Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


Pada Ny. G dengan
Appendicitis DI RSUD
PESANGGRAHAN KOTA
JAKARTA SELATAN

OLEH :
AHMAD SUDIKA
NIM: 211030230293

PEMBIMBING :
Ns. Tita Hardianti, M.Kep

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

1
TAHUN 2021

2
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung panjangnya

kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal disekum.

Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.

Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar

pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini

mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendiks pada usia

bayi. Pada kasus awal apendiks terletak intra peritoneal, kedudukan

itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada

kasus selebihnya, appendiks terletak retroperiltoneal yaitu

dibelakang sekum, dibelakang kolon asedens atau ditepi lateral

kolon asendens, gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak

apendiks (Sjamsuhidajat. R, 2015)

3
Gambar 2.1.1 Anatomi Apendiks

2.1.2 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir sekitar 1-2ml per hari.

Lendir tersebut secara normal dicurahkan kedalam lumen dan

kemudian mengalir kedalam sekum, gangguan aliran lendir di

muara appendiks tampaknya berperan pada proses patogenesis

Appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut

Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang teerdapat pada

sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah Imunoglobulin

A (Ig A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infrksi yakni mengontrol proliferrasi bakteri, netralisasi

virus, serta mencegah terjadinya penettrasi enterrotoksin dan

antigen intestinal lainnya. Namun pengangkatan appendiks tidak

4
mempengaruhi pada sistem imun tubuh disebabkan jumlah

jaringan sedikit sekali apabila dibandingkan dengan jumlah

disaluran cerna dan seluruh tubuh.

2.2 Konsep Dasar Penyakit Appendiksitis

2.2.1 Pengertian

Apendiksitis adalah suatu proses obstruksi (hiperplasia

limpo nodi submukosa, fecolith benda asing, tumor), kemudian

diikuti proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari appendiks

verniformis. (dr. Taufan Nugroho, 2011) Apendisitis akut adalah

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen

darurat (Sugeng Jitowiyono, Skep, Ns. 2010). Dari defenisi di atas

maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Apendiksitis akut adalah

suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan rongga abdomen, kemudian diikuti proses

infeksi dan disusul oleh peradangan dari appendiks.

Apendisitis ialah suatu peradangan dari apendiks

vermivormis, & merupakan penyebab terjadinya abdomen akut yg

paling sering. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia baik laki-

laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang pada laki-

laki yg berusia antara 10 – 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2009).

5
2.2.2 Penyebab

Menurut Sugeng Jitowiyono (2010) terjadinya apendisitis

umunnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak

sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya

obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena

adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan

limfoid, penyakit cacing, parasit benda asing dalam tubuh, cancer

primer dan strikur. Namun yang paling sering menyebabkan

obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan

limfoid.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering

ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab adalah faktor

penyumbatan oleh tinja/ feces dan hyperplasia jaringan limfoid.

Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi

bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam

tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh

bakteri/ kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali

mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta

bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap

kesaluran appendiks sebagai benda asing, Begitu pula terjadinya

pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat

mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks

yang pada akhirnya menjadi media kuman/ bakteri bersarang dan

berkembang

6
biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu

tersebut.

2.2.3 Patofisiologi

Penyebab utama apendiksitis adalah obstruksi penyumbatan

yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid

merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen

appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktur karna

fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya

keganasan (karsinoma karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang

diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang

terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem

serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh

karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X

maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar

umblikus. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh

bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena,

sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga

menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut

dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen

dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding

7
apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis

perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi

apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa

lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak –

anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang

relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya

tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua

karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi

lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan

kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi

appendisitis kronis (Junaidi, 2012).

2.2.4 Tanda dan Gejala

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang

terdiri dari: mual, muntah, dan nyeri yang hebat di perut kanan

bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai diperut sebelah

atas disekitar pusar, timbul mual dan muntah. Setelah beberapa

jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah keperut kanan bagian

bawah. Jika penekanan ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan

jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam

bisa mencapai 37,8-38,8 derajat Celsius. Pada bayi dan anak-anak,

nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang

tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini

nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah,

nyeri dan

8
demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa

menyebabkan syok. (Sugeng Jitowiyono, 2010)

2.2.5 Klasifikasi Apendisitis

Mansjoer. A (2011) menyebutkan apendisitis dibagi

kedalam beberapa klasifikasi, dintaranya: Apendisitis Akut,

Apendisitis akut ialah suatu radang pada jaringan apendiks.

Apendisitis akut pada umumnya ialah obstruksi lumen yang

selanjutnya akan diikuti proses infeksi dari apendiks. Penyebab

terjadinya obstruksi bisa berupa: Hiperplasia limfonoid sub mukosa

dinding apendiks, fekalit, benda asing, dan tumor. Adanya suatu

obstruksi mengaakibatkan mucin atau cairan mukosa yang

diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini membuat

semakin meningkatkan tekanan pada intra luminer sehingga

membuat terjadinya tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.

Tekanan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya infiltrasi

kuman ke dinding apendiks sehingga dapat menyebabkaan suatu

peradangan supuratif yang menghasilkan adanya pus atau nanah

pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga bisa

disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian

menyebar secara hematogen ke apendiks.

Apendisitis Purulenta, Umumnya karena adanya tekanan

dalam lumen yang terus bertambah disertai adanya edema

menyebabkan terbendungnya aliran pembuluh vena pada dinding

9
apendiks dan menimbulkan terjadinya trombosis. Kondisi ini

memperberat adanya iskemia dan edema yang ada pada apendiks.

Mikroorganisme yang terdapat pada usus besar berinvasi ke dalam

dinding apendiks dan menimbulkan adanya sebuah infeksi serosa

sehingga serosa menjadi suram lantaran dilapisi eksudat dan fibrin.

Pada apendiks dan mesoapendiks terjadi sebuah edema, hiperemia,

dan didalam lumen tetrdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai

dengan sebuah rangsangan peritoneum lokal seperti adanya nyeri

tekan, nyeri lepas dititik Mc Burney, defans muskuler, dan rasa

nyeri pada saat melakukan gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans

muskuler dapar terjadi pada seluruh bagian perut disertai dengan

adanya tanda peritonitis umum.

Apendisitis Kronik, Diagnosis apendisitis kronik ini baru

bisa ditegakkan apabila memenuhi semua syarat: riwayat nyeri

perut sebelah kanan bawah dengan waktu lebih dari dua minggu,

adanya radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik, dan adanya keluhan menghilang setelah apendiktomi.

Kriteria mikroskopik apendisitis kronik ialah adanya fibrosis

menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial dan total

lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa,

dan adanya infiltasi sel inflamasi kronik, insiden apendisitis kronik

1-5%. Apendisitis Rekurens, Diagnosis rekuren baru bisa

dipikirkan jika adanya riwayat serangan nyeri berulang di perut

kanan bawah yg mendorong dilakukan apendektomi & hasil

patologi menunjukan

10
adanya peradangan akut. Kelainan ini terjadi apabila serangan

apendisitis akut pertama kali dapat sembuh spontan. Namun,

apendisitis tidak bisa kembali ke bentuk aslinya lantaran terjadi

fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan

kembali sekitar 50%. Insidens apendisitis rekurens biasanya

dilakukan apendektomi yg diperiksa secara patologik.

Mukokel Apendiks, mukokel apendiks ialah sebuah dilatasi

kistik dari apendiks yg berisi musin akibat adanya obstruksi kronik

pangkal apendiks, yg umumnya berupa jaringan fibrosa. Apabila isi

lumen steril, musin akan tertimbun tanpa adanya infeksi. Meskipun

jarang, mukokel bisa disebabkan oleh suatu kistadenoma yg

dicurigai bisa berubah menjadi ganas. Penderita sering datang

dengan keluhan ringan dan adanya rasa tidak enak di perut kanan

bawah. Kadang bisa teraba adanya massa memanjang di regio

iliaka kanan. Suatu saat apabila terjadi sebuah infeksi, akan timbul

beberapa tanda apendisitis akut. Penanganannya ialah dengan

apendiktomi.

Tumor Apendiks, penyakit tumor ini jarang sekali

ditemukan, namun biasanya ditemukan secara kebetulan sewaktu

dilakukan apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Lantaran bisa

metastasis ke limfonoid regional, dianjurkan hemikolektomi kanan

yg dapat memberi suatu harapan hidup yg jauh lebih baik

dibanding hanya apendektomi. Karsinoid Apendiks, ini merupakan

sebuah tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang

didiagnosis pra

11
bedah,namun biasanya ditemukan dengan cara kebetulan pada

pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis pra

bedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid semacam rangsangan

kemerahan (flushing) pada wajah, sesak napas lantaran spasme

bronkus, & diare yg hanya ditemukan pada sekitar 6% dari kasus

tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yg

menyebabkan adanya gejala tersebut di atas.

2.2.6 Komplikasi

Ardian Ratu R-G. et-al. (2013) menyatakan komplikasi

utama apendiksitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10-

32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala

mencakup demam dengan suhu 37,70c atau lebih tinggi,

penampilan toksin dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen

yang kontinue. Adapun komplikasi apendisitis akut antara lain :

Perforasi, Perforasi ialah pecahnya apendiks yang berisi pus

sehingga bakteri dapat menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang

terjadi dalam waktu 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi

meningkat sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui preoperatif

pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari

waktu 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 derajat Celcius,

tampak adanya toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan adanya

leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN).

12
Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi bisa

menyebabkan peritonitis.

Peritonitis, Peitonitis ialah suata peradangan peritonium,

merupakan komplikasi berbahaya yang bisa saja terjadi dalam

bentuk akut maupun kronis. Apabila infeksi menyebar luar pada

permukaan peritonium maka akan menyebabkan peritonitis umum.

Aktifitas peristaltik akan berkurang sampai timbul ileus paralitik,

usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit dapat

mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.

Peritonitis disertai adanya rasa sakit yang semakin hebat, muntah,

nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Abses, Abses ialah suatu

peradangan apendiks yang berisi pus. Pada saat dipalpasi teraba

lunak dikuadran kanan bawah atau pada daerah pelvis. Massa ini

awalnya berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang

didalamnya mengandung pus. Hal ini akan terjadi apabila

apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutup oleh omentum.

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada appendiksitis antara lain

pemeriksaan Laboratorium adanya leukosit normal atau meningkat,

bila lanjut umumnya leukositosis >10.000/mm3, terdapat

peningkatan segmen dalam hitung jenis, dan LED meningkat pada

appenddiksitis infiltrat.

13
Rongent appendicogram didapatkan hasil positif berupa

Non-filling, Partial filling, Mouse tail and cut off. Rongent

abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis. Pada

pemeriksaan Ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada

tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada

pemeriksaan CT- scan ditemukan bagian yang menyilang dengan

apendicalith serta perluasan dari apendiks yang mengalami

inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.

2.2.8 Penatalaksanaan Medis

Terdapat beberapa panduan dalam penatalaksaan medis,

menurut Deden dan Titik, (2010) penatalaksanaan yang dilakukan

terhadap pasien apendisitis meliputi: Pembedahan: Apendiktomy

dilakukan bila appendiksitis sudah ditegakkan, menurunkan resiko

perforasi. Sebelum operasi, Observasi dalam 8-12 jam setelah

timbul keluhan, tanda dan gejala apendisitis masih belum jelas.

Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta

melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh

diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk

peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta

pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulangi secara

periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untak mencari

kemungkinan adanya penyulitan lain.

14
Pada kebanyakan kasus. Diagnosa ditegakkan dengan

lokalisasi nyeri diderah kanan bawah dalam 12 jam setelah

timbulnya keluhan. Intubasi bila perlu, dilakukan pemberian

antibiotik pada saat operasi. Pasca operasi dilakukan observasi

tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam,

syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Angkat sonde

lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung

dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien

dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama

itu pasien dipuaskan. Bila tindakan operasi lebih, misalnya pada

perforasi atau peritonitis umum, puasakan diteruskan sampai fungsi

usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam

selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.

Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari

berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi

pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30

menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar

kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien

diperbolehkan pulang. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi,

bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti

dalam peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut

akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan

berkurang. Pemasangan NGT. Pemberian antibiotik yang sesuai

dengan hasil kultur.

15
Transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok secara

intensif.

16
PATHWAY

Idiopatik makan tidak teratur kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Supply aliran darah

menurun Mukosa terkikis

Perforasi Peradangan pada appendik Distensi abdomen


Abses
Peritonitis
Nyeri

Menekan gaster

Appendiktomy pembatasan intake cairan

Pe produksi HCL

Insisi Bedah

Mual,muntah
Resiko terjadi infeksi

Nyeri

Resiko kekurangan volume cairan

17
BAB 2

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Apendiksitis

2.1 Pengkajian

1) Anamnesis

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada

gangguan sistem persarafan sehubungan dengan apendisitis

bergantung pada nyeri, lokasi, lamanya nyeri dirasakan dan

adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Anamnesis cedera

kepala meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial.

a) Identitas

Meliputi data klien yang mencakup nama, umur,

pendidikan, jenis kelamin, nomor register, diagnosa medis,

pekerjaan, agama dan suku bangsa, tanggal atau jam masuk

rumah sakit.

b) Keluhan Utama

Alasan masuk rumah sakit pasien dengan apendiksitis

biasanya klien mengeluh nyeri pada bagian abdomen

terutama pada kuadran kanan bawah.

c) Riwayat penyakit sekarang

Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk

tusuk, nyeri dirasakan pada perut kanan bagian bawah

dengan skala (0-10) dan nyeri timbul memberat ketika

bergerak.

18
d) Riwayat penyakit dahulu

Perngkajian yang perlu ditanyakan meliputi kebiasaan

makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan

konstipasi sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang

menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi apendiks dan

meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon sehingga

menjadi apendisitis.

e) Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya anggota keluarga yang menderita

Hipertensi, Diabetes Melitus, serta penyakit kronis lainnya.

f) Pola fungsi kesehatan

(1) Pola persepsi hidup sehat

Apakah memiliki kebiasaan buruk seperti merokok,

penggunaan obat-obatan, dan riwayat mengkonsumsi

alkohol.

(2) Pola tidur dan istirahat

Adanya rasa nyeri yang dapat menggangu kenyamanan

pola tidur klien

(3) Pola aktifitas

Umumnya klien mengalami keterbatasan dalam

beraktifitas atau bergerak karena rasa nyeri dari

apendisitis

19
(4) Pola hubungan dan peran

Dengan adanya keterbatasan dalam beraktifitas atau

bergerak kemungkinan klien tidak bisa melakukan

perannya secara baik dalam keluarga maupun dalam

komunitas lingkungan masyarakat.

(5) Pola penanggulangan stres

Kebiasaan atau koping klien yang biasa digunakan

dalam menghadapi suatu masalah.

(6) Pola tata nilai dan kepercayaan

Mengenai kepercayaan klien pada agama yang dianutnya

(7) Pengetahuan klien dan keluarga

tingkat pengetahuan, pemahaman mengenai kondisi,

pengobatan, prognosa, dan tujuan yang diharapkan.

2) Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-

keluhan klien pemeriksaan fisik sangat berguna untuk

mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

meliputi : tingkat kesadaran, integumen, abdomen, thorax dan

paru, ekstremitas.

(1) Keadaan Umum

20
Pada pasien dengan apendisitis umumnya sadar penuh atau

Composmentis dengan GCS: E: 4 M: 6 V: 5 dan terjadi

perubahan pada tanda-tanda vital.

(2) Pemeriksaan Diagnostik

Terdapat hasil Ultrasonography dan hasil Laboratorium.

2.2 Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot

polos sekunder akibat infeksi gastrointestinal

2) Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan

gastrointestinal: mual dan muntah

3) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi

4) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang mendapat informasi,

kurang mengingat, salah interprestasi informasi

5) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan tubuh perforasi/ruptur apendiks

2.3 Perencanaan Keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot

polos sekunder akibat infeksi gastrointestinal

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

21
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam pasien tidak lagi

merasakan nyeri lagi, skala nyeri menurun menjadi 2.

Tabel 2.1

Perencanaan Keperawatan: Nyeri Akut

Tindakan Keperawatan Rasional

Mandiri :

1. Kaji dan pantau Tanda- 1. Untuk mengetahui

tanda Vital keadaan umum

2. Kaji skala nyeri klien 2. Untuk mengetahui

derajat nyeri klien

3. Atur posisi klien senyaman 3. Posisi nyaman

mungkin memberikan kesempatan

pada otot untuk relaksasi

seoptimal mungkin dan

memberikan kenyamanan

4. Berikan Pend-Kes teknik 4. Mengurangi rasa nyeri

distraksi dan relaksasi yang dialami klien

5. Ciptakan lingkungan yang 5. Rangsangan berlebih dari

tenang lingkungan akan

memperberat nyeri

Kolaboratif

1. Kolaborasi dengan dokter 1. Analgetik dapat

pemberian terapi analgetik mengurangi nyeri

22
2) Diagnosa Keperawatan

Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam volume cairan

seimbang dengan kriteria hasil pasien tidak lagi merasakan

mual, muntah tidak ada

Tabel 2.2

Perencanaan Keperawatan: Resiko ketidakseimbangan volume

cairan kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Observasi tanda-tanda 1. tanda yang membantu

vital mengidentifikasi fluktuasi

keadekuatan sirkuler

2. Lihat membran mukosa: 2. indikator keadekuatan

kaji turgor kulit dan sirkulasi perifer dan hindari

pengisian kapiler. seluler

3. Monitor masuk dan 3. penurunan pengeluaran

pengeluaran cairan : urine pekat dengan

catat warna urine, peningakatan berat jenis

konsentrasi dan berat diduga

jenis

23
dehidrasi/kebutuhan

4. Auskultasi bising usus. peningkatan cairan

Catat kelancaran flatus, 4. indikator kembalinya

peristaltik usus peristaltik, kesiapan untuk

5. Berikan minum sedikit pemasukan peroral

jika minum oral telah 5. menurunkan iritasi

boleh dilakukan dan gaster/muntah untuk

lanjutkan dengan diet meminimalkan kehilangan

sesuai toleransi cairan

6. Berikan perawatan

mulut sering dengan

perhatikan khusus pada 6. dehidrasi mengakibatkan

perlindungan bibir. bibir dan mulut kering

dan pecah-pecah

Kolaborasi:

1. pemberian cairan

intravena dan elektrolit. 1. peritoneum bereaksi

terhadap iritasi/infeksi

dengan menghasilkan

sejumlah besar cairan yang

dapat menurunkan volume

sirkulasi darah

mengakibatkan

hipovolemia, dehidrasi dan

dapat terjadi ketidak

seimbangan elektrolit

3) Diagnosa Keperawatan

24
Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam pasien tidak lagi

demam, suhu tubuh dalam batas normal 36,5’c – 37,5’c.

Tabel 2.3

Perencanaan Keperawatan: Hipertermia berhubungan dengan

penyakit atau trauma

Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Observasi tada-tanda 1. membantu mengidentifikasi

vital tiap 4-6 jam fluktuasi keadekuatan

sirkuler

2. Berikan minum 2-3 2. untuk menghindari dehidrasi

liter/24 jam

3. Jelaskan tujuan 3. pasien dapat memahami

pemberian intake cairan tentang penyakitnya

yang adekuat

4. Anjurkan pasien untuk 4. untuk membantu

mengenakan pakaian menyamakan suhu tubuh

yang menyerap keringat dan suhu ruang

5. Ukur intake dan output 5. penurunan pengeluaran

cairan tiap shift urine pekat dengan

peningakatan berat jenis

diduga

dehidrasi/kebutuhan

peningkatan cairan

Kolaborasi:

25
1. Pemberian IVFD 1. peritoneum bereaksi

tetes/menit terhadap iritasi/infeksi

dengan menghasilkan

sejumlah besar cairan yang

dapat menurunkan volume

sirkulasi darah

mengakibatkan

hipovolemia, dehidrasi dan

dapat terjadi ketidak

seimbangan elektrolit

2. Pemberian antipieretik 2. untuk menurunkan suhu

tubuh

4) Diagnosa Keperawatan

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang mendapat informasi,

kurang mengingat, salah interprestasi informasi

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Pasien

menyataan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan

perawatan

Tabel 2.4

Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan tentang kondisi,

prognosis dan kebutuhan pengobatan

Intervensi Rasional

26
1. Kaji ulang 1. memberikan informasi

pengetahuan pasien pada pasien untuk

tentang pembatasan merencanakan kembali

aktivitas selama sakit, rutinitas biasa tanpa

seperti mengangkat berat, menimbulkan masalah

olahraga berat, latihan

berat.

2. Jelaskan agar pasien

melakukan aktivitas 2. meningkatkan

sesuai kemampuan secara penyembuhan, perasaan

bertahap. sehat, dan mempermudah

kembali ke aktivitas

3. Jelaskan gejalah yang normal

memerlukan evaluasi 3. upaya intervensi

medik, seperti merupakan risiko

peningkatan nyeri; edema komplikasi serius seperti

atau eritem luka, adanya lambatnya penyembuhan,

drainase, demam. peritonitis

5) Diagnosa Keperawatan

Resiko infeksi berhubugan dengan tidak adekuatnya pertahanan

tubuh perforasi/ruptur apendiks

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:

Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam klien bebas dari

tanda-tanda infeksi, Tidak ada drainase purulen.

Tabel 2.5

Diagnosa Keperawatan: Resiko Infeksi

27
Intervensi Rasional

1. Monitor tanda-tanda 1. Mengiddentifikasi adanya

infeksi: perhatikan peningkatan suhu tubuh

adanya demam, sebagai indikator

perubahan adanya terjadinya infeksi

demam, perubahan

mental, meningkatnya

nyeri abdomen.

2. Lakukan pencucian 2. Menurubkan resiko

tangan sebelum dan terjadinya kontaminasi

sesudah kontak dengan mikroorganisme

pasien.

3. Lakukan pencukuran 3. dengan pencukuran pasien

pada area operasi (perut terhindar dari infeksi post

kanan bawah). operasi

4. Anjurkan pasien mandi 4. kulit yang bersih dapat

dengan sempurna mencegah timbulnya

sebelum operasi. mikroogranisme

2.4 Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap

proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi

keperawatan (tindakan keperawatan) direncanakan dalam rencana

tindakan keperawatan.

28
2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus

pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

29
BAB 3

ARTIKEL PENELITIAN TERKAIT

3.1 Identitas Artikel

Judul Penelitian: Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan

Appendisitis yang dirawat di Rumah Sakit, oleh Erwin Hidayat

(2020)

3.2 Sumber Jurnal

Sumber artikel penulis peroleh dari lembar Jurnal Ilmiah

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jurusan

Keperawatan dikutip dari http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id

3.3 Ringkasan Penelitian dan Hasil

Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis

dan merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering.

Penyakit ini menyerang semua umur baik laki-laki maupun

perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10

sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum inflamasi

akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling

umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan

rancangan studi kasus menggunakan pendekatan proses

keperawatan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,

observasi, dan studi dokumentasi. Instrument penelitian adalah

30
peneliti sendiri dengan alat bantu sphygmomanometer, stetoskop,

serta pedoman pengkajian.

3.4 Implementasi Penelitian

Setelah melakukan pengkajian dan menganalisis data pada

Klien ditegakkan 2 diagnosa keperawatan pada pre operasi

appendicitis . Urutan diagnosa keperawatan yaitu, nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi

appendicitis), Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.

Pada tahap intervensi keperawatan, dilakukan penyusunan

prioritas masalah dengan menentukan diagnosis keperawatan,

maka dapat diketahui diagnosis yang pertama kali harus dilakukan

atau segera dilakukan.

Intervensi yang dilakukan harus sesuai dengan 4 tipe

intruksi perawatan atau biasa disebut ONEC. Observation (tipe

diagnostic), tipe ini memungkinkan pasien kearah pencapaian

kriteria hasil dengan observasi secara langsung. Nursing treatment

(tipe terapeutik), menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh

perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki, dan

mencegah kemungkinan masalah.

Education (tipe penyuluhan) digunakan untuk memperoleh

tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan masalah.

Collaboration (tipe rujukan), menggambarkan peran perawat

sebagai koordinator dan manager dalam perawatan pasien dengan

31
anggota tim kesehatan. Pada tahap Evaluasi Perkembangan pasien

pada hari pertama belum sesuai dengan kriteria hasil yang

diharapkan sehingga intervensi tetap dilanjutkan. Sedangkan

perkembangan pada hari kedua sudah sesuai dengan kriteria hasil

yang diharapkan sehingga intervensi dipertahankan hingga hari

ketiga dan pada hari ketiga pasien diperbolehkan pulang sehingga

diberikan discharge planning.

3.5 Kesimpulan Penelitian

Hasil evaluasi keperawatan pada pre, dan post operasi

appendicitis pada klien dari 4 diagnosa yang muncul. Pada pre

operasi terdapat 2 diagnosa yang dihentikan karena klien akan

menjalani prosedur operasi yaitu nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis), dan ansietas

berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Pada post operatif

terdapat 2 diagnosa teratasi sebagian namun intervensi dihentikan

karena klien pulang yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik ( prosedur operasi), dan resiko infeksi berhubungan

dengan efek prosedur infasiv.

32
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddeth. (2009). Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Dasar, R. K. (2013). Riset Kesehatan dasar Penyakit Tidak Menular. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Doenges Marilynn E, dkk, (2012). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III.


Jakarta: EGC.

Elizabeth, J, Corwin. (2012). Buku saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC.

Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses


http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-appendicitis.html pada tanggal
20 Mei 2018.

https://www.scribd.com/doc/133983298/Konsep-Dasar-Asuhan-Keperawatan Johnson,

M.,et all. (2012). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. Mosby: IOWA Intervention Project.

Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, (2012). Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. Mosby: IOWA Intervention Project.

Mutaqin, Arif & Sari, Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi


Asuhan Keperawatan Medikal Bedah . Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA, (2012). Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses


http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840- Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2018.

Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.


Jakarta : EGC

Smeltzer, Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R. ( 2011 ). Buku Ajar Ilmu Beda.Edisi 3. Jakarta: EGC.

33
34
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. G
DENGAN
APPENDISITIS DI RUANG ADENIUM RSUD PESANGGRAHAN
JAKARTA SELATAN

OLEH :
AHMAD SUDIKA
NIM: 211030230293

PEMBIMBING :
Ns. Tita Hardianti, M.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2021

35
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN
Jam : 10.00
Pengkajian tgl : 3/10/2021 NO. RM :-
Tanggal MRS : 3/10/2021 Dx. Masuk : Appendisitis
Ruang/Kelas : Adenium III Dokter yang merawat : Sp.B

Nama : Ny. G
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Identitas

Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku/Bangsa : indonesia
Alamat : Bintaro
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
Riwayat penyakit saat ini :
Sebelum masuk rumah sakit pada tanggal 2 Oktober 2021,pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah dari
jam 08:00. Keluhan disertai nyeri di ulu hati menjalar sampai ke kuadran bawah kanan disertai demam
sejak pagi,badan terasa lemas dan keringat dingin. Batuk pilek tidak ada, BAK dan BAB dalam batas
normal.
Riwayat Sakit dan Kesehatan

Penyakit yang pernah diderita :


Pasien tidak pernah menderita penyakit diabetes militus, Hipertensi TBC dan HIV. Pasien tidak pernah
di rawat di rumah sakit sebelumnya dan tidak pernah menjalani tindakan operasi. Pasien mengatakan
tidak ada alergi obat, pasien hanya meminum obat - obatan warung jika terdapat keluhan.

Riwayat penyakit keluarga :


Pada saat dikaji, pasien mengatakan dalam keluarga nya tidak ada yang memiliki penyakit menurun
seperti diabetes militus, hipertensi, TBC dan HIV.

Riwayat alergi: ya √ tidak Jelaskan :


Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: baik √ sedang lemah Kesadaran:
Tanda vital TD: 120/80mmHgNadi: 79 x/mnt Suhu :36,6 ºC RR: 26 x/mnt
Pola nafas irama: √ Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kusmaul Ceyne Stokes Lain-lain:
Suara nafas: √vesikuler Stridor Wheezing Ronchi Lain-lain:
Pernafasan

Sesak nafas Ya √ Tidak Batuk Ya √ Tidak


Masalah: tidak ada

Irama jantung: √ Reguler Ireguler S1/S2 tunggal √Ya


Kardiov
a skuler

Tidak Nyeri dada: Ya √ Tidak


Bunyi jantung: √ Normal Murmur Gallop lain-
lainCRT: √ < 3 dt > 3 dt
Akral: √ Hangat Panas Dingin kering Dingin basah

36
Masalah: -

GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 6 Total: 15


Persyarafan

Refleks fisiologis: √ patella √ triceps √ biceps lain-


lain:Refleks patologis: babinsky budzinsky kernig lain-
lain:Lain-lain:
Istirahat / tidur: 6-8 jam/hari Gangguan tidur:
Masalah: -

Penglihatan (mata)
Pupil : √Isokor Anisokor Lain-
lain: Sclera/Konjungtiva : √Anemis Ikterus Lain-
lain: Lain-lain :
Pendengaran/Telinga :
Penginderaan

Gangguan pendengaran : Ya √ Tidak Jelaskan:


Lain-lain :
Penciuman (Hidung)
Bentuk : √ Normal Tidak
Jelaskan: Gangguan Penciuman : Ya √ Tidak
Jelaskan:
Lain-lain

Masalah:

Kebersihan: Bersih Kotor


Urin: Jumlah: 1500 cc/hr Warna: kuning jernih
Bau:-Alat bantu (kateter, dan lain-lain):
Perkemihan

Kandung kencing:Membesar Ya √ Tidak


Nyeri tekan Ya √ Tidak
Gangguan: Anuria Oliguri Retensi
Nokturia Inkontinensia Lain-lain:
Masalah:-

Nafsu makan: Baik √ Menurun Frekuensi: 2 x/hari 1/2


Porsi makan: Habis √ Tidak Ket: klien mengatakan mual Diet
: sesuai aturan rumah sakit
Minum : 800 cc/hari Jenis: air mineral
Mulut dan Tenggorokan
Mulut: √ Bersih Kotor Berbau
Mukosa √ Lembab Kering Stomatitis
Tenggorokan Nyeri telan Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil Lain-lain: tidak ada
Penc

rnaa
e

Abdomen Tegang Kembung Ascites Nyeri tekan,


lokasi: Peristaltik 11 x/mnt
Pembesaran hepar Ya √Tidak
Pembesaran lien Ya √Tidak
Buang air besar 2x/hari Teratur: √ Ya Tidak
Konsistensi Bau: Warna: kning kecoklatan
Lain-lain:

37
Masalah: Nafsu makan pasien menurun di buktikan dengan hanya
mampu makan 1/ 2 porsi saja.
Kemampuan pergerakan sendi: √Bebas Terbatas
Kekuatan otot:
5555 5555

5555 5555
Muskuloskeletal/ Integumen

Kulit
Warna kulit: Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat
Hiperpigmentasi Turgor: √ Baik Sedang Jelek
Odema: Ada √ Tidak ada Lokasi
Luka Ada √ Tidak ada Lokasi
Tanda infeksi luka Ada √ Tidak ada Yang ditemukan : kalor/dolor/tumor/Nyeri/Fungsiolesa
Lain-lain :
Masalah: 1. Intoleransi aktifitas
2. Nyeri akut
3. Resti infeksi/ resiko infeksi

Pembesaran Tyroid Ya √ Tidak


Hiperglikemia Ya √Tidak Hipoglikemia Ya √ Tidak
Luka gangren Ya √Tidak Pus Ya √ Tidak
Masalah: -
Endokrin

Mandi : 2x/ hari Sikat gigi : 1x/hari


Keramas: Memotong kuku: 1x/minggu
Ganti pakaian : 2x/ hari
PersonalHigiene

Masalah: -

Orang yang paling dekat: istri


Psiko-sosio-spiritual

Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar:


baik Kegiatan ibadah: solat dengan tirah baring
Lain-lain :

Masalah:

38
Terapi Radiologi/USG dll Pemeriksaan Penunjang
Ro.Thorax , Tanggal : 3/10/2021
- Injeksi: Kesan:- Pulmo tidak tampak kelainan Hematologi :
 IVFD RL 500cc / 8 jam - Cor dalam batas normal Hemoglobin :13,4 g/dl
 Ceftriaxon 1 x 2 Gram Leukosit : 16.910/ul
 Paracetamol 3 x 1 Gram USG Abdomen Hematocrit : 37%
 Ketorolac 3 x 30 Mg Kesan : Trombosit : 301.000/ul
- Sonogram Appendicitis Eritrosit : 4.14 juta/ul
- Mild Fatty Liver MCV : 88.4 fl
- Multiple Cholelithiasis MCH : 32,4 pg
- Tak tampak kelainan pada
MCHC : 36,6 gr/dl
lien,pancreas,kedua renal,vesical
urinaria maupun uterus Hitung Jenis Leukosit :
Basofil : 0%
Eosinofil : 0%
Neutrofil : 89%
Limfosit : 7%
Monosit : 4%
Gula darah sewaktu : 115
Urinalisa :
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
Berat Jenis : 1.025
pH urinalisa : 6.0
Protein : Negatif
Glukosa ; Negatif
Keton : Negatif
Bilirubin : Negatif
Eritrosit esterase : positif 1
Leukosit esterase : Positif
1 Nitrit : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Sedimen
Leukosit : 15 - 18
Eritrosit : 6 - 7
Epitel : Positif 2
Silinder : Negatif
Kristal : Amorf
(+) Bakteri :
Positif 1 Jamur :
Negatif
Parasit : Tidak ditemukan

