Anda di halaman 1dari 98

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No.

82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI DAN HISTOPATOLOGI


PADA KASUS KEMATIAN ITIK DI BALI YANG TERIDENTIFIKASI
DISEBABKAN OLEH VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) CLADE 2.3.2

(Picture of Anatomy Pathology and Histopathology at Death Case of


Ducks in Bali that Identified Caused by Avian Influenza virus (H5N1) clade
2.3.2)

Oleh:
Wirata I K., Dinar H. W. H., Fiki Indra K.
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Telah terjadi kematian ternak itik dalam jumlah yang besar di Dusun Kuwum, Desa
Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Dari total populasi sebanyak 4105
itik yang dipelihara oleh 10 orang peternak, terjadi kematian sebanyak 2005 (48.9%) itik
menunjukkan gejala klinis seperti tortikolis, inkoordinasi gerak, dan kekeruhan pada
kornea mata. Selanjutnya secara berturut-turut Balai Besar Veteriner Denpasar juga
menerima laporan kematian dan sampel bangkai itik dari wilayah Kabupaten Tabanan,
Karangasem, Bangli, Badung, Denpasar, Gianyar, dan Klungkung dengan gejala klinis
yang hampir sama.

Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan perubahan yang cukup konsisten pada
itik-itik yang mati seperti perdarahan pada organ trakea dan paru-paru, nekrosis pada
organ pankreas, beberapa juga ditemukan perdarahan pada organ usus. Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan perubahan vasculitis, perivascular cuffing dan
gliosis yang bersifat multifocal pada otak dengan derajat sedang sampai berat. Organ
jantung mengalami nekrosis pada myocardium yang bersifat multifocal, organ pancreas
mengalami nekrosis multifocal disertai degenerasi sel-sel pancreas. Organ limpa
mengalami deplesi dan atrophy follicular. Organ paru-paru tampak mengalami kongesti
namun pada beberapa sampel juga ditemukan adanya perdarahan dan infiltrasi sel
mononuclear pada sub mukosa/ sub epithel bronkeolus. Organ ginjal dan hati tidak
ditemukan perubahan yang cukup signifikan selain kongesti. Pada saluran pencernaan
lesi yang paling jelas adalah adanya infiltrasi sel radang pada lamina propria dan
kongesti sub mukosa yang kadang-kadang disertai perdarahan pada mukosa seca tonsil.

Berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi terhadap sampel-sampel


tersebut, kematian itik diduga kuat disebabkan oleh infeksi viral. Dugaan sementara
mengarah kepada penyakit Avian Influenza dengan diagnosa banding penyakit ND.
Isolasi pada telur ayam bertunas yang dilanjutkan dengan uji RT PCR terhadap sampel
organ dari itik yang dilakukan di laboratorium virologi, terdeteksi positif AI (H5). Isolat
sampel itik tersebut juga dikirim ke BPPV Bukittinggi untuk dilakukan sequencing dan
hasil analisis filogenetik teridentifikasi virus AI sub-tipe H5N1 clade 2.3.2.

Kata kunci : Itik, patologi anatomi, histopatologi, RT PCR, AI (H5), Clade 2.3.2.

1
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

ABSTRACT

Duck deaths have occurred in large numbers in Kuwum sub village, Banyuatis Village,
Banjar district, Buleleng regency. Of the total 4105 population of ducks that are kept by
10 breeders, as many 2005 (48.9%) duck dead with clinical symptoms such as torticollis,
incoordination of movement, and opacification of the cornea. Furthermore respectively
Veterinary Center of Denpasar also received reports of deaths and duck carcasses
sampled from the district of Tabanan, Karangasem, Bangli, Badung, Denpasar, Gianyar
and Klungkung with similar clinical symptoms.

On anatomy pathology examination of the dead duck found a fairly consistent changes of
bleeding in organs such as the trachea and lung, pancreatic necrosis, and a few were
also found bleeding in the intestinal organs. On histopathology examination found
changes multifocal vasculitis, perivascular cuffing and gliosis in the brain in moderate to
severe degree. Multifocal necrosis myocarditis, multifocal necrosis pancreatitis with
degeneration of pancreatic cells. Follicular depletion and follicular atrophy of spleen.
Lungs congested and in several samples also found bleeding and infiltration of
mononuclear cells in the sub-mucosa / sub epithelial of bronchioles. On Kidney and liver
is not found significant changes other than congestion. Lesions in the gastrointestinal
tract of the most obvious is the presence of inflammatory cell infiltration in the lamina
propria and sub-mucosa congestion that is sometimes accompanied by bleeding of
mucosa of secatonsil

Based on anatomy pathology and histopathology examination of the samples, duck


deaths allegedly caused by a viral infection. Provisional estimates lead to the Avian
Influenza disease and Newcastle disease as differential diagnoses. Isolation on
embryonated chicken eggs, followed by RT PCR tests of duck organ samples were
performed in the laboratory of virology, detected positive AI (H5). Isolates of ducks
sample also has been sent to BPPV Bukittinggi for "sequencing test", and phylogenetic
analysis identified Avian Influenza virus subtype H5N1 clade 2.3.2.

Keywords: Ducks, anatomy pathology, histopathology, RT PCR, AI (H5), Clade 2.3.2.

PENDAHULUAN
Seperti dilaporkan sejak Highly
Virus Avian Influenza (H5N1) Pathogenic Avian Influenza
masih merupakan momok yang (HPAI) mewabah di Indonesia
mengancam kesehatan hewan pada awal tahun 2004, kematian
dan manusia. Agen penyakit lebih banyak terjadi pada unggas
terus berevolusi dan beradaptasi jenis ayam baik pada ayam
dengan berbagai hospes untuk petelur, ayam pedaging maupun
mencapai keseimbangan hidup ayam kampung. Sedangkan
agen. Sampai saat ini, virus unggas jenis unggas air seperti
Avian Influenza (H5N1) masih bebek, angsa, entok dan yang
mempunyai karakteristik sebagai lainnya cenderung lebih tahan
virus yang lebih banyak terhadap virus ini.
menyerang unggas.

Namun pada akhir tahun 2012 yang besar di Dusun Kuwum,


kemarin dilaporkan telah terjadi Desa Banyuatis, Kecamatan
kematian ternak itik dalam jumlah Banjar, Kabupaten Buleleng. Dari

2
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

total populasi sebanyak 4105 dan sampel bangkai itik dari


ekor itik yang dipelihara oleh 10 wilayah Kabupaten Tabanan,
orang peternak, terjadi kematian Karangasem, Bangli, Badung,
sebanyak 2005 ekor (48.9%) itik Denpasar, Gianyar, dan
dengan menunjukkan gejala klinis Klungkung dengan gejala klinis
seperti tortikolis, inkoordinasi yang hampir sama. Kemudian
gerak, dan kekeruhan pada Balai Besar Veteriner Denpasar
kornea mata. melakukan investigasi terhadap
kasus kematian itik tersebut guna
Selanjutnya secara berturut-turut mengetahui penyebab kematian
Balai Besar Veteriner Denpasar dari itik-itik tersebut.
juga menerima laporan kematian

tortikolis, inkoordinasi gerak dan


MATERI DAN METODE mata diselubungi selaput putih.
Kemudian bersama-sama
1. Pelaksanaan Investigasi dengan petugas dari Dinas
Pada saat dilakukan investigasi di Peternakan Propinsi Bali
dusun Kuwum populasi Itik sudah dilakukan penggalian informasi
sangat berkurang dan pada saat dan pengambilan sampel.
yang bersamaan ditemukan 2 Sampel yang diambil kemudian di
ekor itik sudah mati milik Putu uji dengan keterangan sebagai
Sudarsana dan 3 ekor lainnya berikut ;
masih hidup dengan
menunjukkan gejala klinis seperti

Tabel 1.
Data Sampel yang diambil pada saat investigasi kematian itik di
kabupaten Buleleng

No JenisSampel Jumlah Jenis Uji


1. Organ dalam media transport viral 2 Isolasi Virus dan PCR
2. Organ Segar 2 Isolasi Bakteri
3. Swab dalam media transport viral 3 Isolasi virus dan PCR
4. Swab Segar 3 Isolasi Bakteri
5. Organ dalam Formalin 2 Histopatologi
6. Serum 3 Uji Antibodi AI/ND

3
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

2. Pemeriksaan Klinis dan dilakukan dengan menggunakan


Patologi Anatomi Automated DNA sequencer dan
Pemeriksaan Klinis dilakukan urutan nukleotida yang dihasilkan
terhadap hewan sakit yang kemudian dianalisis untuk melihat
ditemukan pada saat investigasi kesesuaian/ homologi dengan
dilakukan, sedangkan isolat yang sudah pernah di
pemeriksaan Patologi Anatomi sequencing dan terpublikasi
dilakukan terhadap hewan yang dalam data GenBank.
mati dan yang sakit setelah Sequencing dan analisis
sebelumnya dilakukan bedah dilakukan di Balai Penyidikan dan
bangkai, kemudian dilanjutkan Pengujian Veteriner Bukittinggi
dengan pengambilan sampel (A.A.S.Dewi et al,.2012).
organ dan yang lainnya

3. Pemeriksaan Histopatologi
Jaringan dari organ yang akan HASIL DAN PEMBAHASAN
diperiksa terlebih dulu diproses
dalam tissue processor, 1. Penyidikan Kasus Penyakit
kemudian dipotong dengan Sebelum terjadinya kematian itik
ketebalan 4 micron dan di Dusun Kuwum, Desa
selanjutnya diwarnai dengan Banyuatis, Kecamatan Banjar
pewarnaan Hematoxilin Eosin Kabupaten Buleleng, sebenarnya
(HE). Pemeriksaan histopatologi diawali dengan terjadinya
dilakukan dengan pengamatan kematian pada ayam kampung
terhadap perubahan yang milik para peternak itik tersebut.
ditemukan pada jaringan organ Karena jumlah kepemilikan ayam
yang diperiksa. yang cukup sedikit, para peternak
tersebut mengabaikan dan tidak
4. Real Time PCR (qRT-PCR) melaporkan kepada petugas.
dan Sequencing Semingu setelah kematian ayam-
RNA diekstraksi dari suspensi ayam tersebut barulah terjadi
jaringan dengan menggunakan kematian pada ternak itik mereka
QIAamp Viral RNA kit mini dan dalam jumlah yang relative
(QIAGEN). Pengujian dilakukan besar sehingga mereka
dengan menggunakan real time- melaporkan kejadian tersebut
Polymerase Chain Reaction kepada Dinas Peternakan
(RRT-PCR) assay terhadap setempat yang kemudian
beberapa gen target yaitu matriks diteruskan ke Dinas Peternakan
dan gen H5-HA influenza. Provinsi dan Balai Besar
Veteriner Denpasar. Kronologi
Produk PCR di sequencing kasus kematina itik di Dusun
menggunakan reaksi sequencing Kuwum, Banyuatis, Buleleng
rantai tunggal (single strand- seperti pada tabel di bawah ini.
sequencing reaction). Analisis

4
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Kronolgis kematian itik di Dusun Kuwum pada akhir Desember 2012.

Terjadi Secara Diperoleh hasil


kematian beruntun uji Real-Time
ayam terjadi PCR dari
secara kematian itik sampel organ
mendadak sebanyak dan swab itik
sekitar 2000 milik putu
ekor dari 10 sudarsana
peternak. positif AI(H5)

Awal Des Minggu Minggu ketiga Mulai 18 Des 25 Des 26 Des 2012 27 Des 2012
2012 kedua 2012 2012

Terjadi Terjadi Dilakukan


kematian kematian 50 Investigasi
10 ekor itik ekor itik milik Dinas
milik Ketut Ketut Peternakan
Kartono Kartono dan Prov dan
putu BBVet
Sudarsana Denpasar Uji
histopatologi
dg Rapid
Tissue
Processor.

2. Pemeriksaan Klinis dan PA dilakukan bedah bangkai


Pemeriksaan gejala klinis ditemukan perubahan yang
terhadap itik yang sakit cukup konsisten seperti
menunjukkan adanya gejala saraf perdarahan pada organ trakea
yaitu adanya tortikolis dan dan paru-paru dari derajat ringan
inkoordinasi gerak. Informasi sampai parah, nekrosis pada
yang diperoleh dari para peternak organ pankreas, dan beberapa
juga mengatakan bahwa sebelum juga ditemukan perdarahan pada
terjadi kematian, itik-itik mereka organ usus.
terlihat terpuntir pada bagian
lehernya dan berjalan 3. Pemeriksaan Histopatologi
sempoyongan kemudian terjatuh Pada pemeriksaan histopatologi
sendiri. ditemukan perubahan vasculitis,
perivascular cuffing dan gliosis
Pada pemeriksaan patologi yang bersifat multifocal pada otak
anatomi terhadap itik yang sudah dengan derajat sedang sampai

5
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

berat. Organ jantung mengalami perdarahan pada mukosa seca


nekrosis pada myocardium yang tonsil.
bersifat multifocal, organ
pancreas mengalami nekrosis Pada pemeriksaan histopatologi
multifocal disertai degenerasi sel- organ otak dari sampel itik
sel pancreas. Organ limpa ditemukan perubahan vasculitis,
mengalami deplesi dan atrophy multifocal gliosis, perivascular
follicular. Organ paru-paru cuffing, dan edema vascular pada
tampak mengalami kongesti beberapa pembuluh darah di
namun pada beberapa sampel otak. Lesi-lesi tersebut
juga ditemukan adanya mengindikasikan bahwa agen
perdarahan dan infiltrasi sel penyakit tersebut mempunyai
mononuclear pada sub mukosa/ sifat endotheliotrofik atau sel-sel
sub epithel bronkeolus. Organ endothel pembuluh darah
ginjal dan hati tidak ditemukan merupakan salah satu sel target
perubahan yang cukup signifikan dari agen tersebut.
selain kongesti. Pada saluran
pencernaan lesi yang paling jelas
adalah adanya infiltrasi sel
radang pada lamina propria dan
kongesti sub mukosa yang
kadang-kadang disertai

Gambar 1.
Perivascular cuffing, vasculitis dan multifocal gliosis pada otak. HE, 200X

6
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Lesi nekrosis pada myocardium kerapkali menimbulkan nekrosis


disertai infiltrasi mononuklear dan myokardium dan myokarditis
pankreatitis nekrotikan (Tabbu, 2000) Gambaran
merupakan salah satu lesi yang nekrosis ini kemungkinan
prominent pada hampir semua disebabkan karena adanya
sampel yang diperiksa. Beberapa lymphocytolysis melalui apoptosis
virus avian influenza tipe A yang oleh aktifitas TNF-α atau sitokinin
bersifat sangat patogenik lain (Perkins and Swayne, 2001).

Gambar 2.
Nekrosis dan infiltrasi lymphocytes pada otot jantung. HE, 200X

Gambar 3.
Nekrosis pada organ pánkreas. HE, 100X (ii)

7
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Kerusakan pada sel-sel endothel disebabkan oleh infeksi HPAI H5


pembuluh darah di berbagai dan H7 (Kobayashi et al., 1996).
organ disinyalir berperan dalam
menimbulkan lesi perdarahan Lesi enteritis hemoragika yang
(saluran respirasi dan ditemukan mengindikasikan
pencernaan), penyebaran dan bahwa kemungkinan agen juga
infeksi yang bersifat sistemik. bersifat viscerotrofik. Gambaran
Fakta ini mirip seperti indikasi ini mempunyai kemiripan dengan
mekanisme patogenik dan lesi yang ditimbulkan oleh infeksi
patogenitas dari penyakit yang virus ND.

Gambar 4.
Proventrikulitis dan infiltrasi mononuklear dan heterofil disertai perdarahan
pada lamina propria secatonsil. HE, 100X

Gambar 5.
Edematous broncheolitis, pneumonia disertai kongesti dan perdarahan
intra alveolar. HE, 200X

8
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 82, Juni 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 6.
Deplesi folikular pada spleen dan interstitialis nephritis disertai perdarahan
intertubuli. HE, 200X

Berdasarkan pemeriksaan suspect Avian Influenza (AI)


histopatologi dapat dirumuskan dengan differential diagnosa :
diagnosa morfologi sebagai Newcastle Disease (ND).
berikut:
- Severe acute multifocal 4. Uji Konfirmasi
necrotizing non suppurative Untuk mendapatkan second
encephalitis opinion sekaligus sebagai uji
- Severe acute multifocal konfirmasi maka dilakukan juga
congested vasculitis pengujian-pengujian lain seperti
- Severe acute extensive kultur bakteri, serologi terhadap
hemorrhagic pneumonia titer AI/ND, Real Time PCR dan
- Mild multifocal edematous sequencing.
broncheolitis Pada kultur bakteri ditemukan
- Moderate acute multifocal adanya E.Coli dan Klebsiela.
necrotizing myocarditis Pada beberapa sampel juga
- Severe acute diffuse ditemukan Streptococcus dan
necrotizing pancreatitis Staphylococcus. Uji serologi
- Moderate acute multifocal terhadap sampel serum itik
necrotizing hemorrhagic ditemukan negatif titer AI
enteritis maupun ND. Uji Real-Time PCR
- Mild acute multifocal di Balai Besar Veteriner
necrotizing hemorrhagic Denpasar pada tanggal 27
nephritis Desember 2012 mendapatkan
Gambaran lesi seperti pada hasil semua sampel positif virus
diagnosa morfologi Avian Influenza (H5). Selanjutnya
mengindikasikan bahwa kematian isolat juga dikirim ke BPPV
itik kemungkinan disebabkan oleh Bukittinggi untuk dilakukan
infeksi viral. Diagnosa secara sequencing dan hasilnya
histopatologi terkait kasus teridentifikasi virus AI (H5N1)
kematian itik adalah : Strongly clade 2.3.2

9
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

A.A.S.Dewi, Y. Mismati, K. Santhia,


Berdasarkan pengujian D.H.W.Hartawan, N. Sutami, N.
Laboratorium yang dilakukan Purnatha, L. Faisal. 2012. Perbandingan
terhadap sampel itik hasil dari Sekuens Full Gen Hemaglutinin (HA)
investigasi, dapat disimpulkan Virus AI Subtipe H5N1 Asal Unggas di
bahwa kematian itik yang terjadi Bangli Dengan Isolat-isolat Referens
Dari GenBank. Buletin Veteriner BBVet
di Dusun Kuwum, Desa Denpasar, Vol. XXIV, No. 81, Desember
Banyuatis, Kecamatan Banjar, 2012.
Kabupaten Buleleng pada akhir
Desember 2012 disebabkan oleh Adi, A.A.A.M., Astawa, Y.M, Putra,
virus avian influenza (AI) sub tipe K.S.A., Hayashi, Y and Matsumoto, Y
(2010). Isolation and Characterization
H5N1 clade 2.3.2. of a Pathogenic Newcastle Disease
Virus from a Natural Case in Indonesia.
Berdasarkan informasi yang J.Vet. Med. Sci. 72(3), pp. 313-319.
diperoleh saat investigasi
dilakukan, lalulintas ternak Easterday, B.C and B. Tumova. 1978.
Avian Influenza in Diseases of Poultry. 7
mempunyai peranan yang sangat th
ED. Iowa State Univ. Press. Iowa.
penting dalam penyebaran
penyakit pada kasus ini. Oleh Kobayashi, Y., T. Horimoto, Y.
karena itu, pengawasan terhadap Kawaoka, D.J Alexander and C. Itakura.
lalulintas hewan/ternak maupun 1996. Pathological studies of Chickens
experimentally infected with two highly
produk asal hewan perlu pathogenic avian influenza viruses.
ditingkatkan guna mencegah Avian Pathology 25, 285-304.
penularan penyakit AI dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya. OIE .2002. HPAI. Manual of Standars
Diagnostic Tests and vaccines.
http://www.oie.int/eng/normes/mmanual/
A -00035.htm
UCAPAN TERIMAKASIH
OIE Terrestrial Manual 2009. Chapter
Penulis sampaikan ucapan terima 2.3.4. — Avian influenza. Version
kasih kepada Kepala Balai Besar adopted by the World Assembly of
Delegates of the OIE in May 2009
Veteriner Denpasar dan seluruh
staf yang terlibat dalam Perkins, L.E.L. and D.E.Swayne. 2003.
investigasi, penanganan dan Varied pathogenicity of a Hong Kong
pengujian sampel di origin H5N1 avian influenza virus in four
Laboratorium. Dinas Peternakan passerine species and budgerigars. Vet.
Pathol 40. 14-24
Provinsi Bali, Dinas Peternakan
Kabupaten Buleleng beserta Perkins, L.E.L. and D.E.Swayne. 2001
seluruh stafnya yang sudah .Pathobiology of
mencurahkan segenap waktu dan A/Chicken/Hngkong/220/97 (H5N1)
perhatiannya pada kegiatan Avian Influenz Virus in Seven
Gallinaceous Species. Vet Pathol
investigasi ini. 38:149-164

Rahardjo, Y. 2004. Avian Influenza:


Pencegahan , Pengendalian dan
Pemberantasannya Hasil Investigasi
Kasus Lapangan. Gita Pustaka. Jakarta.

10
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Bakterial, Mikal, dan Viral. Kanisius.


Jogjakarta.
Swayne, D.E., M.L.Perdue., M.Garcia.,
E.Rivera-Cruz and M.Brugh. 1997. Zhang, S., Wang, X., Zhao, C., Liu, D.,
Pathogenicity and diagnosis of H5N2 Hu, Y., Zhao J., Zhang, G (2011).
Mexican avian influenza viruses in Pathogenetic and Pathotypical Analysis
chickens. Avian Dis. 41. 335-346 of Two Virulent Newcastle Disease
Viruses Isolat from Domestic Ducks in
Tabbu, C R. 2000. Penyakit Ayam dan China. PLoS One. 6(9) e.25000.
Penanggulangannya : Penyakit

11
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

MONITORING PASCAVAKSINASI RABIES DI PROVINSI BALI


TAHUN 2012
(Monitoring Post vaccination Rabies in Bali Province Year 2012)
Ni Luh Putu Agustini, Diana Mustikawati, dan I Ketut Mayun
Balai Besar Veteriner Denpasar
ABSTRAK
Monitoring untuk mengetahui respon antibodi pascavaksinasi rabies dan herd immunity
pada anjing, telah dilakukan di 58 desa, 32 kecamatan di 9 kabupaten / di provinsi Bali
pada bulan Maret sampai dengan Desember 2012. Selama pelaksanaan monitoring
berhasil dikumpulkan 1886 sampel serum. Monitoring ini dibagi menjadi dua tahap yaitu
monitoring Tahap I yang terdiri dari monitoring prevaksinasi, monitoring tiga bulan
pascavaksinasi dan enam bulan pascavaksinasi Sedangkan monitoring Tahap II
dilakukan dengan pengambilan sampel serum secara acak pada anjing tanpa
memperhatikan waktu pelaksanaan vaksinasi.

Selama pelaksanaan monitoring Tahap I berhasil dikumpulkan sebanyak 1064 sampel


serum. yang terdiri dari serum prevaksinasi sebanyak 365, serum 3 bulan
pascavaksinasi sebanyak 352 dan sebanyak 347 serum 6 bulan pascavaksinasi
sedangkan pada monitoring Tahap II berhasil dikumpulkan sebanyak 822 sampel serum .
Semua sampel serum diuji ELISA menggunakan KIT ELISA produksi Pusat Veterinaria
Farma Surabaya. Hasil uji ELISA menunjukkan bahwa titer antibodi protektif yang
terbentuk pada monitoring tahap I adalah sebesar 72.5%. Rincian titer antibodi dari
masing-masing waktu pengambilan sampel berturut-turut: titer antibodi yang terdeteksi
saat prevaksinasi hanya sekitar 38.08% (139/365) , kemudian meningkat menjadi 96.3%
(339//352) setelah 3 bulan pascavaksinasi dan mengalami sedikit penurunan menjadi
84.4% (293/347) setelah 6 bulan pascavaksinasi, sedangkan hasil monitoring Tahap II
menunjukkan hanya 50.2% atau 413 dari 822 sampel serum yang diambil menghasilkan
titer antibodi protektif rabies. Vaksinasi massal yang telah dilakukan oleh Dinas
Peternakan Kabupaten/Kota se-provinsi Bali mampu merangsang terbentuknya antibodi
protektif

Hasil yang terdeteksi pada monitoring Tahap I telah mencapai standar yang
dipersyaratkan yaitu lebih besar dari 70%. Sedangkan hasil monitoring Tahap II masih
dibawah 70%, Ada indikasi bahwa terjadinya kembali kasus Rabies di beberapa
daerah di Bali kemungkinan disebabkan oleh rendahnya Herd Immunity karena masih
banyak anjing yang tidak divaksinasi terutama anjing kelahiran baru atau anjing yang
sudah pernah divaksinasi namun belum divaksinasi ulang (Booster), Mengingat masih
banyak anjing yang memiliki titer antibodi dibawah titer antibodi protektif maka perlu
dilakukan vaksinasi ulang terutama pada anjing-anjing yg memiliki titer dibawah 0.5 IU/ml
dan anjing–anjing kelahiran baru sehingga herd immunity yang terbentuk menjadi lebih
tinggi dan mampu memberikan proteksi pada anjing terhadap Rabies

Kata Kunci : monitoring, rabies, Bali

Abstract

Monitoring to determine rabies antibody response after vaccination and herd immunity in
dogs , has been carried out in 58 villages, 32 subdistricts, 9 districts in Bali since March to
December 2012 . During the monitoring was collected 1886 serum samples. Monitoring
is divided two stages: Stage I consist of prevaccination , three months and six months
after vaccination . Stage II monitoring is done by random sampling

12
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

During monitoring Stage I collected as many as 1064 serum samples . consist of 365
serum prevaccination , 352 serum three months after vaccination and 347 serum six
months after vaccination . In Stage II monitoring as many as 822 serum samples
collected. All of serum samples were tested ELISA using ELISA KIT produced by Pusat
Veterinaria Farma Surabaya .

ELISA test results showed that the protective antibody titers in the first stage monitoring
is 72.5 % . Details of antibody titer each stage is: antibody titers were detected when
prevaccination only about 38.08 % ( 139/365 ) , and then increased to 96.3 % ( 339 /
352 ) three months after vaccination and decreased slightly into 84.4 % ( 293/347 )six
months after vaccination . The results of the Stage II showed only 50.2 % or 413 of the
822 serum samples protective antibody.

From this result concluded, mass vaccination able to stimulate protective antibody titers in
dog The percentage of protective antibody in Stage I, greater than 70 % and the
results of the stage II monitoring, still below than 70%. There are indications that the
recurrence of rabies cases in some areas in Bali likely caused by low of herd immunity ,
Based on this result , revaccination is necessary to do as soon as possible, , especially
revaccination on new born and dogs have antibody titers below than 0.5 IU / ml

Key words : monitoring, rabies, Bali

PENDAHULUAN adalah melalui vaksinasi hewan


penular rabies (HPR), khususnya
Rabies adalah salah satu anjing di daerah tertular dan
penyakit zoonosis utama di dunia kontrol populasi HPR melalui
dan merupakan salah satu eliminasi yang terarah.
penyakit hewan menular yang
menjadi prioritas dalam Vaksinasi merupakan program
pengendalian dan pilihan utama dalam
pemberantasannya di Bali. pengendalian dan
Penyakit ini disebabkan oleh pemberantasan rabies di
virus dari genus Lyssavirus, famili Indonesia. Sejak munculnya
Rabdoviridae, menyerang semua kasus rabies di Bali pemerintah
hewan berdarah panas terutama provinsi Bali bekerjasama dengan
anjing, kucing dan kera serta Dinas Peternakan
menular pada manusia Kabupaten/Kota dan Lembaga
(zoonosis), penyakit umumnya Sosial Masyarakat (LSM) telah
berlangsung akut dan diakhiri melakukan vaksinasi rabies
dengan kematian. secara massal. Walaupun
vaksinasi massal sudah
Sejak munculnya kasus rabies di dilaksanakan di Provinsi Bali ,
desa Ungasan Kabupaten namun laporan kasus rabies
Badung pada bulan November masih dilaporkan terjadi.
2008, Bali secara resmi Fenomena ini sangat menarik
dinyatakan sebagai daerah untuk diketahui, apakah kejadian
tertular rabies. Hingga saat ini kasus rabies ini disebabkan
seluruh kabupaten/kota di Bali karena rendahnya titer antibodi
sudah dinyatakan sebagai daerah protektif hasil vaksinasi atau oleh
tertular rabies. Kebijakan sebab lain. Untuk menjawab
pemerintah terkait pengendalian permasalahan tersebut maka
dan pemberantasan rabies

13
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Balai Besar Veteriner Denpasar jenis kelamin, bangsa) serta


melakukan monitoring status anjing ( anjing berpemilik
pascavaksinasi Rabies. diikat/dikandangkan, anjing
TUJUAN berpemilik diliarkan dan anjing
liar), tanggal vaksinasi, tanggal
Monitoring ini bertujuan untuk pengambilan darah, dan jenis
mengetahui respon antibodi vaksin. Anjing yang telah divaksin
yang terbentuk pascavaksinasi dikonfirmasi melalui catatan
Rabies dan untuk mengetahui petugas kecamatan, kartu dan
herd immunity pada anjing di kalung vaksinasi.
Provinsi Bali
Pengujian Sampel
Sampel serum yang telah
MATERI DAN METODA dikumpulkan diuji ELISA di Balai
Besar Veteriner
Lokasi Monitoring Denpasar.menggunakan KIT
ELISA Rabies produksi Pusat
Monitoring dilakukan di seluruh Veterinaria Farma Surabaya
kabupaten/kota di provinsi Bali. dengan prosedur sebagai berikut
Sebanyak 58 desa di 32 : Sebelum dilakukan pengujian
kecamatan di 9 kabupaten kota di semua sampel serum diinaktivasi
Bali dipilih sebagai tempat pada suhu 560C selama 30
pengambilan sampel dikaitkan menit. Sampel serum diencerkan
dengan pelaksanaan vaksinasi dalam larutan Phosphate Buffer
yang dilakukan oleh Dinas Saline Tween 20 dengan
Peternakan Kabupaten/kota perbandingan 1 : 50. Serum
kontrol positif dan negatif
Pengambilan sampel diencerkan mulai dari 1:50
Pengambilan sampel serum sampaI 1:800. Selanjutnya
dibagi menjadi 2 tahap yaitu enceran serum kontrol positif,
Tahap I, yaitu pengambilan 1:50 dipindahkan ke dalam well
sampel sebelum divaksinasi, 3 A1 dan A2, pengenceran 1:100
bulan pascavaksinasi dan 6 bulan ke dalam well B1 dan B2,
pascavaksinasi sertapengambilan pengenceran 1 : 200 ke well C1
serum Tahap II yang dilakukan dan C2, pengenceran 1 :400 ke
secara acak tanpa well D1 dan D2, pengenceran 1 :
mempertimbangkan waktu 800 ke well E1 dan E2, . Untuk
pelaksanaan vaksinasi . Jumlah kontrol negatif pengenceran 1:50
sampel serum yang diambil pada dipindahkan ke well A3 dan A4,
monitoring tahap I adalah pengenceran 1:100 ke well B3
sebanyak 23 serum sedangkan dan B4, pengenceran 1:200 ke
pada pengambilan sampel tahap well C3 dan C4, pengenceran
II jumlah sampel yang diambil 1:400 ke well D3 dan D4 dan
sebanyak 25 sampel setiap pengenceran 1:800 ke well E3
pengambilan. Selama dan E4. Untuk serum sampel
pelaksanaan monitoring juga dimasukkan mulai lubang F1
dikumpulkan. Data pemilik dan sampai dengan G12. Well H11
identitas anjing meliputi (umur, dan H12 tidak ditambahkan

14
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

sampel serum atau sebagai pelaksanaan vaksinasi di Provinsi


kontrol. Selanjutnya mikroplate Bali adalah vaksin Rabisin dan
diinkubasi selama 1 jam pada Biocan, . Dari hasil Monitoring
suhu 370C. Setelah diinkubasi Tahap I berhasil dikumpulkan
mikroplate dicuci sebanyak 3 kali sebanyak 1064 sampel serum.
dengan PBST.Selanjutnya 100 µl yang terdiri dari 365 sampel
conjugate protein A yang sudah serum prevaksinasi , 352 sampel
diencerkan dalam PBST 1 :8000, serum tiga bulan pascavaksinsi,
ditambahkan kesemua well dan sebanyak 347 sampel serum
kecuali well H11 dan H12, enam bulan pascavaksinsi.
kemudian mikroplate Hasil uji ELISA menunjukkan
diinkubasikan kembali pada suhu bahwa vaksinasi terbukti mampu
370C selama 1 jam. Mikroplate merangsang terbentuknya
selanjutnya dicuci sebanyak 3 antibodi terbukti dengan
kali dengan PBST. Kemudian ke terjadinya peningkatan
dalam masing-masing well persentase titer antibodi protektif
ditambahkan 100 µl substrate dari saat prevaksinasi ke 3 bulan
ABTS dan inkubasikan pada pascavaksinasi yaitu dari
suhu kamar selama 10-15 menit, 38.08% (139/365). menjadi
sambil diamati munculnya warna 96.3% (339/352). Sedangkan
kebiruan. Bila warna antara setelah 6 bulan pascavaksinsi
kontrol positif dan negatif bisa terjadi penurunan persentase
dibedakan secara visual titer antibodi protektif menjadi
dilakukan penghentian reaksi 84.4%(293/347). Hasil monitoring
dengan penambahan stop ini lebih tinggi dibandingkan
solution kesemua well. Terakhir dengan hasil monitoring tahun
dilakukan pembacaan pada 2011 yang hanya mencapai 59%.
ELISA Reader menggunakan Data jumlah sampel dan hasil uji
filter 405 nm. selengkapnya seperti tersaji pada
Tabel 1, Gambar 1. Sedangkan
Kalkulasi dan Interpretasi Hasil pada monitoring Tahap II
berhasil dikumpulkan 822 sampel
Kalkulasi hasil dilakukan dengan
serum dengan jumlah sampel
program Microsoft Excel dengan
protektif antibodi Rabies
interpretasi hasil: Jika nilai OD
sebanyak 413 sampel (50.2%.).
sampel ≥ 0,5 IU maka sampel
(Tabel 2, Gambar 2). Hasil uji
dinyatakan Positif antibodi Rabies
ELISA monitoring Tahap I
dan sebaliknya jika nilai OD
menunjukkan bahwa pada saat
sampel ≤ 0,5 IU maka sampel
prevaksinasi masih banyak
dinyatakan Negatif antibodi
serum yang menghasilkan titer
Rabies.
antibodi dibawah 0,5 IU/ml. Dari
HASIL 365 sampel serum yang diambil
hanya 139 sampel yang
Selama pelaksanaan monitoring menghasilkan titer antibodi
Tahap I dan II tidak sepenuhnya antibodi protektif. Mayoritas titer
bisa mendapatkan jumlah sampel antibodi yang terbentuk berkisar
yang ditargetkan, Jenis vaksin pada titer 0,5-0,9 IU/ml.
yang digunakan pada Sedangkan setelah 3 bulan

15
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

pascavaksinasi jumlah sampel kabupaten Jembrana


yang menghasilkan titer antibodi menunjukkan persentase protektif
protektif mengalami peningkatan yang paling rendah yaitu hanya
menjadi 339 dengan nilai titer 20% sedangkan persentase
antibodi yang lebih tinggi dan protektif paling tinggi terlihat pada
jumlah sampel serum yang sampel asal Kabupaten Buleleng
mencapai titer antibodi di atas 5 yaitu sebesar 57,1% . Pada 3
IU/ml sebanyak 197 . Namun bulan pascavaksinasi terjadi
setelah 6 bulan pascavaksinasi peningkatan persentase protektif
terjadi sedikit penurunan jumlah di semua Kabupaten/Kota,
serum yang menghasilkan titer kecuali kabupaten Gianyar
antibodi protektif menjadi 293 sebesar 40%. Sedangkan pada 6
Hasil selengkapnya seperti tersaji bulan pascavaksinasi persentase
pada Gambar 3. protektif masih diatas 70%
kecuali kabupaten Bangli dan
Persentase titer antibodi Tabanan mengalami penurunan
berdasarkan Kabupaten/kota menjadi 52.0% dan 52.1%.
menunjukkan bahwa pada saat (Tabel 3, 4 dan 5)
pascavaksinasi sampel asal

Tabel 1.
Data Sampel Monitoring Rabies Tahap I

STATUS VAKSINASI JUMLAH JUMLAH PERSENTASE


SAMPEL POSITIF
ELISA
PREVAKSINASI 365 139 38.08
TIGA BULAN PASCAVAKSINASI 352 339 96.3
ENAM BULAN
PASCAVAKSINASI 347 293 84.4
TOTAL 1064 771 72.4

Gambar 1.
Persentase Antibodi Protektif Monitoring Rabies Tahap I

16
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Data dan Hasil Monitoring Rabies Tahap II
NO KABUPATEN/ KECAMATAN DESA JML JML PERSEN
KOTA SAMPEL POSITIF TASE
ELISA
1 BADUNG MENGWI BUDUK 25 11 44
2 BADUNG MENGWI MUNGGU 25 7 28
3 BADUNG MENGWI PERERENAN 25 5 20
4 BADUNG KUTA UTARA KEROBOKAN KAJA 17 7 41
5 BANGLI SUSUT SULAHAN 20 9 45
6 BANGLI TEMBUKU UNDISAN 22 6 27
7 BANGLI SUSUT SUSUT 20 20 100
8 BANGLI TEMBUKU BANGBANG 17 8 47
9 BULELENG SERIRIT JO ANYAR 16 7 44
10 BULELENG SERIRIT BANJAR ASEM 16 8 50
11 BULELENG TEJAKULA TEJAKULA 25 13 52
12 BULELENG TEJAKULA JULAH 27 27 100
13 DENPASAR DPS SELATAN PANJER 25 14 56
14 DENPASAR DPS SELATAN PEDUNGAN 25 10 40
15 DENPASAR DPS TIMUR PENATIH 25 6 24
16 GIANYAR UBUD MAS 16 6 37.5
17 GIANYAR UBUD PENGOSEKAN 20 10 50
18 GIANYAR UBUD UBUD 25 8 32
19 JEMBRANA PEKUTATAN PEKUTATAN 25 17 68
20 JEMBRANA MELAYA MELAYA 20 12 60
21 JEMBRANA MELAYA EKASARI 20 8 40
22 JEMBRANA PEKUTATAN PULUKAN 25 4 16
23 KARANGASEM KARANGASEM SERAYA 26 10 38.5
24 KARANGASEM KUBU TIANYAR BARAT 19 18 94.7
25 KARANGASEM KARANGASEM SERAYA BARAT 25 16 64
26 KLUNGKUNG BANJARANGKAN BANJARANGKAN 26 9 34.6
27 KLUNGKUNG BANJARANGKAN NEGARI 25 8 32
28 TABANAN KERAMBITAN KESIUT 27 14 51.8
29 TABANAN KERAMBITAN TIMPAG 15 3 20
KUKUH 25 8 32
30 TABANAN MARGA
DLOD PEKEN
DAUH PEKEN
31 TABANAN MARGA PEKEN BLAYU 30 8 28.7
32 KLUNGKUNG KLUNGKUNG SEMARAPURA KAUH 25 17 68
33 KLUNGKUNG KLUNGKUNG MANDUANG 25 21 84
34 KARANGASEM KUBU TIANYAR TENGAH 22 18 81.8
35 GIANYAR UBUD PADANG TEGAL 25 15 60
36 DENPASAR DENPASAR UTARA PEGUYANGAN KANGIN 26 25 96.1
JUMLAH 822 413 50.2

17
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 2.
Hasil Monitoring Rabies Tahap II

Gambar 3.
Profil Titer Antibodi Monitoring Tahap II

18
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 3
Hasil Uji ELISA Prevaksinasi Rabies di Provinsi Bali

NO KABUPATEN JUMLAH SAMPEL JUMLAH POSITIF ELISA PERSENTASE


1 Klungkung 47 18 38,3
2 Badung 48 23 47,9
3 Buleleng 28 16 57,1
4 Jembrana 55 11 20
5 Karangasem 37 10 27,1
6 Bangli 46 26 56,5
7 Tabanan 41 6 56,1
8 Gianyar 24 8 33,3
9 Denpasar 39 21 53,8
TOTAL 365 139 38,08

Tabel 4.
Hasil Uji ELISA Tiga Bulan Pascavaksinasi di Provinsi Bali

NO KABUPATEN JUMLAH SAMPEL JUMLAH POSITIF ELISA PERSENTASE


1 Klungkung 43 43 100
2 Badung 47 47 100
3 Buleleng 37 36 97.3
4 Jembrana 49 49 100
5 Karangasem 40 32 80
6 Bangli 47 46 97.8
7 Tabanan 35 35 100
8 Gianyar 5 2 40
9 Denpasar 49 49 100
TOTAL 352 332 96.3

19
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 5.
Hasil Uji ELISA Enam bulan Pascavaksinasi di Provinsi Bali

NO KABUPATEN JUMLAH SAMPEL JUMLAH POSITIF ELISA PERSENTASE


1 Klungkung 49 48 97.9
2 Badung 47 37 78.7
3 Buleleng 35 33 94.2
4 Jembrana 49 48 97.9
5 Karangasem 44 40 91.9
6 Bangli 48 25 52.0
7 Tabanan 23 12 52.1
8 Gianyar 9 8 88.8
9 Denpasar 43 42 97.6
TOTAL 347 293 84.4

PEMBAHASAN kebanyakan dipelihara dengan


cara diliarkan
Vaksinasi merupakan program
pilihan utama dalam Hasil uji ELISA sampel serum
pengendalian dan prevaksinasi menunjukkan
pemberantasan rabies di sebesar 38.08% sampel yang
Indonesia , karena vaksinasi diambil protektif antibodi Rabies.
akan merangsang respon imun Adanya titer antibodi yang
untuk membentuk antibodi terdeteksi merupakan antibodi
sehingga bisa memberikan yang terbentuk dari vaksinasi
proteksi pada hewan yang sebelumnya dimana beberapa
divaksinasi. Tidak tercapainya anjing yang diambil sampel
target jumlah sampel pada darahnya, sebelumnya sudah
monitoring Tahap I dan II pernah divaksinasi, Persentase
kebanyakan disebabkan karena jumlah serum yang menghasilkan
mayoritas anjing sulit ditangkap titer antibodi kurang dari 0.5 IU/ml
karena dipelihara dengan cara pada saat prevaksinasi masih
diliarkan, anjing galak dan sangat banyak yaitu sebanyak 62.2%.
sulit dihandle, dan pemilik tidak Tingginya persentase ini
ada di rumah, Jenis vaksin yang disebabkan karena mayoritas
digunakan dalam pelaksanaan anjing yang diambil sampel
vaksinasi adalah vaksin Rabisin darahnya belum pernah
dan Biocan dimana kedua vaksin divaksinasi.
ini mempunyai masa kekebalan
(duration of Immunity ) yang Hasil pengujian sampel 3 bulan
cukup lama, Dasar pemilihan pascavaksinasi menujukkan
penggunaan kedua jenis vaksin persentase antibodi protektif
ini adalah mengingat anjing- semakin meningkat bahkan
anjing di Provinsi Bali mayoritas mencapai 96.3%. Ini
merupakan anjing lokal yang mengindikasikan vaksinasi yang
dilakukan memberikan respon

20
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

yang cukup bagus dalam perbedaan respon antibodi juga


merangsang terbentuknya kemungkinan terkait dengan
antibodi protektif. Tingginya titer sistem respon humoral
antibodi protektif otomatis akan
menyebabkan tingginya herd Rendahnya herd immunity pada
immunity, yang akan berperan surveilans Tahap II disebabkan
dalam memberikan proteksi di karena banyak dari anjing yang
kelompoknya, , Hal ini diambil sampel darahnya belum
bersesuaian dengan hasil pernah divaksinasi, karena
penelitian (Minke et al, 2009). merupakan anjing kelahiran baru
Masih adanya anjing yang tidak atau anjing yang sudah pernah
memberikan respon antibodi divaksinasi sebelumnya namun
maksimal kemungkinan belum dilakukan booster.
disebabkan oleh beberapa faktor, Adanya kecenderungan titer
status gizi dan management antibodi protektif lebih tinggi pada
pemeliharaan., Kebanyakan anjing yang sudah pernah
anjing yang diambil sampelnya divaksinasi dibandingkan dengan
pada saat monitoring merupakan anjing yang baru disebabkan
anjing lokal (anjing Bali) dengan karena biasanya
sistem pemeliharaan sebagian imunisasi/vaksinasi pertama
besar diliarkan. Menurut Widodo, tidak menimbulkan respon
2009 perbedaan respon antibodi antibodi yang tinggi, tetapi jika
hasil vaksinasi dipengaruhi oleh imunisasi/vaksinasi diulang 2-3
beberapa faktor, antara lain : kali, maka respon antibodi yang
kondisi tubuh hewan status gizi, terbentuk akan meningkat tajam
status imun host, kualitas dan dan bertahan selama beberapa
kuantitas vaksin serta lingkungan. waktu dan akhirnya akan
. Selain itu perbedaan respon menurun secara perlahan.
antibodi yang dihasilkan juga Peningkatan titer antibodi
dipengaruhi oleh faktor stres tersebut disebabkan oleh proses
akibat perlakuan pada saat pemilihan (switching) isotipe
vaksinasi. (Suprapto, 2008). imunoglobulin menjadi IgG dan
Hasil monitoring tahun 2012 hal ini dapat terjadi karena
menunjukkan terjadi peningkatan bantuan sel T (Roitt, 1996).
titer antibodi protektif dari Persentase protektif antibody
prevaksinasi ke 3 bulan paling tinggi terjadi pada interval
postvaksinasi dan terjadi sedikit waktu pengambilan sampel 3
penurunan pada 6 bulan bulan pascavaksinasi. Hal ini
postvaksinasi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
memperkuat penelitian (Chiliquet Cliquet et al., 2003; Monsfield et
et al, 2003). . Vaksinasi rabies al., 2004 dan Minkle et al., 2009.
secara parentral menunjukkan
profil gradual yang klasik : phase Selain itu faktor lain yang
latent, eksponensial dan datar mempengaruhi keberhasilan
kemudian menurun, titer antibody vaksinasi dan terbentuknya titer
akan mencapai puncaknya pada antibodi protektif adalah sistim
empat sampai enam minggu penanganan vaksin (transportasi
setelah vaksinasi. Selain itu dan penyimpanan (cold chain

21
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

system). Menurut WHO, 1998 di Bali. Ada indikasi bahwa


komponen system rantai dingin terjadinya kembali kasus Rabies
meliputi : pengguna pelayanan di beberapa daerah di Provinsi
kesehatan, perlalatan untuk Bali erat hubungannya dengan
penyimpanan dan transportasi rendahnya titer antibodi protektif
vaksin, prosedur pengelolaan dan herd immunity
program dan kontrol distribusi
vaksin , dimana semua SARAN
komponen tersebut sangat
Perlu dilakukan vaksinasi ulang
memepengaruhi hasil vaksinasi.
(booster) pada anjing yang
Pada tahun 2012 di Provinsi Bali
memiliki titer antibodi dibawah
telah dilakukan pelatihan cold
0.5 IU/ml, untuk meningkatkan
chain vaksinasi dan mungkin hal titer antibodi protektif dan herd
ini juga merupakan salah satu immunity. Untuk menjaga herd
faktor pendukung keberhasilan immunity agar tetap tinggi maka
vaksinasi yang dilakukan
perlu ditingkatkan pengawasan
Menurut WHO, 1998 komponen
lalu lintas anjing dan
system rantai dingin meliputi :
pengendalian populasi. Untuk
pengguna pelayanan kesehatan,
mengetahui perkembangan
perlalatan untuk penyimpanan
respon antibodi pascavaksinasi.
dan transportasi vaksin, prosedur
di semua Kabupaten/kota di Bali
pengelolaan program dan kontrol
perlu dilakukan monitoring secara
distribusi vaksin , dimana semua
teratur.
komponen tersebut sangat
memepengaruhi hasil vaksinasi. UCAPAN TERIMAKASIH
KESIMPULAN DAN SARAN
Penulis mengucapkan
KESIMPULAN terimakasih kepada Kepala Balai
Besar Veteriner Denpasar atas
Berdasarkan hasil monitoring kepercayaan dan ijin yang
yang telah dilakukan dapat diberikan untuk melaksanakan
disimpulkan hal-hal sebagai survei ini. Ucapan terimakasih
berikut : Vaksinasi Rabies massal juga disampaikan kepada Kepala
yang telah dilakukan di provinsi Dinas Peternakan
Bali, terbukti mampu merangsang Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali
terbentuknya antibody protektif, serta kepada Medik dan
dengan tingkat protektivitas lebih Paramedik Veteriner Balai Besar
dari 70% ditunjukkan dengan Veteriner Denpasar yang telah
terjadinya peningkatan titer membantu dalam pengambilan
antibodi protektif dari dan pengujian sampel
prevaksinasi ke 3 bulan
pascavaksinasi.
Hasil monitoring Tahap II DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan bahwa herd
Anonim,. Laporan Penanggulangan
immunity yang terbentuk masih Rabies Provinsi Bali, 2010
rendah sehingga berpeluang
menyebabkan terjadinya Rabies

22
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Chiliquet, F.Verdier ,Y. ,


Sagne,L.Aubert,M. Schereffer, J.L. WHO, Guidelines for dog rabies control,
Neutralising antibody titration in 25,000 WHO/VPH/ 83.43 Rev.1, 1987
sera of dogs and cats vaccinated
against rabies inFrance, in the Suprapto H. 2008. Vaksinasi sebagai
framework of the new regulationsthat usaha pencegahan penyakit pada ikan.
offer an alternative to quarantine, 2003. Orasi Ilmiah Guru Besar Universitas
Airlangga, Surabaya
Minke ,J.M, Bouvet,J., Cliquet, F,.
Wasniewski ,M. Guiot ,A.,L., Widodo J. 2009. Imunologi Vaksin.
Comparison of antibody responses after Chlidren Allergy Centre
vaccination with two inactivated rabies
vaccines, 2007

23
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

ANALISIS PERMINTAAN UNGGAS DI PASAR UNGGAS DI BALI DAN


LOMBOK PADA MENJELANG HARI RAYA KEAGAMAAN DAN MUSIM
YANG BERBEDA

(poultry demand analysis in high-risk market in bali and lombok island ;


toward religious ceremonial day and different season)

Oleh :

Hartawan, D. H. W 1., Putra, A. A. G1., Santhia, K1., Dewi, A. A. S., Putra, A. A. S.,
Suryadinata, L. M. F1, Sutami, N1., Purnata, N1., Diarmita, k.I1.,Torribio, J. A2.
1
Balai Besar Veteriner Denpasar, email :www.dinar_hwh@yahoo.co.id
2
Sydney University lecturer of epidemiology

Intisari

Lalu lintas unggas terbesar di Bali dan Lombok saat ini melalui pasar unggas hidup.
Peningkatan risiko penularan penyakit unggas khususnya Avian influenza di pasar
unggas terjadi karena unggas dari berbagai spesies, umur, dan berbagai asal unggas
bercampur menjadi satu untuk diperjual belikan. Pada saat hari raya keagamaan
disinyalir terjadi peningkatan permintaan yang berhubungan dengan tingginya lalu lintas
unggas di pasar unggas di Bali dan Lombok. Sampai saat ini belum ada kajian yang
meneliti tentang peningkatan permintaan unggas dan kaitannya dengan peningkatan
resiko kejadian kasus AI khususnya di Bali dan Lombok. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memastikan terjadinya peningkatan permintaan unggas baik di pasar unggas di
Bali dan Lombok pada saat hari raya keagamaan dan musim yang berbeda.
Pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel untuk penelitian
penyakit AI di pasar unggas di Bali dan Lombok dengan melakukan wawancara dan
pengamatan langsung pada unit pedagang. Metode sampling yang digunakan adalah
multistage dengan kombinasi musim dan permintaan unggas sebagai strata waktu
pengambilan sampel. Wawancara dan pengamatan dilakukan di 12 pasar unggas di
pulau Bali dan Lombok, dalam pelaksanaannya berhasil dilakukan wawancara dengan
336 pedagang di Bali serta 269 pedagang di Lombok dari empat kali waktu kunjungan.
Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan perbedaan jumlah keranjang, densitas
keranjang dan proporsi unggas yang laku untuk melihat terjadinya peningkatan
permintaan unggas. Hasil penelitian ini adalah, 1) berdasarkan jumlah keranjang
diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan permintaan unggas di pasar unggas di Bali
(P<0,05), baik secara akumulatif maupun pada saat musim hujan; 2) berdasarkan
densitas keranjang, diperoleh hasil terjadi peningkatan jumlah permintaan unggas di
pasar Lombok pada saat musim kemarau saja (P<0,05); 3) berdasarkan proporsi jumlah
unggas yang laku juga diperoleh hasil terjadi peningkatan permintaan di pasar unggas di
pulau Lombok (P<0,05) secara akumulatif dan pada saat musim hujan saja. Sebaliknya
pada pasar di Bali terjadi penurunan proporsi jumlah unggas yang laku (P<0,05) pada
saat musim hujan.

Kata Kunci : permintaan unggas, musim, jumlah keranjang, densitas keranjang, dan
proporsi unggas laku

24
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Abstract

It is Well known that in the recent several years, the Highest Poultry Movement in Bali
and Lombok is through live birds markets. Increased risk of transmission of avian
diseases , especially avian influenza in live birds markets occurred because of the mixing
together of various species , ages , and a variety of poultry origin into one cage to be
traded . At the time of religious holidays was allegedly an increase in demand associated
with high traffic of poultry in the Live bird market in Bali and Lombok . Until now there has
been no study that examines the increasing demand of poultry and its relation with
increased risk of incident cases of AI, especially in Bali and Lombok . The purpose of this
study was to ascertain the increase in demand for poultry in the poultry markets in both
Bali and Lombok during religious ceremony and different seasons . Data collection was
conducted in conjunction with sampling for the study of AI in live birds markets in Bali and
Lombok by conducting interviews and direct observation on the vendor unit. The sampling
method used is a combination of multistage with season and poultry demand and
stratification of sampling time. Interviews and observations were made on 12 poultry
market on the island of Bali and Lombok , the successful implementation of interviews
with 336 traders in Bali and Lombok 269 traders in four visited times. The data were
analyzed based on different numbers, density of cages and proportion of birds sold to
measured an increasing in demand of poultry. The results of this study are , 1 ) based on
the number of cages showed that there was an increased in demand for poultry in the live
birds market in Bali ( P < 0.05 ) , both cumulatively and in the rainy season only; 2 )
based on the density of the cages, the obtained results an increased in the number of
Lombok poultry demand in the market only during the dry season ( P < 0.05 ) ; 3 ) based
on the proportion of birds that sold is also obtained results an increased in the demand
for poultry market on the Lombok island ( P < 0.05 ) and cumulatively during the wet
season. In contrast to the market in Bali decrease the proportion of birds that sold ( P <
0.05 ) during the rainy season.

Keywords : Poultry Demand, Season, Multistage, Live Birds Market in Bali and Lombok

PENDAHULUAN banyak memerlukan komoditi


unggas hidup khususnya itik
Pulau Bali merupakan sebagai bahan kelengkapan
daerah yang memiliki potensi kebutuhan upacara. Kehidupan
pariwisata yang sangat diminati sosial budaya masyarakat Bali
oleh wisatawan baik dari manca atau umat Hindu tidak bisa
negara maupun domestik. dilepaskan dari adanya
Jumlah populasi penduduk di kebutuhan – kebutuhan dalam
pulau bali sebesar 3.409.845 jiwa melengkapi persyaratan upacara
yang 92,25 % nya adalah tersebut. Sementara di pulau
pemeluk agama Hindu Lombok menunjukkan adanya
(Muktazam et al, 2009). Dalam peningkatan permintaan unggas
kehidupan sehari – hari umat untuk dikonsumsi pada hari raya
Hindu sangat terkait dengan keagamaan terutama hari raya
sering diadakannya upacara – Idul Fitri dan hari raya Maulid
upacara adat yang selalu Nabi (Muktazam et al., 2009).
berhubungan dengan
meningkatnya konsumsi hasil Berdasarkan informasi
pertanian dan peternakan. dilapangan, pada saat upacara –
Upacara keagamaan di Bali upacara besar tersebut terjadi

25
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

peningkatan kebutuhan yang mungkin bahwa pola


disertai dengan peningkatan perdagangan maupun lokasi
harga dari semua komoditas. Bila penjualan ternak khususnya
dikaitkan dengan adanya unggas di pasar umum menjadi
kebutuhan unggas – unggas salah satu penyebab penyebaran
hidup, hal ini menarik perhatian penyakit ini ke manusia.
para pedagang unggas untuk
melakukan penjualan secara
besar – besaran. Pedagang dari
MATERI DAN METODE
luar turut menjual unggas mereka
ke pulau Bali dan Lombok pada MATERI
saat hari besar keagamaan
tersebut, meskipun berdasarkan Dalam kegiatan ini
peraturan yang ada jelas telah dilakukan pengambilan informasi
melanggar peraturan karantina dari para pedagang yang
yang melarang lalu lintas unggas berjualan di pasar unggas di
antar pulau. Pedagang musiman pulau Bali dan Lombok
khususnya ternak unggas banyak menggunakan metode
bermunculan terutama pada saat kuesionering melalui wawancara
– saat upacara keagamaan dan observasi kondisi lokasi
seperti hari raya Galungan dan penjualan unggas tersebut.
Kuningan di Bali maupun hari
raya maulid Nabi dan hari raya METODE
Idul Fitri di Lombok. Hal ini Pengambilan data pada
sangat mengkhawatirkan jika kegiatan ini dilakukan terhadap
dilihat dari potensi lalu lintas pedagang unggas di enam pasar
unggas tersebut dapat menjadi unggas yang masuk kategori
salah satu faktor yang berperan risiko tinggi terhadap penyebaran
dalam penyebaran penyakit penyakit AI di Bali dan Lombok.
Avian Influenza (AI) di Bali dan Populasi targetnya adalah
Lombok. Penyebaran penyakit AI pedagang dan data yang
ke propinsi Bali diperkirakan dianalisis diperoleh pada waktu
melalui perniagaan unggas (Putra wawancara dan pengamatan
et al., 2006). Selain itu, yang dilakukan terhadap
penempatan unggas dari pedagang yang terpilih tersebut.
berbagai macam sumber asal Pedagang yang disampling
unggas dalam satu kandang di dihitung dengan metode detect
pasar juga menjadi salah satu the presence of disease dari
faktor risiko terjadinya penularan Martin et al. (1987) yaitu n = [1-
penyakit AI (Yee et al., 2009). (1-p1)1/d] x [N-(d-1)/2] dengan n
Seperti kita ketahui bahwa pasar adalah besaran sampel, P1
merupakan salah satu lokasi adalah probability, d adalah
dimana unggas dan manusia harapan minimal dan N adalah
dapat bertemu dalam satu tempat jumlah populasi unit observasi.
dan terjadi kontak secara Asumsi prevalensi penyakit AI di
langsung. Dengan gunakan adalah 5% maka
mempertimbangkan potensi diperoleh; n : [1-(1-0,95)1/5,75] x
zoonosis dari penyakit ini, sangat [115-(5,75-1)/2] = 47. Tahapan

26
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

yang diambil adalah Pasar dan ANALISIS DATA


Pedagang. Jumlah pedagang
yang disampling adalah 94 Hasil wawancara dengan
pedagang (2 stage). Jumlah total pedagang tentang jumlah unggas
pedagang yang disampling yang dibawa ke pasar unggas
setelah dikalikan strata waktu maupun yang sudah terjual dan
pengambilan sampel adalah 376 hasil pengamatan jumlah
pedagang. keranjang yang terisi unggas atau
dibawa oleh pedagang
VARIABEL ANALISIS
ditabulasikan dengan program
Variabel yang akan dianalisis microsoft excel 2007. Data
dalam kegiatan ini adalah jumlah tersebut dianalisis dengan 1) uji
keranjang yang dibawa oleh T-tes untuk mengetahui
pedagang ke pasar pada saat perbedaan permintaan unggas
kunjungan, densitas keranjang berdasarkan jumlah keranjang,
yang diperoleh dari hasil total densitas keranjang dan proporsi
unggas yang dijual dalam jumlah unggas yang laku di pasar
keranjang yang dibawa oleh unggas di Bali dan Lombok.
pedagang pada saat kunjungan Kemudian dilakukan 2) uji T-tes
serta proporsi unggas yang laku terhadap variabel yang sama
yaitu proposi jumlah unggas yang pada saat musim hujan dan 3)
telah dijual dari jumlah unggas juga uji T-tes pada musim
yang dibawa pedagang pada hari kemarau.
kunjungan sampai saat
wawancara dilakukan. Hasil rata
– rata data tersebut akan HASIL
dianalisis terhadap waktu yang
diasumsikan rendah yaitu pada 1. Hasil Pengamatan di Pasar
saat hari pasaran biasa dan pada Unggas Berisiko Tinggi
saat menjelang hari raya
keagamaan di Bali dan Lombok Hasil pengamatan di pasar
yang diasumsikan sebagai waktu unggas berisiko tinggi di Bali
permintaan tinggi. Selain variabel pada unit sampling pedagang
perbedaan permintaan tersebut, dan keranjang, diperoleh 605
rata – rata data tersebut juga pedagang dan 1415 keranjang
dianalisis terhadap musim yang yang teramati di enam pasar
berbeda yaitu pada saat musim unggas berisiko tinggi terhadap
hujan maupun kemarau. penyakit AI di Bali dan Lombok
(Dharma et al, 2008). Gambaran
hasil pengamatan pada
pedagang dan keranjang dapat
dilihat dalam Tabel 1.

27
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Data jumlah keranjang, jumlah unggas yang dijual dan jumlah unggas laku
terjual yang teramati di pasar unggas berisiko tinggi di Bali dan Lombok.

Jumlah Jumlah Jumlah


Pulau Nama Pasar Keranjang Unggas dijual Unggas Laku
Bali Beringkit 160 4846 1034
Negara 93 1219 118
Galiran 234 3922 1184
Karangasem 156 4535 1096
Kediri 148 4889 975
Seririt 191 6478 2074
Lombok Sindu 139 2798 568
Bertais 104 3016 584
Masbagik 56 3046 1266
Narmada 45 1015 110
Renteng 43 1058 131
Gerung 46 774 120
GrandTotal 1415 37596 9260

Berdasarkan pengamatan 2. Variabel Jumlah Rata – rata


tersebut, diperoleh hasil jumlah
Keranjang per pedagang
total seluruh unggas yang dijual
di 12 pasar berisiko tinggi di Bali
dan Lombok sebanyak 37.596 Hasil pengamatan yang dilakukan
ekor unggas dari berbagai di pasar unggas berisiko tinggi di
spesies dan ras. Pada saat pulau Bali dan Lombok, diperoleh
pengamatan yang dilakukan tiga indikator peningkatan jumlah
sebanyak empat kali di setiap unggas yang dijual pada waktu
pasar unggas berisiko tinggi, dan musim yang berbeda yaitu
diperoleh data bahwa unggas jumlah keranjang yang dibawa ke
yang tercatat telah laku dibeli pasar, densitas keranjang dan
sebanyak 9260 ekor unggas. proporsi jumlah unggas yang laku
Berdasarkan data tersebut diatas, dijual yang teramati saat kegiatan
dapat dihitung variabel kepadatan pengamatan dilakukan di pasar
keranjang dan proporsi unggas unggas berisiko tinggi di pulau
laku dibeli yang menjadi indikator Bali dan Lombok.. Hasil yang
peningkatan jumlah permintaan diperoleh berdasarkan jumlah
yang diasumsikan akan terjadi keranjang yang dibawa oleh
pada saat menjelang hari raya pedagang ke pasar pada waktu
Keagamaan baik di pulau Bali dan musim yang berbeda dapat
maupun Lombok. dilihat dalam tabel 2. berikut ;

28
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Rata – rata jumlah keranjang yang teramati di pasar unggas berisiko tinggi
di Bali dan Lombok.

Island
Musim Permintaan Bali Lombok Grand Total
Hujan Rendah 2.51 1.63 2.10
Tinggi 2.88 1.32 2.21
Kemarau Rendah 2.79 1.90 2.41
Tinggi 3.47 1.61 2.63
Grand Total 2.95 1.61 2.34

Jumlah rata – rata keranjang banyak pada saat menjelang hari


yang dibawa oleh pedagang di raya keagamaan Hindu daripada
pasar unggas berisiko tinggi di hari pasaran biasa baik pada saat
Bali terlihat lebih tinggi di musim hujan maupun musim
bandingkan keranjang di pasar kemarau. Rata – rata jumlah
unggas di Lombok (Tabel 2). pedagang di pasar unggas
Rata – rata jumlah keranjang total berisiko tinggi di pulau Lombok
di pasar unggas berisiko tinggi pada musim yang berbeda justru
pulau Bali berkisar 2,95 sebaliknya, pada saat menjelang
keranjang per pedagang, hari raya keagamaan teamati
sedangkan pedagang di pulau lebih sedikit dibandingkan pada
Lombok yang teramati rata – rata hari pasaran biasa. Gambaran
hanya membawa 1,61 keranjang rata – rata jumlah keranjang yang
per pedagang. Berdasarkan dibawa ke pasar unggas berisiko
perbedaan musim, jumlah rata – tinggi di pulau Bali dan Lombok
rata keranjang yang di bawa oleh dapat dilihat pada Gambar 1.
pedagang di pulau Bali lebih Berikut;

29
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Average of Jml Keranjang


4

3.5

3
Island-Nama pasar

2.5

Island
2 Bali
Lombok

1.5

0.5

0
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Hujan Kemarau
Season-demand

Season Demand

Gambar 1.
Tabel rata – rata jumlah keranjang yang teramati di pasar unggas berisiko
tinggi di Bali dan Lombok.

3. Variabel Rata – rata Densitas Lombok adalah tingkat kepadatan


(Densitas) unggas dalam
Keranjang
keranjang yang dibawa oleh
pedagang. Hasil pengamatan
Indikator lainnya yang digunakan terhadap densitas keranjang
untuk melihat peningkatan dapat dilihat dalam Tabel 3.
permintaan jumlah unggas baik di Berikut;
pasar berisiko tinggi di Bali dan

Tabel 3.
Rata – rata densitas (Kepadatan) keranjang yang teramati di pasar
unggas berisiko tinggi di Bali dan Lombok.
Island
Musim Permintaan Bali Lombok Grand Total
Hujan Rendah 22.88 36.59 29.37
Tinggi 22.14 29.12 25.14
Kemarau Rendah 31.00 19.67 26.22
Tinggi 29.56 26.93 28.37
Grand Total 26.35 28.41 27.27

30
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Variabel rata – rata densitas menjelang hari raya keagamaan


unggas dalam keranjang yang tersebut. sebaliknya di pasar
dibawa oleh pedagang di pasar unggas berisiko tinggi di pulau
unggas berisiko tinggi pada saat Lombok terjadi peningkatan
permintaan rendah terlihat lebih permintaan unggas pada saat
padat di musim hujan baik pada menjelang hari raya keagamaan
pasar di pulau Bali maupun di musim kemarau. Gambaran
Lombok. Pada saat musim perbedaan rata – rata densitas
kemarau juga terjadi penurunan keranjang yang dibawa oleh
densitas keranjang pada waktu pedagang pada permintaan dan
menjelang hari raya keagamaan, musim yang berbeda dapat dilihat
hal ini bertolak belakang dengan pada Gambar 2. Berikut;
dugaan terjadi peningkatan
permintaan unggas pada saat

Average of Densitas keranjang


40

35

30
Island-Nama pasar

25

Island
20 Bali
Lombok

15

10

0
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Hujan Kemarau
Season-demand

Season Demand

Gambar 2.
Tabel rata – rata Densitas keranjang yang teramati di pasar unggas
berisiko tinggi di Bali dan Lombok.

31
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

4. Variabel Jumlah Rata – rata permintaan unggas yang berbeda


proporsi unggas yang laku dapat dilihat pada tabel 4.
terjual. Pengamatan terhadap pasar
unggas berisiko tinggi di pulau
Variabel proporsi jumlah unggas Bali dan Lombok dilakukan pada
yang laku di setiap pedagang waktu pagi disaat aktifitas
merupakan hasil pengamatan perdagangan di pasar sedang
pada saat pelaksanaan berlangsung. Waktu pelaksanaan
wawancara dilakukan. Waktu pengamatan tidak selalu sama
yang digunakan untuk melakukan setiap pasar terpilih karena jarak
pengamatan pada masing – lokasi pasar yang berbeda –
masing pasar tidak selalu sama. beda. Hasil rata – rata unggas
Hasil rata – rata proporsi jumlah yang laku di tiap pedagang di
unggas yang laku dijual di pasar proporsikan sehingga dapat
unggas berisiko tinggi di pulau diketahui data seperti pada Tabel
Bali dan Lombok pada waktu 4.

Tabel 4.
Rata – rata proporsi unggas terjual yang teramati di pasar unggas berisiko
tinggi di Bali dan Lombok.
Island
Musim Permintaan Bali Lombok Grand Total
Hujan Rendah 21.81 7.83 15.19
Tinggi 14.42 13.78 14.14
Kemarau Rendah 27.65 19.77 24.32
Tinggi 30.99 24.81 28.20
Grand Total 23.58 16.42 20.39

32
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Rata – rata proporsi jumlah unggas di Bali, hanya pada saat


unggas yang laku di Bali relatif musim kemarau terlihat
lebih tinggi dibandingkan proporsi peningkatan proporsi unggas laku
unggas laku di pasar di Lombok. di saat permintaan unggas tinggi,
Proporsi unggas yang laku pada sedangkan pada saat musim
saat permintaan unggas tinggi hujan terlihat sebaliknya. Hal ini
atau menjelang hari raya kemungkinan disebabkan waktu
keagamaan di Bali dan Lombok pengamatan yang tidak
secara umum lebih tinggi serempak sehingga pedagang
dibandingkan pada saat hari atau responden yang akan di
pasaran biasa atau saat wawancara maupun dilakukan
permintaan rendah. Hal ini pengamatan lokasinya tidak
ditunjukkan dengan selalu sama jumlahnya.
meningkatnya jumlah proporsi Gambaran perbedaan rata – rata
unggas laku pada saat proporsi jumlah unggas laku
permintaan unggas tinggi baik di dijual pada permintaan dan
musim hujan maupun kemarau di musim yang berbeda dapat dilihat
Lombok. Untuk permintaan pada Gambar 2. Berikut;

Average of proporsi laku


35

30

25
Island-Nama pasar

20
Island
Bali
Lombok
15

10

0
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Hujan Kemarau
Season-demand

Season Demand

Gambar 3.
Tabel rata – rata proporsi unggas laku terjual yang teramati di pasar
unggas berisiko tinggi di Bali dan Lombok.

33
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN
Analisis statistik yang (Thrusfield et al, 2008). Tabel
digunakan dalam analisis untuk membandingkan
membandingkan rata – rata rata – rata jumlah keranjang,
jumlah keranjang, densitas densitas unggas dalam
unggas dalam keranjang yang keranjang yang dibawa oleh
dibawa oleh pedagang dan pedagang dan proporsi jumlah
proporsi jumlah unggas laku unggas laku dijual dapat dilihat
dijual dilakukan dengan pada Tabel 5. Berikut;
menggunakan uji T-tes

Tabel 5.
Analisis statistik rata – rata jumlah keranjang, densitas keranjang dan
proporsi jumlah unggas laku dijual di pasar unggas berisiko tinggi di Bali
dan Lombok pada waktu permintaan unggas dan musim yang berbeda.

Variabel Sub-Variabel Pulau


Analisis BALI LOMBOK
Mean P-Value Mean P-Value
Jumlah Permintaan
Keranjang  Rendah 2.65 ± 2.20 1.75 ± 1.72 ns
0,0460* 0,0600
 Tinggi 3.16 ± 3.26 1.47 ± 1.22
Hujan
 Rendah
ns
2.51 ± 1.72 0,0038** 1.63 ± 1.35 0,0577
 Tinggi 2.88 ± 2.61 1.32 ± 0.92
Kemarau
 Rendah
ns ns
2.79 ± 2.59 0,0903 1.90 ± 2.08 0,1844
 Tinggi 3.47 ± 3.83 1.61 ± 1.44
Densitas Permintaan
Keranjang  Rendah 27.02 ± 27.37 0,3520ns 28.84 ± 84.04 ns
0,4520
 Tinggi 25.75 ± 23.35 28.01 ± 26.36
Hujan
 Rendah
ns ns
22.88 ± 21.55 0,2940 36.59 ± 112.92 0,3760
 Tinggi 22.14 ± 16.81 29.12 ± 27.94
Kemarau
 Rendah
ns
31.00 ± 31.62 0,4137 19.67 ± 16.61 0,0276*
 Tinggi 29.56 ± 28.14 26.93 ± 24.88
Proporsi Permintaan
unggas yang  Rendah 24.79 ± 23.64 0,1685ns 13.30 ± 21.95 0,0112*
laku  Tinggi 22.47 ± 22.62 19.38 ± 24.19
Hujan
0.0150* 0.0352*
 Rendah 21.81 ± 22.53 7.83 ± 16.04
 Tinggi 14.42 ± 21.20 13.78 ± 21.79
Kemarau ns
 Rendah 0.1728 0.1333
ns
27.65 ± 24.47 19.77 ± 26.03
 Tinggi 30.99 ± 20.99 24.81 ± 25.30
Keterangan : ns : Non signifikan / tidak berbeda nyata
*/** : Signifikan / Berbeda nyata

34
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Pada variabel jumlah keranjang 0,05). Hal ini sesuai dengan


yang dibawa ke pasar unggas pernyataan Muktazam et al
berisiko tinggi di Bali menjelang (2009), bahwa tingkat penjualan
hari raya keagamaan terlihat unggas akan meningkat 2 – 3 kali
peningkatan yang signifikan jika lipat pada saat jumlah permintaan
dibandingkan dengan waktu hari unggas tinggi atau menjelang hari
pasaran biasa (P < 0,05). raya keagamaan khususnya
Demikian juga pada saat musim agama Islam. Perbedaan harga
hujan, peningkatan rata – rata komoditi unggas yang berbeda di
jumlah keranjang yang dibawa ke masing – masing wilayah juga
pasar oleh para pedagang dapat meningkatkan jumlah yang
meningkat sangat signifikan (P < dijual di pasar pada daerah yang
0,05). Sedangkan pada saat harga jualnya lebih tinggi. Secara
musim hujan tidak terlihat demografi, peternakan di Bali dan
peningkatan jumlah keranjang (P Lombok relatif lebih sedikit
> 0,05). Rata –rata jumlah jumlahnya dibandingkan
keranjang yang dibawa ke pasar peternakan unggas di wilayah
unggas berisiko tinggi di pulau Jawa. Sehingga apabila suplai
Lombok tidak menunjukkan unggas di Jawa sangat tinggi
adanya peningkatan menjelang akan menurunkan harga pasaran
hari raya keagamaan di Lombok unggas maupun produk
(P >0,05) baik pada saat musim turunannya seperti telur dan
hujan maupun kemarau juga komoditi lainnya. Dengan
pada akumulasi disemua musim demikian akan lebih
tersebut. Hal ini menunjukkan menguntungkan apabila peternak
bahwa walaupun tidak terbukti menjual unggasnya ke wilayah
secara keseluruhan, peningkatan dengan suplai yang lebih rendah.
jumlah keranjang yang Proporsi jumlah rata – rata
mengindikasikan peningkatan unggas yang laku dijual
jumlah permintaan unggas di Bali mengindikasikan perbedaan
saat menjelang hari raya permintaan unggas, semakin
keagamaan terutama pada saat tinggi proporsi unggas yang laku
hari raya Galungan dan Kuningan menunjukkan bahwa permintaan
memang benar terjadi. Fakta ini unggas pada saat pengamatan
mendukung pendapat bahwa dilakukan semakin tinggi pula.
pada saat hari raya keagamaan Penggalian informasi melalui
tersebut diperlukan komoditi metode wawancara yang
unggas terutama itik dan entok dilakukan di pasar unggas
sebagai salah satu kelengkapan berisiko tinggi di Lombok
upacara keagamaan serta menunjukkan bahwa pada
kebutuhan konsumsi. proporsi rata – rata jumlah
Sebaliknya, pada musim unggas yang laku pada saat
kemarau di pasar unggas berisiko musim hujan dan secara
tinggi di pulau Lombok terlihat akumulatif di kedua musim
peningkatan kepadatan tersebut terjadi peningkatan yang
(densitas) rata – rata jumlah signifikan (P < 0,05). Sedangkan
unggas dalam keranjang yang pada saat musim hujan di pasar
dibawa oleh pedagang (P < di Bali proporsi rata – rata jumlah

35
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

unggas yang laku terjual justru Lombok (P < 0,05). Untuk


lebih tinggi terjadi pada saat hari variabel 3). proporsi rata – rata
pasaran biasa di bandingkan jumlah unggas yang laku dijual di
menjelang hari raya keagamaan. pasar unggas berisiko tinggi di
Menurut Wahyuningsih et al Lombok, terjadi peningkatan yang
(2008) permintaan unggas dan signifikan (P < 0,05) pada saat
produk turunannya salah satunya menjelang hari raya keagamaan
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, di musim hujan dan akumulasi
faktor sosial dan Demografi. dari kedua musim.
Rendahnya proporsi unggas laku
di menjelang hari raya SARAN
keagamaan di Bali terjadi Mengingat peran penting pasar
kemungkinan disebabkan oleh unggas berisiko tinggi pada
cuaca hujan yang ekstrem sistem perdagangan bisa
sehingga pada saat dilakukan meningkatkan potensi terjadinya
pengamatan belum banyak penularan penyakit AI di Bali dan
unggas yang laku terjual. Lombok, beberapa rekomendasi
Gambaran umum bahwa yang dapat disampaikan antara
menjelang hari raya keagamaan lain sebagai berikut :
serta kondisi peternakan di Bali 1. Pengaturan lalu lintas unggas
dan Lombok menunjukkan menuju Bali dan Lombok
kesesuaian terhadap faktor sosial harus lebih diawasi dengan
dan demografi yang menjadi ketat terutama menjelang
salah satu faktor yang waktu yang dianggap terkait
mempengaruhi peningkatan dengan peningkatan
permintaan unggas. permintaan unggas seperti
hari raya keagamaan dan
KESIMPULAN DAN SARAN hari besar lainnya.
2. Restrukturisasi pasar unggas
KESIMPULAN berisiko tinggi dengan
Kesimpulan dari kegiatan ini merekomendasikan
dapat diperoleh hasil bahwa 1). pemisahan lokasi penjualan
berdasarkan rata – rata jumlah unggas ayam dengan itik
keranjang yang dibawa pedagang yang merupakan reservoir
ke pasar unggas berisiko tinggi penyakit AI sehingga
terjadi peningkatan yang meminimalisir terjadinya
signifikan (P < 0,05) pada saat kontak dengan unggas
menjelang hari raya keagamaan rentan.
di Bali khususnya pada saat 3. Mempersiapkan arus suplai
musim hujan dan akumulasi dari unggas dari dalam wilayah
kedua musim. Dari variabel 2). Bali dan Lombok untuk
kepadatan (densitas) unggas mengantisipasi kesenjangan
dalam keranjang yang dibawa harga, sehingga faktor
oleh pedagang untuk dijual di ekonomi yang menjadi salah
pasar unggas hidup berisiko satu faktor terjadinya lalu
tinggi, rata – rata kepadatan lintas besar – besaran
unggas lebih tinggi terjadi pada komoditi unggas menuju
saat musim kemarau di pulau

36
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

pulau Bali dan Lombok dapat pelaksanaan pengamatan


ditekan. kegiatan ini, kepada pihak ACIAR
AH-156/2006 yang mengijinkan
penulis menggunakan data
UCAPAN TERIMAKASIH Activity 1.6 dalam penelitian ini
Penulis mengucapkan dan seluruh staf Balai Besar
terimakasih kepada kepala Balai Veteriner Denpasar yang ikut
Besar Veteriner Denpasar yang memberikan kontribusinya
telah membantu penulis dalam sehingga kegiatan ini dapat
diselesaikan dengan baik.

REFFERENS Influenza in Mixed Farming System and


in Live Bird Markets in Bali. Buletin
Veteriner, XVIII (68): 16-26.
Dharma, D. G. M. N., Kertayadnya, G.,
dan Thornton, R., 2008. Live bird market Thrusfield, M., 2007.Observational
study report. FAO: Jakarta. Studies. Veterinary Epidemiology. Third
Edition. Blackwell Publishing. 266 – 284.
Martin, W., Meek, A. H., dan Willeberg,
P.,1987. Principles and Methods : Yee, K. S,. Carpenter, T. E., Cardona,
Veterinary Epidemiology. IOWA State C. J. 2009a. Epidemiology of H5N1
University Press/ames. USA. Avian influenza. Comparative
Immunology, microbiology and
Muktazam, A., Ambarwati, A., Fenwick, infectious disease; 32 (2009).325 – 340
S., dan Millar, J. 2009. Report on . www.sciencedirect.com
Activity 1.2: Cross Sectional Study - Bali
and Lombok. ACIAR. Sept 2009. Wahyuningsih R., Kiptiyah, S. M., Iksan
Semaoen, H. M., 2008. Analisis
Putra, A. A. G., Santhia, A. P., Dibia, I. Permintaan Telur di Jawa Timur.
N., Arsani, N. M. and Semara Putra, A. Agritek. No : 16. Vol : 11. November
A. G. 2006. Surveillance of Avian 2008.

37
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

NEWCASTLE DISEASE PADA AYAM BROILER; LAPORAN KASUS


(Newcastle Disease on Broiler Chickens, a Case Report)

Oleh:
I K. E. Supartika, I.K. Wirata, I.K. Diarmita
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK
Kasus kematian ayam broiler secara mendadak dengan jumlah kematian cukup tinggi
telah terjadi pada peternakan ayam broiler di Banjar Awen, Desa Lelateng, Kecamatan
Negara, Kabupaten Jembrana, Bali pada pertengahan bulan Desember 2012. Ayam sakit
nampak lemah, lesu, sayapnya menggantung, serta matanya membengkak. Pada
pemeriksaan patologi anatomi ditemukan adanya kongesti pada berbagai organ,
perdarahan ptekie pada proventrikulus dan seka tonsil. Hasil pemeriksaan histopatologi
ditemukan adanya kongesti disertai infiltrasi sel-sel campuran limfosit dan heterofil pada
berbagai organ, nekrosis ulserasif pada lamina mukosa proventrikulus dan seka tonsil
serta vasculitis perivaskuler pada organ otak. Hasil uji serologis semua sampel serum
berasal dari ayam sakit negatif terhadap antibodi Newcastle Disease. Isolasi dan
identifikasi virus pada telur ayam bertunas murni virus Newcastle Disease. Disimpulkan
bahwa kematian ayam broiler di Kabupaten Jembrana disebabkan oleh penyakit
Newcastle Disease.

Kata kunci: Newcastle Disease, ayam broiler, proventrikulus, seka tonsil

ABSTRACT
High mortality of broiler chickens was occurred suddenly in Jembrana regency, Bali
Province in the middle of December 2012. Clinical signs were weakness, paralysis of the
wings and enlargement of eyes. Macroscopically, congestion was observed in various
organs and ptechie hemorrhagie of proventriculus and caeca tonsil. Histologically,
congestion with infiltration of mixed cell of lymphocytes and heterophils were present in
various organs. There was extensive necrosis ulcerative in the mucosa layer of
proventriculus and cecal tonsils. Perivascular cuffing, neural degeneration and necrosis
were present in the cerebrum. Serological test, all of sera sample of sick broiler chickens
negative for Newcastle Disease antibody. Isolation and identification virus in embrionated
chicken egg grow purely Newcastle Disease virus. Conclusion: high mortality of broiler
chickens in Jembrana regency due to Newcastle Disease.

Key words: Newcastle Disease, broiler chickens, proventriculus, cecal tonsils.

38
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN rutin (Dortmans et al., 2012),


dengan gejala klinis dan
perubahan patologi yang tidak
jelas yang dikenal dengan
Newcastle disease (ND)
“atypical ND” (Wei et al., 1998).
merupakan penyakit viral
Pada tulisan ini disajikan sejarah
menular, menyerang berbagai
kasus, gejala klinis, gambaran
unggas pelihara maupun liar
patologi anatomi, histopatologi
serta dapat menimbulkan
dan hasil pengujian laboratorium
kerugian ekonomi yang cukup
lainnya serta saran pencegahan
besar bagi industri peternakan
dan pengendalian penyakit ke
unggas. Strain virus ND
peternak terhadap kasus
diklasifikasikan sebagai
kematian ayam broiler yang
velogenik, mesogenik dan
terjadi di Kabuapten Jembrana,
lentogenik berdasarkan pada
Provinsi Bali.
parameter biologis seperti: mean
death time (MDT), intracerebral
pathogenicity index (ICPI), MATERI DAN METODE
intravenous pathogenicity index
(IVPI) (Zhang et al., 2011). Di
Indonesia, penyakit ND bersifat
endemis, kebanyakan Materi.
disebabkan oleh virus ND strain
Pada hari Selasa, tanggal 11
velogenik dengan menimbulkan
Desember 2012, Balai Besar
gejala klinis seperti: anoreksia,
Veteriner Denpasar menerima
depresi, gangguan pernafasan
laporan dari Dinas Peternakan
dan saraf berupa paralisa,
Provinsi Bali, bahwa telah terjadi
tortikolis (Adi et al., 2010).
kematian ayam broiler pada satu
Perkembangan pesat dibidang
peternak di Banjar Awen,
teknologi produksi dan
Lingkungan Lelateng, Kecamatan
mekanisme prosedur vaksinasi
Negara, Kabupaten Jembrana.
ND pada peternakan unggas
Selanjutnya, Balai Besar
telah mampu memberikan
Veteriner Denpasar sesuai
perlindungan yang cukup aman
dengan tugas pokok dan
bagi peternakan unggas dari
fungsinya melakukan penyidikan
serangan penyakit ND (Senne et
ke lokasi kejadian kasus. Dalam
al., 2004; Kapczynski and King,
investigasi ini sampel berupa:
2005). Namun demikian kasus
swab kloaka, serum, organ segar,
penyakit ND kadang-kadang
organ dalam media transport,
dapat muncul secara sporadis
organ dalam formalin buffer 10%
pada peternakan ayam yang
diambil guna pemeriksaan
telah melakukan vaksinasi secara
laboratorium.

39
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Metode. pada 2 flok kandang dengan


ukuran 8 m X 70 m. Kondisi
Untuk mendapatkan gambaran kandang cukup bersih. Air minum
epidemiologi dan gejala klinis yang digunakan menggunakan
penyakit dilakukan dengan sumur bor. Bibit ayam
wawancara dengan pemilik ayam dimasukkan ke kandang pada
broiler, petugas peternakan tanggal 15 Nopember 2012,
Kecamatan Negara dan dokter sehingga pada saat investigasi
hewan lapangan dari PT. Mitra ayam sudah berumur 26 hari.
Sinar Jaya selaku mitra usaha Informasi dari dokter hewan
peternak ayam. Untuk lapangan menyebutkan bahwa
mengetahui penyebab penyakit ayam sudah divaksinasi
dilakukan pemeriksaan klinis, Newcastle Disease (ND) secara
bedah bangkai dan pengambilan in ovo pada saat pembibitan.
sampel untuk pemeriksaan Ayam mulai sakit pada hari Jumat
laboratorium. 7 Desember 2012 dengan jumlah
kematian sebanyak 200 ekor,
penyakit berjalan dengan cepat
dan pada saat investigasi jumlah
HASIL
kematian sudah hampir 3.500
ekor. Upaya pengobatan telah
Tim investigasi kasus kematian dilakukan dengan pemberian
ayam broiler di Banjar Awen, obat Oxypro namun tidak
Lingkungan Lelateng, Kecamatan memberikan hasil yang nyata,
Negara, Kabupaten Negara terdiri kematian ayam terus berlanjut.
dari Tim dari Balai Besar Informasi dari peternakk
menyebutkan bahwa peternak
Veteriner Denpasar, Dinas
tidak ada memasukan ayam atau
Peternakan Provinsi Bali dan
sebelum kejadian penyakit. Di
petugas Kecamatan Negara.
lingkungan sekitar kandang juga
Hasil wawancara dengan
tidak ada kasus kematian ayam
peternak, petugas peternakan
maupun itik. Pada pemeriksaan
Kecamatan Negara dan dokter
klinis, ayam yang sakit nampak
hewan lapangan dari PT. Mitra
lemah, lesu, kesulitan berdiri,
Sinar Jaya, Jl. Gatot Subroto,
bengkak pada mata (Gambar 1).
Denpasar selaku mitra usaha
Empat sampel ayam diambil
peternak ayam diperoleh
untuk rapid tes Avian Influenza
informasi sebagai berikut :
(AI) , hasil rapid test negatif
Lokasi kematian ayam broiler terhadap penyakit AI. Gambaran
terjadi di Banjar Awen, patologi anatomi dan
Lingkungan Lelateng, Kecamatan histopatologi empat sampel ayam
Negara, Kabupaten Jembrana broiler disajikan pada Tabel 1 dan
dengan pemilik I Wayan Ardana 2, serta gambar 2, 3, 4, 5 dan 6.
yang melakukan kerjasama mitra Hasil pemeriksaan 26 sampel
usaha dengan PT. Mitra Sinar serum menunjukkan negatif
Jaya. Jumlah ayam broiler yang antibodi Newcastle Disease dan
dipelihara sebanyak 7.000 ekor AI. Hasil isolasi dan identifikasi
bibit CP 707. Ayam dipelihara terhadap virus semua sampel (4

40
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

sampel) murni penyakit ND dan dan diidentifikasi kuman E. Coli,


negatif virus AI. Dari 2 sampel Streptococcus spp, dan Klebsiela
yang diuji di Laboratorium spp.
Bakteriologi, berhasil diisolasi

Tabel 1.

Gambaran patologi anatomi kasus kematian ayam broiler di Banjar Awen,


Lingkungan Lelateng, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.

No Organ Gambaran Patologi Anatomi

1 Paru-paru Kongesti

2 Hati Kongesti

3 Ginjal Membengkak dan kongesti

4 Otak Kongesti

5 Proventrikulus Perdarahan ptekie

6 Kantong hawa Keruh

7 Jantung Tidak ada perubahan

8 Limpa Membengkak dan kongesti

9 Trakea Kongesti, perdarahan, lumen diselimuti olek eksudat

11 Bursa fabrisius Kongesti

12 Seka Tonsil Perdarahan ptekie

13 Pankreas Tidak ada perubahan

14 Usus Perdarahan

41
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Gambaran histopatologi kasus kematian ayam broiler di Banjar Awen,
Lingkungan Lelateng, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.
No Organ Gambaran Histopatologi

1 Paru-paru Kongesti, infiltrasi sel-sel campuran limfosit, heterofil


pada dinding bronkiolus, alveoli.

2 Hati Kongesti, infiltrasi sel-sel limfosit dan heterofil pada


vena centralis dan daerah segitiga Kiernan

3 Ginjal Kongesti, infiltrasi sel-sel limfosit pada glomerulus.

4 Otak Edema dinding pembuluh darah, gliosis, perivasular


cuffing.

5 Proventrikulus Lamina mukosa mengalami nekrosis dengan infiltrasi


sel-sel campuran limfosit dan heterofil

7 Jantung Kongesti

8 Limpa Nekrosis pada germinal center, deplesi sel-sel limfosit

9 Trakea Infiltrasi sel-sel campuran limfosit dan heterofil pada


lamina mukosa serta diselimuti eksudat

10 Bursa fabrisius Nekrosis disertai infiltrasi sel-sel limfosit dan heterofil

11 Seka Tonsil Nekrosis disertai infiltrasi sel-sel limfosit dan heterofil


pada lamina mukosa

12 Pankreas Tidak ada perubahan

13 Usus Nekrosis disertai infiltrasi sel-sel limfosit dan heterofil


pada lamina mukosa

42
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

1 2

3 4

5 6
4

Gambar 1.
Gambaran klinis: ayam nampak lesu, lemah, kelopak mata bengkak. 2.
Gambaran PA: otak mengalami kongesti; 3 dan 4. Perdarahan ptekie
pada proventrikulus dan seka tonsil. 5. Gambaran histopatologi: otak
mengalami kongesti, edema, perivascular cuffing dengan infiltrasi sel-sel
limfosit (perbesaran 400X; 6. Seka tonsil, terjadi kongesti, perdarahan,
nekrosis disertai sel-el radang campuran limfosit dan heterofil pada lamina
mukosa (pembesaran 100X).

43
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN heterofil pada lamina mukosa


yang merupakan lesi spesifik
Adanya laporan kematian ayam untuk penyakit ND.
dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi kita cendrung Dari 26 sampel serum yang
mengarahkan diagnosanya diperiksa semuanya negatif
penyakit ke ND dengan diagnosa antibodi ND dan AI. Ini
banding AI mengingat gejala menunjukkan bahwa vaksinasi
klinis ND mirip dengan AI, dan di ND yang dilakukan secara in ovo
Provinsi Bali penyakit ND serta AI belum mampu memberikan
masih bersifat perlindungan maksimal terhadap
sporadis.Berdasarkan tingkat ayam broiler. Hasil isolasi dan
morbiditas dan mortalitas identifikasi virus pada telur ayam
penyakit serta gejala klinis kasus bertunas murni virus ND. Wabah
kematian ayam broiler di penyakit ND dilapangan dengan
Jembrana ini mirip penyakit ND morbiditas dan mortalitas tinggi
dan AI. Selanjutnya untuk biasanya disebabkan oleh
mendeteksi penyebab penyakit, banyak faktor, antara lain; nutrisi
empat ekor ayam di dilakukan pakan tidak seimbang, stres
rapid test dan hasilnya semuanya akibat perubahan faktor cuaca,
negatif virus AI. Uji rapid test AI tingkat maternal antibodi rendah,
sangat diperlukan dilapangan kualitas dan status kesehatan
untuk membedakan kedua virus bibit ayam serta strain vaksin
ganas ini dan merupakan langkah yang digunakan. Pada saat
awal dalam peneguhan diagnosa kasus berlangsung cuaca di
penyakit, pencegahan penyakit Kabupaten Jembrana khususnya
dan pengujian lanjutan di dan Provinsi Bali umumnya
laboratorium mengingat penyakit adalah adanya perubahan musim
AI bersifat zoonosis serta dari musim kemarau ke musim
berdampak ekonomi luas hujan. Perubahan genetik ayam
dibidang perunggasan. broiler yang terlihat dari
pertumbuhan berat badan cepat
Pada pemeriksaan patologi dan tingkat efisiensi pakan yang
anatomi ditemukan adanya meningkat mengakibatkan ayam
perdarahan ptekie pada broiler sekarang sangat sensitif
proventrikulus dan seka tonsil terhadap perubahan lingkungan.
(Gambar 3 & 4) yang merupakan Perubahan kondisi lingkungan
lesi khas untuk penyakit ND dan akan memicu stress eksternal
biasanya tidak ditemukan pada yang pada akhirnya ayam broiler
kasus penyakit AI. Hasil sangat rentan terhadap penyakit
pemeriksaan histopatologi salah satunya penyakit ND.
menunjukkan adanya kongesti, Informasi dari peternak
edema perivaskuler serta infiltrasi menyebutkan bahwa kualitas bibit
sel-sel limfosit perivaskuler pada ayam broiler CP 707 kurang baik.
dinding pembuluh darah otak. Kualitas day old chick (DOC)
Pada proventrikulus dan seka yang baik meliputi titer antibodi
tonsil terjadi kongesti, ND optimal, berat badan cukup,
perdarahan, nekrosis disertai sel- serta tingkat kejadian omfalitis
sel radang campuran limfosit dan

44
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

rendah sangat dibutuhkan untuk Saran.


mendapatkan respon maksimal
terhadap vaksinasi ND. 1. Lakukan pemisahan antara
ayam sehat dan sakit. Ayam
yang mati dimusnahkan.
2. Kandang beserta
Hasil isolasi dan identifikasi 2 peralatannya dibersihkan dan
sampel yang di uji di disemprot dengan
Laboraotirum Bakteriologi menggunakan desinfektan.
berhasil diisolasi kuman kuman 3. Lakukan program vaksinasi
E. Coli, Streptococcus spp dan yang baik dan benar sesuai
Klebsiela spp. Kasus penyakit ND dengan prosedur yang telah
murni secara umum jarang ditetapkan.
ditemukan. Ada saja penyakit 4. Tingkatkan pola kebersihan
bakterial lainnya yang peralatan kandang, alat
menyertainya umumnya dari angkut, kotoran dan vektor
kuman E. oli. Dalam keadaan penyakit terutama lalat dan
stres kuman non patogen yang tikus akan sangat membantu
berada dalam saluran menurunkan keganasan virus
pencernaan dan saluran ND di sekitar kandang.
pernafasan bisa berubah menjadi 5. Usahakan peternakan dikelola
patogen yang dapat baik dengan mencegah
memperparah kejadian penyakit pengunjung dan hewan liar
dengan morbiditas dan mortalitas masuk ke kandang serta
tinggi. sedapat mungkin melakukan
sistem ”all in all out”.

KESIMPULAN DAN SARAN

UCAPAN TERIMA KASIH


Kesimpulan.
Berdasarkan gambaran
epidemiologi, gejala klinis, Ucapan terima kasih disampaikan
gambaran patologi anatomi dan kepada Bapak Kepala Balai
hasil pemeriksaan laboratorium Besar Veteriner Denpasar yang
disimpulkan bahwa kematian telah memberikan tugas untuk
ribuan ekor ayam broiler milik I melakukan penyidikan kasus
Wayan Ardana beralamat di kejadian penyakit di Kabupaten
Banjar Awen, Lingkungan Jembrana. Staf Dinas
Lelateng, Kecamatan Negara, Peternakan, Pertanian dan
Kabupaten Jembrana Kelautan Kabupaten Jembrana
disebabkan oleh penyakit ND serta petani ternak yang telah
disertai infeksi bakterial. banyak memberikan data tentang
kejadian kasus penyakit.

45
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA With Highly Virulent Virus From The


California 2002 Exotic Newcastle
Adi, A.A.A.M., Astawa, Y.M, Putra, Disease Outbreak. Vaccine, 23: 3424-
K.S.A., Hayashi, Y and Matsumoto, Y 3433
(2010). Isolation and Characterization
of a Pathogenic Newcastle Disease Senne, D.A., King, D.J and Kapczynski,
Virus from a Natural Case in Indonesia. D. R (2004). Control of Newcastle
J.Vet. Med. Sci. 72(3), pp. 313-319. Disease by Vaccination. Developments
in Biologicals (Basel), 119, 165-170.
Dortmans, J.C., Peeters, B. P., and
Koch, G. (2012). Newcastle Disease Wei, J., Shen, Y., Xie, S., Chu, F and
Virus Outbreaks: Vaccine Mismatch or Wu, J (1998). Atypical Newcastle
Inadequate Application?. Vet. Microbiol. Disease. Chin. J. Anim. Poult. Infect.
160. pp.17-22. Dis. 20 (Suppl). Pp. 31-38.

Kapczynski, D. R and King, D. J. (2005). Zhang, S., Wang, X., Zhao, C., Liu, D.,
Protection of Chickens Against Over Hu, Y., Zhao J., Zhang, G (2011).
Clinical Disease and Determination of Pathogenetic and Pathotypical Analysis
Viral Shedding Following Vaccination of Two Virulent Newcastle Disease
With Commercially Available Newcastle Viruses Isolat from Domestic Ducks in
Disease Virus Vaccine Upon Challenge China. PLoS One. 6(9) e.25000.

46
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PERKEMBANGAN TINGKAT RESIDU ANTIBIOTIKA PADA PANGAN


ASAL HEWAN DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN
2010-2012.

(Antibiotic Growth Rate Residual based on Animal Food in The Area of


Work BBVet Denpasar 2010-1012)

A.A.S.Dewi, N.M.S. Handayani, N.K.H Saraswati, I. Nurlatifah, N. Riti, M.


Rohmanto, D.Purnawati
Balai Besar Veteriner Denpasar

Asbstrak

Keamanan pangan adalah hal mutlak dan harus melekat pada pangan yang akan
dikonsumsi. Tersedianya pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH)
sangat dibutuhkan seiring dengan peningkatan kesadaran, pendidikan dan kesejahteraan
hidup masyarakat. Pengamatan terhadap adanya cemaran mikroba dan residu obat
dalam rangkaian proses produksi merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan keamanan dan mutu pangan asal hewan. Untuk mengetahui tingkat
keamanan pangan asal hewan yang ada di wilayah kerja BBVet Denpasar selama tahun
2010 – 2012 telah dilakukan kegiatan kajian perkembangan tingkat residu antibiotika
pada pangan asal hewan. Sebagai bahan kajian digunakan data hasil-hasil pemeriksaan
residu antibiotika dalam pangan asal hewan selama tahun 2010 – 2012. Analisa data
dilakukan dengan membandingkan tingkat residu antibiotika selama 3 tahun
pengamatan.
Dari hasil analisa terlihat bahwa jumlah sampel yang mengandung residu antibiotika
cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2010-2012, sehingga perlu ditingkatkan
pengawasan terhadap penggunaan antibiotika di peternakan. Di samping itu program
monitoring dan surveilan perlu lebih intensif dan terintegrasi sehingga data surveilan
dapat ditindaklanjuti.

Kata kunci : Residu, antibiotika, pangan asal hewan

Abstract

Food safety is absolute and must be attached to the food that will be consumed.
Availability of foods of animal origin that are safe, healthy, whole and halal (ASUH) will be
needed along with increased awareness, education, and welfare of the community.
Observation of microbial contamination and the presence of drug residues in the
production process is a very important factor in maintaining the safety and quality of food
of animal origin. To determine the level of food safety of animal origin in the work area
BBVet Denpasar during the 2010 - 2012 study of developmental activities have been
conducted antibiotic residue levels in foods of animal origin. As the study materials used
data audits on antibiotic residues in foods of animal origin during the years 2010 to 2012.
The data analysis was done by comparing the levels of residues of antibiotics during the
3 years of observation.
From the results of the study shows that the number of samples containing residues of
antibiotics tended to increase from the year 2010-2012, so it needs to be improved
surveillance of antibiotic use in livestock. In addition, monitoring and surveillance
programs need more intensive surveillance and integrated so that data actionable.

Key words : Residues, antibiotics, food of animal origin

47
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN dapat dijamin ketepatan


takarannya yang dapat
menyebabkan terpaparnya residu
Keamanan pangan merupakan tersebut pada pangan asal
hal mutlak dan harus melekat hewan (Anon, 1994). Oleh karena
pada pangan yang akan itu diperlukan pengawasan yang
dikonsumsi. Tersedianya pangan ketat sejak dari pembudidayaan,
asal hewan yang aman, sehat, pemberian pakan dan obat-
utuh dan halal (ASUH) sangat obatan, penanganan pasca
dibutuhkan seiring dengan panen, penyimpanan dan
peningkatan kesadaran, pendistribusiannya sampai ke
pendidikan dan kesejahteraan konsumen. Balai Besar Veteriner
hidup masyarakat. Di samping itu Denpasar secara
dalam era perdagangan bebas berkesinambungan setiap tahun
aspek keamanan dan mutu melakukan pengujian residu
pangan hewani juga menjadi antibiotika terhadap sampel
tuntutan untuk dapat bersaing daging dan telur yang beredar di
dengan produk hewani baik dari wilayah kerja yaitu Provinsi Bali,
dalam maupun luar negeri. NTB dan NTT. Hasil yang
Pengamatan terhadap adanya diperoleh selama tahun 2010 –
cemaran mikroba dan residu obat 2012 dianalisa lebih lanjut dan
dalam rangkaian proses produksi dipaparkan dalam laporan ini.
merupakan faktor yang sangat
penting dalam mempertahankan
keamanan dan mutu pangan asal
MATERI DAN METODE
hewan, mengingat mayoritas
kasus penyakit karena makanan Materi
(food borne disease) disebabkan
oleh mikroba. Sedangkan alergi, 1. Sampel
keracunan, karsinogen, Sampel bahan pemeriksaan
teratogen, resistensi terhadap berupa daging (ayam, babi,
antibiotika dan akibat negatif sapi) dan telur (ayam, itik,
lainnya merupakan akibat yang puyuh) sebanyak 1243
ditimbulkan oleh residu (Sudarjat, sampel tahun 2010, 811
1991). sampel tahun 2011 dan 1369
sampel tahun 2012.
Ditemukannya residu antibiotika 2. Bahan dan Alat
dalam pangan asal hewan erat Bahan dan alat yang
kaitannya dengan penggunaan digunakan meliputi Natrium
antibiotika untuk pencegahan dan penisillin, Oksitetrasiklin
pengobatan penyakit serta hidroklorida, Kanamisin
penggunaannya sebagai sulfat, Tilosin tartrat, Bacillus
imbuhan pakan (feed additive). cereus ATCC 11778, Bacillus
Hal yang merisaukan adalah subtillis ATCC 6633, Kocuria
adanya pencampuran bahan rizophilla/M.luteus ATCC
baku imbuhan pakan dalam 9341, pepton, beef extract,
ramuan yang dilakukan sendiri di yeast extract, bacto agar,
peternakan sehingga kurang KH2PO4,Na2HPO4, NaCl, air

48
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

suling, cawan petri, kertas Teteskan masing-masing


cakram, inkubator dan sampel (supernatan)
homogenizer. sebanyak 75 µl ke dalam
kertas cakram dan dibiarkan
Metode sampai menyerap
seluruhnya, kemudian
1. Koleksi sampel diletakkan pada media dalam
Sampel daging dan telur cawan petri. Larutan baku
dikoleksi dari pasar pembanding juga diteteskan
tradisional, pasar swalayan sebagai kontrol positif.
dan depot daging yang ada di Cawan petri dibiarkan selama
Provinsi Bali, NTB dan NTT. 1 jam dalam temperatur
2. Pengujian sampel kamar, kemudian
Sampel diuji secara kualitatif diinkubasikan dalam
0
dengan metode bioassay inkubator 36 C selama 16 -
(SNI 7424, 2008). Sampel 18 jam untuk golongan
ditimbang sebanyak 10 gram makrolida dan
dipotong kecil-kecil dan aminoglikosida, temperatur
ditambahkan pelarut dapar 300 C untuk golongan
fosfat sebanyak 20 ml. tetrasiklin, dan temperatur
Selanjutnya dihomogenkan 550 C untuk golongan
dengan homogenizer, penisillin. Sampel dinyatakan
kemudian disentrifus 3.000 positif mengandung residu
rpm selama 10 menit dan antibiotika apabila terbentuk
diambil supernatannya. zona hambatan.
Siapkan 8 ml media yang 3. Analisa data.
telah mengandung spora Analisa data dilakukan
atau kuman uji ke dalam dengan membandingkan
cawan petri sesuai dengan tingkat residu antibiotika
jenis antibiotika yang akan dalam sampel yang diperoleh
diuji (B.cereus ATCC 1178 selama tahun 2010 – 2012.
untuk golongan tetrasiklin,
M.luteus ATCC 9341 untuk
golongan makrolida, HASIL
B.stearothermophilus ATCC
Hasil pengujian residu antibiotika
7953 untuk golongan
golongan penisillin, tetrasiklin,
penisillin, B.subtillis ATCC
makrolida dan aminoglikosida
6633 untuk golongan
pada sampel pangan asal hewan
aminoglikosida) dan
tahun selama 2010-2012
didiamkan sampai membeku.
disajikan dalam tabel 1 di bawah
ini.

49
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Hasil uji residu antibiotika pada sampel daging dan telur yang berasal dari
Provinsi Bali, NTB dan NTT selama tahun 2010-2012.

