Anda di halaman 1dari 8

GIGITAN ULAR, SABU (Serum Anti Bisa Ular) & Snake Hunter Club

PENDAHULUAN

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat
respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya
adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis.

Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap
gigitan ular berbisa.

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan
atas
ular berbisa dan
ular tidak berbisa.

Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran
bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga
berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang
dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar
ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya
terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis
kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta
banyaknya serangan yang terjadi.

Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang
dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus),
ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis
geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae,
atau Viperidae.
Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular
cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular
king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat
ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae,
yaitu Viperinae dan Crotalinae.
Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di
antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular
tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).

Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi?


Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan
penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya
memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada
penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak,
atau tikus.
Bagaimana Mengenali Ular Berbisa?
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa
dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran,
bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa
adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas
taring.

Ciri-ciri ular tidak berbisa:


1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa dengan
bekas taring

Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular


Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu
bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah;
bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa
yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang
digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi
cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular
akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban.
Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri
lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal,
dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang
terperangkap di jaringan bawah kulit).
Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gigitan Elapidae
(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas,
kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata,
bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan,
otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di
sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

Gigitan Viperidae/Crotalidae
(ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan
yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau
ditandai dengan perdarahan hebat.

Gigitan Hydropiidae
(misalnya: ular laut):
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil,
spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini
penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae


(misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan,
semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin dan 5-
hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi edem
(pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati
rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).

Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular


Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular
sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain
yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa,
mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di
rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke
tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat
tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar
tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan
bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan
Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan
menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman
mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular.
Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi
(pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit,
pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.


b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm,
panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki
sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki
yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan
torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat
menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas;
penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu
dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shockperdarahan, kelumpuhan
saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban,
hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu
dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah
antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang
mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila
terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.

Cara pemberian SABU :

Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:


1. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika
dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi:
1. 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Teknik Pemberian:
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per
menit. Maksimal 100 ml (20 vial).

Daftar Pustaka:
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia
Region, World Health Organization, 2005.
Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2002.
Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28, Number 3, March,
2001.
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/24/penatalaksanaan-keracunan-akibat-gigitan-ular-
berbisa/

Deskripsi
Serum Anti Bisa Ular adalah serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap
bisa ular yang mempunyai efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus -
ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma-ular tanah) yang kebanyakan ada di
Indonesia.

Indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa.

Komposisi
Tiap ml dapat menetralisasi
10 - 15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon rhodostoma)
25 - 50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
25 - 50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputatrix)

Dan mengandung fenol 0,25% v/v

Dosis dan Cara Pemberian


Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran
darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum .
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai
infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, kemudian diulang setelah 6 jam. Apabila diperlukan
(misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap
24 jam sampai maksimum (80-100 ml).
Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat
perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk orang
dewasa.

Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu
beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum Sickness; dapat timbul 7 - 10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema,
sesak nafas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah
besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Penyimpanan dan Daluarsa
Disimpan pada suhu 2O - 8OC dalam lemari es, jangan dalam freezer.
Daluarsa : 2 tahun

Peringatan
Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum Anti Bisa Ular ini tidak berkhasiat
terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya jenis-jenis Acanthopis
antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut
(Enhydrina cystsa).

Kemasan
Vial 5 ml

Tindakan Pertama pada Gigitan Ular


1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau
menetralisir bisa ular yang belum teradsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit
sebelumnya.
Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak
berpengalaman, justru sering merusak jaringan di bawah kulit dan akan meninggalkan parut luka yang
cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena
gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang bergerak dan apabila perlu dapat diberi analgetika atau sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima
perawatan selanjutnya.

Gigitan ular berbahaya bila ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira-kira
ratusan jenis ular yang diketahui, hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari golongan ini
hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia.

PENYEBAB:
Ular berbisa yang terkenal adalah: ular tanah, bandotan puspa, ular hijau,ular laut, ular
kobra, ular welang.
Tanda umum ular berbisa adalah kepalanya berbentuk segitiga. Tanda lain adalah dari
penampakan langsung misalnya cora kulitnya. Dari bekas gigitan dapat dilihat dua lubang
yang jelas akibat dua gigi taring rahang atas bila ularnya berbisa, dan deretan bekas gigi
kecil-kecil berbentuk U bila ularnya tidak berbisa.

Bila ragu-ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam karena
kadang efek keracunan bisa timbul lambat.

GAMBARAN KLINIS PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA:


1. TANDA UMUM: Penderita tampak kebiruan, pingsan, lumpuh, sesak nafas.
2. EFEK YANG DITIMBULKAN:
A. Efek Lokal: Nyeri hebat yang tidak sebanding dengan besar luka, bengkak, eritema,
petekie, ekimosis, bula, memar sampai tanda nekrosis jaringan.
B. Efek Sistemik: Rasa kesemutan, lemas, salvias, nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri
perut, diare sampai pasien mengalami syok hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnya cairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular tersebut.
Gejala yang ditemukan seperti ini sebagai tanda bahaya bagi petugas kesehatan untuk
member pertolongan segera.
C. Efek sistemk spesifik:
Koagulopati: keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipuncture dari gusi
dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, hematemesis, melena dan batuk darah.
Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau pericardium, udem paru dan syok berat karena
efek racun langsung pada otot jantung.
Neurotoksik: ptosis, oftalmoplegia progresif, lumpuh layuh anggota tubuh, paralisis pada
pernafasan dan parasisis seluruh tubuh (+ 12 jam paska gigitan).
Miotoksisitas hanya ditemukan bila digigit ular laut.

Tindakan menolong penderita yang digigit ular berbisa:


1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Jika gigitan terjadi dalam waktu kurang dari setengah jam, buat sayatan silang di tempat
masuknya gigi taring ular sepanjang dan sedalam 0,5 cm, kemudian lakukan pengisapan
mekanis. Bila tidak tersedia breast pump semprit, darah dapat diisap dengan mulut asal
mukosa mulut utuh tak ada luka. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh cairan
pencernaan.
3. Usaha menghambat penyerapan dapat dilakukan dengan memasang turniket beberapa
sentimeter di atas gigitan/pembengkakan yang telah terlihat, dengan tekanan yang cukup
untuk menghambat aliran vena dan aliran limfe tetapi lebih rendah dari pada tekanan arteri
(denyut nadi distal tetap teraba). Ikatan dikendorkan tiap 15 menit selama 1 menit. Tekanan
dipertahankan dua jam. Penderita diistirahatkan supaya aliran darah terpacu.
4. Dalam 12 jam pertama anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
5. Letakkan daerah gigitan lebih rendah dari tubuh. Berdasarkan penelitian bias ular
menjalar lewat aliran getah bening, penderita dilarang bergerak sehingga perlu imobilisasi
anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat
mempercepat penyebaran racun.
6. Uji pembekuan darah cara Markwalder (lihat bawah).
7. Tes sensitivitas cara Besredka: 0,2 ml serum enceran dalam NaCl 0,9% (1:10) secara
subkutan. Tunggu 30 menit. Bila timbul reaksi serum jangan diberikan. Bila tidak ada reaksi,
suntikan 0,2 ml serum enceran dalam NaCl 0,9% (1:10) dan tunggu 30 menit. Kemudian sisa
serum disuntikkan secara intramuskulersecara perlahan-lahan dan amati lagi paling sedikit
30 menit. Cara Besredka merupakan desensitisasi yang bertahan 2-3 minggu.
8. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian ABU: Pemilihan anti bisa ular tergantung dari
spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari
jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu
menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam
garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit,
kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang
atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 -
100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan
intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih
besar daripada dosis untuk dewasa. Cara lain: penyuntikan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen sebanyak 2,5 ml intramuskuler atau intravena dan 2,5 ml suntikan infiltrasi sekitar
luka. ABU disimpan pada suhu 2 - 8C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Masa daluarsa
= 2 tahun.
9. Efek Samping ABU:
a) Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam
waktu beberapa jam sesudah suntikan.
b) Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,
eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
c) Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara
intravena.
d) Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam
jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
10. Pengaruh Anti Bisa Ular:
o Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada
kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko
penggunaan serum anti bisa ular.
o Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi
kemungkinan risiko pada bayi.
o Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming
yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih
besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan
dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose);disebabkan hal ini
dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang
diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan
pasien
11. Pengobatan penunjang berupa: infus NaCl 0,9%
12. Antibiotik profilkasis Ciprofloxacin 2 x 500 mg
13. Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 U atau immunoglobulin 250 U intramuskuler
dan Tetanus Toksoid 1 ml.
14. Bila timbul gejala umum seperti syok, lumpuh dan sesak nafas, penderita harus dirujuk
ke rumah sakit.
15. Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencegahan
infeksi.

HASIL PENELITIAN PENGOBATAN GIGITAN ULAR TAK DIKENAL


Oleh Markwalder dicoba suatu cara untuk menyaring penderita yang memerlukan anti-bisa-
ular. Setiap penderita gigitan ular diambil 2 ml darah venanya, dimasukkan dalam tabung
gelas yang kering. Tes ini dianggap negatif bila darah menggumpal dalam 10 menit. Bila
penderita menunjukkan gejala lokal yang hebat atau gejala keracunan sistemik, maka tes
diulang 4, 6 dan 12 jam kemudian. Pasien-pasien lain hanya diberi pengobatan simtomatik
dan diobservasi. Yang menunjukkan gejala kelainan neurologik atau kelainan pembekuan
darah diberi anti-bisa-ular secara IV - 20 ml serum dalam 1 liter cairan garam faali selama 1
- 2 jam. Kalau pembekuan darah belum normal, anti-bisa ini diberikan lagi.
Dari 18 penderita yang dipelajari, semua menunjukkan pembengkakan yang nyeri
pada tempat gigitan. Enam belas penderita dirawat; tak ada yang menunjukkan gejala
neurologik dan hanya pada 4 penderita pembekuan darah abnormal. Dengan pemberian
anti-bisa-ular dengan cara di atas, ke empat penderita ini sembuh. Penderita-penderita lain
dipulangkan tanpa suatu komplikasi apapun.

Anda mungkin juga menyukai