Rapid test Covid 19 Antigen :Negatif


ANALISA DATA

No. Data Problem Etiologi


1. DS : Nyeri akut Agen pencedara
 Pasien mengatakan nyeri hebat pada fisiologis: inflamasi
bagian perut kanan bawah, nyeri
dirasakan menjalar dari epigastrium
sampai ke perut kuadran bawah
kanan,nyeri berkurang saat melakukan
nafas dalam dan pemberian obat. Nyeri
dirasa seperti ditusuk dan diremas, skala
nyeri 8 (1-10).
DO :
 Pasien tampak meringis kesakitan
 TD: 124/67 mmHg
 Nadi 90x/menit.
 Suhu: 38,5 0C
 RR: 20 x/menit
 Spo2 : 97 %
2. DS: Hipertermi Inflamasi
 Klien mengatakan badan terasa demam
sejak kemarin

DO:
 Sh: 38,5’C

 Klien tampak menggigil

3. DS: Resiko Kekurangan Volume Intake tidak adekuat


 Klien mengatakan mual jika makan Cairan
• Klien mengatakan muntah 1x

DO:
 Klien tampak mual
 Turgor kulit elatis
 Mukosa bibir sedikit kering
 Balance cairan -100cc/KgBB/Jam

42
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Dx
Nyeri berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis: Inflamasi
DS:
1
1. Pasien mengatakan nyeri hebat pada bagian perut kanan bawah, nyeri
dirasakan menjalar dari epigastrium sampai ke perut kuadran bawah
kanan,nyeri berkurang saat melakukan nafas dalam dan pemberian
obat. Nyeri dirasa seperti ditusuk dan diremas, skala nyeri 8 (1-10).

DO:
1. Pasien tampak meringis kesakitan
2. TD: 124/67 mmHg
Nadi 90x/menit.
Suhu: 38,5 0C
RR: 20 x/menit
Spo2 : 97 %
Hipertemi berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan
2 DS:
1. Klien mengatakan demam
DO:
1. Sh: 38,5’C
2. Klien tampak menggigil
Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat ditandai dengan
3
DS:
1. Klien mengatakan mual bila makan
2. Klien mengatakan muntah 1x
DO:
1. Klien tampak mual
2. Turgor kulit elastis
3. Mukosa bibir sedikit kering
4. Klien menghabiskan 500cc air mineral dalam 12 ,jam

43
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny. G...........................Nama Mahasiswa : Ahmad Sudika
Ruang : Bedah……………….. NPM :.......................
No.M.R. :………………........................................................

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 SDKI SLKI SIKI
Tujuan :
Nyeri akut berhungan dengan Pain Management
a. Pain Level (Tingkat nyeri)
Agen Pencedera Fisiologis:
b. Pain control (Kontrol nyeri) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Inflamasi ditandai dengan DS: c. Comfort level (Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
1. Pasien mengatakan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
hebat pada bagian perut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kualitas dan faktor presipitasi
kanan bawah, nyeri diharapkan masalah pada jalan nafas dapat teratasi dengan
dirasakan menjalar dari kriteria hasil: 2. Kontrol lingkungan yang dapat
epigastrium sampai ke perut 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mempengaruhi nyeri seperti suhu
kuadran bawah kanan,nyeri mampu menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan kebisingan
berkurang saat melakukan 2. nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari 3. Ajarkan tentang teknik relaksasi
nafas dalam dan pemberian bantuan) untuk mengatasi nyeri
obat. Nyeri dirasa seperti 3. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
4. Berikan analgetik untuk mengurangi
ditusuk dan diremas, skala menggunakan manajemen nyeri
nyeri 8 (1-10). 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 5. Pantau tanda tanda vital.
berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
DO:
1. Pasien tampak meringis
kesakitan
2. TD: 124/67 mmHg
Nadi 90x/menit.
Suhu: 38,5 0C
RR: 20 x/menit
Spo2 : 97 %
Analgesic Administration

1. Tentukan lokasi, karakteristik,


kualitas,dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

2 SDKI SLKI SIKI


Hipertemi berhubungan dengan Tujuan : observasi
inflamasi ditandai dengan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 1. Monitor tanda-tanda vital
jam masalah hambatan mobilitas fisik teratasi dengan 2. Monitor intake dan output
DS: Kriteria Hasil: 3. Monitor komplikasi akibat demam
1. Klien mengatakan demam 1. Klien mengatakan sudah tidak demam
2. Suhu tubuh klien dalam batas normal Terapeutik
DO: 1. Anjurkan pasien
1. Sh: 38,5’ menggunakan pakaian yang
tipis
2. Klien tampak menggigil
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan memperbanyak minum

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena
2. Kolaborasi pemberian antipireutik,
jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antibiotik
SDKI SLKI SIKI

Resiko kekurangan volume cairan Tujuan : Mandiri:


tubuh berhubungan dengan intake Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam 1. Observasi tanda-tanda vital
yang tidak adekuat ditandai Resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan, 2. Lihat membran mukosa: kaji turgor
dengan Kriteria Hasil: kulit dan pengisian kapiler.
1. Klien tidak mual 3. Monitor masuk dan pengeluaran
DS:
2. Klien tidak muntah cairan: catat warna urine, konsentrasi
1. Klien mengatakan mual
3. Turgor kulit elastis dan berat jenis
bila makan
4. Membran mukosa lembab 4. Auskultasi bising usus. Catat
2. Klien mengatakan muntah 5. Balance cairan (+) kelancaran flatus, peristaltik usus
1x
5. Berikan minum sedikit jika minum
DO:
oral telah boleh dilakukan dan
1. Klien tampak mual
lanjutkan dengan diet sesuai
2. Turgor kulit elastis
toleransi
3. Mukosa bibir sedikit
6. Berikan perawatan mulut sering
kering
dengan perhatikan khusus pada
4. Klien menghabiskan perlindungan bibir.
500cc air mineral dalam
12 ,jam
Kolaborasi:
1. pemberian cairan intravena dan
elektrolit.
Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

DIAGNOSA Hari/tanggal/jam IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF


Nyeri akut b.d a. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif Jam 14.00 WIB
Agen pencedera Hari ke-1 termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, S:
fisik: inflamasi Minggu, 03-10-2021 kualitas dan faktor presipitasi. Hasil: klien a. Klien mengatakan nyeri pada daerah
08.00 wib mengatakan nyeri pada luka operesi seperti ditusuk lipatan paha, seperti di tusuk –
tusuk. tusuk, skala nyeri 6, nyeri terasa
10.00 wib b. Mengkontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi lamanya (± 2 menit) dengan interval
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan 5 menit sekali
kebisingan.
b. Nyeri dirasakan saat bergerak atau
Hasil:Ruangan tampak aman, pengunjung jengguk
secara bergantian dan yang nunggu hanya satu orang. perubahan posisi
c. Mengajarkan tentang teknik relaksasi untuk O:
mengurangi nyeri dengan cara tarik nafas. a. Nyeri mengganggu aktivitas klien
11.30 wib Hasil: klien dapat memperagakan teknik relaksasi b. Klien tampak meringis
dengan cara menarik nafas dalam melalui mulut c. Skala nyeri 7
dikeluarkan melalui hidung . d. TD 120/70 mmhg, N 80 x/
d. Memberikan obat analgetik yaitu ketrolok 1 menit,RR 20x/menit,S 36,8 oc.
ampul(30 mg) untuk mengurangi nyeri. A:
13.00 wib Hasil: injeksi ketrolac 30 mg sudah diberikan melalui a. Masalah nyeri belum teratasi
IVFD P:
e. Memantau tanda tanda vital. Intervensi dilanjutkan
Hasil: TD 120/70 mmhg, N 80 x/ menit,RR a. lakukan pengkajian nyeri secara
20x/menit,S 36,8 oc komprehensif termasuk lokasi, ,.
14.00 wib
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
b. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dankebisingan
c. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
d. Pantau tanda tanda vital.
Hipertemi b.d Hari ke-1 a. Memantau tanda tanda vital sesudah latihan dan lihat S :
inflamasi Minggu, 03-10-2021 respon klien saat latihan. - Klien mengatakan demam
Hasil: TD 120/70 Mmhg, Nadi 80 x/menit,
Suhu 37.8OC ,RR 20 x/menit O:
08.15 wib
10.00 wib b. Memantau intake dan output - Klien tampak menggigil
Hasil: klien menghabiskan minum 200cc 1x minum,
BAK 1x warna kekuningan - Klien mampu minum air putih sebanyak
12.00 wib
c. Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian 2liter per hari
tipis - TD 120/90 Mmhg, Nadi : 83 x/menit
13.00 WIB Hasil: pasien menggunakan baju berbahan kaos
d. Berkolaborasi dalam pemberian cairan intravena Suhu : 37.60C, Respirasi : 18
Hasil: pasien mendapatkan therapi cairan RL 500cc x/menit
dalam 8 jam A : Hipertermi
14.00 WIB e. Menganjurkan klien untuk tirah baring
Hasil: pasien membatasi aktifitas P : Rencana dilanjutkan
f. Berkolaborasi pemberian antipireutik - Observasi TTV
Hasil: pasien mendapatkan therapi paracetamol
3x500mg - Kolaborasi dalam pemberian antipireutik:
Paracetamol 3x500mg
Resiko Hari ke-1 S:
kekurangan Minggu, 03-10-2021 - Klien mengatakan mual
volume cairan 08.00 1. mengobservasi tanda-tanda vital: TD: 110/70mmHg, - Klien mengatakan muntah 1x
tubuh Sh: 37,8’c Hr: 80x/m Rr: 21x/m O:
berhubungan 10.00 2. Mengkaji turgor kulit dan pengisian kapiler: - Klien tampak mual
dengan intake Membran mukosa lembab, turgor kulit elastis - Klien muntah 1x
yang tidak 3. Mengganti cairan infus RL 20tpm - Mukosa bibir kering
adekuat 4. Memberikan therapi ranitidin 50mg (IV) - TD 120/80 Mmhg, Nadi : 83
11.30 5. Memonitor masuk dan pengeluaran cairan : catat x/menit Suhu : 37.80C, Respirasi
12.00 warna urine, konsentrasi dan berat jenis: Urine : 18 x/menit
12.15 berwarna kuning jernih, bau khas. A : resiko kekurangan cairan teratasi
6. mengauskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, sebagian
13.00 peristaltik usus: Bising usus 10x/menit
P : Rencana dilanjutkan
- Memberikan cairan IVFD RL
20tpm
51
52

Anda mungkin juga menyukai