakteri-bakteri, serangan yang disebut peradangan.
Teori alternatif untuk sebab dari appendicitis adalah robekan awal dari appendix yang diikuti
oleh penyebaran bakteri-bakteri keluar dari appendix. Penyebab dari robekan macam ini adalah
tidak jelas, namun ia mungkin dihubungankan pada perubahan-perubahan yang terjadi pada
jaringan lymphatic, misalnya peradangan, yang melapisi dinding dari appendix.

Jika peradangan dan infeksi menyebar melalui dinding dari appendix, appendix dapat robek
(pecah). Setelah pecah, infeksi dapat menyebar keseluruh perut; bagaimanapun, ia biasanya
terbatas pada area yang kecil yang mengelilingi appendix (membentuk bisul bernanah peri-
appendiceal).

Adakalanya, tubuh berhasil dalam membatasi ("menyembuhkan") appendicitis tanpa perawatan


secara operasi jika infeksi dan peradangan yang menyertainya tidak menyebar keseluruh perut.
Peradangan, nyeri dan gejala-gejala mungkin menghilang. Ini terutama benar pada pasien-pasien
kaum tua dan ketika antibiotik-antibiotik digunakan. Pasien-pasien kemudian mungkin datang ke
dokter lama setelah episode dari appendicitis dengan gumpalan atau massa pada bagian kanan
perut bagian bawah yang disebabkan oleh luka parut yang terjadi selama penyembuhan.
Gumpalan ini mungkin membangkitkan kecurigaan dari kanker.

Komplikasi-Komplikasi Dari Appendicitis


Komplikasi yang paling sering dari appendicitis adalah perforasi (pelubangan). Perforasi dari
appendix dapat menjurus pada bisul nanah periappendiceal (koleksi dari nanah yang terinfeksi)
atau diffuse peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan pelvis). Alasan utama untuk
perforasi appendiceal adalah penundaan dalam diagnosis dan perawatan. Pada umumnya, lebih
lama penundaan antara diagnosis dan operasi, lebih mungkin perforasinya. Risiko perforasi 36
jam setelah timbulnya gejala adalah paling sedikit 15%. Oleh karenanya, sekali appendicitis
didiagnosa, operasi harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu.

Komplikasi yang kurang umum dari appendicitis adalah rintangan dari usus. Rintangan terjadi
ketika peradangan yang mengelilingi appendix menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja,
dan ini mencegah dikeluarkannya isi-isi usus. Jika usus diatas rintangan mulai terisi dengan
cairan dan gas, perut menggelembung dan mual dan muntah mungkin terjadi. Maka kemudian
mungkin diperlukan untuk mengalirkan isi-isi dari usus melalui tabung yang dimasukan melaui
hidung dan esophagus dan kedalam lambung dan usus.

Komplikasi yang ditakutkan dari appendicitis adalah sepsis, kondisi dimana bakteri yang
menginfeksi memasuki darah dan berjalan ke bagian-bagian lain tubuh. Ini adalah komplikasi
yang serius bahkan mengancam nyawa . Untungnya, itu jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai