0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
15 tayangan18 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang penanganan kasus gigitan ular berbisa dan tantangannya di Indonesia. Topik utama yang dibahas adalah jenis bisa ular, gejala gigitan, manajemen luka gigitan, penggunaan anti bisa ular (ABU), serta tantangan-tantangan dalam penanganan kasus gigitan ular berbisa di Indonesia seperti ketersediaan ABU yang terbatas dan pengetahuan masyarakat serta petugas medis yang masih minim.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
PENANGANAN PADA KASUS ULAR BERBISA DAN TANTANGANNYA
Dokumen tersebut membahas tentang penanganan kasus gigitan ular berbisa dan tantangannya di Indonesia. Topik utama yang dibahas adalah jenis bisa ular, gejala gigitan, manajemen luka gigitan, penggunaan anti bisa ular (ABU), serta tantangan-tantangan dalam penanganan kasus gigitan ular berbisa di Indonesia seperti ketersediaan ABU yang terbatas dan pengetahuan masyarakat serta petugas medis yang masih minim.
Dokumen tersebut membahas tentang penanganan kasus gigitan ular berbisa dan tantangannya di Indonesia. Topik utama yang dibahas adalah jenis bisa ular, gejala gigitan, manajemen luka gigitan, penggunaan anti bisa ular (ABU), serta tantangan-tantangan dalam penanganan kasus gigitan ular berbisa di Indonesia seperti ketersediaan ABU yang terbatas dan pengetahuan masyarakat serta petugas medis yang masih minim.
DAN TANTANGANNYA Donald PENDAHULUAN • Akhir2 ini, kita dikejutkan dengan berita tentang keberadaan ular yang meningkat dilingkungan sekitar kita • Gigitan ular dapat menjadi masalah kegawatdaruratan medis yang dapat mengancam hidup manusia, bisa ular mampu mengganggu fungsi pernapasan, menyebabkan gangguan perdarahan, fungsi ginjal, serta merusak jaringan lokal yang menyebabkan terjadinya disabilitas permanen dan amputasi. • Salah satu penyebab kejadian kematian pasca gigitan ular adalah kurangnya pemahaman terhadap penanganan gigitan ular berbisa • Menurut WHO, sekitar 5,4 juta orang mengalami gigitan ular setiap tahunnya, dan 2,7 juta diantaranya adalah gigitan ular berbisa. Sekitar 81.000 hingga 138.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat gigitan ular, dan tiga kali banyaknya amputasi dan disabilitas permanen disebabkan oleh gigitan ular tiap tahunnya Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N. The global burden of snakebite: a literature analysis and modelling based on regional estimates of envenoming and deaths. PLoS Med. 2008; 5(11): e218 . PENDAHULUAN • Indonesia adalah salah satu negara tropis terbesar yang memiliki kasus gigitan ular yang cukup tinggi. • Di Indonesia, estimasi kasus gigitan ular pada tahun 2007 sebanyak 12.739-214.883 dengan 2000 - 11.581 kematian, salah satunya adalah ular putih (Micropechis ikaheka) yang amat berbisa. • Di daratan besar Papua, ular ini berwarna abu-abu di bagian badannya, tapi jenis yang dijumpai di Pulau Waigeo dan Batanta berwarna putih polos. Ada pula jenis ular lain yang di daratan Papua berwarna putih, di pulau-pulau ini warnanya justru hitam. Jenis bisanya • Neurotoksin : jenis bisa yang menyerang saraf • Hemotoksin : jenis bisa yang menyerang darah • Kardiotoksin: jenis bisa yang menyerang jantung • Sitotoksin : jenis bisa yang menyerang sel Beberapa ular berbisa akan memunculkan gejala tersendiri. Namun secara umum, gigitan ular dapat diidentifikasi melalui tanda dan gejala berikut: • Terdapat dua luka gigitan • Nyeri dan bengkak, kemerahan/ kehitaman dan/ atau lepuh di sekitar luka gigitan • Sesak nafas, mual dan muntah • Penglihatan kabur • Berkeringat • Air liur meningkat • Mati rasa di wajah dan anggota badan tertentu Manajemen Luka Gigitan Ular Anamnesis • Dimana (di bagian tubuh) Anda yang digigit? Tunjukkan tempatnya. • Kapan Anda digigit? Dan apa yang sedang Anda kerjakan ketika digigit? • Seperti apa bentuk ular yang menggigit Anda? Apakah ada yang memotretnya? • Bagaimana perasaan Anda saat ini? Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyebaran bisa ular sangat beragam, namun pada umumnya gejala awal yang ditimbulkan adalah muntah, penurunan kesadaran, pingsan, pendarahan dari bekas gigitan dan reaksi anafilaksis PEMERIKSAAN Pemeriksaan fisik • Pemeriksaan fisik secara umum dan spesifik. • Pada area gigitan ular dapat ditemukan pembengkakan, nyeri tekan palpasi, tanda drainase limfonodi, ekimosis, dan tanda-tanda awal nekrosis (melepuh, perubahan warna, dan bau pembusukan)
