Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA NY.

W DENGAN KETUBAN
PECAH DINI (KPD) DI RUANG VK RSUD PLOSO

Dosen Pembimbing : Dr. Sestu Retno Dwi A, S.Kp.,M. Kes

AGUSTIN SABDIANA
201204007

STIKES PEMKAB JOMBANG

PROGRAM STUDI PROFES NERS

2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus pada Ny. W dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). Sebagai tugas
Keperawan Maternitas Program Studi Profesi Ners STIKES Pemkab Jombang Tahun Ajaran
2021/2022.

Nama : Agustin Sabdiana

NIM : 201204007

Prodi : Profesi Ners

Tempat Praktek : RSUD PLOSO (Ruang VK)

Telah dikonsulkan dan di revisi sebagai laporan kasus Keperawatan Maternitas.

Profesi Ners STIKES Pemkab Jombang pada :

Hari :

Tanggal :

Jombang, April 2021

Agustin Sabdiana

Mengetahui :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

Dr. Sestu Retno Dwi A, S.Kp.,M.Kes Mintarni Sariyatim, S.ST


NIK. 011963031520061207 NIP. 19671125198801
KONSEP DASAR PERSALINAN NORMAL

A. DEFINISI PERSALINAN NORMAL


Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina secara spontan. Pada akhir
kehamilan, uterus secara progresif lebih peka sampai akhirnya timbul kontraksi kuat secara
ritmis sehingga bayi dilahirkan.

B. TEORI PERSALINAN
Terdapat berbagai teori persalinan, di antaranya adalah :
1. Teori penurunan progesteron
Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan
progesterone menurun. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu
sebelum partus dimulai. Selanjutnya otot rahim menjadi sensitif terhadap oksitosin.
Penurunan kadar progesteron pada tingkat tertentu menyebabkan otot rahim mulai
kontraksi.
2. Teori oksitosin
Menjelang persalinan, terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim, sehingga
mudah terangsang saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa
oksitosin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat
berlangsung terus.
3. Teori keregangan otot rahim
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-
otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter
sehingga plasenta mengalami degenerasi. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang
sampai batas tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi kontraksi
sehingga persalinan dapat dimulai.

4. Teori prostagladin

Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari minggu ke-15
hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke waktu partus. Diperkirakan terjadinya
penurunan progesteron dapat memicu interleukin-1 untuk dapat melakukan “hidrolisis
gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi
prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan,
terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam
cairan amnion. Di samping itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium,
desidua, dan korion leave. Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang
kontraksi, bila diberikan dalam bentuk infus, per os, atau secara intravaginal.

5. Teori janin

Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang menghasilkan sinyal


kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir. Namun
mekanisme ini belum diketahui secara pasti.

6. Teori berkurangnya nutrisi

Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates untuk pertama
kalinya. Hasil konsepsi akan segera dikeluarkan bila nutrisi telah berkurang (Asrinah
dkk, 2010).

7. Teori plasenta menjadi tua

Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akan
menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga timbul kontraksi
rahim (Asrinah dkk, 2010).

C. TAHAPAN PERSALINAN NORMAL

Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang disertai darah (bloody show). Lendir yang disertai darah ini
berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar
kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran- pergeseran ketika serviks membuka.

a) Kala 1 (pembukaan jalan lahir)

Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri dengan
dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari satu jam pada
sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi
dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada
primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1 sampai
14,3 jam. Ibu akan dipertahankan kekuatan moral dan emosinya karena persalinan
masih jauh sehingga ibu dapat mengumpulkan kekuatan.
Proses membukanya serviks sebaga akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu:
1. Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi
uterus yang teratur yang menghasilkan perubahan serviks.
2. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi yakni :
1) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
2) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,
dari 4 cm menjadi 9 cm.
3) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam,
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada
primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian akan tetapi terjadi dalam
waktu yang lebih pendek
b) Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi
lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah
masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul,
yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada
rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi
lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala
janin tampak dalam vulva pada waktu his. Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal,
kepala janin dilahirkan dengan presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan
dagu. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota
badan bayi. Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang tepat dan batas waktu
yang dianggap normal. Batas dan lama tahap persalinan kala II berbeda-beda tergantung
paritasnya. Durasi kala II dapat lebih lama pada wanita yang mendapat blok epidural dan
menyebabkan hilangnya refleks mengedan. Pada Primigravida, waktu yang dibutuhkan
dalam tahap ini adalah 25-57 menit. Rata-rata durasi kala II yaitu 50 menit.
Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut dan cemas, maka ibu akan
mengalami persalinan yang lebih lama dibandingkan dengan jika ibu merasa percaya diri
dan tenang (Simkin, 2008)
c) Kala III (Kala Uri)
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Setelah
bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit
kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan
atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan cara Crede untuk
membantu pengeluaran plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat,
sehingga tidak menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan
sekunder.
d) Kala IV (2 jam setelah melahirkan)
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta
lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis
berlangsung dengan baik. Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga
pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan
observasi terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan
perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi.
Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain :
a) Passenger
Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan normal
(Taber, 1994). Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga
harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin.
b) Passageaway
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,
vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-
lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih
berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap
jalan lahir yang relatif kaku
c) Powers
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala
akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Ibu melakukan kontraksi
involunter dan volunteer secara bersamaan.
d) Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi tegak
memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi
rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan,
duduk dan jongkok.
e) Psychologic respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan bagi wanita
dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin mengakibatkan proses
kelahiran berlangsung lambat. Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi
kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi
dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses
ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung wanita dan keluarganya
dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang
terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika
ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya.
KONSEP DASAR KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. DEFINISI KETUBAN PECAH DINI


Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 %
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi
proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang
waktu (Ida Ayu, 2010).
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada
saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dinyatakan dini jika terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Suatu proses infeksi dan peradangan dimulai di ruangan yang berada diantara amnion
korion (Joseph, 2010). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
B. ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
1. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana
kanalis servikalis selalu terbuka.
2. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium
uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak.
3. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic.
4. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.
a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi

b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya


tanpa menimbulkan morbiditas janin
c. Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
5. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,
karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. kemungkinan kesempitan
panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
6. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini.
C. MANIFESTASI KLINIS KETUBAN PECAH DINI
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2010) antara lain :

1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi

3. Janin mudah diraba

4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering

5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak


ada dan air ketuban sudah kering.

6. Kecemasan ibu meningkat.

Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain:

1. Terjadi pembukaan prematur servik

2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:

a. Devaskularisasi

b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang

d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan


enzim preteolitik dan kolagenase.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG KETUBAN PECAH DINI

Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan


keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas.
Selain keterangan yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air
ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan:

1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di


froniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.

2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak


banyak manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-
kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas.
(Manuaba, 2013)
Menurut Nugroho (2010), pemeriksaan penunjang ketuban pecah
dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):
1) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri.
2) Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
E. PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI
1. Penatalaksanaan medis
Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik,
kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis.
Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif
harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau
menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu
pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi
yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD
tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi
(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko
yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau
lebih biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang
diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan
cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama
pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten (Manuaba,
2013).
a. Penatalaksaan KPD pada kehamilan aterm (>37 minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten
dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang
bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi
lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan
dari persalinan disebut periode latent = L, P = “lag” period.
Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada
hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi
persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap
bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit
ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah
belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar (Manuaba,
2013).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan
infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap
janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis
lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian
antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6
jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan
umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita
akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan
mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus
tindakan dapat dikurangi (Manuaba, 2013).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang
sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses
persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan
yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal
bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan
menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi
dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik,
jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria
(Manuaba, 2013).
b. Penatalaksanaan KPD preterm (<37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang
kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu
dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai
37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan (Manuaba,
2013).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan
adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama
menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi
persalinan tanpa memandang umur kehamilan (Manuaba,
2013).
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata
dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-
kadang tidak ringan. Komplikasi- komplikasi yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri,
emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan
dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada
pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar
hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi
intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll
(Manuaba, 2013).

Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat


tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat
menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh
kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin
(Manuaba, 2013).
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah
tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama
temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin,
pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal
pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat
menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health
telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada
preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis
masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4
dosis masing- masing 6 mg tiap 12 jam (Manuaba, 2013).
2. Penatalaksaan keperawatan
Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut Manuaba
(2013):
a. Konservatif

1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.


2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.

3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.

4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.

5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan


memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru
janin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-
tanda persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi
atau gawat janin.
Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.

b. Aktif

Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.

Bila ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus
berat ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi
pecah ketuban
Yang harus segera dilakukan:

1) Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.

2) Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat


ini. Ambil nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:

1) Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi


ada resiko terinfeksi kuman.
2) Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke
sana kemari, karena air ketuban akan terus keluar.
Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya
lebih tinggi.
F. PATOFISIOLOGIS KPD
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung
sebagai berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan
serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah
pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion,
fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme),
pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang
amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding
uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik,
infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi
fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau
higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang
terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi
(Prawirohardjo (2010).
G. PATHWAY
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang


dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan
klien (Hidayat, 2010).

1) Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis


kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa
keperawatan

2) Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan


menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit
kelamin atau abortus.

b. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat pada saat sebelun inpartus


didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan
kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan.

c. Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam


keluarga keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien

d. Riwayat psikososial Riwayat klien nifas biasanya cemas


bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin
meningkat dan membuat harga diri rendah

3) Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,


dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan buang air besar (BAB).
e. Pola istirahat dan tidur
Pada klien intra partum terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri sebelum persalinan.
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
g. Pola penagulangan stress
Biasanya klien sering merasa cemas dengan kehadiran anak.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat kontraksi uterus pada pola
kognitif klien intrapartum G1 biasanya akan mengalami kesulitan dalam hal
melahirkan, karena belum pernah melahirkan sebelumnya.
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
Pola tata nilai dan kepercayaan. Biasanya pada saat menjelang persalinan dan
sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres
total setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya.
4) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena adanya
proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae
dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Muskuluskeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka
episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis

2) Risiko infeksi b/d ketuban pecah sebelum waktunya

3) Defisit pengetahuan b/d kehamilan dan persalinan


3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Luaran Keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


No
Keperawatan Outcome Indikator Intervensi Aktivitas

1. Tingkat nyeri 1. Keluhan nyeri Manajemen Observasi:


Nyeri akut b/d agen
nyeri
menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera fisiologis
2. Meringis kualitas, intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun memperingan nyeri
4. Ketegangan 4. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
otor menurun 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
5. Frekuensi nadi Terapeutik :
membaik 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
6. Pola napas nyeri
membaik 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. Tekanan darah 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2.
1. Demam Observasi :
Risiko infeksi b/d Tingkat Pencegahan
menurun
infeksi infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
ketuban pecah 2. Nyeri
menurun
sebelum waktunya Terapeutik :
3. Bengkak
menurun 1. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
4. Cairan berbau
tinggi
busuk
menurun Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
3. ajurkan meningkatkan nutrisi
4. anjurkan meningkatkan asupan cairan

kolaborasi :

1. kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu


Tingkat 1. Perilaku sesuai Edukasi Observasi :
Defisit pengetahuan
pengetahuan anjuran kesehatan
3. b/d kehamilan dan meningkat 1. identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
2. Kemampuan informasi
persalinan
menjelaskan 2. identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
tentang sesuai sehat
topik meningkat
3. Pertanyaan Terapeutik :
tentang masalah
yang dihadapi 1. sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
menurun 2. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Persepsi yang 3. berikan kesempatan untuk bertanya
kliru terhadap
masalah Edukasi :
membaik
5. Perilaku 1. jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
membaik kesehatan
2. ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. ajarkan strategi yan dapat digunskan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA NY. W
DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

IDENTITAS PASIEN IDENTITAS SUAMI


Nama : Ny. W Nama : Tn. P
Umur : 40 tahun Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : perempuan Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : jawa/indonesia
Agama : islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Alamat : Gongseng-Megaluh, Jombang
No.Reg : 06.96.25
Tgl MRS : 30 Maret 2021 Jam : 00.25
Tgl pengkajian : 31 Maret 2021 Jam :

Diagnosa Medik : G3 P2002 Abooo Uk. 34-35 mgg

RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)


Keluhan Utama :
Ny. W mengatakan mengeluarkan cairan bening tapi tidak berbau
Riwayat Kehamilan Sekarang :
Ny. W mengatakan selama hamil periksa ke bidan desa 1x dan kedokter spesialis kandungan
4x dan mengikuti ANC terpadu sebanyak 3x. Pada trimester pertama Ny. W mengatakan tidak
ada keluhan yang dirasakan dan pada trimester ke 3 Ny. W mengatakan sering BAK dan kaki
Ny. W bengkak 2 mgg sebelum melahirkan anaknya
Riwayat Persalinan Sekarang :
Ny. W melahirkan dengan proses persalinan normal dengan KPD. Usia kehamilan 34-35
mgg. Dilakukan proses persalinan normal jam 15.00
Riwayat Obstetri :
Menarche : 13 tahun
Lama : 28 hari dengan lama 4-5 hari (mens tidak teratur)
Dysmenorhea : Tidak
HPHT : -
Tafsiran persalinan : -
Riwayat Pernikahan :
Menikah satu kali dengan suami, lama pernikahan 21 tahun
Riwayat KB :
Jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil adalah KB suntik 3 bulan lamanya 18 tahun.
Keluhan selama menggunakan kontrasepsi ini adalah penambahan berat badan. Rencana
penggunaan kontrasepsi yang akan datang setelah melahirkan adalah suntik 3 bulan
Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas dan KB :

Kehamilan Persalinan Keadaan


M
at
Hidup Penyeb
Pen i
N Su U Pen Spo Tind Op ab
olo U Je Ket
O am m yuli nta aka era Um Jen
ng m ni
i ur t n n si ur is
ur s
34-
35
Perta Min
1. ma ggu KPD √ - - Bidan 1 hr Lk - - KPD -
(RSU
D
Ploso)

Riwayat Kesehatan Terdahulu :


