Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT PADA PASIEN Ny. S DENGAN SNACKE BITE DI


RUANG IGD RSUD KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2022

OLEH:

I PUTU YUDIARTANA
P07120019068
3.2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN D-III KEPERAWATAN

2022
1. KONSEP DASAR SNACK BITE

A. Pengertian
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik
yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama
neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan (Suzanne Smaltzer dan Brenda
G. Bare, 2001: 2490).

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian
kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada
hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat
farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular
tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
B. Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan


Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat
lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam (Warrell, David A. 2010)..

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic), Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic), Yaitu bisa ular yang merusak dan
melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.

3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin, Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering


berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin, Merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.

5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin, Dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan
dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.

C. Patofisiologi

(Cribari, Cris. 2004. )Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari
air liur. Bisa tersebut bersifat:

1. Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal


karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot
pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun
sampai dengan koma.

2. Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim


lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin.
Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena
toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah,
haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis,
gagal ginjal.

3. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan


dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan
ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

4. Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan


kerusakan otot jantung.

5. Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya


berakibat terganggunya kardiovaskuler.

6. Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di


jaringan pada tempat patukan

7. Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran


bisa
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksik. Toksin
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang


dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.
D. Pathway

E. Derajat Gigitan Ular

Derajat 0: Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam, Pembengkakan minimal,


diameter 1 cm (Daley, Brian James. 2011)

Derajat I: Bekas gigitan 2 taring, Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm, Tidak ada
tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

Derajat II: Sama dengan derajat I, Petechie, echimosis, Nyeri hebat dalam 12 jam

Derajat III: Sama dengan derajat I dan II, Syok dan distres nafas / petechie,
echimosis seluruh tubuh

Derajat IV: Sangat cepat memburuk, Pengelolaan Dan Penanganan


F. Manifestasi Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit) (Warrell, David
A. 2010)

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular


berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain
(nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot),
pulselesness (denyutan).

Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

1. Gigitan Elapidae, Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: Semburan kobra pada
mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata,
bengkak di sekitar mulut. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang
rusak.

15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis
urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah,
pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam
24 jam.

2. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan
puspo, cirinya: Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam
berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam. Keracunan
berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam
atau ditandai dengan perdarahan hebat.

3. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: Segera timbul sakit kepala,
lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. Setelah 30 menit sampai beberapa
jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot
rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat
gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

4. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin. Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:

1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan
dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan
jaringan sekitar sisi gigitan luka.

2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan
syok atau bahkan kematian.

3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara
dan bernafas, dan kesemutan.

4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal,
yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah


lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

H. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: Menghalangi penyerapan dan


penyebaran bisa ular., Menetralkan bisa, Mengobati komplikasi(Rachman. 2007).

1. Pertolongan pertama : Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan


ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban.
Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:

R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,


kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih
cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.

I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk


tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak
datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah
sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut
tekan).

G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.

T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada
korban.
2. Prosedur Pressure Immobilization Balut tekan pada kaki: Istirahatkan
(immobilisasikan) Korban, Keringkan sekitar luka gigitan, Gunakan pembalut
elastis, Jaga luka lebih rendah dari jantung, Sesegera mungkin, lakukan
pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas, Biarkan jari kaki jangan
dibalut, jangan melepas celana atau baju korban, Balut dengan cara melingkar
cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat
dengan warna jari kaki yang tetap pink), Beri papan/pengalas keras sepanjang
kaki.

3. Balut tekan pada tangan: Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan
tidak dibalut), Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat, Lanjutkan
balutan ke lengan sampai pangkal lengan, Pasang papan sebagai fiksasi,
Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

4. Penatalaksanaan selanjutnya : ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip


dalam waktu 30-40 menit, Heparin 20.000 unit per 24 jam, Monitor diathese
hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi. ABU
maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc). Bila ada tanda-tanda
laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan adrenalin 0,5
mg IM, hidrokortisone 100 mg IV. Kalau perlu dilakukan hemodialise,
Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan
secara cepat sambil diberi adrenalin.

