Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

SENGATAN BINATANG BERBISA/GIGITAN ULAR

Dosen Pembimbing : Ns. Anja H.K M.Kep.,Sp.Kep.M.B

Oleh:
1. Anton Fatoni, S.Kep (201204011)
2. Mazidatul Faizah, S.Kep (201204045)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES PEMKAB JOMBANG


PROFESI NERS TAHUN AJARAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SENGATAN BINATANG BERBISA/GIGITAN ULAR

A. DEFINISI
Gigitan ular adalah sebuah penyakit lingkungan yang di akibatkan oleh sebuah gigitan
ular yang sangat berbisa yang bisa menimbulkan kematian pada semua makhluk hidup
atau manusia. Di karenakan ular yang berbisa kaya akan racun peptida dan protein yang
dapat mematikan reseptor jaringan pada daerah yang tergigit tersebut (D. A. Warrell,
2010).
Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbulkannya
seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin,
antikoagulan, kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain itu
ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat-zat peradangan lain seperti kinin,
histamin dan substansi cepat lambat (Sudoyo, 2006).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular
tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran
dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik
yang berbeda pada manusia. (RetnoAldo.2010.Askep Gigitan Ular, (Online),
http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).

B. KLASIFIKASI GIGITAN ULAR


Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Dari ratusan jenis ular yang
diketahui hanya sedikit yang berbisa, dan dari golongan ini hanya beberapa yang
berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998).
Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli
utama yaitu:
a) Famili Elipadae, terdiri dari : Najabungarus (king cobra), Najatripudrat Sputatrix
(cobra hitam, ular sendok), Najabungarus Candida (ular sendok berkaca mata) sangat
berbahaya.
b) Famili Viperidae, terdiri dari : Ancistrodon Rodostom (ular tanah), Lacheis Graninius
(ular hijau pohon), Micrurus Fulvius (ular batu koral).
c) Famili Hidropidae meupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh seperti dayung
biasanya berkepala kecil.
d) Familli Colubridae, misalnya ular pohon.
Perbedaan Ular Berbisa Dan Ular Tidak Berbisa :

Tidak Berbisa Berbisa


Bentuk Kepala Bulat Elips, Segitiga
Gigi Taring Gigi kecil 2 gigi taring besar
Bekas Gigitan Lengkung seperti U Terdapat 2 titik
Warna Warna warni Gelap
Derajat gigitan ular :
a) Derajat 0
 Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
 Pembengkakan minimal, diameter kurang dari 1 cm
b) Derajat I
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter 1 cm
 Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
c) Derajat II
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter 6-12 cm
 Petechie, ecimosis
 Nyeri hebat dalam 12 jam
d) Derajat III
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter lebih dari 12 cm
 Syok, petechie, ecimosis seluruh tubuh
 Nyeri hebat dalam 12 jam
e) Derajat IV
 Sangat cepat memburuk

C. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa yaitu : Elipidae, Viperidae dan Hidrophidae. Bisa ular
dapat menyebabkan perubahan lokal seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elipidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam, (Deddyrin. 2009.
Intoxicasi) :
a) Bisa Ular Yang Bersifat Racun Terhadap Darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan dan
lain-lain.
b) Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.
c) Bisa Ular Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
d) Bisa Ular Yang Bersifat Kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e) Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
f) Enzim-Enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

D. PATOFISIOLOGI
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada dibawah mata.
Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring ular dapat
tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan bergantung
pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang diterima ular,
serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi panas dari mangsa,
yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan. Bisa
biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-bahan
penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah di identifikasi
pada bisa pit viper.
Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda potensia untuk kerusakan sistemik dari
fungsi sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya
tidak terjadi saat venomasi. Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran
kapiler dan cairan interstitial di paru-paru. Mekanisme pulmoner dapat berubah secara
signifikan. Efek akhirnya berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam
laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan minute
ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan
diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi. Myonekrosis
disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan ginjal (Daley, Brian James MD, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Sudoyo, 2006), Secara umum akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular.
1) Gejala Lokal: bekas gigitan, edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap dijaringan bawah kulit).
2) Gejala Sistemik : hipotensi, otot melemah, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi
(ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur. Sindrom
kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa yaitu terjadi
oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka
pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a) Gigitan Elapidae (misal: ular cobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang,
ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
 Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku
pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.
 Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
 Setelah digigit ular: 15 menit muncul gejala sistemik dan 10 jam kemudian dalam
bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan.
 Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul gejala-gejala neurotoksik.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b) Gigitan Viperidae (misal:ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo), cirinya:
 Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak dekat
gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit
dekat gigitan.
 Efek sistemik muncul dalam 50 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah,
berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang dan luka yang
dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah, urin dan tinja.
 Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c) Gigitan Hydropidae (misal: ular laut), cirinya:
 Gejala local yang muncul berupa sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat dan
muntah.
 Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil,
dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (gejala
ini penting untuk diagnostik), ginjal rusak, henti jantung.
d) Gigitan Rattlesnake dan Colubridae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan
puspo), cirinya:
 Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.
 Anemia, hipotensi, trombositopeni

F. KOMPLIKASI
Komplikasi gigitan ular, yaitu :
a) Syok Hipovolemik
b) Edema paru
c) Kematian
d) Gagal napas

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium Darah :
1) 20 Minute Whole Bloot Clotting Test : Pemerikasaan sensitif untuk mendeteksi
gangguan koagulasi darah.
2) Pemeriksaan koagulasi darah
3) Pemeriksaan darah
4) Pemeriksaan Darah Kimia : Ureum, kreatinin, serum meningkat pada gagal ginjal
akut.
5) Anlisis Gas Darah
b) Pemeriksaan Urinalis
c) Pemeriksaan Radiologi :
1) Rontgen thoraks
2) USG
3) ECG (Electrocardiogram)
4) Echokardiografi : mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan hipotensi
dan syok.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Prinsip Pengganan Pada Korban Gigitan Ular
1) Menghalangi atau memperlambat absorbsi bisa ular.
2) Menetralkan bisa ular yang masuk kedalam sirkulasi darah
3) Mengobati atau mengatasi efek lokal dan sistemik. (Sudoyo, 2006).
b) Pertolongan pertama, pastikan dan sekitar aman dan ular telah pergi secara
pertolongan medis jangan tinggalkan korban selanjutnya lakukan prinsip RIGT yaitu:
R (Reassure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrihatkan korban dalam
posisi horizontal terhadap luka gigitan.
I (Immobilisation) : jangan menggerakan korban, untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure immobilisation) pada daerah sekitar gigitan (tanggan atau kaki).
G (Get) : bawah korban kerumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T (Tell to Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.
c) Penatalaksanaan Selanjutnya di Rumah Sakit :
1) Di bawah ke Emergency Room, dan melakukan ABC (penatalaksanaan Airway,
Breathing dan Circulation).
2) Berikan pertolongan pertama pada luka gigitan (verban ketat dan luas di atas luka,
imobilisasi (dengan bidai bila perlu).
3) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%
4) Pada penatalaksanaan sirkulasi, berikan IVFD RL 16-20 tpm.
5) Sampel (5-10 ml) darah untuk pemeriksaan
6) Penisillin prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore
7) Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dikebalkan), pivalen 1 ml
berisi :
10-50LD50 bisa Ankystrodon
25-50LD50 bisa Bungarus
25-51LD50 bisa Nayasputarix .
8) Teknik pemberian : 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 30-40 tetes/menit. SABU maksimal 100 ml (20 vial).
Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
9) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
10) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
11) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg/IM, hydrocortisone 100 mg IV.
12) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
13) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
14) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam.
Catatan: Jika terjadi syok anafilatik karena SABU, SABU harus dimasukkan secara
cepat sambil diberi adrenalin.
d) Pemberian SABU (Serum Anti Bisa Ular)
Pedoman Pemberian SABU sesuai derajat parrish, Schwartz dan Way (Depkes,
2001).

Derajat Parrish Pemberian SABU


0-I Tidak Perlu
II 5-20cc (1-2 vial)
III 40-10cc (4-10 vial)

I. WOC
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan Marilynn E.Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian
pasien, yaitu:
a) Data Umum
1. Identitas Pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan, agama, no RM, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit dan alamat.
2. Identitas Penanggung Jawab meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
hubungan dengan pasien dan alamat.
b) Keluhan Utama :
Nyeri di sertai demam, mual, muntah, merah dan oedem pada daerah gigitan, gatal-
gatal, sesak nafas.
c) Pengkajian Primer (A, B, C, D dan E)
1. Airway : Tidak ada sumbatan benda asing, tidak ada sputum, tidak ada darah, tidak
ada lendir.
2. Breathing : klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu pernapasan, RR =
32 x/menit, pemgembangan dada simetris, suara nafas vesikuler.
3. Circulation : ada perdarahan ditungkai kiri karena gigitan ular, N= 52x/menit, CRT
> 3 detik, akral hangat, sianosis, Bunyi jantung : normal S1 dan S2.
4. Disability : Penurunan kesadaran komposmentis (E4V5M5), Pupil : isokor (2mm)
5. Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka,
memar.
d) Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis, GCS : 1-4
TTV = TD : Normal (n: 120/80 mmHg); Suhu : 36,0oC - 37,0oC; Nadi : 60-100
x/mnt; RR : Normal (n : 16-20 x/mnt), Berat Badan: Tinggi Badan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang : Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit
memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah klien pernah menderita penyakit ini
sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Kaji apakah adanya keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
2. Keadaan Khusus
Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Pernapasan: peningkatan frekuensi suara nafas, kelemahan otot
penapasan, nafas dangkal, suara paru vesikuler, suara nafas vesikuler.
b. Sistem Persepsi Sensori:mata berkunang-kunang, kunjungtiva merah muda,
sklera normal, gerakan bola mata normal.
c. Sistem Integumen:akral dingin, kemerahan.
d. Sistem Kardiovaskuler : pasien merasa gelisah, ektremitas odema, terdapat luka
bekas gigitan ular.
e. Sistem Muskuloskeletal:kekuatan otot berkurang, mengalami intoleransi
aktivitas.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin (hal:26)

No SIKI SLKI
Diagnosa
. Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
Pola nafas 1. Manajemen 1. Observasi: 1. Pola Nafas 1. Dyspnea menurun
tidak efektif Jalan Nafas a. Monitor pola (hal:95) 2. Penggunaan otot
berhubunga (hal:186) napas bantu napas
n dengan (frekuensi, menurun
reaksi kedalaman, 3. Frekuensi napas
endotoksin usaha napas) membaik
(hal:26) b. Monitor 4. Kedalaman napas
bunyi napas membaik
tambahan
(wheezing,
ronkhi,
gurgling)
2. Terapeutik:
a. Posisikan
semi fowler
b. Berikan
minum
hangat
c. Berikan
oksigen
3. Edukasi:
a. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari
4. Kolaborasi:
a. Kolaborasi
dengan tim
medis lain
untuk
pemberian
obat

L. IMPELENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

M. EVALUASI
Evaluasi pada pasien dengan gigitan ular dilakukan intervensi keperawatan yang
telah dilakukan dengan mengkaji setiap hasil tindakan (pencatatan respon) pada setiap
shift dengan menggunakan metode SOAP (Subjektif, Obyektif, Analisa, Planning) sesuai
dengan tindakan dan diagnosa utama yaitu masalah oksigenasi. Evaluasi yang dilakukan
meliputi evaluasi sumatif dan evaluasi formatif (Darmawan, 2019).
S : Subyektif : hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan oleh pasien biasanya
data ini berhubungan dengan kriteria hasil.
O : Obyektif : hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh perawat biasanya data
ini juga berhubungan dengan kriteria hasil.
A : Analisa : pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah
terpenuhi atau tidak.
P : Rencana : dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/33375580/ASUHAN_KEPERAWATANGIGITAN_ULAR.
Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta : ECG
Corwin. J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengos. Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. (2008). PPGD (Pertolongan
Pertama Gawat Darurat) Level 2. Internasional SOS training department : Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


GIGITAN ULAR

Seorang anak perempuan usia 7 tahun bermain di lapangan yang banyak ilalangnya dia digigit
ular keramek dibagian punggung kaki kanannya menyebabakan anak ini mengalami pendarahan
dari hidung dan mulut. Hasil pemeriksaan didapatkan nadi 90x/menit, TD 110/60 mmHg, RR
20x/menit, suhu 37 derajat C.

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI UNIT


GAWAT DARURAT

DATANG TANGGAL: jum’at, 8 januari 2021 JAM : 13.00 WIB


Visum at repertum : Ya Tidak
--

DATANG DENGAN

BERJALAN DIANTAR POLISI/MASYARAKAT

KURSI RODA 
AMBULANS

IDENTITAS/BARCODE:
Nama : An. P No. Reg : 013-1994-90
Umur : 7 Tahun Tgl. MRS : 08 januari 2021
Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosis medis : Gigitan Ular
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian : 08 januari 2021
Agama : Islam
Pekerjaan : siswa
Pendidikan : SD
Alamat : Ds. Cukir , Kec. Diwek , Kab. Jombang

RIWAYAT PENYAKIT DAN KESEHATAN


ANAMNESA :

DATANG (JAM) DITANGANI (JAM)