Tahun Jumlah Hasil uji Residu Antibiotika


sampel Golongan Golongan Golongan Golongan
Penisillin Tetrasiklin Makrolida Aminoglikosida

2010 1.243 0 (0,0%) 0 (0,0%) 3 (0,2%) 0 (0,0%)

2011 811 11 (1,4%) 2 (0,3%) 8 (0,9%) 1 (0,1%)

2012 1.369 46 (3,4%) 19 (1,4%) 3 (0,2%) 30 (2,2%)

Gambar 1.
Grafik hasil pemeriksaan residu antibiotika pada daging dan telur di
wilayah kerja BBVet Denpasar selama tahun 2010-2012

50
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN yang fungsinya sama adalah


oleandomysin (golongan
Berdasarkan data hasil pengujian makrolida) dan streptomysin
sampel yang tersaji dalam tabel 1 (golongan aminoglikosida) yang
terlihat bahwa residu antibiotika dikombinasi dengan penisillin
golongan penisillin, tetrasiklin, banyak dipergunakan pada
makrolida dan aminoglikosida ternak babi dan unggas.
masih ditemukan pada sampel Sebenarnya banyak sekali
pangan asal hewan (daging dan manfaat yang diperoleh peternak
telur) yang diambil di beberapa dengan menggunakan antibiotika
pasar tradisional, pasar sebagai pakan tambahan guna
swalayan, perusahaan dan toko meningkatkan produktifitas. Total
retail yang berada di Propinsi biaya pakan yang mencapai 70-
Bali, NTB dan NTT. Dari hasil 80% dari seluruh biaya
pengujian juga terlihat bahwa peternakan membuat antibiotika
jumlah sampel yang mengandung sebagai pemacu pertumbuhan
residu antibiotika cenderung mempunyai peranan yang
mengalami peningkatan dari penting untuk menekannya
tahun 2010-2012, seperti tertera (Suhari, 1997).
pada gambar 1.
Sebagaimana diketahui bahwa
Secara umum, antibiotika sistem pemeliharaan ternak
terutama golongan tetrasiklin terutama sapi pada umumnya
memang cukup luas masih bersifat tradisional, sangat
dipergunakan dipeternakan sedikit kemungkinan pemberian
karena antibiotika ini memiliki antibiotika sebagai pemacu
spektrum yang luas (broad- pertumbuhan (growth promotor)
spectrum antibiotics) yang kecuali untuk ternak ayam yang
mampu membunuh kuman gram dipelihara secara intensif.
positif dan negatif serta mampu Pemberian antibiotika pada sapi
membunuh kuman patogen yang biasanya dilakukan pada saat
tidak efektif dengan antibiotika ternak sakit. Terpaparnya residu
lain (Kondo dkk, 1988) sehingga antibiotika pada beberapa sampel
antibiotik ini sering menjadi daging sapi dan babi
pilihan dalam pengobatan kemungkinan karena ternak yang
penyakit disamping harganya dipotong masih dalam keadaan
yang lebih terjangkau. sakit (dalam masa pengobatan)
atau sudah sembuh tapi waktu
Selain untuk pengobatan, henti obat (withdrawal time)
oksitetrasilkin, klortetrasiklin dan belum berakhir.
juga penisillin adalah antibiotika
yang sering ditambahkan dalam Demikian pentingnya
pakan dan efektif dalam penggunaan antibiotika dalam
menstimulasi laju pertumbuhan, budidaya peternakan, sangat
berat dan komposisi karkas serta memungkinkan masih dapat
efisiensi konversi pakan pada ditemukan residu antibiotika pada
ternak muda (Maynard dan pangan asal hewan yang
Loosli, 1989). Antibiotika lain merupakan ancaman terhadap

51
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

kesehatan konsumen yang dan Escherichia coli patogen.


mengkomsumsinya. Akibat buruk Pangan rumah tangga dan jasa
yang mungkin ditimbulkan antara boga adalah penyebab utama
lain alergi, keracunan dan keracunan pangan (Badan POM.,
resistensi terhadap antibiotika. 2007). Masalah utama pada
Hal ini juga tidak menutup pengawasan residu dalam
kemungkinan menjadi kejadian pangan di Indonesia adalah
luarbiasa (KLB) bila tidak Program inspeksi, monitoring dan
dilakukan pencegahan secara surveilan masih terbatas belum
serius dan terintegrasi. terintegrasi dan terfragmentasi,
Program monitoring masih
Beberapa informasi tentang ditujukan untuk penegakan
kejadian luar biasa (KLB) hukum dan belum untuk kajian
keracunan pangan di Indonesia risiko. Data surveilan sangat
pada kurun waktu 2003 hingga terbatas dan kurang analisis
2006 sebanyak 541 KLB dan untuk ditindaklanjuti sehingga
hanya berkisar 24-36% saja yang kontribusi penelitian dalam
dapat diduga penyebabnya, pengawasan pangan sangat
sedangkan sisanya tidak terbatas.
diketahui karena sampel tidak
tersedia/habis dan tidak layak uji.
Dari yang diduga hanya 5% saja SIMPULAN DAN SARAN
yang terkonfirmasi secara
laboratorium. Pangan hewani
yang diduga sering menyebabkan Simpulan
KLB adalah produk perikanan Dari hasil pengujian terlihat
dan kelautan. Tercatat sebanyak bahwa jumlah sampel pangan
66 KLB (52.4%) disebabkan oleh asal hewan yang mengandung
produk perikanan dan kelautan residu antibiotika cenderung
dari 126 KLB yang diduga karena mengalami peningkatan dari
pangan hewani. Sedangkan tahun 2010-2012,
pangan hewani lain yang diduga
sebagai penyebab KLB adalah
daging unggas (19.1%), susu Saran
(19.1%), daging sapi (7.1%) , dan Perlu ditingkatkan pengawasan
telur (2.38%). terhadap penggunaan antibiotika
di peternakan. Di samping itu
Kejadian Luar Biasa akibat program monitoring dan surveilan
keracunan pangan banyak yang perlu lebih intensif dan
berasal dari pangan hewani, terintegrasi sehingga data
khususnya produk kelautan dan surveilan dapat ditindaklanjuti.
perikanan seperti ikan
tuna/tongkol karena histamin dan
ikan buntal karena tetrodotoksin.
Sedangkan produk hewani
lainnya diduga disebabkan oleh
Staphylococcus aureus,
Salmonella sp., Bacillus cereus

52
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA

MAYNARD, L.A dan LOOSLI, J.K.


ANONIMUS. (1994). Hati-hati (1989). Animal Nutrition 6th ed.
menggunakan feed additive. Infovet. Mc.Graw-Hill Book Co,. Inc., New York.
Edisi 014 Mei-Juni.
SUDARJAT, S. (1991). Epidemiologi
BPOM RI. (2007). Laporan KLB Pangan Penyakit Hewan Jilid I. Direktorat Bina
th 2007. Direktorat Surveilans dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal
Penyuluhan Keamanan Pangan. BPOM. Peternakan. Departemen Pertanian,
Jakarta. Jakarta.
KONDO.F., SEIJI MORIKAWA and SUHARI, H. (1997). Antibiotika untuk
SUSUMU TATEYAMA. (1988). Pertumbuhan Ternak. Infovet. Edisi 049.
Simultaneus Determination of six Agustus 1997.
tetracyclines in bovine tissue, plasma
and urine by Reverse-Phase High SNI 7424 (2008). Metode uji tapis
Performance Liquid Chromatography. (screening test) residu antibiotika pada
Journal of Food Protection, Vol. 52. daging, telur dan susu secara bioasay.
January 1989.

53
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

SURVEILANS GANGGUAN REPRODUKSI PATOLOGIS PADA SAPI


POTONG DI WILAYAH KERJA BBV DENPASAR TAHUN 2012 DALAM
RANGKA MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI
(Surveillance of Pathologic Reproductive Disorders on Beef Cattle in the
Working Area of Veterinary Center of Denpasar in Order to Support the
Government’s Programs in Beef Self-sufficiency)
Wirata IK, Agus Joni U G, Sudira IW, Widia IK, Fiki Indra K.
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK-
2014), telah dilakukan surveilans patologi gangguan reproduksi pada ternak sapi potong
wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar tahun anggaran 2012. Surveilans dilakukan
dengan mengambil sampel organ reproduksi pada ternak sapi betina yang di potong di
rumah potong hewan (RPH) dan tempat pemotongan hewan (TPH) yang ada di wilayah
Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Surveilans bertujuan untuk mengetahui patologi reproduksi yang mungkin terjadi pada
ternak sapi potong yang bisa berpengaruh terhadap produktifitas ternak sapi. Untuk
wilayah Provinsi Bali diperoleh sampel organ reproduksi sebanyak 209 sampel yang
terdiri dari 144 (68,9%) sampel diambil dari sapi berumur 1 - 5 tahun, 29 (13,9%) sampel
dari umur > 5 tahun, dan 36 (17,2%) sampel tidak ada data umur hewan. Di wilayah
Provinsi NTB diperoleh sampel sebanyak 22 sampel yang mana 16 (72,8%) sampel
diambil dari hewan berumur 1 - 5 tahun, 5 (22,7%) sampel dari umur > 5 tahun, dan 1
(4,54%) sampel tidak disertai data umur hewan. Sedangkan di wilayah Provinsi NTT
diperoleh sebanyak 25 sampel organ yang mana 10 (40%) sampel berasal dari sapi umur
1 - 5 tahun, 15 (60%) sampel dari sapi umur > 5 tahun.

Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan, dari 209 sampel yang berasal dari wilayah
Bali, 1 (0,48%) sampel menunjukkan perubahan kearah gangguan reproduksi
(endometritis), 208 (99,52%) sampel tidak ada perubahan patologis/histopatologis yang
mengarah ke penyakit gangguan reproduksi. Sebanyak 22 (100%) sampel dari wilayah
NTB, dan 25 (100%) sampel dari wilayah NTT, tidak ditemukan perubahan yang bersifat
patologis/histopatologis kearah gangguan reproduksi.

Dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan reproduksi seperti kawin berulang maupun
anestrus yang sering dikeluhkan peternak dan dijadikan alasan untuk menjual ternaknya
yang masih tergolong usia betina produktif bukan disebabkan oleh adanya gangguan
reproduksi yang bersifat patologis.

Kata kunci: Patologi gangguan reproduksi, sapi potong, Prov. Bali, NTB, dan NTT

54
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

ABSTRACT

In order to support the Government’s Program of Self-Sufficiency in Beef, Veterinary


Center of Denpasar has conducted surveillance of pathologic reproductive disorders on
beef cattle in 2012. Surveillance was conducted by taking a sample of reproductive
organs of cattle in the slaughterhouse which located in Bali, NTB and NTT Provinces.

Surveillance aimed to determine the pathology of reproductive system that may occur in
cattle that could be affect productivity. In the area of Bali Province obtained 209
reproductive organ samples consisting of 144 (68.9%) samples were taken from cattle
aged 1 to 5 years, 29 (13.9%) samples of age > 5 years, and 36 (17.2%) samples without
age data. In the region of NTB province obtained 22 samples which are 16 (72.8%)
samples were taken from cattles aged 1 to 5 years, 5 (22.7%) samples were aged > 5
years, and 1 (4.54%) not accompanied by age data of cattles. While in the NTT province
obtained as much as 25 organ samples consisting of 10 (40%) samples of age 1 to 5
years, 15 (60%) samples were from > 5 years old cattle.

Histopathological examination showed that of 209 samples from Bali, 1 (0.48%) sample
showed changes leading to reproductive disorders (endometritis), 208 (99.52%) samples
showed no pathological and histopathological changes as well. A total of 22 (100%)
samples from NTB, and 25 (100%) samples from NTT were not found pathological /
histopathological changes that leads to reproductive disorders.

So that could be concluded that the presence of reproductive disorders such as repetitive
mating and anestrus that used as an excuse to sell productive female livestock was not
caused by the presence of pathological reproductive disorders.

Keywords: Pathologic reproductive disorders, beef cattle, Prov. Bali, NTB, and NTT

PENDAHULUAN Penurunan populasi ternak sapi


di Indonesia dipengaruhi oleh
Populasi ternak sapi potong di beberapa faktor, diantaranya
Indonesia ada kecenderungan adalah : pemotongan sapi betina
menurun dari tahun ke tahun produktif yang secara nasional
mengakibatkan Indonesia masih masih sangat besar, diperkirakan
mengimpor sapi potong dari luar mencapai sekitar 150-200 ribu
negeri untuk memenuhi ekor/tahun terutama di NTT,
kebutuhan daging sapi yang terus NTB, Bali, dan Jawa ; prosentase
meningkat setiap tahun, hal ini kematian pedet yang sangat
secara otomatis akan menguras tinggi mencapai 20-40% ;
devisa negara sangat besar. Bila kematian induk yang mencapai
kondisi ini tidak diwaspadai, 10-20%, khususnya di beberapa
maka ini dapat menyebabkan wilayah sumber bibit sebagai
kemandirian dan kedaulatan akibat kekurangan pakan dan air
pangan hewani khususnya pada saat musim kering ; dan
daging sapi semakin jauh dari adanya gangguan reproduksi
harapan, yang pada gilirannya yang diduga disebabkan oleh
berpotensi masuk dalam food penyakit menular maupun tidak
trap negara eksportir. menular (Anon, 2010).

55
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Untuk mengatasi kekurangan Gangguan reproduksi sering


daging sapi di dalam negeri dijadikan alasan bagi para
pemerintah telah mencanangkan peternak untuk menjual ternak
program percepatan pencapaian sapi mereka yang masih
swasembada daging sapi (PSDS) tergolong produktif. Surveilans
yang diatur dengan Peraturan patologi gangguan reproduksi
Menteri Pertanian Nomor: dilakukan untuk mengetahui
60/Permentan/HK.060/8/2007. adanya kemungkinan gangguan
Kementerian Pertanian melalui reproduksi yang bersifat patologis
Direktorat Jenderal Peternakan pada organ reproduksi ternak
dan Kesehatan Hewan sapi yang di potong di RPH
mengusung 21 program utama maupun TPH yang ada di wilayah
terkait dengan upaya Bali, NTB dan NTT.
mewujudkan ketahanan pangan
hewani asal ternak berbasis
sumberdaya domestik yang salah
MATERI DAN METODE
satunya adalah Program
Swasembada Daging Sapi dan Materi
Kerbau tahun 2014 (PSDS-2014)
yang tertuang dalam blue print Meteri dalam kegiatan surveilans
Program Swasembada Daging gangguan reproduksi adalah
Sapi dan Kerbau 2014. berupa spesimen organ
reproduksi dari ternak sapi yang
Gangguan reproduksi pada dipotong di RPH maupun TPH
ternak sapi merupakan gangguan pemerintah atau yang berada
infertilitas yang merupakan dibawah pengawasan Dinas
masalah yang sangat komplek Peternakan atau yang
disebabkan oleh beraneka ragam membidangi fungsi kesehatan
penyakit gangguan reproduksi hewan setempat. Spesimen
pada sapi potong dapat organ terdiri dari bagian ovarium,
disebabkan oleh bawaan sejak uterus dan/ atau saluran
lahir (Anon, 2005), penyakit viral reproduksi lainnya yang secara
seperti Bovine Viral Diarrhoea patologi anatomi mengalami
(Hawranek, 2004), Infectious perubahan. Spesimen
Bovine Rhinotracheitis (Nuotio et selanjutnya di simpan dalam
al., 2007), bakterial (Brucellosis, media formalin buffer netral 10%
Leptospirosis), jamur, atau untuk kemudian diproses di
parasit / protozoa laboratorium.
(Trochomoniasis).
Metode mempergunakan pewarnaan rutin
Hematoxilin- Eosin. Pemeriksaan
Spesimen yang diambil dilakukan dibawah miroskop
selanjutnya diproses dalam alat dengan perbesaran 5 – 40x untuk
tissue prosesor, di embeding, melihat kemungkinan adanya
kemudian dibuat preparat perubahan atau lesi yang bersifat
histopatologi dengan patogen pada organ reproduksi.

56
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

HASIL pengambilan sampel, sebanyak


37 ekor hewan yang dipotong
Pengambilan sampel organ berumur antara 1 ≤ 5 tahun, 8
reproduksi sapi untuk pengujian ekor berumur > 5 tahun, dan 15
gangguan patologi reproduksi ekor tidak disertai data umur
dilakukan pada malam hari di hewan.
Rumah Potong Hewan (RPH)
atau Tempat Pemotongan Hewan Di Kabupaten Badung,
(TPH) yang berada dibawah pengambilan sampel dilakukan di
pengawasan Dinas Peternakan RPH Mambal yang terletak di
atau yang membidangi fungsi Desa Mambal, Kecamatan Abian
peternakan dan kesehatan Semal. Pengambilan sampel di
hewan. Pengambilan sampel RPH Mambal dilakukan pada
didampingi oleh petugas dari tanggal 9 dan 13 Agustus ; 25
Dinas atau petugas jaga RPH. dan 27 September ; dan 7
Desember 2012 dengan jumlah
Pengambilan sampel organ sampel yang diperoleh sebanyak
reproduksi di RPH Lelateng 56 sampel organ reproduksi. Dari
Jembrana dilakukan pada tanggal 56 sampel, sebanyak 32 diambil
14 dan 16 Agustus ; 25 dan 28 dari sapi berumur 1 ≤ 5 tahun, 4
September ; dan 11 Desember sampel dari sapi umur > 5 tahun,
2012. Menurut petugas RPH, dan 20 sampel tidak disertai data
pemotongan sapi di RPH Loloan umur hewan.
Barat berkisar antara 7 – 9 ekor
per hari pada hari biasa (di luar Di RPH Gubug Tabanan
hari raya). Dari lima kali pemotongan sapi berkisar 6 – 8
kunjungan yang dilakukan dapat ekor perhari. Pengambilan
diamati bahwa seluruh sampel di RPH Gubug dilakukan
pemotongan dilakukan pada pada tanggal 10 Agustus ; 25 dan
ternak sapi betina, sehingga 27 September ; dan 6 Desember
berhasil dikumpulkan sebanyak 2012 dengan jumlah sampel yang
39 sampel organ reproduksi. berhasil dikumpulkan sebanyak 8
Sebanyak 34 (87%) sampel sampel organ reproduksi. Dari
diambil dari pemotongan ternak pemantauan pada saat
yang berumur antara 1 ≤ 5 tahun, pengambilan sampel dilakukan,
dan 5 (13%) sampel diambil dari diketahui bahwa pemotongan
pemotongan ternak yang sapi lebih banyak untuk sapi
berumur > 5 tahun. Hal ini bisa jantan yaitu 27 (77,2%) ekor, dan
dilihat dari struktur gigi dan atau hanya 8 (22,8%) ekor berjenis
jumlah cincin pada lingkar tanduk kelamin betina. Dari 8 ekor sapi
hewan betina. betina yang dipotong, sebanyak 7
(87,5%) ekor berumur antara 1 ≤
Di RPH Pesanggaran Denpasar 5 tahun, dan 1 (12,5%) ekor tidak
pengambilan sampel dilakukan dilengkapi data umur.
pada tanggal 9 Agustus ; 13 dan
18 Desember 2012. Jumlah Pada tanggal 11 dan 16 Agustus
sampel yang diperoleh sebanyak ; 19, 24, dan 26 September ; dan
60 sampel organ reproduksi. 20 Desember 2012 dilakukan
Berdasarkan pengamatan selama pengambilan sampel di RPH

57
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Panji yang terletak di Desa Panji pemanfaatan teknologi


Anom, Kecamatan Sukasada, reproduksi seperti kawin suntik/
Kabupaten Buleleng. Sampel IB masih belum banyak
yang berhasil diperoleh sebanyak digunakan, sehingga
46 sampel organ reproduksi. Dari pemanafaatan pejantan untuk
pengamatan yang dilakukan saat kawin alam masih menjadi
pengambilan sampel, umur sapi anadalan peternak. Pada saat
yang dipotong berkisar antara 1 surveilans dipandang perlu untuk
≤ 5 tahun sebanyak 34 ekor melakukan pemeriksaan
(73,9%), umur diatas 5 tahun terhadap organ reproduksi sapi
sebanyak 12 ekor (26,1%). jantan untuk mengetahui potensi
penularan penyakit reproduksi
Surveilans patologi gangguan yang mungkin ditularkan melalui
reproduksi untuk wilayah NTB mekanisme kawin alam.
diintegrasikan dengan surveilans
BSE karena pengambilan sampel Di kota Bima sebenarnya sudah
juga dilakukan di RPH. Di wilayah di bangun infrastruktur RPH milik
Provinsi Nusa Tenggara Barat pemerintah, namun belum
dilakukan pengambilan sampel di beroperasi dan direncanakan
dua tempat yaitu di RPH Mejeluk, operasionalnya di tahun 2013
Kota Mataram dan TPH Kota mendatang. Pengambilan sampel
Bima. dilakukan di TPH-TPH di Kota
Bima dan diperoleh sebanyak 22
Pengawasan terhadap sampel organ reproduksi sapi.
pemotongan betina produktif di Tempat pemotongan hewan di
RPH Majeluk Mataram dilakukan kota Bima tersebar di beberapa
dengan sangat ketat. Bahkan ini tempat yang merupakan rumah
dikaitkan dengan pungutan dari para jagal atau penjual
retribusi yang lebih tinggi daging sapi. Pemotongan sapi di
dikenakan kepada jagal yang Kota Bima rata-rata 12 ekor
memotong ternak sapi betina. perhari. Dari 22 jumlah sampel
Pada saat dilakukan surveilans yang diambil, 16 (72,7%) sampel
tidak ditemukan pemotongan diambil dari pemotongan sapi
terhadap ternak sapi betina umur 1 ≤ 5 tahun yang terdiri dari
sehingga tim surveilans tidak 8 sapi betina dan 8 sapi jantan.
memperoleh sampel organ Sebanyak 5 ekor (22,7%) berasal
reproduksi sapi betina. Dari 50 dari pemotongan betina diatas 5
ekor pemotongan yang dilakukan tahun, dan 1 (4,54%) sampel
selama surveilans, seluruhnya tidak dilengkapi data umur.
(100%) adalah merupakan ternak
jantan dengan umur diatas 2,5 Di wilayah Provinsi Nusa
tahun. Tenggara Timur, pengambilan
sampel dilakukan di RPH Alok
Sistem produksi ternak yang ada yang terletak di Kota Uneng,
di wilayah Kota Bima seperti juga Kecamatan Alok, Kabupaten
halnya dengan di wilayah lainnya Sikka. Sampel yang diperoleh
di Prov NTB masih tergolong sebanyak 13 sampel organ
ekstensif atau tradisonal. Pada reproduksi. Seperti juga halnya di
sistem peternakan seperti ini wilayah NTB, menurut petugas

58
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

dari Dinas Peternakan setempat, Kabupaten Manggarai Timur.


sistem produksi peternakan di Pada saat surveilans diperoleh
wilayah Kabupaten Sikka juga sebanyak 12 sampel organ
masih sangat tradisional, reproduksi yang berasal dari
sehingga pada saat surveilans pemotongan ternak betina
juga dilakukan pengambilan dengan kisaran umur 4 – 12
sampel organ reproduksi jantan tahun. Dari 12 sampel, sebanyak
pada ternak sapi yang dipotong 2 sampel (16,7%) berasal dari
disana. Dari 13 sampel yang ternak betina berumur 1 ≤ 5
diperoleh, 8 (61,5%) sampel yang tahun, sisanya 10 sampel
terdiri dari 6 jantan dan 2 betina (83,3%) berasal dari pemotongan
adalah hewan berumur antara 1 ≤ betina diatas 5 tahun.
5 tahun, dan 5 (38,5%) sampel
terdiri dari 4 jantan dan 1 betina Data dan hasil pemeriksaan
berasal dari hewan umur diatas 5 sampel dari masing-masing
tahun. Rumah Potong Hewan dan
Tempat Pemotongan Hewan
Untuk wilayah Provinsi NTT juga Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
dilakukan pengambilan sampel di NTB dan NTT pada tahun 2012
TPH Borong yang terletak di Kota dapat dilihat pada tabel dibawah.
Ndora, Kecamatan Borong,

Tabel 1.
Hasil pemeriksaan histopatologi sampel organ reproduksi yang berasal
dari RPH kabupaten/kota di Provinsi Bali, NTB dan NTT tahun 2012.

No Jml Umur Hewan


Prov. Kab/Kota Hasil Ket.
. Smpl 1≤5 th >5 th TD
1 Bali Badung 56 32 4 20 56 TAP 56♀
De Denpasar 60 37 8 15 60 TAP 60♀
1Endomet., 46
Buleleng 46 34 12 0 46♀
TAP
Tabanan 8 7 0 1 8 TAP 8♀
Jembrana 39 34 5 0 39 TAP 39♀
2 NTB Kota Bima 22 16 5 1 22 TAP 8♂, 14♀
3 NTT Sikka 13 8 5 0 13 TAP 10♂, 3♀
Manggarai
12 2 10 0 12 TAP 12♀
Timur
Jumlah Total Sampel 256 170 49 37
Keterangan
TD : tidak ada data
TAP : tidak ada perubahan yang mengarah ke penyakit gangguan
reproduksi
Endomet. : endometritis/ peradangan atau infeksi pada endometrium

59
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN terutama untuk jangka waktu


yang lama, akan mempengaruhi
Di dalam Petunjuk Teknis fungsi reproduksi, efisiensi
Gangguan Reproduksi pada Sapi reproduksi menjadi rendah dan
Potong (Balitbangnak, 2007), akhirnya produktifitasnya rendah.
gangguan reproduksi pada sapi Kekurangan nutrisi akan
potong bisa disebabkan oleh berpengaruh terhadap fungsi
beberapa faktor, diantaranya hipofisis anterior sehingga
cacat anatomi saluran reproduksi produksi dan sekresi hormone
(defek kongenital), gangguan FSH (Follicle Stimulating
fungsional, kesalahaan Hormon) dan LH (Leutinizing
manajemen, dan infeksi organ Hormon) rendah, karena tidak
reproduksi. cukupnya ATP, akibatnya
ovarium tidak berkembang
Abnormalitas yang berupa cacat
(hipofungsi). Pengaruh lainnya
anatomi saluran reproduksi bisa
pada saat ovulasi, transport
merupakan cacat bawaan lahir
sperma, fertilisasi, pembelahan
yang bisa terjadi pada ovarium
sel, perkembangan embrio dan
dan atau pada saluran
fetus. Kekurangan nutrisi yang
reproduksinya. Abnormalitas
terjadi pada masa pubertas
anatomi dapat juga terjadi karena
sampai beranak pertama maka
perolehan diantaranya Ovarian
kemungkinannya adalah : birahi
Hemorrhagie (perdarahan pada
tenang, defek ovulatory (kelainan
indung telur) dan Oophoritis
ovulasi), gagal konsepsi,
(radang pada indung telur).
kematian embrio/ fetus.
Bekuan darah yang terjadi dapat
menimbulkan adhesi (perlekatan) Infeksi organ reproduksi bisa
antara indung telur dan bursa berupa infeksi non spesifik
ovaria (Ovaro Bursal Adhesions / seperti endometritis (radang
OBA). OBA dapat terjadi secara uterus), piometra (radang uterus
unilateral dan bilateral. bernanah), dan vaginitis atau bisa
juga merupakan infeksi yang
Penyebab gangguan reproduksi
bersifat spesifik yang dipicu oleh
lainnya adalah adanya gangguan
adanya agen seperti bakterial,
fungsional (organ reproduksi
viral, protozoa, jamur, prolaps
tidak berfungsi dengan baik).
vagina cervik (dobolen), distokia,
Infertilitas bentuk fungsional ini
retensi plasenta, torsi uterus
disebabkan oleh adanya
(kandung peranakan melintir),
abnormalitas hormonal.
maserasi fetus (janin membubur),
Beberapa kasus gangguan
mummifikasi fetus (janin
fungsional, diantaranya sista
mengeras), dan hernia uterina.
ovarium, subestrus dan birahi
tenang, anestrus dan ovulasi Penyakit gangguan reproduksi
tertunda. pada ternak sapi maupun kerbau
sering kali tidak terdeteksi pada
Faktor manajemen sangat erat
awalnya. Hal ini disebabkan
hubungannya dengan factor
karena biasanya penyakit
pakan/ nutrisi. Pada kondisi
berjalan sangat perlahan sampai
ternak yang kekurangan nutrisi
suatu saat muncul pada suatu

60
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

peternakan. Disamping itu, ternak pernah masuk ke


penyakit gangguan reproduksi kandang. Hal ini sangat
juga cenderung bersifat sub klinis menyulitkan untuk mendeteksi
namun bisa mengancam seluruh kemungkinan ternak terjangkit
populasi dalam kelompok dan suatu penyakit termasuk penyakit
yang ada disekitarnya. Sistem gangguan reproduksi seperti
produksi ternak yang masih Brucellosis dan yang lainnya.
bersifat tradisional/ ternak dilepas
di padang gembalaan akan Peta kesehatan hewan di wilayah
semakin mempersulit kerja Balai Besar veteriner
pengamatan terhadap ternak Denpasar menunjukkan Provinsi
yang mengalami gangguan Bali merupakan daerah bebas
reproduksi. penyakit Brucellosis, Pulau
Lombok sudah dapat dibebaskan
Wilayah kerja Balai Besar dari penyakit Brucellosis sejak
Veteriner Denpasar meliputi tahun 2002 sedangkan Kota
Provinsi Bali, NTB dan NTT. Bima prevalensi reaktor
Untuk wilayah Bali sistem Brucellosis cukup rendah yakni
produksi ternak bersifat semi 0,06% (Putra dan Arsani dalam
intensif, dimana ternak sudah Laporan Tahunan BPPV Reg. VI.
dikandangkan dan dilakukan 2004). Wilayah Provinsi NTT
pemberian pakan baik berupa merupakan daerah endemis
hijauan maupun pakan tambahan Brucellosis terutama Pulau Timor,
berupa dedak padi/ gandum. walaupun di beberapa wilayah
Pemanfaatan teknologi seperti Pulau Sumba
reproduksi seperti inseminasi prevalensinya sangat rendah.
buatan (IB) maupun sinkronisasi
birahi juga sudah cukup banyak Surveilans patologi gangguan
dilakukan di wilayah Bali. Ternak reproduksi yang dilakukan di
sebagai tenaga untuk Provinsi Bali, NTB dan NTT pada
pengolahan lahan pertanian tahun anggaran 2012 oleh Balai
sudah mulai di geser fungsinya Besar Veteriner Denpasar,
oleh alat pembajak yang menunjukkan bahwa gangguan
menggunakan motor/mesin reproduksi yang disinyalir
(tractor). Sedangkan wilayah mempunyai andil dalam
Provinsi NTB (kecuali Pulau penurunan populasi ternak sapi di
Lombok) dan NTT, sistem Indonesia, bukan disebabkan
produksi ternak sapi dan kerbau oleh penyakit infeksi.
masih sangat tradisional. Ternak
Dari analisa data hasil pengujian
di wilayah tersebut dipelihara
secara histopatologi terhadap
dengan cara dilepaskan di
sampel organ reproduksi yang
padang gembalaan. Ternak
berasal dari wilayah Bali, hanya
hanya masuk kandang pada saat
ditemukan 1 (0,48%) kasus
pendataan (registrasi) dan
penyakit gangguan reproduksi
vaksinasi oleh petugas. Bahkan
(endometritis) dari 209 sampel
menurut informasi Kepala Dinas
yang di periksa. Sebanyak 208
Peternakan di wilyah tersebut,
(99,52%) sampel tidak ada
dalam satu tahun belum tentu
perubahan patologis/

61
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

histopatologis yang mengarah ke Endometritis adalah penyakit


penyakit gangguan reproduksi. infeksi organ reproduksi yang
Sampel yang didiagnosa bersifat non spesifik. Walaupun
endometritis tersebut di ambil dari tidak terlalu berbahaya namun
RPH Panji di Desa Panji Anom, jika dibiarkan tanpa pengobatan
Kecamatan Sukasada, bisa menyebabkan gangguan
Kabupaten Buleleng. fertilitas pada ternak.

