PEMBAHASAN
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik,
kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Gigitan ular atau snake bite dapat disebabkan ular berbisa dan ular tidak berbisa.
Gigitan ular yang berbisa mempunyai akibat yang beragam mulai dari luka yang sederhana
sampai dengan ancaman nyawa dan menyebabkan kematian (BC&TLS, 2008).
Gigitan ular merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di negara tropis dan
subtropis. Pada tahun 2009, WHO memasukkan gigitan ular dalam daftar neglected tropical
disease dan sampai sekarang tetap sebagai masalah kesehatan masyarakat global.
Derajat 0: Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam, Pembengkakan minimal, diameter
1 cm
Derajat I: Bekas gigitan 2 taring, Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm, Tidak ada tanda-
tanda sistemik sampai 12 jam
Derajat II: Sama dengan derajat I, Petechie, echimosis, Nyeri hebat dalam 12 jam
Derajat III: Sama dengan derajat I dan II, Syok dan distres nafas / petechie, echimosis
seluruh tubuh
1. Gigitan Elapidae, Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang,
ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: Semburan kobra pada mata dapat
menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar
mulut. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis urat-urat
di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas,
kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di
sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
2. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo,
cirinya: Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan. Gejala sistemik muncul
setelah 50 menit atau setelah beberapa jam. Keracunan berat ditandai dengan
pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan
hebat.
3. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: Segera timbul sakit kepala, lidah terasa
tebal, berkeringat, dan muntah. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul
kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk
diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
4. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: Gejala
lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan,
semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin. Anemia, hipotensi,
trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa sakit
dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan
melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan
luka.
2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban
dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama.
Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf.
Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot
pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat
menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid
Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh.
Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring
protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban,
menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
2.1.6 PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut
menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem
neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran
pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok
hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.
2.1.7 PEMERIKSAAN FISIK
a) Pantau Kesadaran
b) Nilai Keadaan Umum Klien
c) Pantau tanda tanda vital
d) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
e) Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah
jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik),
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
f) Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri.
g) Eliminasi
Gejala: Diare.
h) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
i) Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
j) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
k) Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang
subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
l) Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
m) Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
n) Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung,
kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.
2.1.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat,
lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi
bekuan.
2.1.10 PENATALAKSANAAN
Intervensi primer, Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu, Beri O2,
bila perlu Intubasi, Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran
getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa,
transportasi secepatnya ke tempat diberikannya anti bisa. Pasang infus
Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi luka
4. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan : Penting menentukan diagnosa patukan ular
berbisa, Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian
anti bisa, Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri
atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di
Indonesia, antibisa sbersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa
ular. Serum anti bisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas . Bila alergi serum kuda : Adrenalin 0,5 mg/SC, ABU IV pelan-pelan.
6. Penatalaksanaan selanjutnya:
a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
b) IVFD RL 16-20 tpm.
c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d) ATS profilaksis 1500 iu.
e) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
f) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU
lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan
adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
7. Pemberian ABU
Tabel. Pemberian ABU sesuai derajat parrish
2.1.11 KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Kaji identitas klien
2) Pantau Kesadaran
3) Nilai keadaan umum klien
4) pantau tanda tanda vital.
5) Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah
jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik),
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
6) Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri.
7) Eliminasi
Gejala: Diare.
8) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
9) Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
10) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
11) Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang
subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
12) Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
13) Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
14) Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung,
kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.
airway managemen
2. posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
5. lakukan fisioterapi
dada
6. keluarkan lendir
dengan batuk atau
suction
7. auskultasi suara
nafas awasi adanya
suara nafas
tambahan
8. lakukan suction
pada mayo
9. berikan
bronkodilator bila
perlu
8. ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
analgesik administration
1. tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekwensi
4. pilih analgesik
yang di perlukan
untuk kombinasi
dari analgesik
lebih dari satu
5. tentukan
anallgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. tentukan analgesik
pilihan rute, dosis,
9. berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
10. evaluasi efektifitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)
13. tingkatkan
sirkulasi udara
14. berikan
pengobatan untuk
mencegah
mengigil
temperatur regulation
2. monitor tekanan
darah, nadi dan RR
3. monitor warna
kulit dan suhu
kulit
4. tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
5. berikan antipiretik
bila perlu
7. dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan dan
persepsi
8. instruksikan pasien
untuk
menggunakan
teknik relaksasi
8. pertahankan teknik
aseptik saat
pemasangan alat
infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
2. monitor hitung
granulosit, WBC
3. monitor
kerentanan
terhadap penyakit
menular
4. pertahankan teknik
asepsis pada
pasien yang
beresiko
5. pertahankan teknik
isolasi jika perlu
6. berikan perawatan
kulit pada area
epidema
8. inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
9. instruksikan pasien
minum antibiotik
sesuai dengan
resep
2.2.5 EVALUASI
Evaluasi dibuat dengan melihat perkembangan pasien selama diberikan asuhan keperawatan
sesuai diagnose pasien dan tujuan evaluasi dibuat menggunakan SOAP