Pemeriksaan penunjang dan uji laboratorium
• 20 Minute Whole Blood Clotting Test (20WBCT) • darah rutin, Apusan Darah Tepi (ADT) • fungsi hati dan fungsi ginjal • Pemeriksaan urin Manajemen Luka Gigitan Ular Pra Hospital : • Tetap tenang (mengurangi tingkat kecemasannya )dan usahakan untuk mengingat jenis, warna, serta ukuran ular dan Kurangi aktifitas dan melakukan imobilisasi area gigitan (melakukan imobilisasi seluruh tubuh korban dengan membaringkannya dalam recovery position) imobilisasi pada tangan/kaki yang terkena gigitan baik menggunakan sling, splint, maupun metode pressure bandage immobilization (PBI) • Posisikan area gigitan lebih rendah dari jantung • Tutup dengan kain kering yang bersih • Lepaskan cincin atau jam tangan dari anggota tubuh yang digigit • Longgarkan pakaian yang dipakai • Segera dikirim untuk pertolongan medis terdekat, karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari penanganan medis korban Manajemen Luka Gigitan Ular Hospital Penanganan awal berupa primary survey yang direkomendasikan oleh panduan Advance Trauma Life Support dengan mempertahankan Airway, Breathing, dan Circulation serta memperhatikan tanda hemodinamik dan gejala penyebaran bisa ular. Pemberian profilaksis tetanus, antibiotik, dan analgesic selain NSAID dapat diberikan mengingat terdapat resiko pendarahan JENIS BISA ULAR Dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu: • Neurotoksin : jenis bisa yang menyerang saraf • Hemotoksin : jenis bisa yang menyerang darah • Kardiotoksin: jenis bisa yang menyerang jantung • Sitotoksin : jenis bisa yang menyerang sel (ABU) ANTI BISA ULAR Indikasi pemberian anti bisa ular: • Keracunan Sistemik • Keracunan Lokal Indikasi pemberian(ABU) ANTI BISA ULAR Keracunan Sistemik
• Gangguan hemostasis : perdarahan spontan sistemik yang jauh dari lokasi
gigitan, koagulopati (20 WBCT positif), atau INR>1.2 atau PT>4-5 detik lebih. • panjang dari nilai kontrol laboratorium, atau trombositopenia • Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia, paralisis, dan lain-lain. • Gangguan kardiovaskular : hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal. • Gagal ginjal akut : oligouria/anuria, peningkatan kreatinin/urea. • Hemoglobin/myoglobin-uria : urin cokelat gelap, dipstick, temuan hemolisis intravaskuler atau rhabdomiolisis. Indikasi pemberian(ABU) ANTI BISA ULAR Keracunan Lokal • Pembengkakan lokal lebih dari setengah tungkai yang tergigit (tanpa tourniquet) dalam 48 jam atau pembengkakan setelah gigitan pada jari. • Pembengkakan yang meluas : misalnya bengkak pada ankle dalam beberapa jam setelah gigitan di kaki. • Pembengkakan limfonodi pada daerah gigitan. (ABU) ANTI BISA ULAR Cara pemberian SABU menurut rekomendasi WHO (2016) ada 2 (dua) cara yaitu: 1. Injeksi “push” intravena : Antivenom cair diberikan dengan injeksi intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml / menit2. 2. Infusi ntravena : Antivenom cair dilarutkan dalam sekitar 5 ml cairan isotonik per kg berat badan (yaitu sekitar 250 ml saline isotonic atau 5% dekstrosa dalam kasus pasien dewasa) dan diinfuskan pada tingkat konstan selama sekitar 30-60 menit. 3. Di Indonesia, dosis yang dianjurkan yaitu 2 vial SABU (10 ml) diencerkan dalam 100 ml Normal Saline 0.9% kemudian drip 60-80 tetes per menit, dapat diulang setiap 6-8 jam. • Jangan lupa untuk selalu menyediakan adrenalin pada saat pemberian serum anti bisa ular. DOSIS Anti Bisa Ular Derajat Beratnya envenomasi Taring atau gigi Ukuran zona edema/ eritema kulit (cm) Gejala sistemik Jumlah vial • 0 Tidak ada + <2 - 0 • I Minimal + 2-15 – 5 • IISedang + 15-30 + 10 • III Berat + >30 ++ 15 • IV Berat + <2 +++ 15 TANTANGAN Di Indonesia, antivenom yang tersedia adalah serum anti bisa ular (SABU) polivalen yang mengandung bisa dari 3 jenis ular,diproduksi oleh Bio Farma dengan sedia anampul 5 mL. Antivenomnya belum ada TANTANGAN • Pengetahuan Masyarakat Indonesia baik secara preventif dan kuratif masih minim • Pengetahuan Petugas Medis sendiri masih belum benar TERIMA KASIH