Gambar 1.
Saluran reproduksi (uterus) sapi yang mengalami inflamasi. (HE 40x)

Gambar 2.
Epithel uterus lepas dan infiltrasi lymphocytes dan sel plasma didalam
stroma endometrium. Epithelium permukaan mengalami hiperplasia. (HE
100x)

62
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 3.
Organ reproduksi hewan normal, tidak tampak ada perubahan secara
histopatologi (HE. 40x).
Surveilans patologi gangguan Veteriner Denpasar. Hal ini
reproduksi yang dilakukan di semakin diperkuat dengan hasil
wilayah Provinsi NTB hanya diagnosa histopatologi yang
memperoleh 22 sampel organ menyatakan bahwa kasus
reproduksi dan dari hasil gangguan reproduksi yang
pemeriksaan histopatologi ditemukan adalah penyakit infeksi
keseluruhan sampel (100%) baik non spesifik (endometritis), yang
dari hewan jantan maupun betina umumnya bersifat individual pada
tidak ada perubahan yang ternak dan cenderung tidak
mengarah ke penyakit menular sehingga tidak secara
reproduksi. nyata mempengaruhi penurunan
populasi ternak.
Untuk wilayah Provinsi NTT
diperoleh sebanyak 25 sampel Hal yang cukup mengejutkan dari
organ reproduksi dan hasil hasil monitoring yang dilakukan
pemeriksaan histopatologi adalah tingginya pemotongan
menunjukkan 25 (100%) sampel terhadap betina produktif.
tidak ada perubahan yang Adapun yang dimaksud sapi-sapi
mengarah ke penyakit gangguan betina produktif adalah sapi-sapi
reproduksi. betina dalam strata umur
produktif yaitu umur 1 tahun
Analisa hasil pengujian sampai dengan umur ≤ 5 tahun,
histopatologi terhadap sampel strata umur ini merupakan kondisi
organ reproduksi yang diperoleh pencapaian laju produksi puncak
pada saat surveilans patologi (peak product) sapi betina untuk
gangguan reproduksi dilakukan menghasilkan produksi terbaik/
menunjukkan signifikansi yang optimum (Bambang S., 2011).
sangat rendah antara pengaruh
penyakit gangguan reproduksi Untuk wilayah Bali, pemotongan
(0,48% kasus) terhadap terhadap betina produktif
penurunan populasi ternak di mencapai 68,9%. Sedangkan
wilayah kerja Balai Besar untuk wilayah NTB pemotongan

63
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

betina produktif tercatat 57,1% ternak diharapkan bisa lebih


dari jumlah sapi betina yang kearah intensif. Karena sistem
dipotong. RPH dan TPH di produksi tradisional/ ekstensif
wilayah Provinsi NTT juga kurang mampu memaksimalkan
melakukan pemotongan pada produksi ternak atau setidaknya
betina produktif walaupun sedikit lebih lambat dalam berproduksi
lebih rendah yaitu 26,6% dari daripada sistem produksi intensif.
jumlah sapi betina yang di
potong. Pengawasan terhadap
pemotongan betina produktif
diharapkan lebih maksimal guna
meningkatkan jumlah populasi
SIMPULAN DAN SARAN ternak
Simpulan
Kejadian penyakit infeksi pada UCAPAN TERIMAKASIH
organ reproduksi ternak sapi
yang di potong di RPH maupun Penulis sampaikan ucapan terima
TPH yang ada di Provinsi Bali, kasih kepada Kepala Balai Besar
NTB dan NTT sangat rendah (1 Veteriner Denpasar dan seluruh
dari 256 sampel). Sehingga dapat staf yang terlibat dalam
disimpulkan bahwa gangguan penanganan dan pengujian
reproduksi yang disebabkan oleh sampel patologi gangguan
penyakit infeksi tidak secara reproduksi ; Dinas Peternakan
signifikan mempengaruhi Kota Denpasar dan RPH
penurunan populasi ternak Pesanggaran ; Dinas Peternakan
masyarakat. Faktor manajemen Kabupaten Badung dan RPH
seperti nutrisi pakan, deteksi Darmasaba ; Dinas Peternakan
birahi, transportasi semen untuk Kabupaten Tabanan dan RPH
inseminasi buatan, dan Gubug ; Dinas Peternakan
ketersediaan pejantan untuk Kabupaten Buleleng dan RPH
intensifikasi kawin alam, rasa- Pemaron ; Dinas Peternakan
rasanya lebih berperan dalam Kabupaten Jembrana dan RPH
kegagalan reproduksi ketimbang Loloan ; Dinas Peternakan Kota
akibat penyakit infeksi. Mataram dan RPH Majeluk ;
Dinas Peternakan Kabupaten
Pemotongan terhadap ternak Manggarai Timur dan RPH
betina produktif sangat jelas Borong ; Dinas Peternakan
mempengaruhi penurunan Kabupaten Sikka dan RPH Alok.
populasi ternak, karena ternak
yang diharapkan untuk
menghasilkan ternak baru
(reproduksi) harus berakhir di
rumah pemotongan hewan.
Saran DAFTAR PUSTAKA

Untuk meningkatkan populasi


ternak, manajemen pemeliharaan

64
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Anon. (2004). Laporan Tahunan. Balai (2002). Monitoring kesehatan reproduksi


Penyidikan dan Pengujian Veteriner ternak sapi potong di rumah potong
Reg. VI. 2004. hewan di Provinsi Bali dan Nusa
Tenggara Barat. Buletin Veteriner.
Anon. (2005). Congenital and Inherited BPPV Denpasar. Vo. XIV. No. 60. pp.
anomalies of the reproductive system. 33-37.
The Merck Veterinery Manual. 9th Ed.
Merck & CO., INC. Whitehouse Station. Hawranek, J.O (2004). Reproductive
N.J., USA. pp. 1094-1096. losses in dairy cattle inected with BVD-
MD virus – A field study. Bull. Vet. Inst.
Anon. (2010). BLUE PRINT Program Pulawy. 48. 355-359.
Swasembada Daging Sapi 2014.
Direktorat Jenderal Peternakan, Nuotio, L., Neuvonen, E and Hyytiainen,
Kementerian Pertanian. M (2007). Epidemiology and eradication
of infectious bovine
Bambang Soejosopoetro (2011). Studi rhinotracheitis/infectious pustular
Tentang Pemotongan Sapi Betina vulvovaginitis (IBR/IPV) virus in Finland.
Produktif di RPH Malang. J. Ternak Acta Veterinaria Scandinavica. 49. pp.1-
Tropika Vol. 12, No.1: 22-26, 2011 6.
Blowey, R.W and Weaver, A.D (1991). Walker, B. (2005). Diseases causing
Diseses and Disorders of Cattle. Wolfe reproductive losses in breeding cattle.
Publishing Ltd, 1991. BPCC Hazell Agfact A0.9.68, rev. Veterinary Officer,
Books Ltd, Aylesbury, England. Gunnedah. NSW Department of Primary
Industries. pp. 1-5
Budiantono, A., Supartika, I.K.E.,
Sudiarka, W., Berathi, W dan Sudira, W

65
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS PADA SAPI, KERBAU DAN


KUDA DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA BARAT, NUSA
TENGGARA TIMUR
( Seroprevalence of Trypanosomiasis in cattle, buffalo and horse in
Bali, West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Province )
I Ketut Mastra dan I Ketut Diarmita
BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

ABSTRAK
Telah dilakukan survei serologis untuk mengetahui seroprevalensi antibodi terhadap
Trypanosomiasis pada sapi, kerbau dan kuda di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 863 sampel serum sapi, kerbau dan kuda
dikoleksi di Kabupaten / Kota di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur dan diuji secara serologis dengan teknik Card Aglutination Test of
Trypanosoma evansi ( CATT ) di Balai Besar Veteriner, Denpasar. Hasil uji
menunjukkan bahwa bertutrut – turut sebesar 25.4% (45 dari 177 ), 15.5 % ( 34 dari
301), dan 69.9% (266 dari 385) seropositif antibodi T evansi masing-masing di Bali,
NTB dan NTT. Kejadian ini mengindikasikan bahwa seroprevalensi antibodi terhadap
trypanosomiasis di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
rata – rata sebesar 41.4% ( 357 dari 863 ) dengan variasi berkisar antara 15.3% -
69.09%.

Kata Kunci: Trypanosomiasis, Kerbau, Kuda, Sapi, CAT T.evansi

ABSTRACT
A serological survey was conducted to determine the seroprevalence of antibody to
Trypanosomiasis in cattle, buffalo and horse in Bali, West Nusa Tenggara and East
Nusa Tenggara Province. A total of 863 cattle, buffalo and horse sera were collected
and tested by Card Aglutination Test of Trypanosoma evansi ( CATT ) at Balai Besar
Veteriner Denpasar. The result showed that 25.4% (45 of 177 ), 15.5 % ( 46 of 301),
and 69.9% (266 of 385) sample were seropositive antibodies against Trypanosoma
evansi. This evidence indicated that seroprevalence of antibody to Trypanosomiasis
in Bali, West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Province was equal to 41.4%
( 357 of 863 ) with the variation ranged from 15.3% - 69.09%.

Key word :Trypanosomiasis, Cattle, Bufffalo, Horse, CAT T.evansi

66
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN
Secara historis, sejak infeksi T.
Trypanosomiasis yang evansi pertama kali ditemukan
disebabkan oleh Trypanosoma oleh Grifit Evans pada tahun
evansi (T. evansi) adalah 1880 pada unta dan bangsa
merupakan salah satu penyakit kuda lainnya di Distrik Dara
hewan menular (PHM) penting Ismail Khan, Punjab, India, dan
pada ternak kuda dan selanjutnya diketahui
ruminansia besar, khususnya mewabah pada kuda, unta dan
ternak sapi dan kerbau.. kerbau di beberapa wilayah di
Sebaran parasit protozoa India. Oleh karena dampak
T.evansi ini sangat luas. yang ditimbulkan wabah
terutama di pulau Sumatera, penyakit tersebut sangat fatal
Jawa, Kalimantan,Sulawesi, maka trypsnosomiasis sering
Bali, Nusa Tenggara dan Irian.. disebut juga penyakit Surra
Penyakit yang lebih dikenal (Soulsby,1982) Selanjutnya
serta dapat menyerang pada akhir abad 19. dilaporkan
berbagai jenis hewan ternak telah menyebar ke beberapa
dan satwa liar. Kejadian Negara diantaranya Turkestan,
penyakit sangat bervariasi Annam Selatan, Burma,
tergantung kepekaan hewan Malaysia, Philiphina, Indonesia
dan faktor – faktor yang (Jawa, dan Sumatra) dan di
mempengaruhi. Hewan unta Vietnam mewabah pada tahun
kuda, dan anjing sangat peka 1978 sampai tahun 1980an.. Di
terhadap infeksi T. evansi, Indonesia, penyakit Surra
penyakit terjadi secara cepat, pertamakali dilaporkan oleh
bersifat akut dan berakibat Penning pada tahun 1897
fatal. Sedangkan ternak pada seekor kuda di
ruminansia ( sapi, kerbau, Semarang, Provinsi Jawa
kambing, domba, dan Tengah. Kemudian pada tahun
ruminansia lainnya) relatif lebih 1898 terjadi wabah penyakit
tahan dari serangan penyakit. Surra di Keresidenan Tegal,
Penyakit pada umumnya Provinsi Jawa Tengah yang
berlangsung lebih lambat, memakan korban sebanyak
bersifat kronis dan bahkan sub 500 ekor kerbau dari 7000
klinis tanpa menunjukan gejala poulasi pada tahun 1900 –
klinis. Akan tetapi penyakit 1901 terjadi wabah penyakit
dapat bersifat akut dan Surra pada sapi di
mewabah pada ternak Keresidenan Pasuruan,
ruminansia tersebut ketika Provinsi Jawa Timur. Setelah
hewan mengalami stress, itu, dalam kurun waktu 60
misalnya karena dipekerjakan tahun penyakit berlangsung
atau difungsikan terlampau secara sporadis dan dilaporkan
berat, akibat kekurangan berupa kasus berdasarkan
pakan/air, dan faktor kondisi pemeriksaan klinis. Akan tetapi
lingkungan yang kritis dan pada tahun 1968 – 1969
cuaca yang ekstrim (Soulsby, letupan wabah penyakit Surra
1928) menyerang sebanyak 516 ekor

67
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

hewan ternak besar. terjadi di laporan kasus diagnose klinis,


beberapa daerah di Indonesia, pemeriksaan laboratoris
termasuk terjadi di Flores, secara mikroskopis terhadap
Provinsi Nusa Tenggara Timur sampel preparat ulas darah
pada tahun 1971. Kemudian dan atau teknik sentrifugasi
pada tahun 1974 – 1976 terjadi mikrohematrokrit . Akan Tetapi
peningkatan kasus Surra di akurasi data diagnosa klinis
Provinsi Nusa Tenggara Barat. dan sensitifitas metoda uji
(Sukanto, I.P.et al. 1992). laboratoris sederhana tersebut
Kerugian ekonomi yang relatif rendah dan hanya
ditimbulkan diperkirakan memanifestasi penyakit klinis
mencapai ratusan milyar sehingga cenderung tidak
rupiah setiap tahun akibat mencerminkan kejadian
kematian hewan ternak, penyakit yang sesungguhnya.
kehilangan tenaga kerja, Berapa sebenarnya prevalensi
penurunan berat badan ternak, trypanosomiasis di regional
abortus dan akibat gangguan Bali, Nusa Tenggara belum
reproduksi lainnya (Anonimus diketahui secara pasti. Oleh
1991) karena itu dilakukan survei
seroprevalensi dengan metoda
Provinsi Bali merupakan uji yang lebih sensitive dan
daerah pengembangan akurat. Survei serologis ini
plasma nuftah sapi bali, Nusa dimaksudkan untuk
Tenggara Barat (NTB) dikenal memperoleh informasi tentang
sebagai daerah sejuta seroprevalensi
sapi/kerbau dan Nusa Trypanosomiasis dan
Tenggara Timur (NTT) sebagai distribusinya pada sapi, kerbau
gudang ternak potong di dan kuda di Provinsi Bali, Nusa
wilayah Indonesia Timur Tenggara Barat dan Nusa
namun dalam beberapa tahun Tenggara Timur yang lebih
terakhir tingkat pertumbuhan presentatif.
populasi ternak cenderung
mengalami stagnasi rata-rata
sekitar 5.4 %. Sebagai salah MATERI DAN METODA
satu penyebab rendahnya
peningkatan pertumbuhan Materi
produksi dan reproduktivitas 1. Sampel
ternak tersebut diduga karena Sebanyak 863 sampel serum
adanya gangguan oleh darah sapi, kerbau dan kuda
penyakit hewan menular, salah dikoleksi secara acak di
satu diantaranya oleh Kabupaten/Kota di Provinsi
trypanosomiasis yang dapat Bali, Nusa Tenggara
mengganggu fertilitas ternak Barat.(NTB) dan Nusa
berupa abortus, dan kematian. Tenggara Timut (NTT)
Data kejadian penyakit Surra Selanjutnya seluruh sampel
atau trypanosomiasis di tersebut diproses dan
regional Bali,NTB dan NTT dilakukan pengujian di
umumnya masih berdasarkan Laboratorium Parasitologi,

68
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Balai Besar Veteriner, Kemudian segera dicampur


Denpasar homogen dengan
menggunakan stick atau
2. Reagen dan Alat diinkubasi diatas rotator/shaker
selama 5 menit sambil diamati
Antigen Trypanosoma evansi terjadi aglutinasi dengan cara
(Card Aglutination Test of T. membandingkan dengan
evansi / CATT), Antiserum kontrol positif atau kontrol
terhadap T. evansi sebagai negatif. Sampel serum positif
serum kontrol positif dan apabila terjadi aglutinasi /
serum kontrol negatif terhadap ikatan antibodi dengan antigen
T evansi (Prince Leopold dan sebaliknya negatif apabila
Institute Trop.Med, Applied tidak terjadi aglutinasi.
Technology – Production Unit, Prosedur yang sama dilakukan
Belgie) Larutan Buffer Phospat untuk seluruh sampel dan data
(PBS) pH 7.2, shaker/rotator, hasil pengujian dirangkum
stick, card plastic dan timer sesuai dengan catatan no/kode
sampel, asal dan jenis
Metoda hewannya.
Semua serum tersebut diuji
secara serologis menggunakan
metode Latex atau Card HASIL
Aglutination Test – T. evansi (
CAT T.evansi ). Dengan Hasil Pengujian secara
prosedur pengujian serologis terhadap seluruh
laboratorium sebagai berikut: sampel serum dari 863 ekor
masing – masing serum yang sapi, kerbau dan kuda di
akan diuji diencerkan 1 : 4 Provinsi Bali, NTB dan NTT
dengan larutan buffer phospat dengan teknik Card
(PBS) diatas kertas plastik Aglutination Test –
yang telah siap pakai. Setiap Trypanosoma evansi ( CAT
kertas uji terdapat 10 lingkaran T.evansi ) menunjukan bahwa
(No. 1 – 8) sebgai tempat uji berturut - turut sebesar 25.4%
sampel serum, sedangkan (45 dari 177 ), 15.3 % ( 46 dari
lingkaran No. 9 untuk serum 301), dan 69.1% (266 dari 385)
kontrol positif dan No. 10 untuk seropositif antibodi T evansi
serum kontrol negatif. Pada masing-masing di Bali, NTB
lingkaran No. 1 – 8 yang telah dan NTT. dengan tingkat
diisi 24 ul dari masing- masing seroprevalensi bervariasi.
sampel serum, No.9 diisi Distribusi Prevalensi antibodi
serum control positif dan No. terhadap penyakit Surra di
10 diisi serum kontrol negatif. Kabupaten / Kota Provinsi Bali
Selanjutnya ditambahkan 45 ul ,NTB dan NTT lebih rinci
antigen ( CAT T. evansi ) pada disajikan pada tabel di bawah
setiap lingkaran (No. 1 – 10). ini ( Tabel 1, 2, 3 dan 4).

69
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1
Distribusi Seroprevalensi Trypanosomiasis di Kabupaten Kota Provinsi
Bali

Kabupaten/Kota Jml Seronegatif Seropositif Prevalensi


Sampel (%)
Jembrana 20 6 13 65.0
Tabanan 15 8 7 46.6
Karangasem 21 13 8 38.1
Denpasar 20 15 5 25.6
Buleleng 22 17 5 22.7
Klungkung 20 16 4 17

Gianyar 19 18 1 5.3
Badung 20 19 1 5.0
Bangli 20 0 0 0.0
TOTAL 177 132 45 25.4

Tabel 2
Distribusi Seroprevalensi Trypanosomiasis di Provinsi Nusa Tenggara
Barat

Kabupaten/Kota Jml Seronegatif Seropositif Prevalensi


Sampel (%)
Kota Bima 90 72 18 20.0

Kabupaten Bima 48 38 10 20.8

Kab Sumbawa 163 145 18 11.2


Besar
TOTAL 301 255 46 15.3

70
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 3
Distribusi Seroprevalensi Trypanosomiasis di Provinsi Nusa Tenggara
Timur

Kabupaten/Kota Jml Seronegatif Seropositif Prevalensi


Sampel (%)
Manggarai Barat 26 1 25 96.15

Manggarai 41 9 32 78.04
Ngada 88 46 42 47.72

Sika 65 20 45 69.23
Sumba Barat 149 68 81 54.36
Daya
Belu 46 5 41 89.13

TOTAL 385 43 266 69.1

Dari hasil pengelompokan prosentase derajat prevalensi


berdasarkan jenis hewan Trypanosomiasis pada sapi ,
menunjukan bahwa derajat kerbau , dan , kuda
prevalensi antibodi terhadap selengkapnya dapat
Trypanosomiasis berturut-turut digambarka seperti yang
pada sapi , kerbau. Dan kuda disajikan pada table.4 berikut
masing -masing sebesar ini.
37.1%, 59.2 % dan 31.1%

Tabel.4
Derajat prevalensi antibodi terhadap Trypanosomiasis pada Sapi, Kerbau
dan Kuda di Provinsi Bali , Nusa Tenggara Barat dam Nusa
Tenggara Timur.

Jenis hewan Jumlah Seronegatif Seropositif Seroprevalensi


sampel (%)
Sapi 305 192 113 37.1

Kerbau 286 117 169 59.2

Kuda 242 267 75 31.1

TOTAL 863 506 357 41.4

71
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN mekanik Trypanosomiasis


yang sangat potensial pada
Seperti telah diuraikan dalam hewan ternak (Soulsby,1982)
(Tabel.1) hasil penelitian Secara epidemiologi
secara serologis terhadap menunjukan bahwa di wilayah
sampel dan serum hewan ini telah terjadi interaksi yang
ternak di Kabupaten / Kota intensif antara agen penyakit,
Provinsi Bali, Nusa Tenggara hewan peka dan vector serta
Barat dan Ntsa Tenggara didukung oleh kondisi
Timur bahwa tingkat prevalensi lingkungan yang serasi untuk
antibodi terhadap terjadinya penularan secara
Trypanosomiasis/ penyakit alami.
Surra di masing daerah relatif
bervariasi dengan rata – rata Sementara itu, hasil survei
sebesar 25,4% dengan variasi berdasarkan jenis hewan
berkisar antara 15,5% - menunjukkan bahwa derajat
69.09%. Hasil ini prevalensi antibodi terhadap
mengindikasikan bahwa penyakit Surra berturut – turut
kejadian infeksi secara alami pada sapi, kerbau, dan kuda
oleh parasit darah pathogen T. masing – masing sebesar
evansi pada hewan ternak di 37.1%, 59,2% dan 31. 1%
regional Bali dan Nusa (Tabel 4). Fakta tersebut
Tenggara tersebar luas dan mengindikasikan bahwa
bersifat endemis. Luasnya respon immun terhadap
sebaran penyakit sangat adanya infeksi latent T evansi
dipengaruhi oleh topografi yang terjadi secara alami pada
daerah dan manajemen atau kerbau relatif lebih tinggi
cara pemeliharaan ternak yang daripada sapi, sedangkan
umumnya dipelihara secara pada kuda lebih rendah
tradisional dengan cara dibandingkan dengan kerbau
menggembalakan ternak dan sapi. Hasil penelitian ini
secara bersama sama di areal sesuai dengan yang dilaporkan
penggembalaan. Batas – batas oleh peneliti lain seperti Payne
daerah /lahan pertanian tidak et al, (1991) yang menemukan
jelas, ladang – ladang terbuka kejadian – kejadian infeksi T
yang hanya dibatasi semak – evansi telah tersebar luas di
semak, sungai dan hutan kebanyakan daerah penghasil
masih banyak dijumpai di ternak di Indonesia, dengan
daerah ini sebagai tempat derajat seroprevalensi pada
berkumpul hewan ternak untuk kerbau lebih tinggi daripada
merumput dan mencari air sapi di daerah pemeliharaan
minum. Kondisi lingkungan yang sama, sementara pada
seperti ini juga sangat digemari kuda jauh lebih rendah dari
oleh lalat – lalat penghisap pada sapi atau kerbau.
darah seperti Tabanus sp, Bervariasinya derajat
Stomoxys sp. Lalat Tabanus prevalensi antibodi terhadap
sp merupakan salah satu Trypanosomiasis/Surra selain
vector penularan secara karena faktor genetik (gentic

72
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

host). Juga factor kondisi Berdasarkan fakta hasil


setiap individu hewan terutama tersebut diatas bahwa pada
terkait managemen ternak kuda derajat prevalensi
pemeliharaan. Terbentuknya antibodi T evansi sebesar
antibodi oleh organ – organ 31,1% jauh lebih rendah
pertahanan tubuh hewan yang daripada kerbau 59.2% dan
disekresi ke dalam sirkulasi sapi. 37.1% Hal ini
darah merupakan pertanda mengindikasikan bahwa
yang khas adanya respon respon kekebalan kuda
immun terhadap adanya infeksi terhadap infeksi T evansi pada
T. evansi (Luckins,AG. 1983). kuda kurang baik, karena
Respon immun terhadap faktor genetik,. sehingga kuda
infeksi T. evansi pada kerbau sangat rentan terhadap
dan sapi relatif lebih baik dari serangan infeksi T evansi dan
pada kuda sehingga ternak penyakit umumnya
ruminansia besar tersebut berlangsung cepat / perakut,
lebih tahan terhadap serangan akut dan gejala klinis yang
penyakit Surra. dapat diamati diantaranya
berupa demam tinggi –
Kejadian penyakit pada intermiten, abortus pada
umumnya berlangsung kronis, hewan betina bunting, anemia,
tanpa menunjukan gejala oederna, pincang karena
klinis. Penderita Surra sub paralisis dan lebih lanjut
klinis ini umumnya tidak mudah terlihat gejala syaraf berupa
di diagnose berdasarkan inkordinasi, gerakan
pemeriksaan klinis maupun berputar/ngubeng. Apabila
pemeriksaan laboratorium tidak segera mendapatkan
dengan metode uji sederhana pengobatan yang tepat
sehingga kejadian penyakit biasanya berakibat fatal dan
cenderung rendah dan berakhir dengan kematian.
terabaikan tanpa mendapat
penanganan. Apabila derajat
seroprevalensi rata-rata 41.4% KESIMPULAN DAN SARAN
pada sapi /kerbau dan kuda
dikaitkan dengan populasi sapi Kesimpulan
kerbau dan kuda di regional’
Bali –Nusa Tenggara sekitar Berdasarkan hasil survei
2.324978 ekor(Anonimus serologis trypanosomiasis
2010, maka dapat diasumsikan pada sapi,kerbau dan kuda di
ada sekitar 962.540 ekor sapi, Provinsi Bali, Nusa Tenggara
kerbau dan kuda penderita Barat dan Nusa Tenggara
penyakit sub klinis yang dapat Timur dapat disimpulkan
bertindak sebagai karier dan bahwa :
menjadi sumber penularan
penyakit Surra tehadap hewan  Serorevalensi
ternak lainnya, termasuk satwa Trypanosomiasis pada
liar disekitarnya. hewan ternak di
Kabupaten / Kota di

73
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Provinsi Bali, Nusa


Tenggara Barat dan Nusa  Surveilans dan monitoring
Tenggara Timur berturut Trypanosomiasis (Surra)
turut dengan rata – rata pada sapi, kerbau dan
sebesar 25,4% , 15.3% kuda perlu terus dilakukan
dan 69.1 % atau dengan di beberapa daerah lain di
variasi berkisar antara Regional bali -Nusa
15,3 – 69.1 % Tenggara dalam rangka
percepatan program
 Berdasarkan jenis ternak Swasembada Daging Sapi
tingkat prevalensi / Kerbau (PSDS/K) di
trypanosomiasis pada Indonesia
kerbau, sapi dan kuda
berturut – turut sebesar
59.2%, 37.1% dan 31.1 % UCAPAN TERIMA KASIH
dan pada umumnya lebih
banyak ditemukan pada Penulis ingin menyampaikan
hewan kerbau. ucapan terima kasih kepada
Bapak Kepala Balai Besar
Saran Veteriner Denpasar, atas ijin
dan tugas untuk melaksanakan
 Meskipun informasi survey ini. Ucapan terima kasih
seroprevalensi kepada para petugas Dinas
Trypanosomiasis ini baru Peternakan Dati I,.Provinsi
menggambarkan kejadian Bali, Nusa Tenggara Barat dan
penyakit di beberapa Nusa Tenggara Timurr atas
daerah,karena segala bantuan dan
keterbatasan yang ada, kerjasamanya selama kegiatan
namun informasi tersebut penyidikan dilakukan; juga
diharapkan dapat dipakai kepada sdr I Ketut Ardiyoga, I
sebagai landasan bagi Made Gde Suta Wijaya yang
petugas dinas terkait telah membantu dalam
maupun peternak di pengambilan sampel di
kabupaten / kota Provinsi lapangan dan persiapan
Bali, NTB dan NTT dalam sampel serta tindak uji di
upaya tindak pencegahan , Laboratorium Parasitologi,
pengendalian penyakit Balai Besar Veteriner
menular (PHM) strategis Denpasar.
khususnya
Trypanosomiasis.

