A. Pengertian
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai
efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem
multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat
yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang
berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap
suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-
kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut
bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan
mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic), Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada
mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic), Yaitu bisa ular yang merusak
dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui
pembuluh limfe.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin, Merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin, Dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif menyebabkan
peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.
C. Patofisiolog
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa
tersebut bersifat:
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Derajat II: Sama dengan derajat I, Petechie, echimosis, Nyeri hebat dalam
12 jam
Derajat III: Sama dengan derajat I dan II, Syok dan distres nafas /
petechie, echimosis seluruh tubuh
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan,
ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan
bawah kulit).
1. Gigitan Elapidae, Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok,
ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: Semburan
kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada
kelopak mata, bengkak di sekitar mulut. Gambaran sakit yang berat,
melepuh, dan kulit yang rusak.
4. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo,
cirinya: Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan,
ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian
polivalen crotalidae antivenin. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah
visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian
otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat
menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai
mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan
sementara pada mata.
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul
ada korban.
2. Prosedur Pressure Immobilization Balut tekan pada kaki: Istirahatkan
(immobilisasikan) Korban, Keringkan sekitar luka gigitan, Gunakan
pembalut elastis, Jaga luka lebih rendah dari jantung, Sesegera mungkin,
lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas, Biarkan jari
kaki jangan dibalut, jangan melepas celana atau baju korban, Balut dengan
cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran
darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink), Beri
papan/pengalas keras sepanjang kaki.
3. Balut tekan pada tangan: Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari
tangan tidak dibalut), Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90
derajat, Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan, Pasang papan
sebagai fiksasi, Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan
secara cepat sambil diberi adrenalin.
5. Pemberian ABU
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR
A. Pengkajian
Intervensi primer, Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau
perlu, Beri O2, bila perlu Intubasi, Kontrol perdarahan, toniquet dengan
pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti
bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke
tempat diberikannya anti bisa. Pasang infus
3. Kaji Tingkat kesadaran: Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Ukur
tanda-tanda vital
B. Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan
airway managemen
2. posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
5. lakukan fisioterapi
dada
6. keluarkan lendir
dengan batuk atau
suction
7. auskultasi suara
nafas awasi adanya
suara nafas
tambahan
8. lakukan suction
pada mayo
9. berikan
bronkodilator bila
perlu
8. ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
analgesik administration
1. tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekwensi
4. pilih analgesik
yang di perlukan
untuk kombinasi
dari analgesik
lebih dari satu
5. tentukan anallgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. tentukan analgesik
pilihan rute, dosis,
9. berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
13. tingkatkan
sirkulasi udara
14. berikan
pengobatan untuk
mencegah
mengigil
temperatur regulation
2. monitor tekanan
darah, nadi dan RR
3. monitor warna
kulit dan suhu kulit
4. tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
5. berikan antipiretik
bila perlu
7. dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan dan
persepsi
8. instruksikan pasien
untuk
menggunakan
teknik relaksasi
8. pertahankan teknik
aseptik saat
pemasangan alat
infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
2. monitor hitung
granulosit, WBC
3. monitor
kerentanan
terhadap penyakit
menular
4. pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
5. pertahankan teknik
isolasi jika perlu
6. berikan perawatan
kulit pada area
epidema
9. instruksikan pasien
minum antibiotik
sesuai dengan
resep
DAFTAR PUSTAKA
2006 available at
Dongoes M.E. (1998), Nursing Care Plan, Guidlines For Planning Care (2 nd
ed). Philadelpia, F.A.Davis Comppany.
Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat, R. Dan de jong, Wim, Bab 2 : Luka,
Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC :
Jakarta, Mei 1997