KONSEP MEDIS
A. Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas
atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler,
dan sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Ular berbisa dapat dibagi menurut reaksi bisanya yaitu:
1. Neurotoksik
2. Hemolitik
3. Neurotoksik dan hemolitik
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
III.
ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring
menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.
A.
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular,
pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak
mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja.
Neurotoksin yang berakibat pada saraf perifer atau sentral, bisa yang mempengaruhi jantung,
sistem pembuluh darah, sistem otot dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan, gangren,
kelumpuhan permanen bergerak otot. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Racun
jenis ini dihasilkan oleh keluarga ular Viperidae misalnya Rattle Snake, Coppe Head, dan
B.
Cotton Mouth.
Haemotoksin yang berakibat hemolitik dengan zat antara : fosfolipase dan enzim lainnya
atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Selain itu, enzim dari bisa dapat juga
mempengaruhi sistem saraf, otak, jantung, dan pernafasan. Racun jenis ini dimilki oleh ular
kobra kobra, ular Mamba, ular laut, krait, ular karang.
C.
Myotoksin yang menyebabkan rhabdomyolitis yang sering berhubungan dengan
haemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot. Contoh : ular dari keluarga Hydropidae.
D. Kardiotoksin yang merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan jantung.
E.
Cytotoksin : dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktif lainnya yang berakibat
terganggunya kardiovaskuler. Cytolitik : zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan
F.
menyebabkan DIC atau tekanan di otot jantung. Nerotoksin menyebabkan gejala saraf setelah
keracunan, gejala yang ditunjukkan antara lain adanya layuh (paralisis) pernapasan oleh
hambatan acetylcholine receptor di ujung saraf motor pascasinaptik (postsynaptic motor
nerve ending). Kemungkinan terjadi kejang gagau (konvulsi) disertai ada atau tidaknya
keracunan otot (myotoxicity) (Prihatini, 2007).
B. Macam-Macam Ular
1. Ular jenis Neurotoksik
Ular yang tergolong berbisa neurotoksik ialah keluarga Epiladae yaitu: ular kobra,
ular kraits, dan ular karang.
Gejala yang ditimbulkan :
1. Jantung berdenyut tak teratur, diikuti dengan kelemahan seluruh badan dan berakhir dengan
2.
3.
4.
5.
syok
Sakit kepala hebat, pusing, mengigau, pikiran terganggu sehingga tidak sadar
Otot tidak terkordinasi, sehingga tidak dapat mengambil atau memindahkan benda kecil
Sesak nafas karena terjadi kelumpuhan pernapasan
Mual, muntah dan mencret
2. Ular jenis Hemolitik
Ular jenis hemolitik termasuk dalam keluarga Krotaluidae, sering disebut juga
RUTE PAPARAN
Bahan bahan penyebab keracunan yang masuk kedalam tubuh dapat
mempengaruhi atau merusak tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan
gangguan kesehatan atau keracunan dan bahkan pada tingkat tertentu dapat
mengakibatkan kematian. Ada berbagai jalur / rute cara racun masuk
kedalam tubuh, misalnya melalui penelanan lewat mulut, inhalasi pernapasan,
kontak lewat kulit atau mata maupun melalui suntikan dan semua jalur tersebut
adalah sama berbahayanya, dan pada tingkat tertentu untuk semua rute dapat
berakibat fatal.
C. Etiologi
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:
Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-lain).
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak
bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang
tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8
jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a.
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine
( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan
keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b.
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka
gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit
sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf
pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limphe.
D. Patofisiologi
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:
Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot
lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat
kesadaran menurun sampai dengan koma.
Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai
akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang
terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal
ginjal.
Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan mhaemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan selsel otot.
Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
patukan
Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa
E. Pathway
Bisa ular masuk ke dalam tubuh
Daya toksik menyebar melalui peredaran darah
Gangguan pd sistem
Gangguan pernafasan
Sistem pernafasan
Koagulapati hebat
Gagal Napas
Sukar bernafas
hipotensi
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah :
Tanda-tanda bekas taring, laserasi
Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
Sakit kepala, mual, muntah
Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut
Demam
Keringat dingin
Bisa Neuro Toksik :
Kelumpuhan otot pernafasan
Kardiovaskuler terganggu
Kesadaran menurun sampai koma
Bisa Haemolytik :
Luka bekas patukan yang terus berdarah
Haematoma pada tiap suntikan IM
Haematuria
Haemoptisis/haematemesis
Kegagalan ginjal
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi tiga :
1. Efek lokal
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan memberikan efek yang agak sulit di deteksi
dan hanya bersifat minor tetapi beberapa spesies, gigitannyadapat menghasilkan efek yang
cukup besar seperti: bengkak, melepuh, perdarahan, memar sampai dengan nekrosis. Yang
mesti diwaspadai adalahterjadinya syok hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnyacairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular tersebut.
2.
Efek sistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik seperti: nyeri kepala,mual dan
muntah, nyeri perut, diare sampai pasien menjadi kolaps. Gejalayang ditemukan seperti ini
sebagai tanda bahaya bagi petugas kesehatan untuk memberi petolongan segera.
1.
Derajat 0
Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2.
Derajat I
Bekas gigitan 2 taring
Bengkak dengan diameter 1 5 cm
Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3.
Derajat II
Sama dengan derajat I
Petechie, echimosis
Nyeri hebat dalam 12 jam
4.
Derajat III
Sama dengan derajat I dan II
Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5.
Derajat IV
Sangat cepat memburuk
H.
3.
Menetralkan bisa
4.
Mengobati komplikasi
Penatalaksanaan:
1.
Pertama kali yang ditangani adalah kondisi gawat yang mengancam nyawa ( prinsip ABC)
kesulitan bernafas memerlukan ETT (endo tracheal tube) dan ventilator. Gangguan sirkulasi
darah memerlukan cairan intra vena dan mungkin berbagai obat untuk menanggulangi gejala
yang timbul : nyeri, kesemutan, pembengkakan.
2.
3.
4.
Pasang intra venous line dengan jarum besar, berikan SABU 2 ampul / dalam 500 cc
Dextrose 5% / NaCL fisiologis, minimal 2000 cc per 24 jam. Maksimum pemberian SABU
20 ampul per 24 jam. Bila jenis ular yang mengigit diketahui dan ada SABU yang sesuai
berarti SABU monovalen diberikan, atau alternatif bila ular penggigit tidak diketahui dapat
diberikan bisa polivalen.
5.
Rawat /tutup luka dengan balutan steril dan salep / kasa antibiotic /antiseptic.
6.
7.
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. selanjutnya lakukan prinsip :
R = Reassure
yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan
tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. terkadang pasien
pingsan / panik karena kaget.
I = Immobilisation
jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam
waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang: lakukan tehnik balut tekan ( pressureimmoblisation ) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure
immobilization (balut tekan)
G = Get
bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
C circulation
Hematemesis /hemoptisis
Intervensi primer
Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu
Beri O2, bila perlu Intubasi
Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita
dilepaskan bila anti bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke
tempat diberikannya anti bisa.
Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi luka
Pasang infus
2. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan :
Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa
Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa
Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,
maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa
ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
Bila alergi serum kuda :
- Adrenalin 0,5 mg/SC
- ABU IV pelan-pelan
Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi : adrenalin 0,5 mg/IM,
hydrokortison 100 mg/IV
Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang. Jangan
terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.
Kaji Tingkat kesadaran
Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Ukur tanda-tanda vital
B.
Diagnosa Keperawatan
a.
Pola
napas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
reaksi
endotoksin
hipotalamus
c.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur
isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari
kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi
endotoksin.
Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Batasi pengunjung klien
Pantau seri GDA
Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
2. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
Intervensi :
Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
Beri kompres mandi hangat
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit kering.
Beri antipiretik
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Berikan selimut pendingin
Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi nafas vesikuler
b.
c.
d.
e.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit,
menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket
dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode
penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya digunakan
pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan sobekan pakaian
atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini dikembangkan setelah dipahami
bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut
bagian yang tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat
penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik di rumah sakit
B.
Saran
Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada
dokter mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat obatan
tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat
memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University
Press, 1992
Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996
Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, 2nd
Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991.
Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998.
Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management
for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997.
Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1990
(Zulfikar. 2012. Askep Gigitan Ular, (Online)
http://zulfikar.blogspot.com/2012/12/askep-gigitan-ular.html,diakses 24 Mei 2015).
http://yafet-geu.blogspot.com .kumpulan askep gawat darurat.diakses 24 Mei 2015