74
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA Survei Parasitologik dan Serologik


Trypanosomiasis di Madura. Penyakit
Anonimus, 1991.Data Ekonomi Hewan, Vol.XX,No,36: 85-87
Akibat Penyakit Hewan, Tahun 1990,
Direktorat Kesehatan Hewan, Luckins A.G 1983, Development
Direktorat Jendral Peternakan, Serological Assay for Studies on
Departemen Pertanian, Jakarta Trypanosomiasis of Livestock in
Indonesia. Consultan Report No. 13
Anonimus, 2012 Statistik Peternakan Research Institut for Veterinary
Tahun 2012, Dinas Peternakan Science, Bogor. pp. 6-8
Provinsi Bali, Denpasar
Payne.R.C Sukamto, I.P,Djauhari,
Anonimus, 2011 Statistik Peternakan D,Partoutomo, S.,Jone,TW;
Tahun 2011, Dinas Peternakan Luckins,A.J and Boid,R.1991
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Trypanosoma evansi infection in
Mataram cattle, buffalo and hoeses in
Indonesia, Veterinary Parasitology,
Anonimus, 2010 Statistik Peternakan 38.253-256.
Tahun 2010 Dinas Peternakan
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Soulsby,E,J,I.1982. Helminths,
Timur Arthropds and Protozoa of
Domesticated Animals, Bailliere
ed
Sukanto, I.P, R.C. Payne Saroso, Tindal, London, 7 514 -16, 532 - 3
H.,Yusuf, S.H dan Graydon, R., 1989

75
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

MONITORING PATOLOGI BOVINE SONGIFORM ENCEPHALOPATHY


(BSE) PADA RUMAH POTONG HEWAN DI WILAYAH KERJA BBV
DENPASAR TAHUN 2012
(Pathology Monitoring of Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) at the
Slaughter House in the Working Area of Veterinary Center of Denpasar in
2012)
Wirata IK, Agus Joni U G, Sudira IW, Widia IK, Fiki Indra K.
Balai Besar Veteriner Denpasar
ABSTRAK

Monitoring patologi Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) telah dilakukan di


beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat
(NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh Balai Besar Veteriner Denpasar pada tahun
2012. Monitoring bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya agen penyakit BSE
pada sampel otak sapi. Di Provinsi Bali diperoleh sebanyak 223 sampel otak. Di RPH
Mataram dan Kota Bima Provinsi NTB diperoleh sebanyak 62 sampel otak. Sedangkan
dari RPH Borong, Kabupaten Manggarai Timur dan RPH Alok, Kabupaten Sikka, Provinsi
NTT diperoleh sebanyak 23 sampel otak. Total sampel yang diperoleh pada saat
monitoring dilakukan adalah sebanyak 308 sampel otak sapi.

Terhadap 308 sampel otak (medula oblongata) dilakukan pemeriksan


histopatologi. Hasilnya, semua sampel otak tidak ada yang mengalami perubahan
histopatologi ke arah penyakit BSE. Dapat disimpulkan bahwa dari hasil monitoring yang
dilakukan pada tahun 2012, tidak ditemukan kasus BSE pada ternak sapi yang dipotong
di RPH wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar.

Kata kunci: BSE, histopatologi, Monitoring.

ABSTRACT

Pathology monitoring of Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) has been


conducted by Veterinary Center of Denpasar in some Slaughterhouse (SH) in Bali, Nusa
Tenggara Barat (NTB) and Nusa Tenggara Timur (NTT) Provinces in 2012. The
monitoring’s aimed to detect the posibilities of presence of BSE agent in the cattle's brain
samples. In Bali obtained as much as 223 brain samples. At the slaughterhouse Mataram
and Bima City which is the region of NTB province were obtained 62 brain samples.
While from slaughterhouse Borong, East Manggarai regency and slaughterhouse Alok,
Sikka regency which is part of NTT province acquired brain samples as many as 23
samples. Total samples obtained at the time of the monitoring carried out are as much as
308 samples of brain cattles.

Against 308 samples of brain (medulla oblongata) performed histopathological


examination. And the result, there was no histopathological changes that leads to the
BSE in all brain samples. So that, it could be concluded that based on the results of the
monitoring conducted in 2012 there was no cases of BSE found in cattles that
slaughtered in the slaughterhouse in the working area of Veterinary Center of Denpasar.

Keywords: BSE, histopathology, Monitoring.

76
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN Wilayah kerja Balai Besar


Veteriner Denpasar meliputi
Bovine Spongiform Provinsi Bali, Nusa Tenggara
Encephalopathy (BSE) atau yang Barat dan Nusa Tenggara Timur
biasa disebut penyakit sapi gila merupakan daerah tujuan wisata
merupakan penyakit yang dapat yang banyak mengimpor daging
ditemukan pada sapi, ditandai sapi dari luar negeri untuk
dengan gejala saraf dan biasanya memenuhi kebutuhan hotel
berakhir dengan kematian. berbintang. Penggunaan limbah
Penyebab BSE adalah prion, hotel sebagai pakan ternak
yakni molekul protein tanpa merupakan sumber potensial
memiliki asam inti (DNA maupun kemunculan penyakit sapi gila
RNA). Masa inkubasi BSE (BSE).
berkisar antara 2,5 sampai 8
tahun sehingga gejala klinis awal Disamping itu, intensifikasi
BSE biasanya baru muncul pada pemeliharaan ternak oleh
sapi-sapi berumur diatas 2 tahun. masyarakat berdampak pada
peningkatan penggunaan
Penyakit sapi gila (BSE) pertama konsentrat atau pakan jadi
kali ditemukan di Inggris pada sebagai pakan ternak. Walaupun
tahun 1986. Pada mulanya, BSE belum bisa dibuktikan bahwa
dikira hanya menyerang sapi, konsentrat atau pakan jadi untuk
tetapi kemudian BSE dianggap ternak ruminansia
berkaitan dengan penyakit pada mempergunakan MBM sebagai
manusia. Penemuan kasus BSE bahan baku, akan tetapi tidak ada
menyebabkan kekhawatiran jaminan pula bahwa pakan /
terhadap keamanan konsentrat tersebut tidak
mengkonsumsi daging sapi di mempergunkan MBM hasil
sejumlah negara. importasi. Dengan situasi seperti
tersebut diatas dan dalam rangka
Indonesia sampai saat ini
melaksanakan PERMENTAN
merupakan negara yang masih
Nomor. 367/Kpts/T
bebas dari kasus BSE. Untuk
N.530/12/2002, tentang
mempertahankan kondisi
Pernyataan Negara Indonesia
tersebut, pemerintah telah
Tetap Bebas Dari Penyakit
mengambil langkah-langkah
Bovine Spongiform
strategis antara lain: penghentian
Encephalopathy (BSE), maka
importasi hewan ruminansia dan
dipandang perlu untuk melakukan
produknya yang berasal dari
kegiatan monitoring patologi
negara tertular BSE, pelarangan
penyakit BSE di wilayah kerja
penggunaan tepung daging dan
Balai Besar Veteriner Denpasar
tulang (TDT) atau meat bone
secara teratur dan
meal (MBM) asal ruminansia
berkesinambungan.
sebagai pakan ternak ruminansia
serta melakukan surveilans dan
kajian resiko setiap tahun secara
berkelanjutan.

77
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

adalah berasal dari sapi yang


berumur 2 tahun keatas. Otak
MATERI DAN METODE selanjutnya diberi pengawet
formalin buffer netral 10%.

Materi
Metode
Monitoring patologi BSE
dilakukan dengan pengambilan Diagnosa BSE didasarkan pada
sampel otak sapi (Medula pemeriksaan histopatologi. Pada
oblongata) di Rumah Potong kasus BSE, secara histopatologi
Hewan yang berada dibawah akan ditemukan lesi pada otak
pengawasan Pemerintah Daerah/ yang dikenal sebagai spongiform
Dinas Peternakan setempat yang encephalophaty. Terjadi
ada di wilayah kerja Balai Besar degenerasi vakuoler neuron,
Veteriner Denpasar. gliosis, kematian neuron tanpa
Pengambilan sampel otak sapi diikuti reaksi radang (Debeer et
dilakukan pada bagian obex dari al., 2002), reaksi astrosit dan
Medula oblongata. Otak sapi kadang-kadang menimbulkan
yang diambil sebagai sampel plak amyloid.

Gambar 1.
Sel neuron yang berisi vakuola-vakuola terang tanpa disertai adanya sel
radang pada otak sapi yang terinfeksi BSE. (HE 40x). (McGavin M.D.,
2007).

78
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Proses pengerjaan sampel otak Pengambilan sampel otak di RPH


dilakukan mulai dari pemberian Mambal Kabupaten Badung
pengawet formalin buffered dilakukan pada tanggal 9 dan 13
neutral 10% kemudian dilanjutkan Agustus ; 25 dan 27 September ;
dengan proses jaringan di dalam dan 7 Desember 2012. Menurut
tissue processor. Setelah petugas RPH, pemotongan sapi
diproses dalam tissue processor di RPH Mambal berkisar antara 8
kemudian jaringan diembeding – 10 ekor per hari pada hari-hari
dalam mesin embeding sampai biasa (di luar hari raya). Dari lima
berbentuk jaringan dalam blok kali kunjungan yang dilakukan
parafin. Selanjutnya jaringan berhasil dikumpulkan sebanyak
dipotong dengan microtome 47 sampel otak. Sebanyak 46
dengan ketebalan 4-5µm dan sampel (98%) diambil dari hasil
dimasukkan dalam larutan pemotongan sapi betina dan 1
pengapung lalu disalut dengan sampel otak (2%) dari sapi
slide gelas. Jaringan dibiarkan jantan.
menempel pada slide gelas dan
dimasukkan ke dalam inkubator Di RPH Pesanggaran Denpasar
58°C - 61°C selama semalam. pengambilan sampel dilakukan
Jaringan kemudian siap diwarnai pada tanggal 9 Agustus ; 24
dengan pewarnaan Hematoxilin September ; dan 18 Desember
Eosin (HE). 2012. Jumlah sampel yang
diperoleh sebanyak 51 sampel
otak. Menurut para petugas
pemotong sapi di RPH
HASIL Pesanggaran, sapi-sapi yang
dipotong tersebut dibeli dari
Pengambilan sampel otak sapi
peternak disekitar Denpasar dan
untuk pengujian BSE dilakukan di
pasar hewan Beringkit Badung.
Rumah Potong Hewan (RPH)
Dari 51 ekor sapi yang dipotong
atau Tempat Pemotongan Hewan
di RPH Pesanggaran Denpasar,
(TPH) yang berada dibawah
45 ekor (88,2%) adalah sapi
pengawasan Dinas Peternakan
betina dan sisanya sebanyak 6
atau yang membidangi fungsi
ekor (11,8%) adalah sapi jantan.
peternakan dan kesehatan
Berdasarkan pengamatan pada
hewan. Pengambilan sampel
susunan gigi hewan, sapi-sapi
didampingi oleh petugas dari
yang dipotong berumur diatas 2
Dinas atau petugas jaga RPH.
tahun.
Untuk wilayah Bali, sampel otak
diambil dari RPH dan TPH yang Di Kabupaten Buleleng,
ada di Kota Denpasar, pengambilan sampel dilakukan di
Kabupaten Badung, Tabanan, RPH Panji yang terletak di Desa
Jembrana dan Buleleng yang Panji Anom, Kecamatan
merupakan RPH dan TPH Sukasada. Pengambilan sampel
dengan jumlah pemotongan di RPH Panji dilakukan pada
cukup tinggi dan konsisten di tanggal 10 dan 16 Agustus ;
wilayah Provinsi Bali 19,24 dan 26 September ; dan 22
Desember 2012 dengan jumlah
sampel sebanyak 51 sampel

79
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

otak. Dari semua sampel yang di dilakukan, diketahui bahwa


ambil dari sapi yang dipotong semua sapi yang dipotong di
pada saat kunjungan dilakukan, RPH Majeluk Mataram adalah
sebanyak 46 ekor (89,2%) adalah sapi jantan dengan umur diatas
sapi betina dan 5 ekor (10,8%) 2,5 tahun. Di TPH Kota Bima
adalah sapi jantan. diperoleh sampel sebanyak 12
otak sapi. Tempat pemotongan
Rumah Potong Hewan Gubug hewan di kota Bima tersebar di
Tabanan melakukan pemotongan beberapa tempat yang
berkisar 7–9 ekor perhari. merupakan rumah dari para jagal
Pengambilan sampel di RPH atau penjual daging sapi. Dari 12
Gubug dilakukan pada tanggal 10 sampel yang diambil, sebanyak
Agustus ; 25 dan 27 september ; 11 sampel (91,6%) diambil dari
dan 6 Desember 2012 dengan pemotongan sapi betina. Di
jumlah sampel yang berhasil wilayah Provinsi Nusa Tenggara
dikumpulkan sebanyak 35 Timur, pengambilan sampel
sampel otak. Dari pemantauan dilakukan tanggal 12 – 15 Maret
pada saat pengambilan sampel 2012 di Tempat Pemotongan
dilakukan, diketahui bahwa 27 Hewan (TPH) yang terletak di
ekor sapi (77%) yang dipotong Desa Kota Ndora, Kecamatan
pada saat itu berjenis kelamin Borong, Kabupaten Manggarai
jantan dengan umur diatas 2 Timur. Kabupaten Manggarai
tahun dan 8 ekor (23%) adalah Timur merupakan Kabupaten
sapi betina. hasil pemekaran dari Kabupaten
Manggarai. Pembangunan
Pada tanggal 14 dan 16 Agustus
infrastruktur seperti RPH belum
; 25 dan 28 September ; dan 11
dibangun di kabupaten yang
Desember 2012 dilakukan
resmi mekar sejak tahun 2007.
pengambilan sampel di RPH
Pemotongan sapi masih
Lelateng yang terletak di Desa
dilakukan di rumah-rumah jagal
Lelateng, Kecamatan Negara,
dan dengan jumlah pemotongan
Kabupaten Jembrana. Sampel
yang sangat sedikit siktar 1-2
yang berhasil diperoleh sebanyak
ekor per hari. Selama kunjungan
39 sampel otak. Dari pengamatan
dilakukan, diperoleh sebanyak 10
yang dilakukan saat pengambilan
sampel otak sapi yang mana
sampel di RPH, 100% sampel (39
hewannya rata-rata berumur
dari 39) diambil dari sapi betina
diatas 2 tahun. Dari 10 sampel
yang di potong.
otak, seluruhnya (100%) berasal
Di wilayah Provinsi Nusa dari pemotongan ternak sapi
Tenggara Barat dilakukan betina. Di Provinsi NTT juga
pengambilan sampel di dua diambil sampel otak sapi dari
tempat yaitu di RPH Mejeluk, RPH Alok yang berada di desa
Kota Mataram pada tanggal 5 – 8 Kota Uneng, Kecamatan Alok,
Maret 2012 dan TPH Kota Bima Kabupaten Sikka. Pengambilan
pada tanggal 19 – 22 Maret 2012. sampel yang dilakukan pada
Di RPH Majeluk Mataram tanggal 5 – 8 Maret 2012
diperoleh sebanyak 50 sampel memperoleh sampel sebanyak 13
otak sapi. Pada saat survei sampel otak. Sebanyak 10 dari

80
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

13 sampel (77%) merupakan masing Rumah Potong Hewan


hasil pemotongan ternak jantan dan Tempat Pemotongan Hewan
dan 3 sampel (23%) adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
ternak betina. Data dan hasil NTB dan NTT pada tahun 2012
pemeriksaan sampel dari masing- dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 1.
Hasil pemeriksaan histopatologi sampel otak yang berasal dari RPH
kabupaten/kota di Provinsi Bali, NTB dan NTT tahun 2012.

Jml Jenis Kelamin Hasil


No Provinsi Kab./Kota Jenis Uji
Sampel Betina Jantan Neg. Pos.

1 Bali Badung 47 46 1 Histopatologi 47 0

Denpasar 51 45 6 Histopatologi 51 0

Buleleng 51 46 5 Histopatologi 51 0

Tabanan 35 8 27 Histopatologi 35 0

Jembrana 39 39 0 Histopatologi 39 0

2 NTB Mataram 50 0 50 Histopatologi 50 0

Kota Bima 12 11 1 Histopatologi 12 0

3 NTT Borong 10 10 0 Histopatologi 10 0

Sikka 13 3 10 Histopatologi 13 0

Jumlah total sampel 308 208 100 308 0

81
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PEMBAHASAN protein (PrP). Di dalam saluran


pencenaan, PrPsc oleh sel-sel
Faktor Resiko dendritik usus halus disalurkan ke
organ limfoid skunder (Payer’s
BSE adalah anggota dari
patches), limpa, tonsil dan timus
kelompok penyakit yang dikenal
untuk selanjutkan diekspresikan
sub akut yaitu transmissible
ke sel T dan B (Huang and
spongiform encephalopathy
MacPherson, 2004).
(TSE) atau penyakit "prion". Ini
mencakup juga "Creutzfeldt- PrPsc selanjutnya melalui
Jakob disease" (CJD) yang mekanisme retrograde transport
menyerang manusia, "scrapie" menuju ke sistem saraf tepi dan
pada domba dan kambing, sistem saraf pusat. Akumulasi
transmissible mink PrPsc pada otak menimbulkan lesi
encephalopathy (TME) dan yang spesifik yaitu: degenerasi neuron,
hanya ditemukan di Amerika vakuolisasi neuronal bersifat
Utara saja yaitu "chronic wasting intrasitoplasmik tanpa diikuti
disease" (CWD) pada wapiti adanya respon radang, sel-sel
(Cervus canadensis) dan astrosit mengalami hipertropi dan
beberapa jenis rusa. Penyakit- hiperplasia (Scott et al., 1990;
penyakit ini hanya dapat Williams and Young, 1993; Wells
dikonfirmasi secara pasca mati et al., 1994). Pada sapi menderita
(post mortem) dengan BSE agen penyakit banyak
pemeriksaan spesimen otak. ditemukan di jaringan otak, spinal
cord, retina, bagian distal ileum,
Upaya pengendalian penyakit
tonsil dan trigeminal ganglion.
dapat mengurangi risiko
terekspos BSE pada setiap Informasi yang berhasil diperoleh
spesies (termasuk manusia) pada saat kunjungan
dengan cara pengambilan sampel otak dari
mengkonsentrasikan upaya untuk instansi yang membidangi fungsi
mengeliminasi hewan-hewan peternakan dan kesehatan
yang secara klinis diduga tertular hewan di wilayah kabupaten/kota
BSE dari seluruh mata rantai Provinsi Bali, NTB dan NTT
makanan dan pakan ternak dan mengatakan bahwa tidak ada
menghancurkan material tertentu peternak sapi yang memberikan
yang berisiko (seperti jaringan pakan komersial pada ternak sapi
tubuh hewan yang paling mereka. Pakan utama ternak
mungkin mengandung infeksi masyarakat adalah rumput dan
terutama jaringan SSP) dari kadang-kadang diberi dedak padi
semua sapi diatas umur tertentu atau dedak gandum (polar). Sapi
baik yang dipotong untuk yang dipotong di RPH tempat
konsumsi maupun yang tidak. kegiatan monitoring dilakukan
(Naipospos, 2010). Seperti rata-rata berumur diatas 2 tahun,
diketahui bahwa sumber utama yang dapat dilihat dari struktur
penularan BSE adalah melalui gigi hewan. Penentuan umur
pemberian pakan ternak yang hewan bisa dilakukan dengan
mengandung MBM atau TDT dari melihat struktur gigi hewan
ruminansia yang tercemar prion (gambar 1).

82
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 2.
Struktur gigi pada sapi yang berumur 2 tahun, terlihat dua buah gigi
permanen (incisor) dan yang lainnya masih berupa gigi susu (baby teeth).

Pengujian Sampel Otak oblongata, daerah obex (gambar


3) dan metode wawancara
Monitoring pathologi BSE mengenai manajemen
dilakukan dengan pengambilan peternakan sapi di daerah
sampel otak sapi (gambar 2), pengambilan sampel.
tepatnya bagian medula

Gambar 3.
Sampel otak sapi yang diambil untuk pemeriksaan penyakit Bovine
Spongiform Encephalopathy

83
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Gambar 4.
Sampel otak sapi untuk pemeriksaan BSE, bagian Medula oblongata
tepatnya daerah obex.

Pemeriksaan dilakukan secara (material tertentu yang berisiko)


histopatologi di bagian Patologi dimana yang paling penting
Balai Besar Veteriner Denpasar. adalah jaringan SSP.
Hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa sampel otak yang diambil Di wilayah Provinsi Bali tidak
dari RPH dan TPH yang ada di ditemukan adanya peternak yang
Kota Denpasar, Kabupaten memberikan pakan MBM kepada
Badung, Tabanan, Jembrana dan sapi-sapinya. Peternakan sapi
Buleleng, semuanya bukan merupakan usaha pokok
menunjukkan negatif BSE. Pada dari masyarakat, ternak hanya
pemeriksaan histopatologi dimanfaatkan sebagai tenaga
sampel-sampel tersebut tidak ada dalam menggarap lahan
yang menunjukkan adanya pertanian dan sumber pupuk
perubahan seperti gliosis, organik bagi lahan pertaniannya.
vakuolisasi neuron, kematian Di Provinsi Bali petani ternak
neuron dengan maupun tanpa rata-rata memelihara sapi
disertai radang, dan reaksi sebanyak 2 ekor. Pakan utama
astrocyte maupun adanya plak yang diberikan adalah rumput,
amyloid. Hal ini dimungkinkan kadang-kadang ada diberikan
karena BSE adalah penyakit dedak padi atau dedak gandum.
yang ditularkan melalui pakan
Hal yang sama juga teramati
(feed-borne disease). Pada sapi
pada sampel otak sapi yang
unsur pembawa adalah "meat
diambil dari RPH maupun TPH di
and bone meal" (MBM) atau
wilayah Provinsi Nusa Tenggara
tepung daging dan tulang yang
Barat seperti Mataram dan Kota
mengandung protein ruminansia
Bima. Sampel yang berasal dari
berasal dari jaringan terinfeksi

84
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

dua daerah tersebut tidak ada padang gembalaan. Sapi-sapi


yang menunjukkan perubahan memanfaatkan rumput dan
kearah penyakit BSE. Sistem semak sebagai sumber pakan
pemaliharaan sapi di kedua tanpa memperoleh pakan
daerah ini masih bersifat tambahan. Dengan situasi seperti
tradisional dengan sumber pakan ini memang sangat kecil
utama berupa hujauan dan dedak kemungkinan sapi akan
padi sebagai tambahan. menderita penyakit BSE. Dari 23
sampel yang diuji yang di ambil
Di wilayah Provinsi Nusa dari RPH Borong, Manggarai
Tenggara Timur, sistem Timur dan RPH Alok, Kabupaten
pemeliharaan ternak sapi masih Sikka, tidak ada yang ditemukan
sangat tradisional. Bahkan di mengalami perubahan ke arah
beberapa tempat petani sengaja penyakit BSE.
melepas ternak sapinya di

Gambar 2.
Medula oblongata sapi Bali yang dinyatakan negatif BSE. Tidak ditemukan
adanya vokuolisasi bersifat intrasitoplasmik pada sel-sel neuron (H&E;
400X).

85
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Jenis kelamin tidak menjadi salah mempunyai resiko paparan yang


satu faktor resiko dalam sama.
penularanan penyakit BSE.
Seperti diuraikan sebelumnya,
bahwa penularan BSE di suatu
Saran
wilayah bisa terjadi melalui
beberapa hal seperti : importasi Sumber potensial penularan
pakan yang terkontaminasi agen penyakit adalah jaringan sapi
penyakit / MBM, importasi hewan yang mengandung prion,
hidup, embryo atau ova. terutama otak dan sumsum
tulang. Oleh karena itu kebijakan
Semua ternak berpotensi untuk
pelarangan impor dan
terjangkit penyakit BSE selama
penggunaan tepung daging dan
mendapatkan perlakuan yang
tulang (TDT) atau meat and bone
menjadi faktor resiko. Dari semua
meal (MBM) sebagai bahan
sampel hasil monitoring patologi
pakan ternak ruminansia,
BSE tahun 2012 yang diperiksa,
terutama dari negara-negara
baik sampel yang berasal dari
yang sudah terjangkit BSE, akan
sapi betina maupun sapi jantan
tetap menjaga ternak masyarakat
tidak ada yang menunjukkan
dari resiko tertular penyakit BSE.
positif BSE.
Tingginya pemotongan terhadap
sapi betina pada RPH maupun
KESIMPULAN DAN SARAN TPH yang dikunjungi saat
monitoring dilakukan di wilayah
Kesimpulan Provinsi Bali mencapai 82,5%. Di
wilayah Provinsi NTB mencapai
Berdasarkan hasil monitoring 21,5%, dan di wilayah Provinsi
patologi BSE yang dilakukan di NTT mencapai 56,5%. Meskipun
beberapa Rumah Potong Hewan hal tersebut hanyalah gambaran
yang ada di beberapa situasi pada saat monitoring
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, dilakukan, namun setidaknya
NTB dan NTT dapat diambil memberikan gambaran realita di
kesimpulan bahwa tidak lapangan. Hal ini menuntut
ditemukan sampel otak sapi yang pengawasan yang lebih intensif
dipotong di RPH maupun TPH dari pihak yang berwenang demi
yang ada di Provinsi Bali, NTB peningkatan populasi ternak.
dan NTT yang terjangkit penyakit Satu hal yang harus diketahui
BSE. adalah bahwasanya rumah
potong hewan (RPH) dan tempat
Jenis kelamin hewan bukan
pemotongan hewan (TPH) adalah
merupakan faktor resiko
benteng terakhir bagi
penularan penyakit BSE,
penyelamatan betina produktif.
sehingga baik sapi jantan
maupun betina mempunyai
peluang yang sama untuk tertular
penyakit BSE selama Ucapan Terimakasih
mendapatkan perlakuan atau

86
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Penulis sampaikan ucapan terima transmission of prion diseases. Adv.


kasih kepada Kepala Balai Besar Drug. Deliv. Rev. 56. pp. 901-913.
Veteriner Denpasar dan seluruh Kent Munden, (2009). Uniform Aging for
staf yang terlibat dalam Bovine Spongiform Encephalopathy
penanganan dan pengujian Sampled Animals. USDA – APHIS – VS.
sampel BSE ; Dinas Peternakan ppt.
Kota Denpasar dan RPH McGavin, M. D., Zachary J. F., (2007).
Pesanggaran ; Dinas Peternakan Pathologic Basis of Veterinary Disease.
Kabupaten Badung dan RPH MOSBY ELSEVIER, 11830 Westline
Darmasaba ; Dinas Peternakan Industrial Drive, St. Louis, Missouri
Kabupaten Tabanan dan RPH 63146.
Gubug ; Dinas Peternakan Naipospos, T. S. (2010). Faktor Risiko
Kabupaten Buleleng dan RPH Masuknya Bovine Spongiform
Pemaron ; Dinas Peternakan Encephalopathy (BSE) ke Indonesia
Kabupaten Jembrana dan RPH Melalui Importasi Produk Hewan. Blog
veteriner. Diakses 02 Maret 2011.
Loloan Barat ; Dinas Peternakan
Kota Mataram dan RPH Majeluk ; Scott, A.C., Wells, G.A.H., Stack, M.J.,
Dinas Peternakan Kabupaten White, H. and Dawson, M (1990).
Manggarai Timur dan RPH Bovine spongiform encephalopathy:
detection and quantitation of fibrils, fibril
Borong ; Dinas Peternakan protein (PrP) and vacuolation in brain.
Kabupaten Sikka dan RPH Alok. Veterinary Microbiology. 23. pp. 295-
304.