Ny. S mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit menurun (HT,DM,Asma,dll) dan
tidak memiliki riwayat alergi. Ny. S mengatakan proses persalinan ke 3 anaknya adalah
persalinan normal semua dan baru anak yang ke 3 kondisinya dengan KPD.
Riwayat keluarga Ny. W mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit menurun seprti HT,DM, maupun Asma.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/mnt
Suhu : 36,70C
RR : 20x/mnt
A. Sistem Reproduksi
Payudara
Inspeksi : simetris, bersih, bentuk papilla mamae menonjol, kolostrum sudah keluar, areola
mamae warna hitam
Abdomen
Anamnesa : perut tampak membesar
Inspeksi : pembesaran perut simetris, terdapat strie albican, terdapat linea alba dan nigra
Palpasi : letak fundus uteri setinggi pusat dan kontraksi uterus keras
Genetalia
Inspeksi : nampak bersih, tidak terdapat odema, terdapat lochia rubra
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Leopord I : TFU setinggi pusat (28 cm)
Leopord II : Punggung kiri teraba datar seperti papan (punggung bayi),
Punggung kanan teraba bagian kecil seperti jari-jari
Leopord III : Teraba bulat, keras melenting yaitu kepala
Leopord IV : Bagian terendah sudah masuk PAP
Auskultasi : DJJ : Teratur 155x/mnt
B. Sistem Pernafasan
Hidung
Inspeksi : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret/ingus, nampak bersih
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe,
posisi trachea simetris
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe,
posisi trachea simetris
Faring
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda infeksi
Area Dada
Inspeksi : pola nafas teratur, tidak ada tarikan intercostae, pergerakan dada simetris,
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
C. Cardio Vaskuler
Wajah
Inspeksi : wajah nampak pucat
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe,
posisi trachea simetris
Dada
Inspeksi : simetris, tidak ada jejas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : batas jantung dengan adanya bunyi redup, apakah terjadi pelebaran atau
pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal (BJ 1 dan BJ 2 tunggal)
Ekstermitas atas
Palpasi : CRT kurang dari 2 detik, suhu akral hangat
Ekstermitas bawah
Inspeksi : kaki tampak odem
Palpasi : Suhu akral hangat
Genetalia
Inspeksi : sedikit kotor, terdapat lochia alba
D. Perkemihan-Eliminasi
Uri Anamnesa
Saat pengkajian Ny. W mengatakan sudah BAK sudah 3x
Genetalia
Inspeksi : tidak ada odem, sedikit kotor, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
E. Sistem pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa
Ny. W mengatakan nafsu makan tetap (makanan dari RS satu porsi habis), jumlah minum
perhari satu botol 1500 ml
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat lesi, mulut nampak bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut
F. Sistem muskuloskeletal & integumen
Anamnesa : Ny. W mengatakan tidak memiliki keluhan pada system muskuloskeletal
G. Sistem Endokrin
Kepala
inspeksi : penyebaran rambut tampak merata, tidak ada ketombe, simetris
palpasi : tidak ada benjolan
Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tyrodi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
H. Persepsi sensori
Pendengaran (telinga kiri dan kanan)
Inspeksi : simetris, tidak terdapat lesi pada telinga , tidak ada serumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada mastoid, tidak terdapat odem
Penglihatan (mata kiri dan kanan)
Anamnesa : Ny. W mengatakan tidak ada keluhan penurunan tajam penglihatan , tidak ada
keluhan mata berkunang-kunang / kabur
Inspeksi : mata tampak simetris kanan dan kiri, konjungtiva merah muda, sklera putih
I. Konsep Diri

Citra Tubuh : Ny. W mengatakan tidak merasa ada masalah dengan bentuk tubuhnya,
karena perubahan bentuk tubuh saat hamil dan melahirkan sudah diangap
hal yang wajar oleh Ny, W karena Ny. W sudah pernah mengalami saat
hamil pertama dan kedua

Ideal Diri : Ny. W mengatakan berhadap setelah melahirkan bentuk tubuhnya nisa kembali
seperti sebelum hamil

Harga Diri : Ny. W mengatakan jika setelah melahirkan semakin disayang oleh suami
maupun keluarga, lebih banya mendapatkan perhatian

Peran Diri : Ny. W mengatakan jika sudah siap menjadi seorang ibu dari 3 orang anak, dan
ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya

Identitas Diri : Ny. W mengatakan sadar akan identitas dirinya yaitu sebagai seorang ibu
bagi ananya sekaligus juga seorang istri bagi suaminya

J. Persepsi tata laksana hidup sehat


1. Ny. S mengatakan jika pola makan 3x sehari dengan sayur dan lauk pauk yang lain,
tidak merokok, menggunkan air bersih untuk mandi, dan membeli air kemasan untuk
minum, sudah menggunakan jamban untuk BAB
2. Ny. W mengatakan jika Ny. W atau keluarga sakit meminum obat membeli di apotik
atau di toko-toko, namun jika dirasa sakitnya tak kunjung sembuh baru berobat ke bidan
desa
3. Ny. W mengatakan sehari mandi 2x , keramas 2x seminggu, sikat gigi 2x sehari, ganti
pakian 2x sehari.
K. Nilai dan kepercayaan spiritual
Ny. W mengatakan selama dirumah sakit tidak melakukan ibadah namun berdoa untuk
memberikan ketenangan batin pada ibu karena ibu proses kelahiran anak ke tiganya
L. Istirahat dan tidur
Ny. W mengatakan bisa tidur dengan baik selama hamil, setelah melahirkan ibu mengatakan
tidur terganggu karena harus menyusui anaknya

ANALISA DATA
ETIOLOGI MASALAH
DATA
Ketuban pecah dini Resiko infeksi
DS :
1. Ny. W mengatakan
mengeluarkan cairan dari
jalan lahir yang berwarna
jernis, tidak berbau
2. Ny. W merasa ada
rembesan cairan seperti air
kencing