5. Pemberian ABU
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

1. Primary survey : Nilai tingkat kesadaran, Lakukan penilaian ABC : A –


airway : kaji apakah ada muntah, perdarahan. B – breathing: kaji
kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan. C –
circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas patukan,
Hematuria, Hematemesis /hemoptysis

Intervensi primer, Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau
perlu, Beri O2, bila perlu Intubasi, Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita
lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa
telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke tempat
diberikannya anti bisa. Pasang infus

Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi


luka

2. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan : Penting menentukan diagnosa


patukan ular berbisa, Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan
bisa nyata, perlu pemberian anti bisa, Kolaborasi pemberian serum antibisa.
Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah
antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
sbersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
Serum anti bisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan
lokal yang luas . Bila alergi serum kuda : Adrenalin 0,5 mg/SC, ABU IV
pelan-pelan.

Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi :


adrenalin 0,5 mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV. Anti bisa diulang
pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang. Jangan
terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.

3. Kaji Tingkat kesadaran: Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Ukur
tanda-tanda vital
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik,psikologis)

C. Perencanaan

NO Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil SIKI
SDKI SLKI
1 Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA
Nyeri akut dengan
intervensi keperawatan
agen pencedera Manajemen Nyeri
selama 2x24 jam
fisik ditandai
diharapkan Tingkat • Observasi
dengan mengeluh
Nyeri menurun dengan − Identifikasi lokasi,
nyeri.
Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
- Kemampuan
nyeri
menuntaskan aktivitas
− Identifikasi skala nyeri
meningkat (5)
− Identifikasi respons nyeri
- Keluhan nyeri menurun
non verbal
(5)
− Identifikasi faktor yang
- Meringis menurun (5)
memperberat dan
- Sikap protektif menurun
memperingan nyeri
(5)
- Identifikasi pengetahuan
- Gelisah menurun (5)
dan keyakinan tentang nyeri
- Kesulitan tidur menurun
- Identifikasi pengaruh budaya
(5)
terhadap respon nyeri
- Menarik diri menurun
- Identifikasi pengaruh nyeri
(5)
pada kualitas hidup
- Berfokus pada diri
- Monitor kebersihan terapi
sendiri menurun (5)
komplementer yang sudah
- Diaforesis menurun (5)
diberikan
- Perasaan depresi
(tertekan) menurun (5)
- Perasaan takut - Monitor efek samping
mengalami cedera penggunaan analgetik
berulang menurun (5)
- Anoreksia menurun (5) • Terapeutik
- Perineum terasa - Berikan teknik
tertekan menurun (5) nonfarmakologis untuk
- Uterus teraba membulat mengurangi rasa nyeri (mis.
menurun (5) TENS,hipnosis, akupresur,
- Ketegangan otot terapi musik,
menurun (5) biofeedback,terapi pijat,
- Pupil dilatasi menurun aromaterapi, teknik imajinasi
(5) terbimbing, kompres
- Muntah menurun (5) hangat/dingin, terapi
- Mual menurun (5) bermain)
- Frekuensi nadi - Kontrol lingkungan yang
membaik (5) memperberat rasa nyeri (mis.
- Pola napas membaik (5) Suhu ruangan, pencahayaan,
- Tekanan darah kebisingan)
membaik (5) - Fasilitas istirahat dan tidur
- Proses berfikir membaik - Pertimbangkan jenis dan
(5) sumber nyeri dalam
- Fokus membaik (5) pemilihan strategi
- Fungsi berkemih meredakan nyeri
membaik (5) • Edukasi
- Perilaku membaik (5) - Jelaskan penyebab, periode,
- Nafsu makan membaik dan pemicu nyeri
(5) - Jelaskan strategi meredakan
- Pola tidur membaik (5) nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Warrell, David A. 2010. Guidelines for the management of snake-bites. WHO


Regional Office for South-East Asia
Warrel, David A. 2010. Snake Bite. Department of Clinical Medicine, University
of Oxford,
Prihatini, Trisnaningsih, Muchdor, U.N. Rachman. 2007. Penyebaran gumpalan
dalam pembuluh darah (disseminated intravascular coagulation) akibat
racun gigitan ular. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol. 14, No. 1, November 2007.
Cribari, Cris. 2004. Management of Poisonous Snakebites. American College of
Surgeons Committee on Trauma. Snake Bite Daley,Brian James.2011
.http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai