Anda di halaman 1dari 18

Portofolio Bedah

APPENDISITIS AKUT

Oleh:
Dokter Internsip

Pendamping:
dr. Endayani T, MPH

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG
PERIODE FEBRUARI 2019
BAB 1
PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.

Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada

anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika

Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada

anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi

setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi

cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia

prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis appendicitis

akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70%

pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pediatrik

berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal

yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang

terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan

tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena

peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang

menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

akut abdomen di seluruh dunia.

.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-
15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi
lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu,
nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal
dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren.

2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.3 INSIDENSI
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih
sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering
terjadi selama musim panas. Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi
daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.

2.4 ETIOLOGI
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga
terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis
umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah
fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari
obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya
Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan
Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies
bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu: Bakteri aerob fakultatif Bakteri
anaerob Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus
Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species.

2.5 PATOGENESIS
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-
36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah
2-3 hari Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi
oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi
paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses
peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith
adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-
40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga
dapat menyebabkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan
jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal
atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi
parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau
Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki
peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus.
Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor
berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji
sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress
psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis. Awalnya, pasien akan
merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak. Distensi appendiks menyebabkan
perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah
periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10.
Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa
jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan
diagnosis lain. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan
aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan
obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu,
terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis
akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat
inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf
somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya
di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya
tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat
terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul
di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh
darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri
saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi appendiks akan
menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada
kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya
perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak
bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko
perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan
lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya
abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang
dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam
jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat
mengindikasikan adanya abscess pelvis.

2.6 GAMBARAN KLINIS


Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis
appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama
kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-
samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi
peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi
anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan
letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan
bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri
alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis
retrocecal arau pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder,
gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam
beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi
akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal
yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain
appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan
bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis. Pada appendicitis tanpa
komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C,
menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang
pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga
isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat
dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya
menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan
kadang-kadang lutut diflexikan. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang
menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti
kolik renal akibat perangsangan ureter.

2.7 PEMERIKSAAN FISIK


Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal
beberapa manuver diagnostik Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang
diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ),
menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik · Psoas sign:
dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan
diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan
indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.Dasar
anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak
retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini ·
Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-
masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang
atau perforasi.Dasar anatomis terjadinya Obturator sign · Blumberg’s sign: nyeri lepas
kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) · Wahl’s sign: nyeri
perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. · Baldwin test: nyeri di flank bila
tungkai kanan ditekuk. · Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai
letak Appendix. · Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga
abdomen atau Appendix letak pelvis. · Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher. ·
Dunphy sign: nyeri ketika batuk. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek
Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut. Tabel Alvarado scale untuk
membantu menegakkan diagnosis Manifestasi Skor Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1 Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas 1 Febris 1 Laboratorium
Leukositosis 2 Shift to the left 1 Total poin 10 Keterangan: 0-4 : kemungkinan
Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar
Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan
untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya
dilakukan

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak
dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000- 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan
jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang
normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan urinalisis
membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal.
Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks
terjadi di dekat ureter. Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari
90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah
appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith,
adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi
sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False
negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang
terisi banyak udara yang menghalangi appendix. CT-Scan CT scan merupakan pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak
jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas,
presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan
sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika
appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang
terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis
akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir
sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada
pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah.
Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki
gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan
leukosit pada feses. · Pada anak –anak usia sekolah gastroenteritis, konstipasi, infark
omentum. Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis,
tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri
abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga
dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala- gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada
infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah · Pada
pria dewasa muda Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s
disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu
menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada
skrotumnya. · Pada wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia
muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic
inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID,
nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat
dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi. · Pada usia lanjut Appendicitis pada usia lanjut
sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia
ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis,
perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya
muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk
dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan.
Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada
orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan
laboratorium.
2.10 KOMPLIKASI

1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus atau usus besar. 2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum,
usus halus, atau usus besar. 3. Perforasi 4. Peritonitis 5. Syok septik 6. Mesenterial pyemia
dengan Abscess Hepar 7. Gangguan peristaltik 8. Ileus

2.1 PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan
antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala. Penelitian menunjukkan bahwa
pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. Penelitian menunjukkan
pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang
sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka
yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post
operasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob.
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti
Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi
Appendectomy terdiri dari Open Appendectomy dan Laparoscopic Appendectomy. Pertama
kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan
terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta.
Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta
sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: Tribakti Permana

Nama Wahana: RSUD Padang Panjang

Topik: Apendisitis Akut

Tanggal (kasus): 25 Oktober 2019

Nama Pasien: AF No. RM: 551217

Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. Endayani T, MPH

Obyektif Presentasi:

Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil

Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut meningkat sejak empat jam
sebelum masuk Rumah Sakit

Tujuan : Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan

Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: AF Nomor Registrasi: 551217

Nama klinik: RSUD Padang Telp: - Tedaftar sejak: 25 Oktober


Panjang 2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis klinis : Susp. Peritonitis Difus ec apendisitis perforasi

2. Riwayat pengobatan : pasien meminum obat mag karena keluhan sakit perut sehari
sebelum masuk rumah sakit
3. Riwayat kesehatan : tidak ada riwayat penyakit yang berat sebelumnya

4. Riwayat keluarga : tidak ada

5. Riwayat pekerjaan

Pasien seorang siswa SD dengan aktivitas fisik sedang

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)

Tinggal bersama kedua orang tua dan dua saudara. Ekonomi menengah.

