KONSEP APENDISITIS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
FITRIA NURAMANAH 1811020200
GHINA NABILA D.P 1811020211
DIAH SETYANINGSIH 1811020221
MELATI RIFAATUL .M 1811020231
NURWULAN MEITASARI 1811020241
ALDI INDRA LUKMANA 1811020250
FRIEZKY NURBANI ALIFAH 1811020260
KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat
karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut
serta dalm system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas
(syamsyuhidayat, 2005).
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan
memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi
dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi
permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks
disertai dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri local
akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respons peritonitis.
Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba
datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian apendisitis
2. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi apendisitis
3. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisologi apendisitis
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tanda dan gejala apendisitis
5. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan medis, diagnostik pada
apendsitis dan komplikasi apendisitis
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Mansjoer,Arief,dkk,
2007).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki - laki maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki - laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah inflamsi apendiks. Penyebabnya biasanya tidak
diketahui, tetapi sering mengikuti sumbatan lumen. Jadi, Apenditis adalah
peradangan atau inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi tanpa sebab yang jelas
dan merupakan penyebab paling umum untuk dilakukannnya bedah abdomen.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Usus buntu atau sekum merupakan organ pencernaan yang memiliki
bentuk seperti kantong yang terhubung pada usus penyerapan dan
merupakan bagian kolon yang menanjak dari usus besar. Usus buntu
berada didalam rongga perut bagian dalam. Usus buntu menerima
makanan yang sudah dicerna dari usus kecil dan sering dianggap
sebagai wilayah pertama dari usus besar. Usus buntu dipisahkan dari
bagian akhir usus kecil (ileum) dengan katup ileosekal. Katup tersebut
membatasi laju makanan yang bergerak menuju usus untu mencegah
makanan tersebut tidak kembali ke usus kecil.
Usus buntu adalah kantung yang terletak dimuara ileum pada usus
besar. Usus buntu memiliki apendiks atau umbai cacing. Pertemuan
antara usus halus dan usus besar yang menyempit disebut klep
ileosekum. Klep ini berfungsi untuk menjaga agar makanan tidak
kembali ke usus halus.
2. Fisiologi
Berikut ini adalah beberapa fungsi ususbuntu dalam proses
pencernaan:
a. Untuk menyerap air dan garam yang masih tersisa setelah
proses pencernaan diusus halus selesai
b. Usus buntu akan membantu proses pencernaan menjadi lebih
mudah dengan membantu mengeluarkan air dan garam yang
terdapat dalam makanan nabati yang sedang dicerna.
c. Pada bagian ujung usus buntu terdapat apendiks atau disebut
sebagai umbai cacing. Apendiks tersebut berfungsi sebagai
sistem kekebalan tubuh. Organ tersebut berperan aktif dalam
sistem imunoglobin yang memiliki kelenjar ilmfoid
didalamnya.
d. Kelenjar limfoid berfungsi untuk melindung tubuh dari
kerusakan akibat zat asing yang masuk kedalam tubuh.
Kelenjar limfoid mampu membedakan sel-sel tubuh dengan
zat-zat asing yang masuk kedalam tubuh dan
berpotensimelakukan inaktivasi atau perusakan.
C. Etiologi
Apendisitis atau radang usus buntu terjadi ketika usus buntu tersumbat,
biasanya berisi tinja, benda asing, atau kanker. Penyumbatan juga dapat terjadi
karena infeksi dan membengkak dalam menanggapi infeksi di dalam tubuh.
Dalam banyak kasus, penyebab apendisitis terkadang tidak diketahui. Ada juga
beberapa penyebab untuk satu kasus apendisitis.
Obstruksi pada usus buntu dapat menyebabkan radang usus buntu.
Obstruksi dapat bersifat parsial atau lengkap. Obstruksi lengkap adalah penyebab
untuk operasi darurat. Obstruksi sering diakibatkan oleh akumulasi atau
penumpukan feses. Ini juga bisa menjadi hasil dari folikel limfoid membesar,
cacing, trauma, dan tumor. Ketika ada penghambatan di usus buntu, bakteri dapat
berkembang biak di dalam organ. Ini mengarah pada pembentukan nanah.
Tekanan yang meningkat bisa menyakitkan. Ini juga bisa menghambat pembuluh
darah lokal. Kurangnya aliran darah ke usus buntu dapat menyebabkan gangren
jaringan tubuh mengalami nekrosis atau mati. Jika usus buntu pecah, feses dapat
mengisi perut. Ini adalah keadaan darurat medis.
Peritonitis adalah konsekuensi lain dari apendiks yang pecah. Ini adalah
peradangan jaringan yang melapisi dinding perut. Organ lain juga bisa menjadi
meradang setelah pecah. Organ yang terkena mungkin termasuk sekum, kandung
kemih, dan kolon sigmoid. Jika usus buntu yang terinfeksi bocor atau pecah
berisiko membentuk abses, yang dapat membatasi infeksi ke area berdinding
kecil. Namun, abses masih bisa berbahaya.
F. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat
sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukosit yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada
ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1-3 secara peroral
dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-
anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh
dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal,
atau efusi pleura.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium darah. Dari pemeriksaan darah dapat
diketahui ada atau tidaknya peningkatan dari sel darah putih dan laju
darah yang mengindikasikan adanya suatu infeksi dan peradangan.
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah
kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000–
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Laboraturium : LED kurang dari 20, leukosit normal.
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
- Bila LED telah menurun kurang dari 40
- Tidak didapatkan leukositosis
- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa
sudah tidakmengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa
- Apakah penderita sudah bed rest total
- Pemberian makanan penderita
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain
H. Komplikasi
Kompliaksi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi, baik berupa perforasi maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan
apendiks,sekum, lekuk usus halus. Pada apendisitis infiltrat dengan pembentukan
dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneumjika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh
karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas sebaiknya segera dioperasi
untuk mencegah penyulit tersebut. Perionitis merupakan infeksi yang berbahaya
karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ
dan kematian.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya
adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system imun sektorik di
saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek
fungsi system imun yang jelas. Apendisitis ditandai dengan nyeri mulai di
epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi, Nyeri berpindah ke
kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal dan nyeri
rangsangan peritoneum tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Pieter, J., 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In: Sjamsuhidajat,
R. and De Jong, W., ed. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC,
639-645.
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta:Media
Aesculapius
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC