Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

SENGATAN BINATANG BERBISA/GIGITAN ULAR

Dosen Pembimbing : Ns. Anja H.K M.Kep.,Sp.Kep.M.B

Oleh:
1. Anton Fatoni, S.Kep (201204011)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES PEMKAB JOMBANG


PROFESI NERS TAHUN AJARAN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus tugas Stase Keperawatan Kritis Studi Profesi Ners STIKES Pemkab

Jombang Tahun Ajaran 2020/2021

Nama : Anton Fatoni

NIM : 201204011

Prodi : Profesi Ners

Telah di konsulkan dan di revisi sebagai pemenuhan tugas praktik Profesi Ners secara

daring pada Stase Keperawatan Kritis Ners STIKES Pemkab Jombang pada:

Hari : kamis

Tanggal : 14 Januari 2021

Jombang, 14 Januari 2021

Mengetahui

pembimbing Akademik

Anja Hesnia K, M.Kep., Sp. Kep., M.B


NIK. 051988020920121289
LAPORAN PENDAHULUAN
SENGATAN BINATANG BERBISA/GIGITAN ULAR

A. DEFINISI
Gigitan ular adalah sebuah penyakit lingkungan yang di akibatkan oleh sebuah gigitan
ular yang sangat berbisa yang bisa menimbulkan kematian pada semua makhluk hidup
atau manusia. Di karenakan ular yang berbisa kaya akan racun peptida dan protein yang
dapat mematikan reseptor jaringan pada daerah yang tergigit tersebut (D. A. Warrell,
2010).
Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbulkannya
seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin,
antikoagulan, kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain itu
ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat-zat peradangan lain seperti kinin,
histamin dan substansi cepat lambat (Sudoyo, 2006).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular
tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran
dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik
yang berbeda pada manusia. (RetnoAldo.2010.Askep Gigitan Ular, (Online),
http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).

B. KLASIFIKASI GIGITAN ULAR


Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Dari ratusan jenis ular yang
diketahui hanya sedikit yang berbisa, dan dari golongan ini hanya beberapa yang
berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998).
Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli
utama yaitu:

a) Famili Elipadae, terdiri dari : Najabungarus (king cobra), Najatripudrat Sputatrix


(cobra hitam, ular sendok), Najabungarus Candida (ular sendok berkaca mata) sangat
berbahaya.
b) Famili Viperidae, terdiri dari : Ancistrodon Rodostom (ular tanah), Lacheis Graninius
(ular hijau pohon), Micrurus Fulvius (ular batu koral).
c) Famili Hidropidae meupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh seperti dayung
biasanya berkepala kecil.
d) Familli Colubridae, misalnya ular pohon.
Perbedaan Ular Berbisa Dan Ular Tidak Berbisa :
Tidak Berbisa Berbisa

Bentuk Kepala Bulat Elips, Segitiga


Gigi Taring Gigi kecil 2 gigi taring besar

Bekas Gigitan Lengkung seperti U Terdapat 2 titik

Warna Warna warni Gelap

Derajat gigitan ular :


a) Derajat 0
 Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
 Pembengkakan minimal, diameter kurang dari 1 cm
b) Derajat I
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter 1 cm
 Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
c) Derajat II
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter 6-12 cm
 Petechie, ecimosis
 Nyeri hebat dalam 12 jam
d) Derajat III
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter lebih dari 12 cm
 Syok, petechie, ecimosis seluruh tubuh
 Nyeri hebat dalam 12 jam
e) Derajat IV
 Sangat cepat memburuk

C. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa yaitu : Elipidae, Viperidae dan Hidrophidae. Bisa ular
dapat menyebabkan perubahan lokal seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elipidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam, (Deddyrin. 2009.
Intoxicasi) :
a) Bisa Ular Yang Bersifat Racun Terhadap Darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan dan
lain-lain.
b) Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.
c) Bisa Ular Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
d) Bisa Ular Yang Bersifat Kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e) Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
f) Enzim-Enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

D. PATOFISIOLOGI
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada dibawah mata.
Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring ular dapat
tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan bergantung
pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang diterima ular,
serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi panas dari mangsa,
yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan. Bisa
biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-bahan
penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah di identifikasi
pada bisa pit viper.
Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda potensia untuk kerusakan sistemik dari
fungsi sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya
tidak terjadi saat venomasi. Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran
kapiler dan cairan interstitial di paru-paru. Mekanisme pulmoner dapat berubah secara
signifikan. Efek akhirnya berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam
laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan minute
ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan
diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi. Myonekrosis
disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan ginjal (Daley, Brian James MD, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Sudoyo, 2006), Secara umum akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular.
1) Gejala Lokal: bekas gigitan, edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap dijaringan bawah kulit).
2) Gejala Sistemik : hipotensi, otot melemah, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi
(ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur. Sindrom
kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa yaitu terjadi
oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka
pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a) Gigitan Elapidae (misal: ular cobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang,
ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
 Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku
pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.
 Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
 Setelah digigit ular: 15 menit muncul gejala sistemik dan 10 jam kemudian dalam
bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan.
 Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul gejala-gejala neurotoksik.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b) Gigitan Viperidae (misal:ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo), cirinya:
 Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak dekat
gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit
dekat gigitan.
 Efek sistemik muncul dalam 50 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah,
berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang dan luka yang
dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah, urin dan tinja.
 Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c) Gigitan Hydropidae (misal: ular laut), cirinya:
 Gejala local yang muncul berupa sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat dan
muntah.
 Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil,
dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (gejala
ini penting untuk diagnostik), ginjal rusak, henti jantung.
d) Gigitan Rattlesnake dan Colubridae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan
puspo), cirinya:
 Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.
 Anemia, hipotensi, trombositopeni
F. KOMPLIKASI
Komplikasi gigitan ular, yaitu :
a) Syok Hipovolemik
b) Edema paru
c) Kematian
d) Gagal napas

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium Darah :
1) 20 Minute Whole Bloot Clotting Test : Pemerikasaan sensitif untuk mendeteksi
gangguan koagulasi darah.
2) Pemeriksaan koagulasi darah
3) Pemeriksaan darah
4) Pemeriksaan Darah Kimia : Ureum, kreatinin, serum meningkat pada gagal ginjal
akut.
5) Anlisis Gas Darah
b) Pemeriksaan Urinalis
c) Pemeriksaan Radiologi :
1) Rontgen thoraks
2) USG
3) ECG (Electrocardiogram)
4) Echokardiografi : mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan hipotensi
dan syok.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Prinsip Pengganan Pada Korban Gigitan Ular
1) Menghalangi atau memperlambat absorbsi bisa ular.
2) Menetralkan bisa ular yang masuk kedalam sirkulasi darah
3) Mengobati atau mengatasi efek lokal dan sistemik. (Sudoyo, 2006).
b) Pertolongan pertama, pastikan dan sekitar aman dan ular telah pergi secara
pertolongan medis jangan tinggalkan korban selanjutnya lakukan prinsip RIGT yaitu:
R (Reassure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrihatkan korban dalam
posisi horizontal terhadap luka gigitan.
I (Immobilisation) : jangan menggerakan korban, untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure immobilisation) pada daerah sekitar gigitan (tanggan atau kaki).
G (Get) : bawah korban kerumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T (Tell to Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.
c) Penatalaksanaan Selanjutnya di Rumah Sakit :
1) Di bawah ke Emergency Room, dan melakukan ABC (penatalaksanaan Airway,
Breathing dan Circulation).
2) Berikan pertolongan pertama pada luka gigitan (verban ketat dan luas di atas luka,
imobilisasi (dengan bidai bila perlu).
3) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%
4) Pada penatalaksanaan sirkulasi, berikan IVFD RL 16-20 tpm.
5) Sampel (5-10 ml) darah untuk pemeriksaan
6) Penisillin prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore
7) Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dikebalkan), pivalen 1 ml
berisi :
10-50LD50 bisa Ankystrodon
25-50LD50 bisa Bungarus
25-51LD50 bisa Nayasputarix .
8) Teknik pemberian : 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 30-40 tetes/menit. SABU maksimal 100 ml (20 vial).
Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
9) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
10) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
11) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg/IM, hydrocortisone 100 mg IV.
12) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
13) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
14) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam.
Catatan: Jika terjadi syok anafilatik karena SABU, SABU harus dimasukkan secara
cepat sambil diberi adrenalin.
d) Pemberian SABU (Serum Anti Bisa Ular)
Pedoman Pemberian SABU sesuai derajat parrish, Schwartz dan Way (Depkes,
2001).
Derajat Parrish Pemberian SABU

0-I Tidak Perlu

II 5-20cc (1-2 vial)

III 40-10cc (4-10 vial)

I. WOC
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan Marilynn E.Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian
pasien, yaitu:
a) Data Umum
1. Identitas Pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan, agama, no RM, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit dan alamat.
2. Identitas Penanggung Jawab meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
hubungan dengan pasien dan alamat.
b) Keluhan Utama :
Nyeri di sertai demam, mual, muntah, merah dan oedem pada daerah gigitan, gatal-
gatal, sesak nafas.
c) Pengkajian Primer (A, B, C, D dan E)
1. Airway : Tidak ada sumbatan benda asing, tidak ada sputum, tidak ada darah, tidak
ada lendir.
2. Breathing : klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu pernapasan, RR =
32 x/menit, pemgembangan dada simetris, suara nafas vesikuler.
3. Circulation : ada perdarahan ditungkai kiri karena gigitan ular, N= 52x/menit, CRT
> 3 detik, akral hangat, sianosis, Bunyi jantung : normal S1 dan S2.
4. Disability : Penurunan kesadaran komposmentis (E4V5M5), Pupil : isokor (2mm)
5. Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka,
memar.
d) Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis, GCS : 1-4
TTV = TD : Normal (n: 120/80 mmHg); Suhu : 36,0oC - 37,0oC; Nadi : 60-100
x/mnt; RR : Normal (n : 16-20 x/mnt), Berat Badan: Tinggi Badan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang : Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit
memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah klien pernah menderita penyakit ini
sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Kaji apakah adanya keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
2. Keadaan Khusus
Pemeriksaan Persistem
a. Sistem Pernapasan: peningkatan frekuensi suara nafas, kelemahan otot
penapasan, nafas dangkal, suara paru vesikuler, suara nafas vesikuler.
b. Sistem Persepsi Sensori:mata berkunang-kunang, kunjungtiva merah muda,
sklera normal, gerakan bola mata normal.
c. Sistem Integumen:akral dingin, kemerahan.
d. Sistem Kardiovaskuler : pasien merasa gelisah, ektremitas odema, terdapat luka
bekas gigitan ular.
e. Sistem Muskuloskeletal:kekuatan otot berkurang, mengalami intoleransi
aktivitas.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin (hal:26)

SIKI SLKI
No. Diagnosa
Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
Pola nafas 1. Manajemen 1. Observasi: 1. Pola Nafas 1. Dyspnea menurun
tidak efektif Jalan Nafas a. Monitor pola (hal:95) 2. Penggunaan otot
berhubungan (hal:186) napas bantu napas
dengan (frekuensi, menurun
reaksi kedalaman, 3. Frekuensi napas
endotoksin usaha napas) membaik
b. Monitor 4. Kedalaman napas
(hal:26)
bunyi napas membaik
tambahan
(wheezing,
ronkhi,
gurgling)
2. Terapeutik:
a. Posisikan
semi fowler
b. Berikan
minum
hangat
c. Berikan
oksigen
3. Edukasi:
a. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari
4. Kolaborasi:
a. Kolaborasi
dengan tim
medis lain
untuk
pemberian
obat

L. IMPELENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

M. EVALUASI
Evaluasi pada pasien dengan gigitan ular dilakukan intervensi keperawatan yang
telah dilakukan dengan mengkaji setiap hasil tindakan (pencatatan respon) pada setiap
shift dengan menggunakan metode SOAP (Subjektif, Obyektif, Analisa, Planning) sesuai
dengan tindakan dan diagnosa utama yaitu masalah oksigenasi. Evaluasi yang dilakukan
meliputi evaluasi sumatif dan evaluasi formatif (Darmawan, 2019).
S : Subyektif : hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan oleh pasien biasanya
data ini berhubungan dengan kriteria hasil.
O : Obyektif : hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh perawat biasanya data
ini juga berhubungan dengan kriteria hasil.
A : Analisa : pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah
terpenuhi atau tidak.
P : Rencana : dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap pasien.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/33375580/ASUHAN_KEPERAWATANGIGITAN_ULAR.
Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta : ECG
Corwin. J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengos. Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. (2008). PPGD (Pertolongan
Pertama Gawat Darurat) Level 2. Internasional SOS training department : Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


GIGITAN ULAR

Seorang anak perempuan usia 7 tahun bermain di lapangan yang banyak ilalangnya dia digigit
ular keramek dibagian punggung kaki kanannya menyebabakan anak ini mengalami pendarahan
dari hidung dan mulut. Hasil pemeriksaan didapatkan GCS 456, wajah pucat, mual muntah darah
3x, nadi 90x/menit, TD 110/60 mmHg, RR 20x/menit, suhu 37 derajat C.

