Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN AN.S

DENGAN COMBUSTIO / LUKA BAKAR

Disusun Oleh :

Riyan Tri Krisnofan (17.050)

AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC VILLAGE TANGERANG BANTEN

Jl. Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810

Telepon/ Fax: 021-5462852, Website: www.akperisvill.ac.id

Email: info@akperisvill.ac.id,akperislamicvillage@yahoo.co.id

Tahun Akademik 2018/ 2019


A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenajat, 2001). Luka bakar merupakan luka yang
unik diantara luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah bersar jaringan mati yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang cukup lama.

B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh melalui kondusksi atau
radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka bakar dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns,
Flash Burns, Contact Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
- Scald Burns Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan kebanyakan penyebab
luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam
dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik (Jeschke, 2007).
- Flame Burns Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun
kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun seiring penggunaan detektor asap, kebakaran
yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar,
tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung
jawab terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).
- Flash Burns Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan, butane, minyak
destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode
waktu. Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang
terkena (Jeschke, 2007).
- Contact Burns Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas atau bara panas.
Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven
dan bara kayu menyebabkan luka bakar yang dalam pada telapak tangan (Jeschke, 2007).
- Chemical Burns Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat atau basa
kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari
proses pengolahan atau produksinya. Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang terjadi.
Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik,
tidak dengan cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
- Electrical Burns Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari sejak arus masuk
sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh,
luka keluar adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik
menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi, mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan
penunjang lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot
sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan
kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka
bakar listrik dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
- Frost Bite Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami
vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase selanjutnya akan
terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin
menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi
(Jeschke, 2007).

C. KLASIFIKASI
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
 Tidak dijumpai bullae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
 kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal.
 Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
 Derajat II dangkal (superficial) - Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. -
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. - Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari. Derajat II dalam
(deep)
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian

2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American Burn Association


No. Derajat Luka Bakar Ringan / Minor Sedang Mayor
1 Derajat 2 Dewasa TBSA Dewasa Dewasa < 25%
< 15% TBSA <15- Anak <20%
anak < 10% 25%
Anak <10-
20%
2. Derajat 3 < 2% < 2-10% < 10 %

Pembagian Zona Kerusakan Jaringan


a. Zona koagulan Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang
berlokasi pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan sumber panas
b. Zona statis Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan masih tetap
hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus menerus selama penurunan
perfusi
c. Zona hiperemia Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran pembuluh
darah akibat respon luka

D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat luka/cedera pada jaringan yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah
luka, benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh darah akan
menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam
proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah Proses tersebut berlengsung beberapa
menit dan kemudian diikuti dengan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar
dari pembuluh darah, penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh darah) selain
itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka sehingga pada fase ini
ditemukan tanda-tanda inflamasi yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai dengan akhir
minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi, fibroblas menghasilkan
mukopolisakarida asam amino dan protein yang merupakan bahan dasar kolagen yang akan
mempertemukan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan growth factors. Pada
fase ini terjadi proses:
 Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah
luka. Angiogenesis di stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf αβ)
 Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada dasar luka dan
permukaan yang bersisi jaringan halus
 Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang disebabkan
oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi luas luka, proses ini kemungkinan dimediasi oleh
TGF α

E. FASE LUKA BAKAR


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan
airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas
dan atau pada struktur atau organ - organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-
organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

F. MANIFESTASI LUKA BAKAR


Manifestasi awal menurut Betz (2009)
 Takikardia
 Tekanan darah menurun
 Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
 Perubahan tingkat kesadaran
 Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
 Peningkatan frekuensi pernapasan
 Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III) Menurut Grace (2007) menifestasi
kronis adalah:
1. Umum :
 Nyeri
 Edema dan bula
2. Khusus:
 Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar dalam mulut)
 Luka bakar pada mata/alis mata
 Luka bakar sirkum tersiol

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan
fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan, kurang dari 10
mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin
dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

H. PENATALAKSANAAN
1. Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek Airway,
breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal
Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar
pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan
escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan,
misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.

c. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka bakar yang
luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan
pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya.
d. 4. Obat – obatan :
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.