8. Lain-lain:

Hasil Pembelajaran
1. Anatomi
2. Fisiologi
3. Patogenesis
4. Gambaran Klinis
5. Pemeriksaan Fisik
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Diagnosis banding
8. Komplikasi
9. Penatalaksanaan
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
 Pasien datang ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan nyeri perut meningkat
sejak empat jam sebelum masuk RS. Nyeri perut telah dirasakan sejak dua hari yang
lalu. Nyeri perut awalnya dirasakan di daerah ulu hati, kemudian dirasakan hampir
di seluruh perut terutama perut bagian bawah. Nyeri bersifat terus menerus, seperti
tertusuk tusuk. Nyeri memberat saat perut bergerak. Pasien pernah berobat satu hari
yang lalu, kemudian diberi obat mag.
 Mual ada sejak dua hari sebelum masuk RS
 Muntah satu kali satu hari sebelum masuk RS
 Demam ada sejak 2 hari sebelum masuk RS
 Nafsu makan berkurang sejak 2 hari sebelum masuk RS
 BAB dan BAK biasa
 Sesak nafas tidak ada
2. Objektif :
a. Vital sign
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan Darah : 110/70
- Nadi : 100 x/menit, regular, kuat
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 37,8º C
- Berat badan : 59 kg

b. Pemeriksaan sistemik
‐ Kulit : Teraba hangat,tidak ikterik, turgor baik

‐ Kepala : Bentuk normal, rambut hitam

‐ Mata : Konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik, pupil isokor,diameter 3 mm,


Reflek cahaya +/+ Normal, Ptosis tidak ada.

‐ THT : Tidak ada kelainan.

‐ Mulut : uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1

‐ Leher : Kaku Kuduk tidak ada, kuduk kaku tidak ada.

‐ KGB : Tidak teraba pembesaran KGB.

‐ Thoraks : Paru : Inspeksi : Simetris


Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler,ronkhi (-/-),wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal


Auskultasi : irama teratur,bising tidak ada

- Abdomen : Inspeksi : tidak membuncit


Palpasi : defans muskular (-); Nyeri tekan (+) di kanan bawah,
kiri bawah, ulu hati; Nyeri lepas (+) di kanan bawah;
obturator sign (+), rovsing’s sign (+), psoas sign (+)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, Refleks Fisiologis ++/++, Reflek Patologis -/-
Udem pretibial -/-
Motorik 555 555
555 555

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin : (25 Oktober 2019)

Hb : 15,1 mg/dl

Leukosit : 21.440 mg/dl

Trombosit : 518.000 mg/dl

Hematokrit : 44%

2. Waktu perdarahan : 2 menit 00 detik


3. Waktu pembekuan : 8 menit 30 detik
4. HbsAg rapid : Non reaktif
5. Anti HIV rapid : Non reaktif
Skor Alvarado :
Karakteristik Point
Migration of pain to RLQ 1
Anorexia 1
Nausea and vomiting 1
Tenderness in RLQ 2
Rebound Pain 1
Elevated temperature 1
Leukocytosis 2
Shift of White blood cell count to left 0
Total 9

6. Assesment (penalaran klinis) :


Seorang anak perempuan berusia 9 tahun dibawa ke IGD RSUD Padang
Panjang dengan keluhan nyeri perut meningkat sejak empat jam sebelum masuk RS.
Nyeri perut telah dirasakan sejak dua hari yang lalu. Nyeri perut awalnya dirasakan di
daerah ulu hati, kemudian dirasakan hampir di seluruh perut terutama perut bagian
bawah. Nyeri bersifat terus menerus, seperti tertusuk tusuk. Nyeri memberat saat perut
bergerak. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendik. Nyeri perut pada
awalnya dirasakan berupa nyeri tumpul di daerah sekitar umbilikus. Hal ini
berhubungan dengan nyeri viseral oleh persyarafan simpatis yang berasal nervus
torakalis X. Nyeri ini biasanya disalah artikan dengan penyakit lain, seperti dispepsia.
Ditambah lagi timbulnya keluhan mual dan muntah yang muncul beberapa jam setelah
onset nyeri. Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik untuk
berkembang biaknya bakteri. Akhirnya peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfe, edema, peningkatan vena, iskemik arteri apendikularis, iskemik
jaringan, infark, dan gangren. Saat eksudat inflamasi dari dinding apendik berhubungan
dengan peritoneum parietal, serabut syaraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan
dirasakan lokal pada lokasi apendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Perforasi apendiks
akan menyebabkan terjadinya abses dan peritonitis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada diagnosis
apendisitis. Hal ini terlihat dari adanya demam, nyeri tekan di titik Mc Burneys, nyeri
lepas, obturator sign (+), rovsing sign (+). Nyeri tekan juga dirasakan hampir di seluruh
abdomen, terutama abdomen bawah. Hal ini mengarah pada kecurigaan terjadinya
peritonitis difus akibat peritonitis perforasi. Kecurigaan ini bertambah kuat setelah
ditemukan leukositosis pada pemeriksaan darah rutin.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa telah terjadi peritonitis difus ec apendisitis perforasi. Kemungkinan
ini diperkuat dengan skor alvarado yang mencapai poin sembilan. Pasien langsung
dipuasakan dan dipersiapkan untuk dilakukan laparotomi eksplorasi emergensi dan
appendektomi dibawah anestesi umum. Hal ini harus segera dilakukan untuk mencegah
berbagai komplikasi yang dapat membahayakan kondisi pasien. Pasien kemudian
dirawat di bangsal bedah dengan diagnosis peritonitis difus ec apendisitis perforasi dan
adesif retroperitoneal.

7 .Plan :
Diagnosis klinis : susp. peritonitis difus ec apendisitis perforasi
Diagnosis post op: Peritonitis difus ec apendisitis perforasi + adesif retroperitoneal
Terapi :
- Laparotomi eksplorasi emergensi + Apendektomi
- IVFD RL 40 tpm
- Ceftriakson 1 x 1 gr IV
- Metronidazol 3 x 250 mg IV
- Ondansentron 2 x 1 amp IV
- Ketorolac 2 x 1 amp IV

Follow up:
25-10-2019 , pukul 15.00 (2 jam post operasi)
S/ Pasien terpasang drain, Pasien sadar, nyeri (+), lemas (+), mual (-), Muntah (-), sesak
nafas (-), Kesemutan (-), lemah anggota gerak (-)
O/ Tekanan Darah: 110/70 mmHg; Nadi: 100x/menit , reguler, kuat; Nafas : 20 x/menit,
reguler; Suhu: 36,7 C; Kesadaran CMC
Mata : pupil isokor,diameter 3 mm, Reflek cahaya +/+ Normal
Akral hangat, CRT < 2 detik
Abdomen: terpasang drain (+), luka pos laparotomi tertutup perban, bersih, kering,
darah (-), Supel, Bising usus (+)
A/ Post op laparotomi eksplorasi emergensi ec peritonitis difus ec appendisitis perforasi
+ adesi retroperitoneal ( Kondisi Stabil)
P/
- IVFD RL 40 tpm
- Ceftriakson 1 x 1 gr IV
- Metronidazol 3 x 250 mg IV
- Ondansentron 2 x 1 amp IV
- Ketorolac 2 x 1 amp IV
- Latihan minum sedikit, kemudian evaluasi apakah ada mual atau muntah

26-10-2019 (H 2)
S/ Pasien terpasang drain, Pasien sadar, nyeri (+), lemas (-), mual (-), Muntah (-), sesak
nafas (-), Kesemutan (-), lemah anggota gerak (-)
O/ Tekanan Darah: 110/70 mmHg; Nadi: 100x/menit , reguler, kuat; Nafas : 20 x/menit,
reguler; Suhu: 36,7 C; Kesadaran CMC
Mata : pupil isokor,diameter 3 mm, Reflek cahaya +/+ Normal
Akral hangat, CRT < 2 detik
Abdomen: terpasang drain (+) 100 cc, luka pos laparotomi tertutup perban, bersih,
kering, darah (-), Supel, Bising usus (+)
A/ Post op laparotomi eksplorasi emergensi ec peritonitis difus ec apendisitis perforasi +
adesi retroperitoneal ( Kondisi Stabil)
P/
- Terapi lanjut
- Mobilisasi

27-10-2019 (H 3)
S/ Pasien terpasang drain, Pasien sadar, nyeri (+), lemas (-), mual (-), Muntah (-), sesak
nafas (-), Kesemutan (-), lemah anggota gerak (-)
O/ Tekanan Darah: 110/70 mmHg; Nadi: 100x/menit , reguler, kuat; Nafas : 20 x/menit,
reguler; Suhu: 36,7 C; Kesadaran CMC
Mata : pupil isokor,diameter 3 mm, Reflek cahaya +/+ Normal
Akral hangat, CRT < 2 detik
Abdomen: terpasang drain (+) 80cc, luka pos laparotomi tertutup perban, bersih,
kering, darah (-), Supel, Bising usus (+)
A/ Post op laparotomi eksplorasi emergensi ec peritonitis difus ec appendisitis perforasi
+ adesi retroperitoneal ( Kondisi Stabil)
P/
- Boleh pulang, kontrol poli bedah tanggal 29-10-2019
- Cefixim 2 x 200 mg
- Asam meenamat 3 x 500 mg
- Lansoprazol 1 x 30 tab

Anda mungkin juga menyukai