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI UNIT


GAWAT DARURAT

DATANG TANGGAL: jum’at, 8 januari 2021 JAM : 13.00 WIB


Visum at repertum : Ya -- Tidak

DATANG DENGAN

BERJALAN DIANTAR POLISI/MASYARAKAT

KURSI RODA  AMBULANS

IDENTITAS/BARCODE:
Nama : An. P No. Reg : 013-1994-90
Umur : 7 Tahun Tgl. MRS : 08 januari 2021
Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosis medis : Gigitan Ular
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Tgl Pengkajian : 08 januari 2021
Agama : Islam
Pekerjaan : siswa
Pendidikan : SD
Alamat : Ds. Cukir , Kec. Diwek , Kab. Jombang

RIWAYAT PENYAKIT DAN KESEHATAN


ANAMNESA :
DATANG (JAM) DITANGANI (JAM)

13.00 WIB 13.00 WIB

KELUHAN UTAMA : Pasien mengalami pendarahan di hidung dan mulut


RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien digigit ular ketika sedang bermain dilapangan
yang banyak tumbuhan ilalang. dibawa ke UGD
RSUD Jombang. Setelah dilakukan pemeriksaan di
IGD pemeriksaan didapatkan GCS: 456, tampak 2
lubang bekas gigitan ular dikaki kanan pasien,
keadaan umum pasien lemah, merasa tidak ada tenaga
untuk bergerak, wajah pucat, mual.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU/ Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya,
KELUARGA : anggota keluarga tidak memiliki riwayat penyakit
menular, dan menurun.
SAMPLE
S (Sign and symptom) :Pasien mengalami pendarahan akibat gigitan ular
A (Alergi) : Tidak ada riwayat alergi
M (Medikamentosa) : Tidak mengkonsumsi obat-obatan medis/herbal
P (Partinent Medical or surgical history) : Pasien sebelumnya belum pernah masuk RS
L (Last oral intake) : 3 jam yang lalu makan nasi dan sayur bersantan
E (Evemts leading up to illness or injury) : Akibat gigitan ular
ALERGI : Tidak
OBAT :-
MAKANAN : -
LAIN-LAIN : -

PRIMARY SURVEY
AIRWAY/OBSTRUKSI :
TOTAL PARSIAL
BENDA ASING: YA  TIDAK
LETAK :
SUARA NAFAS
GARGLING SNOWRING CROWING
Curiga Fraktur Cervikal
Jejas clavicula Fraktur Clavikula
Multiple fraktur Tetra plegi
Batle sign Briil hematoma
Bloody Rinorhoe
Terpasang alat : Oropharingeal Nasopharingeal
ETT

BREATHING :
BERNAFAS TIDAK ADA 
FREKUENSI : 20x/menit
JENIS :
Dispnoe Cheyne stoke Kussmaul  g
PERNAFASAN CUPING HIDUNG  TIDAK YA f
f
CIANOSIS TIDAK  YA d
OKSIGEN : Lpm Alat : h
g
PERGERAKAN DADA SIMETRIS  ASIMETRIS 
g

SUARA NAFAS:
CIRCULATION :
NADI CAROTIS  TERABA TIDAK TERABA
NADI PERIFER FREKUENSI: 90 X/MENIT
KUAT  LEMAH TIDAK TERABA
TD: 110/60 mmHg
PERDARAHAN :- CC LOKASI : Hidung dan mulut
SUARA JANTUNG NORMAL  GALLOP
MURMUR
LAIN-LAIN:
AKRAL : CRT: >3 DETIK
IRAMA JANTUNG  TERATUR TIDAK TERATUR
NYERI DADA: JENIS:
LOKASI;
CAIRAN YANG TERPASANG: JUMLAH: CC
RESUCITATION/ CPR
CPR : MENIT
OBAT RESUTITASI
DEFIBRILASI :............. KALI
SYNCRONIZE :............... KALI

DISABILITY
Respon :  Alert Verbal Pain
Unrespon
Kesadaran :  CM Delirium Somnolen

GCS : 4 Eye ... 5 Verbal ... 6 Motorik ...


Pupil : Isokor Unisokor Pinpoint
Medriasis
Refleks Cahaya:  Ada Tidak Ada
Keluhan Lain : … …

EXPOSURE
Deformitas: Ya  Tidak
Contusio :  Ya Tidak
Abrasi : Ya  Tidak
Penetrasi : Ya  Tidak
Laserasi :  Ya Tidak
Edema :  Ya Tidak
Keluhan Lain: … …

SECONDARY SURVEY
Kepala dan Leher
Inspeksi : Bentuk kepala mesochepal, warna rambut beruban, kepala bersih, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, leher tidak ada bendungan vena jugularis
 Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
 Hidung : Simetris, pendarahan, penciuman normal
 Telinga : Simetris, bersih, pendengaran normal
 Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada caries gigi, pendarahan
Dada:
 Paru-paru:
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada jejas
Palpasi : Vocal fremitus teraba kanan dan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
 Jantung:
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Teraba ictus kordis di SIC V dan VI
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bunyi S1 dan S2
Abdomen:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan hepar, gastris, dan pembesaran
Auskultasi : Bising usus 15x/menit
Perkusi : Tympani
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi : Terpasang infus NaCl 0,9% ditangan kiri, ada edema dikaki pada luka gigitan
Palpasi : Akral dingin
Punggung :
Inspeksi : Tidak ada jejas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Neurologis : GCS E4M5V6