DO :

1. DJJ : 155x/mnt
2. Cairan ketuban merembes,
warna jernih, tidak berbau
3. TTV : TD 110/70 mmHg, S
36,70C, N 84x/mnt, RR
20x/mnt
meningkatnya aliran darah Defisit pengetahuan
DS : dan tekanan rahim yang
1. Ny. W mengatakan edema tumbuh di pembuluh darah
pada kaki pelvis dan vena cava
2. Ny. W mengatakan edema
pada kaki akan bertambah
setelah beraktivitas seharian
3. Ny. W mengatakan tidak
mengetahui edema pada
kaki terjadi karena apa

DO :

1. Kaki Ny. W terlihat edema


sampai mata kaki

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Resiko Infeksi b/d ketuban pecah sebelum waktunya


2) Defisit pengetahuan b/d kehamilan dan persalinan
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Luaran Keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


No
Keperawatan Outcome Indikator Intervensi Aktivitas

1. Tingkat 1. Nyeri menurun tingkat Observasi :


Risiko infeksi b/d
infeksi 2. Bengkak infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
ketuban pecah menurun
3. Cairan berbau
sebelum waktunya Terapeutik :
busuk menurun
4. Kemerahan 1. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
menurun
tinggi
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. ajurkan meningkatkan nutrisi
3. anjurkan meningkatkan asupan cairan

kolaborasi :

1. kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

2. Defisit pengetahuan
1. Perilaku sesuai
b/d kehamilan dan Tingkat Edukasi Observasi :
anjuran
pengetahuan meningkat kesehatan
persalinan 1. identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
2. Kemampuan
informasi
menjelaskan
pengetahuan
tentang sesuai 2. identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
topik dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
meningkat sehat
3. Pertanyaan
tentang masalah Terapeutik :
yang dihadapi
menurun 1. sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4. Persepsi yang 2. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
kliru terhadap 3. berikan kesempatan untuk bertanya
masalah
membaik Edukasi :
5. Perilaku
membaik 1. jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
2. ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. ajarkan strategi yan dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
DIAGNOSA Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi

Dx.1 31 maret 2021 1. memonitor tanda dan .S :


gejala infeksi
Resiko infeksi iskemik dan lokal Ibu mengatakan ada
b/d ketuban 2. memasukkan nutrisi rembesan cairan
pecah sebelum dan cairan yang seperti air kencing
waktunya cukup
3. mengajarkan pasien O:
dan keluarga tanda
1. Cairan yang
dan gejala infeksi
keluar mulai
4. Mengobservasi DJJ
berkurang
2. Auskultasi DJJ

A : tujuan tercapai
sebagian

P : pertahankan
intervensi. Pasien di
pindah ke ruang
nifas

Dx.2 31 maret 2021 1. Menjadwalkan S:


pendidikan
Defisit kesehatan Tampak kedua kaki
pengetahuan b/d 2. Menjelaskan faktor Ny. W odem sampai
kehamilan dan resiko yang dapat mata kaki
persalinan mempengaruhi dan
O:
memperburuk
kesehatan. 1. Ny. W dapat
Kemungkinan odem melaksanakan
pada kaki terjadi hal yang sudah
karena ibu yang dianjurkan oleh
melakukan aktivitas petugas/perawat
belebih dan saat tidur 2. Ny. W paham
kaki dibiarkan tentang
tmengantung pengetahuan
3. Mengajarkan tentang
perilaku hidup bersih kondisinya yang
dan sehat dijelaskan oleh
petugas/perawat
3. Pertanyaan dari
Ny. W tentang
kondisinya
menurun
4. Hal yang kliru
selama ini
dilakukan oleh
Ny. W tidak
dilakukan lagi
5. Perilaku
kesehatan Ny. W
membaik
A: Tujuan tercapai
sebagian

P: Intervensi
dilanjutkan. Pasien
dipindah di ruang
nifas

Anda mungkin juga menyukai