13.00 WIB 13.00 WIB

KELUHAN UTAMA : Pasien mengalami pendarahan di hidung dan mulut


RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien digigit ular ketika sedang bermain dilapangan
yang banyak tumbuhan ilalang. dibawa ke UGD
RSUD Jombang. Setelah dilakukan pemeriksaan di
IGD pemeriksaan didapatkan GCS: 456, tampak 2
lubang bekas gigitan ular dikaki kanan pasien,
keadaan umum pasien lemah, merasa tidak ada tenaga
untuk bergerak, wajah pucat, mual.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU/ Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya,
KELUARGA : anggota keluarga tidak memiliki riwayat penyakit
menular, dan menurun.
SAMPLE
S (Sign and symptom) :Pasien mengalami pendarahan akibat gigitan ular
A (Alergi) : Tidak ada riwayat alergi
M (Medikamentosa) : Tidak mengkonsumsi obat-obatan medis/herbal
P (Partinent Medical or surgical history) : Pasien sebelumnya belum pernah masuk RS
L (Last oral intake) : 3 jam yang lalu makan nasi dan sayur bersantan
E (Evemts leading up to illness or injury) : Akibat gigitan ular
ALERGI : Tidak
OBAT :-
MAKANAN : -
LAIN-LAIN : -

PRIMARY SURVEY
AIRWAY/OBSTRUKSI :
TOTAL PARSIAL
BENDA ASING: YA TIDAK

LETAK :
SUARA NAFAS
GARGLING SNOWRING CROWING
Curiga Fraktur Cervikal
Jejas clavicula Fraktur Clavikula
Multiple fraktur Tetra plegi
Batle sign Briil hematoma
Bloody Rinorhoe
Terpasang alat : Oropharingeal Nasopharingeal
ETT

BREATHING :
BERNAFAS TIDAK ADA

FREKUENSI : 28x/menit
JENIS :
Dispnoe Cheyne stoke Kussmaul

PERNAFASAN CUPING HIDUNG TIDAK YA
 
CIANOSIS TIDAK YA

OKSIGEN : Lpm Alat :
PERGERAKAN DADA SIMETRIS ASIMETRIS
 

SUARA NAFAS:
CIRCULATION :
NADI CAROTIS TERABA TIDAK TERABA

NADI PERIFER FREKUENSI: 90 X/MENIT
KUAT LEMAH TIDAK TERABA

TD: 110/60 mmHg
PERDARAHAN :- CC LOKASI : Hidung dan mulut
SUARA JANTUNG NORMAL GALLOP

MURMUR
LAIN-LAIN:
AKRAL : CRT: >3 DETIK
IRAMA JANTUNG TERATUR TIDAK TERATUR

NYERI DADA: JENIS:
LOKASI;
CAIRAN YANG TERPASANG: JUMLAH: CC
RESUCITATION/ CPR
CPR : MENIT
OBAT RESUTITASI
DEFIBRILASI :............. KALI
SYNCRONIZE :............... KALI

DISABILITY
Respon : Alert Verbal Pain

Unrespon
Kesadaran : CM Delirium Somnolen

GCS : 4 Eye ... 5 Verbal ... 6 Motorik ...


Pupil :  Isokor Unisokor Pinpoint
Medriasis
Refleks Cahaya:  Ada Tidak Ada
Keluhan Lain : … …

EXPOSURE
Deformitas: Ya Tidak

Contusio : Ya Tidak

Abrasi : Ya Tidak

Penetrasi : Ya Tidak

Laserasi : Ya Tidak

Edema : Ya Tidak

Keluhan Lain: … …

SECONDARY SURVEY
Kepala dan Leher
Inspeksi : Bentuk kepala mesochepal, warna rambut beruban, kepala bersih, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, leher tidak ada bendungan vena jugularis
 Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
 Hidung : Simetris, pendarahan, penciuman normal
 Telinga : Simetris, bersih, pendengaran normal
 Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada caries gigi, pendarahan
Dada:
 Paru-paru:
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada jejas
Palpasi : Vocal fremitus teraba kanan dan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
 Jantung:
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Teraba ictus kordis di SIC V dan VI
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bunyi S1 dan S2
Abdomen:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan hepar, gastris, dan pembesaran
Auskultasi : Bising usus 15x/menit
Perkusi : Tympani
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi : Terpasang infus NaCl 0,9% ditangan kiri, ada edema dikaki pada luka gigitan
Palpasi : Akral dingin
Punggung :
Inspeksi : Tidak ada jejas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Neurologis : GCS E4M5V6

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
RADIOLOGI:
X-RAY/RONTGEN :

CT-SCAN :
 USG :

LABORATORIUM
DARAH LENGKAP LFT

SE FH
RFT

LAIN-LAIN:

ANALISA DATA:

Nama Pasien : An.P


Dx.Medis : Gigitan Ular

No Data Etiologi Masalah


.
1. DS : Bisa ular mengandung Risiko
Pasien terlihat pendarahan dihidung toksin yang bersifat perdarahan
dan mulut neurotoksik berhubungan
dengan proses
DO :
keganasan
Nadi :90x/menit Tosik masuk ke ketubuh
TD : 110/60mmHg melalui darah
RR : 28 x/menit
Suhu : 37 derajat C Merusak sel-sel saraf

Merusak pembuluh limpah

Mengakibatkan pendarahan
DIAGNOSA:

1. Resiko pendarahan berhubungan dengan proses keganasan (hal:42)


2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin (hal:26)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh (hal:304)

MASALAH KEPERAWATAN PRIORITAS:

1. Resiko pendarahan berhubungan dengan proses keganasan (hal:42)

(dr............................) (Ns.....................................)

No SIKI SLKI
Diagnosa
. Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
1. Resiko Pencegahan Observasi: Tingkat 1. Kelembapan
pendarahan a. Monitor tanda dan pendarahan kulit= 4
pendarahan
(hal:283) gejala pendarahan (hal:147) 2. Kelembapan
berhubungan b. Monitor nilai membran
hematokri/hemoglo mukosa= 4
dengan
proses bin sebelum dan 3. Hematemisis=
sesudah kehilangan 4
keganasan
darah 4. Hemoglobin=
(hal:42) c. Monitor tanda- 4
tanda vital 5. Tekanan
ortostatik darah= 4
Terapeutik: 6. Suhu tubuh= 4
a. Pertahankan bed
rest selama
pendarahan
b. Batasi tindakan
invasif
c. Gunakan kasur
pencegah dekubitus
Edukasi:
a. Jelaskan tanda dan
gejala pendarahan
b. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
c. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
pendarahan
Kolaborasi:
a. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
pendarahan
b. Kolaborasi
pemberian produk
darah

IMPLEMENTASI

No Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. 8 januari Resiko Observasi: S:
pendarahan 1. Monitor tanda dan - Pasien terlihat masih
2021
berhubungan gejala pendarahan pendarahan di hidung dan
dengan proses 2. Monitor nilai mulut
keganasan hematokri/hemoglobi O :
n sebelum dan - TTV :
sesudah kehilangan TD : 110/60 mmHg
darah N : 90 x/menit
3. Monitor tanda-tanda
RR : 20 x/menit
vital ortostatik
S : 37,0 °C
Terapeutik: A : Masalah belum teratasi
1. Pertahankan bed rest P: intervensi dilanjutkan
selama pendarahan
2. Batasi tindakan
invasive
3. Gunakan kasur
pencegah dekubitus
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan
gejala pendarahan
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
3. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
pendarahan

Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
pendarahan
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah

EVALUASI & HANDS OFF

Evaluasi Komunikasi
SUBJEKTIF: Situation:
“Pasien terlihat mengalami pendarahan di Pasien An.P MRS pada tanggal 08 januari 2021
hidung dan mulut” (jam 13.00) mengalami gigitan ular di
punggung kaki kanannya, pasien terlihat
mengalami pendarahan di hidung dan
mulutnya.
Masalah yang belum teratasi saat ini yaitu:
Resiko pendarahan berhubungan dengan proses
keganasan
OBJEKTIF: Background:
TD : 110/60 mmHg Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan
N : 90 x/menit riwayat penyakit menular.
RR : 20 x/menit
S : 37,0 °C
Hasil pemeriksaan :
Pasien mengalami pendarahan di hidung dan
mulut.
ASSESMENT: Assesment:
Masalah belum teratasi Observasi terakhir : Kesadaran komposmentis,
pasien mengalami pendarahan. Mengharuskan
cek darah lengkap dan rontgen.
PLANNING: Recommendation:
Lanjukan intervensi Konsultasi lebih lanjut dengan dokter.

TINDAK LANJUT:
MRS RUANG: Edelweis KELAS :-

KRS/KONTROL POLI
DIRUJUK KE....
PULANG PAKSA NAMA/TTD:
.........................................../.....................................
ALIH RAWAT ATAS PERMINTAAN
MENINGGAL
MELARIKAN DIRI

Anda mungkin juga menyukai