Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FARMAKOTERAPI VETERINER

DISTOMATOSIS PADA SAPI BETINA BUNTING

DISUSUN OLEH :
Aprilia Navratilova

115130100111028

Wahyu Edy

115130100111029

Hamman S. M.

115130100111034

Putri Lifiandari

115130101111028

Sayida Hanifa

115130101111043

Fachrian D. A.

115130101111050

Firda Ariani A.

115130113111003

Alda Putri A.

115130107111017

Abdul Muthi

115130107111022

Nurul Ika Wardani

115130107111023

KELAS B

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang cepat berdampak pada peningkatan
kebutuhan pangan bagi masyarakat, termasuk produk pangan asal bewan yang merupakan
sumber protein hewani. Kebutuhan protein hewani ini dipenuhi dari telur, susu, serta daging
yang dapat diperoleh dari ruminansia, unggas ataupun babi. Tingginya permintaan tersebut
mendorong terjadinya peningkatan lalu lintas ternak antar daerah yang dikhawatirkan dapat
menjadi sumber penularan penyakit antar hewan.
Diantara sekian banyak penyakit hewan di Indonesia, penyakit parasit masih kurang
mendapat perhatian dari para peternak. Penyakit parasit biasanya tidak mengakibatkan
kematian ternak, namun menyebabkan kerugian yang sangat besar berupa penurunan berat
badan dan daya produktivitas hewan. Diantara penyakit parasit yang sangat merugikan adalah
penyakit distomatosis. Distomatosis (Fasciolasis) merupakan salah satu penyakit yang dapat
timbul jika kewaspadaan dalam lalu lintas antar daerah kurang.
Distomatosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh dua trematoda,
yaitu Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. Penyakit ini disebabkan oleh trematoda yang
bersifat zoonosis. Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica ini menimbulkan banyak
kekhawatiran, karena distribusi dari kedua inang definitif cacing tersebut sangat luas dan
mencakup mamalia herbivore, termasuk manusia. Dalam siklus hidupnya, siput air tawar
termasuk sebagai hospes perantara parasit. Baru-baru ini, kerugian di seluruh dunia pada
produktivitas ternak karena fasciolosis yang konservatif diperkirakan lebih dari US $ 3,2
miliar per tahun. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 2,4
juta orang terinfeksi Fasciola.
Pada umumnya F. hepatica ditemukan di negara empat musim atau subtropis seperti
Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Australia dan New Zealand.
Fasciola gigantica umumnya ditemukan di negara tropis dan subtropis, seperti India,
Indonesia, Jepang, Filipina, Malaysia, dan Kamboja . Distomatosis akibat F. gigantica
merupakan penyakit penting pada ternak di daerah tropis seperti Afrika, subkontinen India
dan Asia Tenggara. Di Indonesia, fasciolosis pada ternak disebabkan oleh F. gigantica dan
kejadiannya lebih sering pada sapi dan kerbau daripada domba atau kambing dengan sebaran
yang luas terutama di lahan-lahan basah. ). Durr (1998) mencatat bahwa di Asia Tenggara

parasit ini pertama kali dilaporkan oleh Faust pada tahun 1920 di Filipina dan oleh Purvis
pada tahun 1931 di Malaysia.
Cacing dewasa dilokalisasi dalam saluran empedu dari hati atau kandung empedu.
Prevalensi penyakit ini pada sapi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jawa Barat dapat
mencapai 90% dan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kasus kejadiannya antara 40-90%.
Penyakit ini sangat merugikan karena dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan
produksi, pengafkiran organ tubuh (hati), bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam
rangka menjaga kesehatan masyarakat dari pangan asal hewan, pemeriksaan postmortem
sangat penting untuk dilaksanakan agar daging serta organ-organ dalam lainnya dari hewan
yang akan di konsumsi masyarakat terjamin keamanannya dan terhindar dari berbagai
penyakit zoonosis, salah satunya Distomatosis ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud dengan Penyakit Distomatosis?
2. Apakah penyebab Distomatosis?
3. Bagaimana cara mendiagnosa Distomatosis?
4. Bagaimana cara pengobatan Distomatosis yang menyerang pada sapi ?

1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit Distomatosis pada sapi
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara diagnosa dari penyakit Distomatosis
3. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan terapi dari penyakit Distomatosis
4. Mahasiswa dapat mengetahi cara pencegahan dari penyakit Distomatosis
5. Mahasiswa dapat memberikan pengobatan penyakit Distomatosis pada sapi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 STUDI KASUS
Seekor sapi betina bunting (berat badan 850 kg) dilaporkan oleh pemiliknya
mengalami diare terus-menerus selama 1 minggu disertai dengan penurunan nafsu makan.
Pada diare didapatkan darah. Pada pemeriksaan feces ditemukan telur cacing beroperkulum.
Dokter hewan mendiagnosis sapi menderita distomatosis.
2.2 DIAGNOSA

Diagnosa
Diagnosis distomatosis dapat dilakukan berdasarkan gambaran klinis, salah
satunya dengan recall anamnestic konsumsi sayuran mentah, pada deteksi eosinofilia
(eosinophil count darah > 500-1000 per ml darah), dan adanya temuan khas pada
USG ataucomputed tomography scan. Konfirmasi bergantung pada berbaga ijenis
teknik diagnostik (WHO, 2013).
Selain itu, deteksi telur dalam kotorana dalah diagnosis yang pasti. Bentuk
telur yang khas dengan berdinding operculated dan berwarna kuning tipis.
(Diagnosis-amphistomes telur sedikit lebih besar dan putih) (Anonim, 2012).

Differensial Diagnosa
Diferensial diagnose yang mungkin terjadi pada kasus distomatosis pada sapi
(dengan adanya diare dan penurunan berat badan) mencakup (Scott, 2013):

Kurang gizi (seluruh kelompok / herd problem)

Johne Disease (beberapa sapi dalam kelompok / kawanan)

Salmonellosis (beberapa sapi dalam kelompok / kawanan)

Parasit gastroenteritis (kelompok / masalah seluruh kawanan)

Misdiagnosis

Misdiagnosis distomatosis atau konfirmasi diagnosis distomatosis berguna


untuk mempertimbangkan ada atau tidaknya kondisi medis lainnya atau kemungkinan
terjadinya

kesalahan diagnosis.

Diagnosa

alternative

distomatosis

ini bisa

dipertimbangkan sebagai diagnosis alternative untuk meminimalisir kejadian


misdiagnosis terhadap distomatosis. Salah satu isu pertama untuk pasien yang baru
didiagnosis adalah pertimbangan apakah diagnosis yang telah dilakukan benar. Hal ini
mejadi salah satu hal yang penting untuk memvalidasi diagnosis serta untuk
memperjelas akurasinya. Di sisi lain, hal ini juga bias dilakukan untuk menghindari
kesalahan pemakaian obat yang salah. Namun demikian, akan lebih bijaksana jika
diagnosis juga dilakukan dengan mengkonfirmasi diagnosis dengan meminta
pendapat sejawat dokter hewan, konsultasi spesialis, mendapatkan tes lebih lanjut,
dan melakukan penelitian terhadap apinformasi yang bersangkurtan dengan kondisi
medis, lebih lanjut, dan menelit iinformasi tentang kondisi medis (RIGHT
DIAGNOSIS, 2013).

2.3 TUJUAN TERAPI


a. Memutuskan siklus hidup telur cacing
b. Meningkatkan nafsu makan dan menambah tenaga serta mempertahankan kondisi
tubuh
c. Menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat diare dan menghentikan diare.
d. Menghilangkan penyebab (cacing Fasciola spp.)

2.4 INTERVENSI TERAPI


2.4.1 ADVICE
a. Tidak memberikan pakan hijauan yang masih basah
b. Menjaga kebersihan pakan,terutama pakan hjauan
c. Tidak membiarkan sapi lepas di suatu lapangan yang tergenang air
d. Menjaga kebersihan air minum sapi
e. Menjaga kebersihan kandang
f. Melakukan pemberantasan habitat siput dan perbaikan drainase
g. Mengisolasi sapi dari hewan lainnya untuk mencegah peyebaran telur cacing

2.4.2 NON DRUG


a. Memberikan pakan yang mudah dicerna dan bergizi
b. Memberi minum yang banyak pada sapi
c. Pemberian vitamin untuk mempertahankan kondisi tubuh dan meningkatkan nafsu
makan
d. Memberikan daun jambu biji yang diekstrak sebagai anti diare.

2.4.3 P-DRUG

No

Jenis Obat
(Nama Generik
dan Nama
Dagang/Paten)
Bithionol
(Bitin)

Cost*,
Efficacy

Safety

Suitability

Dose &
Miscellaneou
s

F. kinetik:
diserap sampai
tingkat yang
terbatas dari
saluran
pencernaan host
dan terdeteksi
dalam darah dan
terutama dalam
empedu di mana
ia dikeluarkan
dari tubuh.
Puncak
konsentrasi
ditemukan
dalam empedu
dalam waktu 2
jam setelah
pengobatan.
Konsentrasi obat
dalam darah
secara signifikan
lebih rendah
daripada yang
ditemukan
dalam empedu.

Efek samping :
gastrointestinal
(mual, muntah,
diare, sakit
perut) dan ruam
kulit. Reaksi
fotosensitifitas,
angioedema,
sakit kepala,
pusing, dan
hipotensi
dengan
gangguan
pernapasan
kurang sering.
Interaksi obat :
-

Indikasi : untuk
mengobati
cestode,
trematoda, atau
infestasi cacing
pipih lainnya
pada manusia
atau hewan.

Dosis : 30-50
mg/kg

Kontraindikasi :
hewan bunting,
hewan yang
memproduksi
susu untuk
konsumsi dan
hewan yang
hipersensitif
terhadap bahan
aktif obat.

F. dinamik :
Bithionol
kompetitif
menghambat
transfer elektron
pada fumarat
oleh
rhodoquinone,
sehingga terjadi
gangguan
metabolisme
energi anaerobik
dan
menyebabkan
kematian
trematoda.

Nitroxynil
(Trodax 34%
Injection)

F. kinetik :
Setelah injeksi
subkutan dosis
tunggal
10mg/kg kadar
plasma puncak
83.6ug/ml
dicapai pada 9,3

Efek samping :
reaksi alergi,
syok anafilaksis,
reaksi toksik dan
iritasi lokal.
Interaksi obat :
-

Indikasi : untuk
pengobatan
fascioliasis
(infestasi dewasa
& larva Fasciola
hepatica) pada
sapi dan domba.
Produk ini aman

Rp 47.000,Dosis : 1.5ml
of Trodax
34% per 50
kg liveweight
(SC).

No

Nama obat

Efficacy

Safety

Suitability

1.

Bithionol (Bitin)

++

2.

Nitroxynil (Trodax 34%


Injection)

+++

++

+++

3.

Mebendazol (Vermox)

++

4.

Albendazole (Valbazen)

++

++

++

5.

Closantel (Supaverm)

++

++

++

6.

Clorsulon ( Ivomec Plus )

+++

++

7.

Triclabendazole (Fasinex
240)

+++

++

++

Cost

Berdasarkan faktor-faktor diatas obat yang digunakan adalah Nitroxynil (Trodax


34% Injection). Dikarenakan obat ini aman untuk hewan bunting, waktu paruh yang lama dan
efek samping yang tidak terlalu mengkhawatirkan. Berdasarkan jurnal penelitian tahun 2013,
ada 2 obat yang efektif untuk distomatosis yaitu Triclabendazole yang menempati posisi
pertama dan posisi kedua adalah Nitroxynil. Namun, pada beberapa negara Triclabendazole
dilaporkan telah resisten oleh Fasciola, sedangkan Nitroxynil masih belum. Selain itu pada
kasus ini hewan sedang bunting, maka kami memutuskan lebih aman memakai Nitroxynil
(Trodax 34% Injection). Selain itu juga diberikan vitamin B-Complek untuk memberikan
vitamin selama masa kehamilan dan menambah nafsu makan. Diberikan juga larutan
elektrolit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang selama diare.

2.5 PENULISAN RESEP OBAT

drh. Lissya Dewi


SIP
: 12.3/456/PKH/XI/2011
Praktek
: Jl. Bogor No. 52 Malang
No. telp
: 0341-521234
________________________________________________
Malang, 17-11-2013
R/
Nitroxynil

vial 50 mL

S dd i.m.m
__________________________________________paraf
R/

B complex

vial 50 ml

S dd i.m.m
__________________________________________paraf

Pro
Pemilk
Alamat

: Stella (BB 850 Kg)


: Tn. Ahmad
: Jl. Kumis Kucing No. 3 Malang

2.6 INFORMASI, PERHATIAN dan KOMUNIKASI


a. Efek : mengganggu metabolisme energi parasite. Tindakan farmakologi utama
nitroxynil adalah antihelmintika. Tindakan mematikan terhadap cacing telah
dibuktikan secara in vitro dan in vivo pada hewan laboratorium, dan pada domba dan
sapi.
b. Efek samping : Efek samping yang paling umum yaitu reaksi alergi, syok anafilaksis,
reaksi toksik dan iritasi lokal.
c. Instruksi aturan pakai : Sapi ; 1.5ml dari Trodax 34% per 50 kg liveweight. Hewan
yang terinfeksi dan di-kontak harus dirawat, pengobatan yang diulang dianggap perlu,

meskipun tidak lebih sering dari sekali per 60 hari. Pengobatan ternak membantu
mengurangi kontaminasi padang rumput di peternakan mana fascioliasis endemik atau
cacing gelang tertentu terjadinya jelas.
d. Peringatan : Hewan yang terinfeksi dan di-kontak harus dirawat, pengobatan yang
diulang dianggap perlu, meskipun tidak lebih sering dari sekali per 60 hari. Namun,
tidak diizinkan untuk digunakan pada sapi dan domba menghasilkan susu untuk
konsumsi manusia termasuk periode kering. Jangan gunakan selama trimester terakhir
kehamilan di sapi yang dimaksudkan untuk menghasilkan susu untuk konsumsi
manusia. Jangan gunakan dalam waktu 1 tahun sebelum beranak pertama domba
dimaksudkan untuk menghasilkan susu untuk konsumsi manusia. Pengobatan ternak
membantu mengurangi kontaminasi padang rumput di peternakan mana fasciolosis
adalah endemik atau cacing gelang tertentu terjadinya jelas. Dapat digunakan pada
sapi menyusui atau menghasilkan susu dan hewan hamil. Withdrawl time adalah 60
hari.
e. Memberikan instruksi agar ternak sakit tidak dilepas di padang penggembalaan
f. Memberi instruksi agar pemberian vitamin harus dilakukan secara teratur
g. Memberi instruksi agar pemilik rutin membersihkan kandang isolasi, tempat sapi
tersebut dikandangkan.

2.7 MONITORING dan EVALUASI


Pada tahap evaluasi yang diperhatikan adalah apakah kondisi sapi yang telah
membaik. Hal ini dapat dilihat dari kotoran, jumlah pakan yang habis serta fisiologis yang
nampak sehat. Selalu menjaga kebersihan kandang dan peralatanya, sanitasi kandang, dan
manajemen pemeliharaan merupakan advice yang harus selalu di paparkan pada peternak.
Selalu lakukan desinfeksi kandang.
Pada pemberian obat antihelmintika dapat dihentikan jika gejala sudah tidak
nampak. Hal ini juga berarti menghentikan pemberian cairan elektrolit. Pemberian vitamin
dapat terus diberikan hingga pola makan kembali teratur.

BAB III
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Distomatosis atau fasciolasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing

F.hepatica dan F. gigantica yang menyerang sapi, kambing, domba atau ruminansia lainnya.
Gejala yang tampak biasanya nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan diare
yang disertai darah. Perubahan pascamati pada hewan dewasa yaitu perubahan hanya pada
hati. Pada hewan muda perubahan-perubahan biasanya lebih mencolok. Kekurusan, anemia,
dehidrasi. Pada infeksi akut, hati bengkak karena degenerasi parenkim atau infiltrasi lemak
dibawah selubung hati dan pada bidang sayatannya terlihat perdarahan-perdarahan
disebabkan oleh migrasi parasit-parasit muda.
Untuk mencegah terjadinya penggulangan penyakit maka diperlukan sistem
management yang baik. Untuk pengobatan antihelmintika digunakan Nitroxynil (Trodax 34%
Injection). Dikarenakan obat ini aman untuk hewan bunting, waktu paruh yang lama dan efek
samping yang tidak terlalu mengkhawatirkan. Selain itu juga diberikan vitamin B-Complek
untuk memberikan vitamin selama masa kehamilan dan menambah nafsu makan. Diberikan
juga larutan elektrolit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang selama diare.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2012.

Fascioliasis

(Liver

Flukes)

in

Cattle

and

Buffaloes.

http://www.veterinarytechinfo.com/fascioliasis-liver-flukes-cattle-buffaloes/). RIGHT
DIAGNOSIS. 2013. Distomatosis. http://www.rightdiagnosis.com/d/distomatosis/

Bendryman, Sri Subekti. 2004. Aspek Biologis dan Uji Diagnostik Fasciola. Bagian
Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universrtas Airlangga, Surabaya.

Blood,D.C dan Radostis,O.M..1989. Veterynary Medicine. London : Baillere Tindall.

George,J.R.1985.Parasitology for Veterinarians.W.B.Saunders Company.

Levine,Norman D. 1994. Parasitologi veteriner. Yogyakarta : Gadjah Mada press.

Scott,

Phil.

2013.

Fascioliasis

(Liver

Fluke)

in

Cattle.

http://www.nationalbeefassociation.com/extras/08-10Fascioliasis_cattle.pdf

WHO.

2013.

FascioliasisDiagnosis,

Treatment

and

Control

Strategy.

http://www.who.int/foodborne_trematode_infections/fascioliasis/fascioliasis_diagnosi
s/en/index.html

Anda mungkin juga menyukai