Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN AN.Z

DENGAN APPENDIKTOMI

Disusun Oleh :

Nama : misbahul umam (17.028)

AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC VILLAGE TANGERANG BANTEN

Jl. Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810

Telepon/ Fax: 021-5462852, Website: www.akperisvill.ac.id

Email: info@akperisvill.ac.id,akperislamicvillage@yahoo.co.id

Tahun Akademik 2018/ 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendiksitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena
usus buntu sebenarnya adalah sekum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang
dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dari pada negara berkembang,
namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100
kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan
kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
meningkatnya masa pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama
banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa pubertas, sedangkan pada masa remaja
dan dewasa muda rotionya menjdi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada
laki-laki.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan pencetus untuk
terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat
berubah menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut
adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli.

1.2 Rumusan
 Apa pengertian dari penyakit appendisitis?
 Apa anatomi appendisitis ?
 Apa patologi dan gambaran klinis appendisitis?
 Bagaimana penatalaksaan appendisitis?

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian apendiksitis

Apendiks ( appendiksitis ) adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada
apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.
Apendiks disebut juga umbai cacing. Ependiks sering disalah artikan dengan istilah usus
buntu yang di kenal di masyarakat awam. Karna usus buntu yang sebenarnya adalah
sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan.
Ependiks akut merupakan radang bakteri yang diceruskan berbagai faktor. Diantaranya
Hyperplasia aringan limfe. Fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat uga
menimbulkan penyumbatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyebab paling utama dari
appendiks adalah obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya merusak suplai darah dan
merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari
rongga abdomen. Komplikasi utama berhubungan dengan appendiks adalah peritonitis,
yang dapat terjadi bila apendiks ruptur. Meskipun apendiks bisa terjadi pada usia
berapapun. Apendiksitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun.

2.2 Anatomi

Appendiks vermiformis adalah organ seperti tabung dengan lumen sempit,


vermian (berbentuk seperti cacing) yang timbul dari dinding sekum bagian
posteromedial, 2 cm dibawah ileum bagian akhir. Bisa menempati salah satu dari
posisi berikut :

1. Retrocaecal
2. Retrocolic (dibelakang sekum atau bagian bawah ascending colon)
3. Pelvic atay descending (ika tergantung pada tepi pelvis, dekat dengan tuba
uterina dan ovarium kanan wanita) itu merupakan posisi paling umum
yang sering terdapat pada praktek klinik. Posisi lainnya jarang ditemukan
terutama jika ada apendiks mesenter panjang yang dapat menyebabkan
mobilitas appendiks yang tinggi
4. Subceacal (dibawah sekum)
5. Promontorik

3
6. Preilial (anterior terhadap ileum terminal)
7. Postileal (dibelakang ileum terminal).

Tiga tanenia coli pada ascendes dan sekum berstu pada basis apendiks, dan bergabung
menujua otot longitudinalnya. Taenia caecal anterior biasanya berpindah dan bisa ditelusuri
menuju apendiks, yang dapat di pakai sebagai panduan untuk mencari lokasi apendiks pada
peraktik klinis. Ukuran apendiks berpariasi panjang nya dari dua cm sapai 20 cm. Sering di
temukan relatif lebih panjang pada anak anak dan mungkin mengalami antrofi dan
memmendek seiring bertambah usia.

Umen apendiks sempit dan membuka ke sekum melalui orifisium yang terletak di
bawah dan sedikit posterior terhadap orifisium ileocaecal orifisium tersebut kadang di jaga
oleh lipatan mukosa semilunaris yang membentuk katup. Lumen mungkin akan paten pada
awal kehidupan anak anak dan sering hilang pada dekade pada akhir kehidupan.

Apendisitis merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kita 10 cm ( 4 inci ),


melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makaan dan
mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan
lumennya kecil apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperioneal. Kedudukan itu memugkinkan apendiks
bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoenal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang
asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.

Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesentrerika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat , misalnya karena trombosis pada infeksi apendiks akan
mengalami gangren.

4
2.3 Patofisiologi

Obstruksi lumen apendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi
appendisitis. Walau bagaimana pada beberapa kasus apendisitis yang dini lumen apendiks
masih utuh walaupun sudah ada infamasi mukosa dan hiperplasia limfoid. Agen infeksi
seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen apendiks yang sempit
sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan
eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran
limfa.

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagi akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit ( massa keras dari feses ), tumor, atau benda asisng. Bila apendiks
tersumbat . tekanan intraluminal meningkiat, menimbulkan penurunan drainase vena,
trobosis, edema dan invasi bakteri dinding usus. Bila obduksi berlanjut, apendiks menjadi
semakin hipermik, hangat, dan tertutup eksudat yang seterusnya menjadi ganggren dan
perforasi.

Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas


dan menyebar hebat secara proresif,dalam beberapa jam,terlokalisasi di kuadran kanan bawah
dari abdomen.akhirnya, appendiks yang terimplamasi berisi pus. Manifestasi klinis, dari
kuadran bawah terasa dan biasa nya di sertai oleh demam ringan, mual,muntah dan hilang
nya nafsu makan.

Apendiks mengahsilkan lendir sebanyak 1 – 2 ml per hari.lendir itu normal nya di


curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir
dimuara apendikstampak nya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin
secrettoar yang di hasilkan oleh GALT( gut asociated limphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna,termasuk apendiks , ialah IgA. Imunologibulin itu sangat evektif
sebagai pelindung terharap infeksi.namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf disini kecil sekali ika di
bandingkan dengan jumlah nya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Patologi apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh berusaha
membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau

5
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurangi diri secara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan
parut yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksaserbasi akut. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsangan peritoneum lokal. Gejala
klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitas umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan dipindah ke kanan bawah
ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita penderita memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal. Tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh
sekum. Rasa nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal. Radanng pada apendiks yang terletak dirongga pelvis dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rekum sehingga peristalsis
meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kantung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan
apendiks terdapat dinding kantung kemih.

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya
menunjukan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik.
Karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforsi.
Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforsi.

6
Hubungan antara patologis dan manifestasi klinis

Proses perubahan patologis Manifpestasi klinis


Permulaan implamasi, sering karena Nyeri abdomen tengah yang akut dan
obtruksi oleh fekalit diffusi atau tidak terlokalisir
Inflamasi akut mukosa Nyeri abdomen akut yang berlanjut
kemudian di sertai dengan mual dan
muntah (karena stimulus aoutomic)
Peluasan implamasi melewati dinding Gejala dan tanda mulai terlokalisir karna
apendiks terlibatan eritoneum parietal (inarfasi
somatic)
Implamencapai serosa (peritonitis Gejala klasik:nyeri tekan nyeri lepas dan
visceral) tahanan pada fosa iliaka kanan
demam,facial flus dan takikardia
Penyebaran peritonitis ke stuktur sekitar ( Nyeri meluas keseluruh bagian abdomen
tergantung dari posisi appendiks ) dengan peningkatan regiditas dan gejala
Gangren pada dinding appendiks sistemik yang lebih jelas(peningkatan
Perforasi demam, apantis dan dehidrasi
Peluasan inflamasi melewati dinding Gejala dan tanda mulai terlokalisir karena
appendiks keterlibatan peritoneum parietal (inervasi
somatic)
Inflamasi mencapai serosa (peritonitis Gejala klasik : nyeri tekan, nyeri lepas,
visceral) dan tahanan pada fosa iliaka kanan
demam, facial flush, dan takikardia
Penyebaran peritonitis ke struktur sekitar Nyeri meluas keseluruh abdomen dengan
(tergantung dari posisi appendiks peningkatan rigiditas dan gejala
sistematik yang lebih jelas (peningkatan
demam, apatis dan dehidrasi)
Usaha oleh omentum dan stuktur terdekat Pembentukan “massa appendiks “ atau
dari appendiks untuk menutupi perforasi yang salah dikenal dengan infiltrat
appendiks

7
2.4 Gambaran klinis

Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khusus yang didasari oleh terjadinya
peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, baik disertai
maupun tidak disertai dengan rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis
ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah episgastrium
disekitas umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya,
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah kekanan bawah ke titik
McBurney. Disini, nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyari somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum,
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila appendiks terletak retrosekal retroperineal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan teritonel karena appendiks terlindung oleh
sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan
karena kontrusi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.

8
Radang pada appendiks yang terletak dirongga pelvis dapat menimbulkan geala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rekum sehingga peristaltik meningkat dan pengosongan
rekrum menjadi lebih cepat serta berulang sehingga dapat memberikan keluhan diare atau
tenesmus. Jika appendiks tadi menempel kekandung kemih, dapat terjadi peningkatan.