I. PERAWATAN DI UNIT LUKA BAKAR


a. Perawatan luka umum
1. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3 + buang jaringan nekrotik
2. Topical dan tutup luka
 Tule
 Silver sulfoidiazin
 Tutup Kasa Tebal ( evaluasi 5-7 hari balutan kotor )
3. Ganti balutan
4. Hidroterapi
5. Terapi obat-obatan: antibiotic, analgesic, antacid
6. Debridement
7. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-brone/sufratulle
8. Penalaksanaan nyeri
9. Dukungan nutrisi
10. Fisioterapi/mobilisasi
11. Perawatan rehabilitas

J. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar
dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus
berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut.
2. Kontraktur Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mecegah atau mengurangi terjadinya
kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan menekan
timbulnya hipertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome
atau SIRS terdiri dari rangkaian kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons
yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons
pada inflamasi dan imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS ( Systemic Inflammatory Response
Syndrome adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult) spesifik dan nonspesifik 4
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome / MODS didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang
berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi
tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem organ
K. pathway
L. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai
angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi. (Doengoes, 2000)

2. Riwayat kesehatan sekarang

a. Sumber kecelakaan

b. Sumber panas atau penyebaba yang berbahaya

c. Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi

d. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan

e. Keadaan fisik disekitar luka bakar

f. Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit

g. Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar

3. Riwayat kesehatan dahulu

Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah kemampuan utuk
memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal
jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)

4. Pantau patensi jalan napas pasien; evaluasi nadi apical, karotis dan femoral.

5. Mulai lakukan pemantauan jantung.

6. Periksa tanda-tanda vital dengan teratur menggunakan alat ultrasonografi jika diperlukan.

7. Periksa nadi perifer pada ekstremitas yang mengalami luka bakar setiap jam.

8. Pasang kateter IV dengan diameter besar dan kateter urine indwelling.

9. Pantau masukan cairan dan haluaran serta ukur setiap satu jam.

10. Perhatikan adanya peningkatan serak suara, stridor, frekuensi dan kedalaman pernapasan,
atau perubahan mental akibat hipoksia
11. Kaji suhu tubuh, berat badan, riwayat berat badan sebelum luka bakar dan alergi.

12. Kaji status neurologis: kesadaran; status psikologis, nyeri dan tingkat ansietas serta perilaku.

13. Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang cedera dan pengobatan.

B. DIAGNOSA

Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for Planning and Documenting
Patient Care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut:

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi


jaringan cidera contoh debridemen luka.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa;


kompressi jalan nafas.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal.
Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan
perdarahan.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respon inflamasi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique.

C. INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi


jaringan cidera contoh debridemen luka.

Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh
rileks.

Intervensi :

a. Berikan anlgesik narkotik sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka.

Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.


b. Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk
memberikan kehangatan.

c. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan
sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa;


kompressi jalan nafas.

Tujuan: Bersihan jalan nafas tetap efektif.

Kriteria Hasil: Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.

Intervensi :

a. Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan,
serak, batuk mengi.

b. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum
mengandung karbon atau merah muda.

c. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

d. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera

e. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi

f. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.

g. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.

h. Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral
secara periodik.

i. Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

j. Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.

k. Lakukan program kolaborasi meliputi :

1) Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah

2) Kaji ulang seri rontgen

3) Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.


4) Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal.
Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.

Tujuan: Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.


Kriteria Hasil: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas
normal, haluaran urine 1-2 cc/kg BB/jam.

Intervensi :

a. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

b. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai
indikasi.

c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak

d. Timbang berat badan setiap hari

e. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

f. Selidiki perubahan mental

g. Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.

h. Lakukan program kolaborasi meliputi :

1) Pasang / pertahankan kateter urine

2) Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.

3) Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

i. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).

j. Berikan obat sesuai idikasi

k. Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan
setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.

l. Warna urine.

m. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut,
setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
n. Hasil-hasil laporan elektrolit.

o. Berat badan setiap hari.

p. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bila diperlukan.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi

Tujuan: Pasien bebas dari infeksi.

Kriteria Hasil: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.

Intervensi :

a. Pantau:

1) Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial
tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.

2) Suhu setiap 4 jam.

3) Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.

b. Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik (debridemen).

c. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan
berikan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan
krim secara menyeluruh di atas luka.

d. Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor
atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

e. Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien.
Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan
perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk
menghilangkan kebosanan.

f. Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet).

g. Mulai rujukan pada ahli diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen
nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari
50%.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique.

Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunjukan peningkatan kemampuan


dalam melakukan aktivitas.

Kriteria Hasil : dapat bangun sendiri tanpa bantuan orang lain

Intervensi :

a. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan
aktivitas.

b. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.

c. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.

d. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas.

Anda mungkin juga menyukai