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
RADIOLOGI:

 X-RAY/RONTGEN :
CT-SCAN :

 USG :

LABORATORIUM

 DARAH LENGKAP LFT


SE FH
RFT

LAIN-LAIN:

ANALISA DATA:

Nama Pasien : An.P


Dx.Medis : Gigitan Ular

No. Data Etiologi Masalah

1. DS : Bisa ular mengandung Risiko


toksin yang bersifat perdarahan
Pasien terlihat pendarahan dihidung
neurotoksik berhubungan
dan mulut dengan
DO : gangguan
Tosik masuk ke ketubuh gastrointestinal
Wajah tampak pucat
melalui darah
Mual
Muntah darah 3x
Merusak sel-sel saraf
Nadi :90x/menit
TD : 110/60mmHg
Merusak pembuluh limpah
RR : 20 x/menit
Suhu : 37 derajat C
Gangguan
pencernaan/gastrointestinal

Mengakibatkan pendarahan
DIAGNOSA:

1. Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal (hal:42)


2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin (hal:26)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh (hal:304)

MASALAH KEPERAWATAN PRIORITAS:

1. Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal (hal:42)

(dr............................) (Ns.....................................)
INTERVENSI

SIKI SLKI
Diagnosa
No. Intervensi Aktivitas Outcome Indikator
1. Resiko Pencegahan Observasi: Tingkat 1. Kelembapan
pendarahan pendarahan kulit= 4
pendarahan a. Monitor tanda dan
(hal:283) (hal:147) 2. Kelembapan
berhubungan gejala pendarahan membran
b. Monitor nilai mukosa= 4
dengan hematokri/hemoglo 3. Hematemisis=
gangguan bin sebelum dan 4
sesudah kehilangan 4. Hemoglobin=
gastrointestinal darah 4
(hal:42) c. Monitor tanda- 5. Tekanan
tanda vital darah= 4
ortostatik 6. Suhu tubuh= 4
Terapeutik:
a. Pertahankan bed
rest selama
pendarahan
b. Batasi tindakan
invasif
c. Gunakan kasur
pencegah dekubitus
Edukasi:
a. Jelaskan tanda dan
gejala pendarahan
b. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
c. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
pendarahan
Kolaborasi:
a. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
pendarahan
b. Kolaborasi
pemberian produk
darah
IMPLEMENTASI

No Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. 8 januari Resiko Observasi: S:


pendarahan 1. Monitor tanda dan
2021 - Pasien terlihat masih
berhubungan gejala pendarahan
2. Monitor nilai pendarahan di hidung dan
dengan
hematokri/hemoglobi mulut
gangguan O:
gastrointestinal n sebelum dan
sesudah kehilangan - TTV :
darah
TD : 110/60 mmHg
3. Monitor tanda-tanda
vital ortostatik N : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37,0 °C
Terapeutik:
1. Pertahankan bed rest A : Masalah belum teratasi
selama pendarahan
2. Batasi tindakan P: intervensi dilanjutkan
invasive
3. Gunakan kasur
pencegah dekubitus
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan
gejala pendarahan
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
3. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
pendarahan

Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
pendarahan
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah
EVALUASI & HANDS OFF

Evaluasi Komunikasi

SUBJEKTIF: Situation:
“Pasien terlihat mengalami pendarahan di Pasien An.P MRS pada tanggal 08 januari 2021
hidung dan mulut” (jam 13.00) mengalami gigitan ular di
punggung kaki kanannya, pasien terlihat
mengalami pendarahan di hidung dan
mulutnya.
Masalah yang belum teratasi saat ini yaitu:
Resiko pendarahan berhubungan dengan
gangguan gastrointestinal

OBJEKTIF: Background:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan
TD : 110/60 mmHg
riwayat penyakit menular.
N : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Hasil pemeriksaan :
S : 37,0 °C Pasien mengalami pendarahan di hidung dan
mulut.

ASSESMENT: Assesment:
Masalah belum teratasi Observasi terakhir : Kesadaran komposmentis,
pasien mengalami pendarahan. Mengharuskan
cek darah lengkap dan rontgen.

PLANNING: Recommendation:
Lanjukan intervensi Konsultasi lebih lanjut dengan dokter.

TINDAK LANJUT:

 MRS RUANG: Edelweis KELAS :-


KRS/KONTROL POLI
DIRUJUK KE....
PULANG PAKSA NAMA/TTD:
.........................................../.....................................
ALIH RAWAT ATAS PERMINTAAN
MENINGGAL
MELARIKAN DIRI

LOG BOOK
PADA GIGITAN BINATANG BERBISA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2020/2021
LOG BOOK

1 : Tergantung 2 : Marginal 3: Dibantu 4 : Disupervisi 5 : Independen

No Tgl/Jam Kegiatan Rentang Penilaian

1 2 3 4 5

1. Penggunaan ventilator
mekanik
2. Pembidaian
3. Pembebasan jalan nafas
PENGGUNAAN VENTILATOR MEKANIK

PENGERTIAN Ventilator mekanik adalah upaya bantuan napas dengan alat bantu
napas mekanik atau ventilator sebagai alat pengganti fungsi pompa
dada yang mengalami kelelahan atau kegagalan (Iwan & Saryono,
2015)

TUJUAN - Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk


mempertahankan ventilasi yang fisiologik
- Menimbulkan airway pressure dan corak ventilasi untuk
memperbaiki efisiensi dan oksigenasi
- Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi keadaan
kerja nafas
INDIKASI Indikasi ventilator mekanik menurut (Viana & Nawawi, 2017) :
a) Gagal napas
b) Pasca operasi mayor
c) Pasca henti jantung
d) Hipoksia sehingga kebutuhan laju nafas, upaya nafas dan
FiO2 meningkat
e) Hiperkapni dan tampak kelelahan
f) Mencegah supaya jangan sampai diintubasi bila misalnya
pada pasien dengan yang mengalami keterbatasan aliran
udara secara kronis, pemakaian imunosupresi
g) Mengurangi beban otot pernafasan pada penderita dengan
PEEPI yang tinggi (asma, airflow limitasi). Dipergunakan
dengan hati-hati dan pengawasan ketat
h) Teknik fisoterapi untuk meningkatkan functional residual
capasity (FRC)
i) Sleep apnoea
j) Suatu tahapan dalam proses penyapihan

KONTRA INDIKASI Dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti (Viana &
Nawawi, 2017) :
a) Luka pada mulut dan tenggorokan akibat tindakan intubasi
b) Infeksi paru-paru, biasanya akibat masuknya kuman melalui
selang pernapasan yang terpasang pada tenggorokan
c) Cedera paru-paru dan kebocoran udara ke rongga diluar
paru-paru
d) Kehilangan kemampuan untuk batuk dan menelan, sehingga
dahak atau lendir pada saluran napas bisa menumpuk dan
menganggu masuknya udara.
e) Keracunan oksigen

Kriteria Pemasangan 1. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit


Ventilasi Mekanik 2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70
mmHg.
3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
4. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
5. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
Setting dasar ventilator  Pressure : P Plateau < 30 mmHg
mekanik  Volume : 8-10 mL/Kg
 Frekuensi : 10-16 x/m
 I:E ratio : 1:2
 PEEP : 5 cmH2O
 Trigger : -2 cmH2O
PROSEDUR A. Persiapan Alat
 Ventilator lengkap : Humidifier, tubing lengkap, Urocated
Tube, Conector dll
 Alat tes paru-paru
 Respirometer
 Tabung O2 besar / O2 sentral
 Aguadest steril
 Alkohol
 Sarung tangan steril
B. Persiapan Petugas Petugas yang dibutuhkan minimal 2 orang
C. Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Ucapkan salam “Selamat Pagi... Sore ..... Malam.....”
3. Perkenalkan diri “Nama saya,..saya seorang perawat yang
bertanggungjawab di ruang…”
4. Lakukan identifikasi pasien dengan menggunakan dua
identitas nama dan tanggal lahir
5. Berikan penjelasan kepada pasien “Bapak/Ibu, hari ini kita
akan melakukan tindakanpemasanganventilator”
6. Setting alat-alat ventilator
a. Petugas I : Pakai sarung tangan steril
b. Petugas II : Buka alat ventilator steril yang diperlukan
(tubing, humidifier dll)
c. Bilas alat-alat dengan aquadest steril
d. Setting slst sesuai ventilator yang digunakan
e. Isi humidifier dengan aquadest steril sampai batas
normal
f. Pasang selang O2 atau hubungkan dengan tabung O2 /
sentral O2
g. Cek ventilator dengan alat paru-paru buatan
h. Pasang conector
7. Atur ventilator sebelum dipasang pada pasien
a. Pilih Mode of Ventilation pada controlled ventilation
saat pemasangan pertama kali
b. Atur menit volume sebanyak 100-125 ml/kgBB/menit
atau tidal volume 10-12 kali / menit
c. Atur I : E rasio sesuai dengan perintah dokter dengan
mengatur inspiratory time, pause time dan expiratory
time
d. Putar mixer sehingga didapatkan konsentrasi O2 100%
(FIO2 = 1,2)
e. Putar PEEP pada positif 5 cm H2O
f. Pasang batas atas tekanan sekitar 10 cm H2O diatas
tekanan jalan nafas pasien. Alarm ini berguna untuk
mencegah tekanan yang berlebihan pada jalan nafas
yang dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks
g. Pasang trigger sensitivity pada -2 sampai -3 cm H2O
agar pasien dapat menambah sendiri kebutuhan
nafasnya bila memerlukan
h. Atur humidifier sehingga didapatkan suhu antara 32-34
C
i. Atur batas bawah dan batas atas alarm volume ekspirasi
kurang lebih 10-20 % dibawah atau diatas ekspirasi
minute volume pasien
8. Rapikan alat-alat dan pasien
9. Cuci tangan.
10. Dokumentasi
PEMBIDAIAN
PENGERTIAN Pertolongan pertama pada kecelakaan adalah bantuan
pertama yang diberikan kepda orang yang cedera akibat
kecelakan dengan tujuan menyelamatkan nyawa,
menghindari cedera atau kondiri yang lebih parah dan
mempercepat penyembuhan.
Ekstermitas yang mengalami trauma harus dimobilisasi
dengan bidai. Bidai (Splint atau spalk) adalah alat yang
terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah
dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan
mencegah timbulnya rasa nyeri (Bouwhuizen, 2017).

TUJUAN  Mencegah pergerakan tulang yang patah.


 Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang.
 Mengurangi rasa sakit.
 Mengistirahatkan daerah patah tulang.
INDIKASI  Patah tulang terbuka atau open fraktur.
 Patah tulang tertutup atau close fraktur.
KONTRA INDIKASI Tidak ada kontraindikasi absolut pembidaian
(splinting) yang sifatnya temporer, namun ada beberapa
hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan
bidai. Apabila sudah terjadi gangguan neurovaskular
karena cedera yang dialami pasien, bidak tidak boleh
dilakukan sebelum dilakukan reduksi secepatnya untuk
mengembalikan supply pembuluh darah. Tanda adanya
gangguan neurovaskular antara lain adanya gangguan
motorik, sensorik, serta menurun atau menghilangnya
denyut nadi pada area distal fraktur (Pearce, 2015).

PERSIAPAN  Alat
o Alat pelindung diri
o Masker
o Handscoen
o Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
o Verband atau mitella
 Pasien
o Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan
o Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
 Lingkungan
 Petugas :Lebih dari satu orang.
PROSEDUR A. Tahap pra interaksi
PELAKSANAAN 1. Cek catatan keperawatan
2. Siapkan alat-alat
3. Cuci tangan

B. Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien dan keluarga.

C. Tahap kerja
1. Dekatkan alat-alat dengan klien
2. Menjaga privasy pasien.
3. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
4. Pasang perlak / pengalas di bawah daerah luka.
5. Membuka peralatan.
6. Memakai sarung tangan.
7. Jumlah dan ukuran bidai yanng dipakai disesuaikan
dengan lokasi patah tulang
8. Jika terjadi perdarahan, hentikan dulu perdarahan
dengan menekan dan mengikat bagian yang luka
dengan kain bersih
9. Ukur bidai pada 2 sendi
10. Pasang penyanggah tulang yang patah agar patahan
tulangnya tidak semakin parah baik menggunakan
spalk/bidai, tongkat, kayu, dll yang ringan dan kuat
dibalut tapi tidak membuat ikatan atau balutan di
bagian yang patah atau terluka
11. Jangan membalut terlalu kuat atau terlalu longgar
12. Mencatat dalam catatan perawat.

D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Catat tindakan.
3. Berpamitan.
PEMBEBASAN JALAN NAFAS
PENGERTIAN Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas
dengan tetap memperhatikan kontrol servikal diantaranya
dengan menggunakan teknik cross finger, head-tilt, chin-lift,
jaw thrust (Syaifuddin, 2016).
TUJUAN Membebaskan jalan nafas untuk menjamin jalan masuknya
udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenasi tubuh
INDIKASI Untuk klien tidak sadar dimana jalan napasnya tidak adekuat
(Alkatiri, 2015).
KONTRA INDIKASI Kontraindikasi pada pembebasan jalan napas menurut
(Alkatiri, 2015) :

a) Pada pasien trauma yang tidak sadar atau pasien yang


diketahui atau dicurigai mengalami cedera/trauma
leher, maka kepala dan leher harus dipertahankan
dalam posisi netral tanpa hiperektensi leher. Gunakan
jaw thrust atau chin-lift untuk membuka jalan napas
pada situasi tersebut
b) Tidak mencukupi untuk mencapai, mempertahankan
dan memelihara jalan napas agar tetap terbuka.
Intervensi tambahan, seperti suction atau intubasi,
mungkin diperlukan.

PROSEDUR  Pertama kali yang harus dilakukan adalah: Pemeriksaan


jalan nafas dengan metode look, listen, feel
o Look: lihat pergerakan nafas ada tau tidak
o Listen: dengarkan ada atau tidaknya suara nafas
tambahan yang keluar
o Feel: rasakan adanya aliran udara atau nafas yang
keluar melalui mulut atau hidung
 Jenis-jenis suara nafas tambahan:
1. Snoring adalah suara seperti ngorok. Kondisi ini
menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat. Jika terdengar suara ini segera
lakukan pengecekan dengan cross finger untuk
membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari
dan jari telunjuk dimana ibu jari mendorong rahang
atas dan jari telunjuk mendorong rahang bawah).
Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di
tenggorokan korban (lepaskan gigi palsu)
2. Gargling adalah suara seperti berkumur. Kondisi ini
menandakan sumbatan terjadi karena cairan
(mis.darah) maka lakukan finger sweep
(menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain
untuk menyapu rongga mulut dari cairan) dengan
kepala pasien dimiringkan (bila tidak ada dugaan
fraktur tulang leher) dan melakukan jaw thrust
3. Crowing adalah suara dengan nada tinggi, biasanya
disebabkan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan pertama lakukan maneuver
head tilt dan chin lift atau jaw thrust saja. Cara
mengatasi: cricotirotomi atau trakeostomi.
 Cara head tilt maneuver adalah letakkan satu telapak
tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga
penyangga leher tegang dan lidah pun terangkat kedepan
 Cara chin lift maneuver adalah gunakan jari tengah dan
telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian
diangkat
 Cara jaw thrust maneuver adalah dorong sudut rahang kiri
dan kanan kea rah depan sehingga barisan gigi bawah
bareda di depan barisan gigi atas
 Cara lain:
1. Abdominal thrust (maneuver Heimlich)
Membebaskan jalan nafas dengan cara diberikan
hentakan mendadak pada ulu hati (daerah
subdiafragma – abdomen).
a. Cara dengan posisi berdiri atau duduk
Penolong berdiri dibelakang korban, lingkari
pinggang korban dengan kedua lengan penolong,
kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi
jempol tangan kepalan pada perut korban (sedikit
diatas pusar dan dibawah ujung sternum).
Pegang erat kepalan tangan ke perut dengan
hentakan yang cepat ke atas.
Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang
jelas.
b. Cara dengan posisi tergeletak (tidak sadar)
Korban harus diletakkan pada posisi terlentang
dengan muka ke atas.
Penolong berlutut disisi paha korban.
Letakkan salah satu tangan pada perut korban
digaris tengah sedikit diats pusar dan jauh di
bawah ujung tulang sternum, tangan kedua
diletakkan diatas tangan pertama.
Penolong menekan kea rah perut dengan hentakan
yang cepat kearah atas. (berdasarkan ILCOR yang
terbaru cara ini tidak dianjurkan lagi, yang
dianjurkan langsung melakukan RJP)
2. Back blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi
ketat.
Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back
blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di
titik silang garis antara belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)
3. Chest thrust (untuk bayi, anak gemuk, dan wanita
hamil)
Bila penderita sadar lakukan chest thrust 5 kali (tekan
tulang dada dengan jari(bayi) atau kepalan tangan
(ibu hamil) dibawah garis imajinasi antara kedua
putting susu pasien).
Bila sadar, tidurkan terlentang dan lakukan chest
thrust tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas
buatan.

 CROSS FINGER :
1. Posisikan kepala pasien miring kurang lebih 45
derajat ke arah kita
2. Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama
dengan arah berlawanan letakkan pada gigi bagian
atas dan bawah di sudut mulut pasien.
3. Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
4. Usap keluar bila terdapat sisa muntah, darah, gigi,
atau benda asing lainnya yang menyumbat jalan nafas
dengan cara melakukan usapan memutar searah jarum
jam kearah luar
5. Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing (sisa
makanan, gigi palsu) masuk lebih jauh ke jalan nafas

Anda mungkin juga menyukai