Gejala appendiks akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya
menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga anak menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendiks sering baru diketahui setelah
terjadinya perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadinya
perforasi. Pada anak yang lebih besar bisa terdapat riwayat baru saa terserang penyakit
bakterial maupun viral, yang dapat menyebabkan pembesaran folikel appendiks dan
obtruksi.

Pada beberapa keadaan, appendisitia agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani
pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut, gejalanya
sering samar-samar saja sehingga lebih dari sepuluh penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi. Gejala pada orang tua biasanya malaise, nyeri tidak khas, konstipasi,
atau bahkan perubahan status mental.

Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyri perut, mual, dan muntah. Hal
ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan diperut kanan bawah tetapi lebih diregio lumbal kanan.

Pada penelitian nya treaves menganggap sekum adalah pusat dari jam dan appendiks
merupakan jarum dari jam. Oleh karena itu, posisi appendiks dapat dideskripsikan
sebagai :

 Posisi jam 11 atau para colic/para sekal. Appendiks mengarah keatas dan
terletak menempel disebelah kana sekum. Pada posisi ini, appendiks uga
terletak didepan dari pada ginjal kanan. Pada appendiks yang panjang, dapat
mengiritasi uriter, mengakibatkan leukosit terdeketsi pada
urinalisis/menyerupai gejala dari pada peritonel
 Jam 12 atau retrocaical. Appendiks berada dibelakang sekum atau kolon
asendens dan bisa intraveritoneal atau retro peritoneal

9
 Jam 2 atau posisi plenik. Appendiks mengarah kelimfa atau kuadran kiri atas
dan dapat terletak didepan ileum terminal (kreileal) atau dibelakang ileum
terminal (postileal)
 Jam 3 atau posisi promotctik. Appendiks mengarah secara transfersal menuju
kepada promotorium sakrum
 Jam 4 atau velvik. Appendiks mengarah kepada kakum pelvis
 Jam 6 atau midinguinal. Appendiks mengarah ketitik tengah dari ligamen
inguinal, nama lain dari posisi ini adalah subsaikum
2.5 Tanda dan gejala apendiks

Pada pasien lansia tanda dan gejala apendisitis dapat sangat berpariasi. Tanda tanda
tersebut dapat sangat meragukan, menunjukan obstuksi usus atau proses penyakit lainnya.
Pasien mugkin mengalami gejala sampai ia mengalami ruktur apendiks insidens perforasi
pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien pasien ini mencari bantuan
perawatan kesehatan tidak secepat pasien pasien yang lebih muda. Tanda dan gejala yang
umumnya antara lain :

1. nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan


2. mual, muntah
3. anoreksia, malaisse
4. nyeri tekan lokal pada titik Mc.Burney
5. spasme otot
6. konstipasi, diare
2.6 Etilogi

Apendisitis belom ada penyebab yang pasti atau spesipik tetapi ada faktor prediposisi
yaitu :

1. faktor yang persering adalah obruksi lumer. Pada umumnya obtruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limpoit, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing seperti biji bijian
d. Striktura lumen karena fridosa akibat peradabgab sebelumnya
2. infeksi kuman dari kolon yang paling sering adalah E.coli dan stretcoccus

10
3. laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 sampai 30 tahun
(REMAJA DEWASA) ini di sebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang di ajurkan sebagai faktor
pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dpat pula menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti
E.histolicita.

Penelitian epidemiologi menunukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat


dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisits konstipasi akan meningkatkan
intrasekal, yang berakita timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningktnya
pertumbuhan flora kolon.semuanya ini akan mempermudah pinggulnya apendisitis akut.

2.7 Diagnosis dan diagnosis banding


A. Diagnosis

Meski pemeriksaan di lakukan dengan cermat dan teliti, doagnosis apendiksitis akut
masih mungkin salah pada sekitar 5-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada
perempuan di bandingkan kepada lakilaki. Hal ini dapat di sadari mengingat pada perempuan,
terutama yang masih muda sering timbul ganguan yang menyerupai apendisitis akut, keluhan
itu berasal dari genetalia interna karen ovulasi, menstruasi, radang pelvis atau ginekologik
lain

Apendisitis perlu di pikirkan sebagai diagosa banding pada setiap pasien dengan nyeri
abdomen akut, diagnosis awal merupakan tujuan klinis paling penting pada pasien dengan
dugaan apendisitis dan banya pada kasus bila di tegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan
pisik gejala awal biasanya di mulai dengan nyeri nyeri perium pelikal (karena aktifasi neuron
aferen viseral. Dan kemudian di lanutkan anorexsia dan neusia.

Nyeri kemudian terlokalisir pada kuadran kanan bawah karena prosese inflamasi yang
progresif melibatkan peritoneum parieka di atas apendiks muntah bisa di dapat. Demama
menyertai, di ikuti oleh perkembangan leukositosis gelaja klinis bisa pberpariasi. Contohnya,
tidak semua pasien menjadi anoreksia.untuk menurunkan angka diagnosis apendisitis akut,

11
bila diagnosis meragukan, sebaik nya penderita observasi di rumah sakit dengan frekuensi
setiap 1-2 jam

foto barium kurang dapat di percaya.ultrasonografi dapat meningkatkan afurasi diagnois.


Laparos kopi pada kasus yang meragukan. Untuk meminimalkan kesalahan diagnosa
apendisitis, terdapat satu sistem scorring yang di namakan alvarado scorre.pasien pada scor 9
atau 10 hampir pasti menderita apendisitis pasien dengan skor 7 atau 8 memiliki
kemungkinan besar menderita apendisitis sekor 5 atau 6 memiliki gejala yang mirip dengan
apendisitis tetapi bukan di diagnosa apendisitis.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan tamanna ete. Al (2012) di dapatkan bahwa


alfaradoskor mempunyai nilai sesitifits 59,57% dan spesifisitas 85, 13%. Sedangkan positif
prediktiv valuenya sebesar 71,79% dan negatif prediktiv valuenya sebesar 76,82%. Akurasi
rata rata dari alvarado skor berkisar 75,2% oleh karna itu meskipun alvarado skot di dasarkan
kebanyakan dari evaluasi klinis, sistem skor ini mudah, simpel dan murah untuk mendukung
tegak nya diagnosa apendisitis akut.

B. Diagnosis banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding

1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahuluirasa nyeri. Nyeri perut
sifatnya lebih ringan dan tidak terbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperpelistaltis.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis akut.
2. Demam dengue
Dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan
hasil tes positif untuk rumpel leede, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.
3. Limfadenitis mesenterika
Limfadenitis mesenterika yang bisa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis,
ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan
nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.

12
2.8 Komplikasi

Komplikasi yang paling berbahaya adalah perforasi baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa
massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

1. Massa peripendikuler

Massa peripendikuler adalah massa appendiks teradi bilaappendisitis gangrenosa atau


mikroperforasi di tutupi atau dibungkus oleh omentum dan lekuk usus halus. Pada massa
peripendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile)
sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasinya
masih mudah. Pada anak dipersiapkan operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikuler yang terpacang dengan pendindingan yang sempurna
sebaiknya dirawat terlenih dahulu dan diberi antibiotik sambil dilakukan pemantauan
terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila suhu sudah tidak ada
demam, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlekatan dapat ditekan sekecil mungki. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan
ferkuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya
angka leukosit.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di ragio
iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
peripendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit
crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal,
enteritis tuberkolosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa
apendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.

Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah


ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian,
dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita lanjut usia, jika

13
secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya.

Bila sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja, apendektomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika, pada saat dilakukan drainase bedah, appendiks mudah diangkat,
dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.

2. Apendisitis perfora
Adanya fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil) dan keterlambatan
diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks.
Insidens perforasi pada penderita diatas umur 60 tahun dilaporkan sekitar 60% faktoryang
memengaruhhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar,
keterlambataan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen,
dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang
masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan
proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan
omentum anak belum berkembang.
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang
dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai
dengan puntum maksimu di regio iliaka kanan; peristaltis usus dapat menurun sampai
menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus
menyebar terlokalisasi disuatu tempat, paling sering dirongga pelvis dan subdifragma.
Adanya massa intra abdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai abses.
Ultrasonografi dapat membantu mendektesi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma
harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. Ultasonografi dan
foto roentgen dada akan membantu membedakannya.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuma anaerob dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya
dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang
adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini, mulai banyak
dilaporkan pengolahan apendisitis perforasi secara lspsroskopi apendektomi. Pada
14
prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak
berbeda jauh dibandingkan dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama
rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik. Karena terdapat kemungkinan terjadi
infeksi luka operasi,sebaiknya dilakukan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan
terbuka dan nantinya akan diahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan
penyalir intraperitoneal tidak perlu dilakukan pada anak karena justru lebih sering
menyebabkan komplikasi infeksi.

2.9 Penatalaksanaan

Pembedahan dinikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan


cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgenik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat
dilakukan dibawah anestesi atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu dibelikan
antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau appendisitis perforata. Penundaan
tindak bedah sampai memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Apendektomi bisa dilakukan secara teerbuka atau dengan laparoskopi. Bila


apendoktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada
penderi yang didiagnosanya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksaan laboratirium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

Appendisekomi atau appendektomi ialah suatu tindakan pembedahan membung


appendiks. Adapun indikasi appendiktomi :

a. Appendisitis akut
b. Appedisitis subbakut

15
c. Appendisitis infiltrat (appendikular mass) yang sudah dalam stadium tenang
(afroid)
d. Appendisitis perfora
e. Appendisitis kronis

16
BAB III

Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian
a. Identitas :

Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,


pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register

b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
2. Riwayat kesehatan sekarang : kaji adanya nyeri di daerah umbilikus dan peri
umbilicus,muntah, anorexia, malaise, demam tinggi, konstipasi, bahkan
kadang-kadang terjadi diare
3. Riwayat kesehatan dahulu : kaji apakah klien pernah menderita dengan nyeri
abdomen seperti batu uretra
4. Riwayat kesehatan keluarga :
 Biasanya appendiks tidak merupakan penyakit keturunan atau menular
 Kaji apakah ada yang menderita penyakit hipertensi atau DM
5. Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu,
riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien
6. Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
c. Pola fungsional appendisitis
 Pola persepsi kesehatan – manejemen kesehatan
Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit?
2. apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
3. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
4. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
5. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
6. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
Pada klien dengan appendisitis biasanya mengalami penurunan nafsu
makan,ada keluhan mual muntah dan kesulitan menelan

17
 Pola eliminasi
Pola ini kita megkaji :
1. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
2. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
3. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
4. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?

Klien dengan appendisitis biasanya akan mengalami konstipasi pada awitan


awal, nyeri abdomen, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga
atau perawat.

 Pola aktivtas-latihan
Pada pola ini kita megkaji:
1. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
2. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
3. Kaji tingkat ketergantungan klien 0 = mandiri 1 = membutuhkan alat bantu 2 =
membutuhkan pengawasan 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain 4 =
ketergantungan
4. Apakah klien mengeluh mudah lelah?

Klien dengan appendisitis biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga
sulit untuk beraktifitas.

 Pola istirahat-tidur
Pada pola ini kita mengkaji:
1. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
2. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
3. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

Klien dengan appendisitis, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat
karena nyeri yang dirasakan

 Pola persepsi diri-konsep diri


Pada pola ini kita mengkaji :
1. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
2. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?

18
3. Apakah klien merasa rendah diri?
 Pola peran-hubungan
Pada pola ini kita mengkaji
1. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
2. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
3. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
 Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola ini kita mangkaji :
1. Bagaimanakah status reproduksi klien?
2. Apakah klien masih mengalami siklus menstruasi ?(jika wanita)
 Pola koping dan toleransi stress
Pada pola ini kita mengkaji :
1. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
2. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
3. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
d. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum klien benar-benar terlihat sakit
 Suhu tubuh ringan pada appendiksitis ringan, suhu tubuh meninggi dan
menetap atau lebih bila perforasi
 Dehidrasi ringan sampai berat tergantung pada derajat sakitnya, dehidrasi
berat pada klien appendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini
disebabkan kekurangan masukan, muntah kenaikan suhu tubuh
 Abdomen : tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah, pada
appendisitis perforasi lebih jelas, seperti nyeri tekan

3.2 Diagnosa
 Gangguan rasa nyaman : nyeri (sedang/berat) b.d terjadinya peradangan/peningkatan
asam lambung
 Resiko tinggi infeksi b.d perforasi/peradangan pada appendiks
 Resiko tinggi volume cairan b.d pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan
mual,muntah dan anoreksia

