B. Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic), Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic), Yaitu bisa ular yang merusak dan
melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limfe.
3.
berhubungan
dengan
maemotoksin.
Myoglobulinuria
yang
Bisa ular yang bersifat kardiotoksin, Merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
5.
Bisa ular yang bersifat cytotoksin, Dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6.
Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan
dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.
C.
Patofisiologi
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut
bersifat:
1. Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal
karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot
pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun
sampai dengan koma.
2. Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim
lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin.
Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena
toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah,
haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis,
gagal ginjal.
3. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan
dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan
ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
4. Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan
kerusakan otot jantung.
5. Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya
berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6. Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di
jaringan pada tempat patukan
E.
Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular
berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P:
pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan
otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
1.
Gigitan Elapidae, Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok,
ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: Semburan kobra
pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak
mata, bengkak di sekitar mulut. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan
kulit yang rusak.
15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis
urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin,
muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat
terjadi dalam 24 jam.
2.
Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan
puspo, cirinya: Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam
berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
3.
Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: Segera timbul sakit kepala,
lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. Setelah 30 menit sampai beberapa
jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot
rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna
coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
4.
Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo,
cirinya: Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan,
ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian
polivalen crotalidae antivenin. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
1.
Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat
dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat
mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2.
Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3.
Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara
dan bernafas, dan kesemutan.
4.
Kematian otot, bisa dari russells viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat
ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal
ginjal.
5.
Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.
F.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: Menghalangi penyerapan dan
penyebaran bisa ular., Menetralkan bisa, Mengobati komplikasi.
1. Pertolongan pertama : Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan
ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban.
Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih
cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk
tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak
datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah
sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization
(balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada
korban.
2. Prosedur Pressure Immobilization Balut tekan pada kaki:
Istirahatkan
3.
Balut tekan pada tangan: Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan
tidak dibalut), Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat,
Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan, Pasang papan sebagai
fiksasi, Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
Pemberian ABU
B.
Diagnosa Keperawatan
akut
berhubungan
dengan
agen
injury
(biologi,
kimia,
fisik,psikologis)
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian
atau kecacatan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasinfeksi, jaringan traumatik luka.
C.
NO
1
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
TUJUAN/NOC
ketidak
membersihkan
mampuan
sekresi
atau
mempertahankan
4. Respiratory
NIC
status: Airway Suction
Ventilation
5. respiratory status : Air
way patency
1. pastikan kebutuhan
oral
suctioning
/tracheal
6. aspiration control
Batasan Karakteristik :
kreteria hasil:
1. dispneu
sesudah suctioning
8. produksi sputum
9. perubahan frekwensi dan
irama nafas
yang
berhubungan :
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
merokok,
asap
rokok,
disfungsi
dalam
sebelum dilakukan
mudah)
suction
jalan
5. berikan O2 dengan
menggunakan
nasal
irama
memfasilitasi
nafas
dan
untuk
suksion
nasotrakeal
suara
nafas
abnormal)
dan
mencegah
faktor
3. mampu mengidentifikasi
1. lingkungan
3. informasikan pada
ada
lain
menghirup
sianosis
2. menunjukkan
7. gelisah
faktor-faktor
ada
suara
1. mendemonstrasikan
2. cyanosis
2. fisiologis
2. auskultasi
setiap
melakukan
tindakan
7. anjurkan
pasien
dalam
neuromuscular, hiperplasia
setelah kateter di
dinding
keluarkan
bronkus,
alergi
jalan nafas :
dari
nasotrakeal
8. monitor
status
oksigen pasien
9. ajarkan
keluarga
cara menggunakan
suction
eksudat
di
alveolus,
10. hentikan
suction
dan
berikan
oksigen
apabila
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2
airway managemen
1. buka jalan nafas,
gunakan
teknik
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. identifikasi pasien
perlunya
pemasangan
alat
lendir
suction
7. auskultasi
suara
nafas
tambahan
8. lakukan
suction
pada mayo
9. berikan
bronkodilator bila
perlu
10. berikan pelembab
udara kassa basah
nacl lembab
11. atur intake untuk
optimalkan
keseimbangan
12. monitor
respirasi
dan status O2
Nyeri
1. pain level
2. pain control
Pain managemen
1. lakukan
pengkajian
3. comfort level
secara
atau
menggambarkan
adanya kerusakan.
Batasan karakteristik :
komperhensif
1. mampu
nyeri
nyeri
mengontrol
(tahu
nyeri,
menggunakan
penyebab
mampu
teknik
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi, frekwensi,
kualitas dan faktor
mengurangi nyeri)
3. gerakan melindungi
5. gangguan tidur
darah,
dalam
nafsu
makan
fisik,psikologis)
(biologi,
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
teknik
terapeutik
untuk
mengetahui
frekwensi
pengalaman nyeri
dan
tanda
pasien
4. menyatakan
rasa
setelah nyeri
berkurang
kimia,
reaksi
nyaman
2. observasi
komunikasi
nyeri)
7. perubahan
presipitasi
3. gunakan
manajemen nyeri
3. mampu mengenali nyeri
injury
dengan
menggunakan
agen
5. tanda
dalam
5. evaluasi
pengalaman nyeri
mempengaruhi
nyeri pasien
vital
(Td:
60-
80x/menit, S: 36-37,5oC
masa lampau
6. kurangi
faktor
presipitasi nyeri
7. pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(non farmakologi,
dan farmakologi)
8. ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
9. berikan
analgesik
untuk mengurangi
nyeri
lokasi,
karakteristik,
kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum
pemberian obat
2. cek
dokter
instruksi
tentang
analgesik
yang di perlukan
untuk
dari
kombinasi
analgesik
pengobatan secara
teratur
8. monitor vital sign
sebelum
dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
9. berikan
analgesik
tepat
waktu
tanda
Hipertermia
Thermoregulation
Fever treatment
1. suhu
Batasan karakteristik:
rentang
atau
(kejang)
3. kulit kemerahan
4. perubahan RR
5. takikardi
1. monitor
tubuh
normal
dalam
(36-
37oC)
RR:
18-
24x/menit)
3. tidak
2. monitor iwl
ada
suhu tubuh
4. monitor
tekanan
perubahan
sesering mungkin
suhu
5. monitor penurunan
kesadaran
6. monitor WBC, Hb,
medikasi/anastesi
5. terpapar
dan HCT
dilingkungan
yang panas
6. dehidrasi
7. pakaian yang tidak tepat
cairan
intravena
12. kompres
pasien
tekanan
warna
4. tingkatkan
intake
Ansietas
berhubungan
kurang
pengetahuan
hospitalisasi
ketakutan
disertai
autonom.
Di tandai dengan ;
1. gelisah
2. insomnia
3. resah
4. ketakutan
5. sedih
6. fokus pada diri
7. kekhawatiran
8. cemas
atau
respon
reduction
(penurun kecemasan)
Coping
1. gunakan
Kreteria Hasil:
Definisi:
dari
Anxiety
pendekatan
1. klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan gejala
cemas
mengungkapkan,
menunjukkan
2. jelaskan
tentang
dan
teknik
prosedur
apa
yang
selama
prosedur
3. temani
pasien
untuk memberikan
keamanan
dan
mengurangi takut
semua
dirasakan
dan
menenangkan
dan
2. mengidentifikasi,
yang
bahasa
tingkat
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
tubuh,
aktivitas
4. dorong
keluarga
untuk menemani
5. dengarkan dengan
penuh perhatian
6. bantu pasien dalam
mengenal
situasi
yang menimbulkan
kecemasan
7. dorong
untuk
pasien
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan
dan
persepsi
8. instruksikan pasien
untuk
menggunakan
teknik relaksasi
9. berikan obat untuk
mengurangi
tingkat kecemasan
5
Resiko infeksi
Definisi
1. immune status
peningkatan
resiko
:infection
lingkungan setelah
dipakai pasien lain
Kreteria hasil :
2. pertahankan teknik
3. trauma
peningkatan
dan
paparan
lingkungan patogen
5. malnutrisi
penularan
penyakit,
faktor
yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya
6. imunosupresi
7. tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
penekanan
mencegah
infeksi
bila perlu
4. instruksikan
untuk
timbulnya
bagi
pengunjung
mencuci
tangan
saat berkunjung
5. gungakan
3. menunjukkan
kemampuan
isolasi
3. batasi pengunjung
2. mendeskripsikan proses
jaringan
infeksi)
1. bersihkan
3. risk control
1. prosedur infasif
leukopenia,
2. knowledge
control
Faktor-faktor resiko:
4. kerusakan
sabun
tangan
respon inflamasi)
trauma
penurunan
jaringan,
kerja
penurunan sekresi PH
9. penyakit kronik
silia,
batas normal
5. menunjukkan
hidup sehat
sebelum
dan
sesudah
perilaku
melakukan
tindakan
keperawatan
7. gunakan baju dan
sarung
tangan
sebagai pelindung
8. pertahankan teknik
aseptik
saat
pemasangan alat
infection
protection
infeksi
hitung
granulosit, WBC
3. monitor
kerentanan
terhadap penyakit
menular
4. pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
5. pertahankan teknik
isolasi jika perlu
6. berikan perawatan
kulit
pada
area
epidema
7. inspeksi kulit dan
membran
mukosaterhadap
kemerahan
8. inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah
9. instruksikan pasien
minum
sesuai
antibiotik
dengan
resep
10. ajarkan
untuk
infeksi
pasien
mencegah