19
3.3 Perencanaan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri (sedang/berat) b.d terjadinya peradangan/peningkatan
asam lambung
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri, catat lokasi dan
1×24 jam menunjukan karakteristik (skala 1-10)
berkurang/hilangnya rasa nyeri 2. Pertahankan istirahat dengan posisi
dengan kriteria hasil : semi fowler
1. Wajah klien tidak 3. Alihkan perhatian klien
meringis 4. kolaborasi
2. TTV dalam keadaan
normal
3. Klien tidak gelisah
4. Klien tidak mengeluh
kesakitan
b. Resiko tinggi infeksi b.d perforasi/peradangan pada appendiks
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi TTV
2×24 jam Resiko tinggi infeksi 2. Lakukan pencucian tangan yang baik
b.d perforasi/peradangan pada dan perawatan luka septik
appendiks teratasi dengan 3. Lihat insisi yang anti balutan 2×24
kriteria hasil : jam
1. Klien tidak demam 4. Berikan informasi yang jelas dan
2. Tidak terjadi tepat
leokositosis
3. Luka bersih

c. Resiko tinggi volume cairan b.d pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan
mual,muntah dan anoreksia
NOC NIC
Setalah dilakukan tindakan 1. Awasi tekanan darah dan nadi
1×24 jam Resiko tinggi 2. Awasi masukan dan pengeluaran,
volume cairan b.d pengeluaran catat warna urine/konsistensi berat
yang berlebihan ditandai jenis
dengan mual,muntah dan 3. Auskultasi bising usus, catat
anoreksia kelancaran flatus, gerakan usus
Teratasi dengan kriteria hasil : 4. Berikan sejumlah kecil minuman
1. Kelembapan mukosa jernih bila pemasukan per oral
2. Tugor kulit baik dimulai dan dilanjutkan dengan diet
3. Tanda vital stabil sesuai toleransi

20
3.4 Implementasi

 Menbantu dengan pencapaian tujuan-tujuan teraupetik

Perawatan pertama pada appendisitis

Ketika diduga ada appendisitis, biasanya pasien dibawa ke RS segera dan dibaringkan
untuk menjalani bedrest dan observasi serta prosedur-prosedur diagnostik yang diperlukan
(serum WBC, urinalisa, foto abdomen berbaring) dan harus dilakukan. Karena operasi
mungkin dilakukan segera setelah masuk RS. Pasien tidak diberi apapun melalui mulut selagi
menunggu laporan tentang pemeriksaan darah. Cairan perenteral dapat diberikan pada saat
tersebut. Narkotik tidak diberikan hingga penyebab rasa sakit ditentukan, karena akan
mengaburkan tanda dan gejala. Kadang-kadang kompres es dilakukan untuk membantu
mengurangi rasa nyeri. Pemanasan dan enema merupakan kontra indikasi pemeriksaan rektal
dilakukan dengan dokter untuk membantu diagnosis, dan pasien diberikan penjelasan tentang
alasan perlunya prosedur tersebut dilakukan. Pembedahan terdiri atas apendikstomy
(pengangkatan eppendyx)

Mempertahankan hydrasi

Ketika masih ada mual dan muntah pasien tidak diberi apapun melalui mulut hingga
gejala-gejala berkurang. Dengan muntah yang berlebihan, cairan elektrolit akan diganti
secara intravena dan sedetiva seperti sodim penobar bital atau antiemetik seperti
prochlorperazine (complazine) atau trimetthobenzemide (tigan) akan diberikan secara
parenteral atau subpositoria ketika muntah berkurang, berikan air teh,air kaldu, dan air jahe
perolal setiap jam. Makanan yang dihaluskan yang terdiri dari agar-agar dan sup biasanya
dapat ditoleransi setelah 2 – 24 jam. Intake dan aoutput diukur dan dilakukan secara seksama

 Membantu dengan memberi rasa nyaman

Kram abdomen akibat diare mungkin dapat dihilangkan dengan bahan – bahan yang
membuat konstipasi yang mengandung opiate, seperti paregoric atau diphenoxylte (lomotil),
yang secara kimia segolongan dengan pemeridine (demerol). Sendawa dan defekasi juga
sering kali menghilangkan ketidak nyamanan. Jika apendisitis dapat dikesampingkat,
kompres hangat pada abdomen dapat menatasi beberapa keluhan

 Kontrol lingkungan

Jika parasit diidentifikasi sebagai penyebab peradangan (misalnya amebiasi)


pencairan perekausan dapat dilakukan dengan observasi. Ditekankan mengenai kebersihan,
dan pasien harus mengetahui bahwa mencuci tangan dengan baik sebelum makan dan
sesudah buang air besar adalah penting untuk mencegah penyebaran infeksi.

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum,
tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar
0,3 – 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di
muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi.

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

4.2 Saran

Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk


melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus
dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk
menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul pada sistem pencernaan
adalah apendisitis.

22

Anda mungkin juga menyukai