Williams, E.S and Young, S (1993).


DAFTAR PUSTAKA Neuropathology of chronic wasting
disease of mule deer (Odocoileus
hemionus) and elk (Cervus elaphus
nelsoni). Veterinary Pathology. 30. pp.
Anonimous (2002). KEPUTUSAN
36-45.
MENTERI PERTANIAN NOMOR.
367/Kpts/T N.530/12/2002 tentang
Pernyataan Negara Indonesia Tetap
Bebas dari Penyakit Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE)

Anonimous (2006). PERATURAN


MENTERI PERTANIAN NOMOR:
82/Kpts/PD.620/8/2006 tentang
Pemasukan Ternak Rumansia dan
Produknya dari Negara atau Bagian dari
Negara (Zone) Terjangkit Penyakit
Bovine Spongiform Encephalopathy
(BSE) ke dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia

Anonimous (2010). Blue Print Program


Swasembada Daging Sapi 2014.
Kementerian Pertanian, Direktorat
Jenderal Peternakan dan kesehatan
Hewan.

Huang, F.P and MacPherson, G.G


(2004). Dendritic cells and oral

87
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

MONITORING PENYAKIT JEMBRANA DI PROVINSI BALI DAN


NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012

(Jembrana disease monitoring in Bali and West Nusa Tenggara Year 2012)

Ni Luh Putu Agustini, I Ketut Mayun, I Nengah Mundera dan I Wayan Ekaana
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Monitoring penyakit Jembrana untuk mendeteksi keberadaan antibodi dan penyebaran penyakit
Jembrana di provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat telah dilakukan pada bulan Februari sampai
dengan November 2012. Selama pelaksanaan monitoring berhasil dikumpulkan 711 sampel
serum dan 711 sampel darah dengan antikoagulan EDTA. Semua sampel serum diuji ELISA dan
Western Immunoblotting menggunakan antigen Jembrana J Gag 6 histidin, sedangkan sampel
darah EDTA diuji PCR. Hasil uji ELISA dan Western Immunoblotting menunjukkan bahwa
prevalensi seropositif antibodi Jembrana di provinsi Bali, sebesar, 0002% sedangkan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat tidak ditemukan sampel serum yang positif mengandung antibodi Jembrana.
Secara molekuler virus penyakit Jembrana tidak ditemukan pada semua sampel darah asal
provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat. Dari hasil monitoring dapat disimpulkan bahwa sampai
saat ini Provinsi Nusa Tenggara Barat masih tetap bebas penyakit Jembrana. Mengingat
persentase seropositif JD di Bali sangat rendah dan virus JD sudah tidak ditemuakan lagi maka
perlu dilakukan surveilans secara intensif dan terstruktur peningkatan pengawasan lalu lintas ternak
dan pengendalian vektor, untuk upaya pembebasan JD di provinsi Bali , sehingga provinsi Bali
bisa sebagai sumber bibit sapi Bali

Kata Kunci : Penyakit Jembrana, monitoring

Abstract
Jembrana disease monitoring to detect the presence of antibodies and the spread of Jembrana
disease virus in Bali and West Nusa Tenggara have been done in February until November 2012 .
During the monitoring was collected 711 serum samples and 711 blood samples with EDTA
anticoagulant . All serum samples were tested ELISA and Western Immunoblotting using J Gag 6
histidine antigen, whereas EDTA blood samples tested PCR . Results of the ELISA test and
Western Immunoblotting showed that the prevalence of seropositive for antibodies Jembrana in Bali
province only 0002 % whereas in the West Nusa Tenggara Province not found a positive antibody
Jembrana. PCR result showed not found Jembrana disease virus in Bali and West Niusa
Tenggara . From the result of monitoring it can be concluded that until now West Nusa Tenggara
Province still free .Jembrana disease According of this monitoring results. need conducted
sustainable surveilance , restriction of movement cattle , and vector control, for JD liberation efforts
in Bali ,

Key words : Jembrana disease , monitoring

88
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

PENDAHULUAN vaksinasi JD 4 tahun berturut-turut


mampu mengeliminasi agen. Sejak
Penyakit Jembrana/Jembrana tahun 2005 vaksinasi JD tidak pernah
disease (JD) merupakan salah satu dilakukan lagi sehingga kemungkinan
penyakit virus yang menyerang sapi jumlah hewan peka JD meningkat.
Bali, disebabkan oleh Retovirus famili Hasil monitoring penyakit Jembrana
Lentivirinae . JD ditemukan pertama di provinsi Bali tahun 2009 dan 2010
kali di desa Sangkar Agung menunjukkan bahwa prevalensi positif
Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali antibodi JD di semua kabupaten /
pada tahun 1964. Saat ini JD sudah kota di Bali sangat rendah. Pada
endemik di Bali dan telah menyebar tahun 2009 prevalensi seropositif JD
ke beberapa daerah di luar Bali hanya 32,5% dan pada tahun 2010
seperti Lampung, Bengkulu, bahkan menurun menjadi 19,52%
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, serta masih ditemukan adanya virus
Kalimantan Selatan, Kalimantan JD dengan prevalensi 10% (Agustini,
Timur dan Kalimantan Tengah dkk. 2010; unpublished data)
(Hartaningsih, 2005). Keberadaan JD
Menurut Putra, 2002 di daerah
di Bali sampai saat ini masih
endemik kasus JD terjadi sepanjang
merupakan salah satu kendala dalam
tahun dengan tingkat insiden yang
pengiriman sapi Bali bibit ke luar Bali
cenderung rendah dan wabah
serta berdampak dalam
biasanya terjadi secara reguler
pengembangan peternakan sapi Bali.
sekurang-kurangnya 3 – 4 tahun dari
Kasus JD terakhir di Provinsi Bali
kejadian JD terakhir. Sebaliknya di
dilaporkan terjadi pada tahun 2005 di
daerah “ baru” kejadian JD
Desa Pecatu , Kecamatan Kuta
cenderung mewabah . Ada fenomena
Selatan Kabupaten Badung
menarik yang perlu segera dijawab
Salah satu upaya pencegahan yaitu walaupun prevalensi antibodi JD
JD saat ini adalah dengan cara di Bali sangat rendah, namun sampai
vaksinasi. Dalam upaya pencegahan saat ini tidak pernah ada laporan
JD di Bali, Dinas Peternakan Provinsi kasus JD di Bali. Hal ini sangat
Bali telah melakukan vaksinasi menarik untuk diketahui apakah hal
Jembrana dengan menggunakan ini terjadi akibat tereliminasinya agen
vaksin JD Vacc Sp 15, produksi Balai penyakit Jembrana, atau mungkin
Besar Veteriner Denpasar berturut- virus JD di Bali sudah mengalami
turut selama 4 tahun dari tahun 2001- mutasi. Untuk membuktikan dugaan
2004.. Karena keterbatasan jumlah tersebut maka dilakukan survei
vaksin yang tersedia maka vaksinasi serologi dan epidemiologi molekuler
hanya dilakukan dibeberapa penyakit Jembrana di Provinsi Bali.
kabupaten saja sehingga cakupan
Provinsi Nusa Tenggara Barat
vaksinasi sangat rendah akibatnya
(NTB) merupakan salah satu
banyak sapi yang berisiko terserang
wilayah kerja Balai Besar Veteriner
Jembrana. Ada indikasi bahwa

89
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Denpasar yang secara geografis penyakit Jembrana atau bahkan


berdekatan dengan provinsi Bali. mungkin JD sudah ada di NTB
Sampai saat ini NTB dikenal sebagai
daerah sumber bibit sapi Bali di
Indonesia. Banyaknya permintaan
MATERI DAN METODA
sapi bibit ke provinsi NTB disebabkan
karena sapi-sapi di NTB bebas 1. Pengambilan Sampel
terhadap beberapa penyakit seperti
Brucellosis dan Jembrana. Pengambilan sampel dilakukan
Permintaan sapi bibit ke propinsi NTB pada bulan Februari sampai dengan
banyak dilakukan oleh Dinas November 2012 di Provinsi Bali,
Peternakan Provinsi Kalimantan Kabupaten Lombok Tengah, Lombok
Selatan, dan Kalimantan Timur. Timur dan sebanyak 511sampel
Sampai saat ini provinsi NTB masih serum dan 511 sampel darah dengan
dinyatakan bebas penyakit Jembrana, antikoagulan EDTA berhasil
sehingga hal ini juga yang menjadi dikumpulkan selama pelaksanaan
bahan pertimbangan Dinas survei, di Provinsi Bali sedangkan dari
Peternakan Kalimantan Timur dan provinsi NTB berhasil dikumpulkan
Kalimantan Selatan mendatangkan masing-masing 200 sampel serum
sapi Bali bibit dari provinsi NTB. Pada dan 200 sampel darah dengan
bulan April 2009 Dinas Peternakan antikoagulan EDTA
Kalimantan Timur melaporkan ada
kematian sapi Bali asal NTB di
Kalimantan Timur, dan berdasarkan 2. Penanganan sampel
pengamatan klinis di lapangan dan
konfirmasi secara laboratoris dengan Sampel serum yang telah
uji biologi molekuler PCR oleh BPPV diambil segera dipisahkan dari
Regional V Banjar Baru ternyata sapi gumpalan darah dengan cara di
tersebut positif terinfeksi penyakit sentrifugasi dengan kecepatan 2500
Jembrana ( Edith Hendarti, / rpm selama 5 menit dan selanjutnya
komunikasi personal). Sampai saat ini dimasukkan ke dalam efendorf, diberi
belum diketahui secara pasti apakah label dan disimpan dalam Freezer
sapi tersebut memang telah (suhu -200C) sampai dilakukan
membawa virus (carrier) atau sapi pengujian.
tersebut terinfeksi JD setelah di
Kalimantan Timur masih menjadi Untuk sampel darah dilakukan
pertanyaan. Untuk menjawab isolasi Peripheral Blood Mononuclear
pertanyaan tersebut maka dipandang Cells (PBMC) dengan cara : darah
perlu melakukan survei penyakit dengan antikoagulan EDTA
Jembrana di NTB, sehingga dapat disentrifugasi 3000 rpm selama 5
diketahui dengan pasti apakah menit, kemudian buffy coatnya
provinsi NTB masih bebas terhadap diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung dan selanjutnya ditambahkan

90
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

sebanyak 9 ml NH4Cl 0,83%. Sentrifuge kembali tabung microfuge


Selanjutnya campuran tersebut tersebut sekitar 2 detik. Dengan hati-
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 hati masukkan campuran sampel ke
rpm selama 5 menit dan dalam QIAmp spin column (in a 2ml
supernatannya dibuang. Pellet yang collection tube) tanpa membasahi
diperoleh kemudian ditambahkan dinding tube, tutup dan centrifuge
PBS steril hingga mencapai 10 ml . 6000 g / 8000 rpm selama 1 menit.
Setelah itu dilakukan pencucian Tempatkan QIAamp spin column
dengan cara disentrifugasi kembali dalam 2 ml collection tube dan buang
1500 rpm selama 5 menit. Pencucian tube yang berisi filtrat. Hati-hati buka
ini diulangi sebanyak 2 kali dengan tabung QIAamp spin column dan
cara yang sama. Terakhir tambahkan 500 µl buffer AW1 tanpa
supernatannya dibuang dan pellet membasahi dinding tube. Tutup
yang diperoleh ditambahkan 0.5 – 1 tabung dan centrifuge 6000 g / 8000
ml media TC atau PBS steril dan rpm selama 1 menit. Tempatkan
disimpan pada suhu (-200C) sampai QIAamp spin column dalam 2 ml
digunakan. collection tube dan buang tube yang
berisi filtrat. Hati-hati buka tabung
PBMC yang diperoleh QIAamp spin column dan tambahkan
selanjutnya diisolasi DNAnya dengan buffer AW2 tanpa membasahi
mempergunakan QIAmp DNA Blood dinding. Tutup tabung dan centrifuge
Kit (Qiagen) dengan cara sebagai dengan kecepatan penuh 20.000 g /
berikut: 20 µl Qiagen Protease (atau 14.000 rpm selama 3
Proteinase K) dimasukkan ke dalam menit.Tempatkan QIAamp spin
tabung microfuge 1.5 ml selanjutnya column pada 1.5 ml tabung
sebanyak 200 µl sampel PBMC (5 x microcentrifuge yang bersih dan
106 lymphocyte) ditambahkan ke buang tabung yang mengandung
tabung microfuge. Kemudian 200 µl filtrat. Tahap Elution. Buka tutup tube
Buffer AL ditambahkan ke dalam secara hati-hati dan tambahkan 200
sampel dan dicampur dengan ul buffer AE atau aquadest. Inkubasi
menggunakan vortex selama 15 detik. pada suhu kamar selama 1-5 menit
Sampel selanjutnya diinkubasi pada dan kemudian centrifuge 6000 g /
suhu 56o C selama 10 menit, 8000 rpm selama 1 menit, buang
kemudian disentrifuge sekitar 2 detik. QIAmp spin colum dan simpan
Tambahkan sebanyak 200 µl ethanol, supernatan (DNA) pada suhu –20o C.
kemudian kocok lagi dengan
menggunakan vortex selama 15 detik.

3. Pengujian Sampel Uji Enzyme Linked Immunosorbent


Assay (ELISA) dan untuk konfirmasi
Semua sampel serum diuji hasil dilakukan uji Western
terhadap antibodi Jembrana dengan Immunoblotting (WIB)

91
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

mempergunakan antigen Jembrana J serum yang digunakan ada dua yaitu


Gag 6 Histidin (Agustini et al., 2002) . reference serum positif Jembrana
/Hyperimun (A), dan Reference serum
negatif (Nusa Penida /B). Encerkan
masing-masing reference serum
UJI ELISA
tersebut 1 : 100 dalam skim milk 5%
Pengujian sampel serum dan masukkan 50 ul reference serum
dengan uji ELISA dilakukan dengan A ke lubang B3 , C3 dan D3; 50 µl
prosedur kerja sebagai berikut : serum B ke lubang E3, F3, dan G3.
antigen J Gag 6 Histidin dilarutkan Homogenkan dengan dishaker dan
dengan carbonat coating buffer 1:50 inkubasikan pada suhu 370C selama
kemudian ditambahkan ke masing- 1 jam. Cuci plate dengan PBST
masing well sebanyak 50 µl, mulai sebanyak 3 kali dengan ELISA
dari well B2 sampai dengan G11. washer. Encerkan conjugate
Masukkan 50 µl hanya coating buffer antibovine Ig G Whole molecule
(tanpa antigen) ke dalam lubang (SIGMA) 1 : 1000 dalam PBST buffer.
blank B1 s/d G1. Kocok dengan Masukkan 50 µl conjugate yang telah
shaker dan diinkubasikan pada suhu diencerkan tersebut pada setiap
40C selama 24 jam. Cuci plate lubang baik yang mengandung
dengan PBST sebanyak 3 kali serum maupun lubang blank dan
dengan ELISA washer. Blok plate kontrol. Inkubasikan pada suhu 370C
dengan menambahkan ke masing- selama 1 jam. Cuci plate dengan
masing well sebanyak 50 µl larutan PBST sebanyak 3 kali dengan ELISA
skim milk 5% dalam PBST dan plate washer. Tambahkan campuran satu
diinkubasikan selama 1 jam pada bagian substrate Hidrogen
suhu ruangan. Cuci plate dengan Peroxidase (HRP) solution B dan 9
PBST sebanyak 3 kali dengan ELISA bagian (solution A) atau 2,2- Azino-
washer. Siapkan sampel serum, bis (3-ethylbenzothiazoine-6 sulfonic
sampel serum standar, dan acid diamonium salt). Masukkan 50 µl
Reference serum dengan cara substrate ke dalam setiap well (blank,
sebagai berikut: Sampel yang akan kontrol dan serum sampel), diamkan
diuji diencerkan 1: 100 dalam skim selama 2 menit. Kemudian stop
milk 5% dan 50 µl serum tersebut reaksi dengan menambahkan 50 µl
dimasukkan ke dalam masing-masing larutan asam oxalat 2 % ke semua
lubang test. Sampel serum standar well.
(PM) diencerkan mulai dari
pengenceran 1 : 100 hingga 1 : 3200
dalam skim milk 5% dan tiap-tiap UJI WESTERN IMMUNOBLOTTING
pengenceran dimasukkan pada
lubang dideretan 2 setiap Prosedur uji Western Immuno
pengenceran satu lubang mulai dari Blotting dilakukan dengan beberapa
B2 sampai G2. Sampel Reference tahapan yaitu pembuatan gel,

92
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Elektrophoresis gel , transfer gel, strip dengan menggunakan Tween


pembuatan strip (kertas membran Tris Buffer Salin (TTBS) sebanyak 2
nitrocellulose yang sudah kali dan Tris Buffer Saline (TBS)
mengandung antigen J Gag 6 sebanyak 1 kali. Tambahkan ke
histidin). masing-masing well 1 ml conjugate
anti bovine Ig G Alkalin Phosphatase
yang telah diencerkan 1 : 2000 dalam
skim milk 3%. Selanjutnya
Prosedur uji Western
inkubasikan strip selama 1 jam pada
Immnunoblotting
suhu ruangan sambil digoyang.
Potongan kertas membran Setelah 1 jam cuci strip dengan TTBS
nitrocellulosa yang telah sebanyak 2 kali dan TBS sebanyak 1
mengandung antigen J Gag 6 Histidin kali. Terakhir sebanyak 1 ml Alkalin
dimasukkan ke dalam well mini trays Phosphatase substrate KIT yang
incubation). Selanjutnya ditambahkan sudah diencerkan ditambahkan ke
sebanyak 1 ml serum yang telah masing-masing well dan
diencerkan 1 : 20 dengan skim milk diinkubasikan di ruang gelap sampai
3% dan diinkubasikan pada suhu muncul pita protein (band). Setelah
ruangan selama satu malam sambil muncul pita protein stop reaksi
terus digoyang (dirocking) supaya dengan aquadest
homogen. Keesokan harinya cuci
muncul. Bila ada pita protein yang
muncul dan sejajar dengan protein
4. Pembacaan dan intepretasi hasil kontrol p26 maka sampel dikatakan
positif mengandung antibodi
UJI ELISA
Jembrana, sebaliknya bila tidak ada
Pembacaan hasil uji ELISA dilakukan pita protein yang muncul maka
pada ELISA READER dengan sampel dikatakan negatif antibodi
panjang gelombang 405 nm. Bila Jembrana.
nilai OD sampel lebih besar atau
sama dengan OD pengenceran 1 :
100 maka sampel dikatakan positif UJI POLYMERASE CHAIN
sedangkan bila nilai OD sampel lebih REACTION (PCR)
kecil dari OD pengenceran 1 : 100
maka sampel dikatakan negatif DNA virus dari PBMC diisolasi
dengan menggunakan QIAmp DNA
Blood Kit (Qiagen). Tabung eppendorf
yang sudah berisi DNA filtrat diberi
UJI WESTERN IMMUNOBLOTTING
label dan disimpan pada -20oC
Pembacaan dan interpretasi hasil sampai siap diuji. Sedangkan metoda
WIB dilakukan dengan melihat ada uji PCR yang dipakai untuk
atau tidaknya pita protein (p 26) yang mendeteksi provirus Jembrana ini

93
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

adalah metoda second round PCR Round PCR, dikerjakan dengan


yang dikembangkan oleh Masa running ulang hasil dari First Round
Tenaya dkk., (2003 & 2004). Bahan- PCR dengan formula PCR yang sama
bahan yang diperlukan dalam teknik dengan formula pada First Round
PCR JD antara lain: Master mix, PCR PCR.
water, Primer JDV–1, Primer JDV–3,
DNA template, Agarose gel 1%, TAE
buffer, dan Ethidium Bromide. Primer
Analisa dan dokumentasi hasil
yang digunakan terdiri dari Primer
PCR
JDV-1 dan Primer JDV–3. Forward
primer (JDV –1) dengan sekuen Hasil PCR kemudian
5’GCAGCGGAGGTGGCAATTTTGA dielectrophoresis dengan 1% gel
TAGGA 3’. Reverse primer (JDV – 3) agarose yang mengandung 5 ug
dengan sekuen 5’ Etidium bromide/ ml. Elektrophoresis
CGGCGTGGTGGTCCACCCCATG dilakukan dengan voltase 70 volt
3’ (Chadwick et al., 1995). selama 45 menit. Hasil PCR dalam
gel kemudian divisualisasi dengan
Untuk setiap reaksi PCR digunakan
sinar UV pada alat UV transluminator
25 µL Master Mix, 2 µL primer JDV-
dan dianalisa dengan program Gel
1, dua uL primer JDV-3, 19 µL PCR
Doc untuk melihat adanya band / pita
water dan DNA template sebanyak 2
DNA.
µL. Bahan-bahan tersebut kemudian
dicampur ke dalam tabung effendorf HASIL
volume 500 µL. Campuran tersebut
diamplifikasi dengan thermocycler Seperti diringkaskan pada Tabel 1,
sebanyak 35 siklus dengan perincian terlihat bahwa hasil pengujian ELISA
sebagai berikut: Step 1 (denaturasi) WB dan PCR terhadap 511 sampel
94oC selama 5 menit, Step 2 serum dan 511 sampel darah asal
(denaturasi) 94oC selama 30 detik Provinsi Bali menunjukkan 0.0019%
dan (annealing) 66oC selama 1 menit, serum yang diuji positif mengandung
Step 3 pemanjangan (ekstensi) 72oC antibodi JD. Hasil konfirmasi sampel
selama 1,5 menit. Pada akhir siklus, dengan uji PCR menunjukkan bahwa
ada program tambahan 72oC selama virus penyakit Jembrana tidak
10 menit untuk melengkapi ditemukan pada sampel darah asal
pemanjangan DNA yang belum Provinsi Bali
selesai, dan satu siklus untuk masa
inkubasi di bawah suhu ruang, Sedangkan hasil ELISA , WB dan
biasanya 15oC dengan waktu tak PCR sampel dari Provinsi NTB dan
terbatas. Total siklus adalah selama 2 menunjukkan semua sampel serum
jam 15 menit. Untuk reaksi Second dan darah yang diuji negatif antibodi
dan virus JD (Tabel 2).

94
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 1.
Prevalensi antibodi dan virus penyakit Jembrana di Provinsi Bali tahun
2012

JENIS UJI/JUMLAH
NO DESA KECAMATAN KABUPATEN/ JUMLAH POSITIF PERSENTASE POSITIF

KOTA SAMPEL ELISA WB PCR ELISA WB PCR

1 TINGATINGA GEROKGAK BULELENG 27 0 0 0 0 0 0

2 KEDIS BUSUNGBIU BULELENG 27 0 0 0 0 0 0

3 KUBU KUBU KARANGASEM 27 0 0 0 0 0 0

4 PEMPATAN RENDANG KARANGASEM 27 0 0 0 0 0 0

5 PULUKPULUK PENEBEL TABANAN 27 0 0 0 0 0 0

6 KLATING KRAMBITAN TABANAN 27 0 0 0 0 0 0

7 BANJARANGKAN BANJARANGKAN KLUNGKUNG 27 0 0 0 0 0 0

8 KUSAMBA DAWAN KLUNGKUNG 27 0 0 0 0 0 0

9 SOBANGAN MENGWI BADUNG 27 0 0 0 0 0 0

10 SOBANGAN MENGWI BADUNG 27 0 0 0 0 0 0

11 PANGYANGAN PEKUTATAN JEMBRANA 27 0 0 0 0 0 0

12 MANISTUTU MELAYA JEMBRANA 27 0 0 0 0 0 0

13 TARO TEGALALANG GIANYAR 27 0 0 0 0 0 0

14 PERING BLAHBATUH GIANYAR 27 0 0 0 0 0 0

PATOLAN

DENPASAR
15 KESIMAN TIMUR DENPASAR 30 0 0 0 0 0 0

DENPASAR
16 SIDAKARYA SELATAN DENPASAR 49 1 1 0 0.2 0.2 0

RENON

SANUR

17 LANDIH BANGLI BANGLI 27 0 0 0 0 0 0

18 DEMULIH SUSUT BANGLI 27 0 0 0 0 0 0

TOTAL 511 1 1 0 0.0019 0.0019 0

95
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

Tabel 2
Prevalensi antibodi dan virus penyakit Jembrana di Provinsi NTB
tahun 2012

JENIS UJI/ JUMLAH PERSENTASE POSITIF


NO DESA KECAMATAN KABUPATEN/ Provinsi JUMLAH POSITIF
KOTA SAMPEL ELISA WB PCR ELISA WB PCR
Montong
1 Rae Pringgerata Lombok Tengah NTB 100 0 0 0 0 0 0

2 Masbagik Masbagik Lombok Timur NTB 50 0 0 0 0 0 0

3 Selong Selong Lombok Timur NTB 50 0 0 0 0 0 0

TOTAL 200 0 0 0 0 0 0

Hartaningsih , et al. 1990 yang


menemukan adanya antibody
PEMBAHASAN Lentivirus di Provinsi Bali.
Secara imunologi antibodi Rendahnya persentase
bisa terbentuk apabila ada positif antibodi JD di Bali
vaksinasi atau adanya infeksi disebabkan karena sejak tahun
alam. Adanya perbedaan hasil 2005 sampai dengan waktu
antara uji ELISA/WB dengan uji pelaksanaan survei, di Provinsi
PCR disebabkan karena antigen Bali tidak pernah dilakukan
J Gag 6 histidine yang vaksinasi JD dan tidak ada
dipergunakan pada uji ELISA/WB laporan terjadi kasus JD. Hasil
masih mempunyai sifat reaksi monitoring ini membuktikan
silang dengan Lentivirus lainnya bahwa tidak terjadinya kasus JD
sehingga masih mampu di Bali dari tahun 2006 sampai
mendeteksi antibody dari dengan 2012 disebabkan karena
Lentivirus lain seperti BIV. persentase virus JD di Bali
Sedangkan Hasil uji ini diperkuat sangat rendah.Hal ini diperkuat
dengan tidak ditemukannya virus dengan hasil survei yang
JD pada uji PCR. Selain itu menunjukkan semua sampel
dugaan antibodi yang terbentuk darah yang diambil negatif virus
bukan antibodi JD diperkuat JD.. Hasil ini memperkuat indikasi
dengan informasi bahwa tidak bahwa vaksinasi JD selama 4 kali
pernah ada vaksinasi JD dan berturut-turut mampu
laporan kasus JD di lokasi mengeliminasi agen, karena
tersebut. Hasil monitoring ini terbukti bahwa vaksinasi JD yang
memperkuat hasil penelitian dilakukan di Bali dari tahun 2001

96
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

sampai dengan 2004 mampu bukan bersifat “carrier”. Hasil


menurunkan jumlah virus JD surveilans mengindikasikan
yang ada di Bali. bahwa sapi asal NTB terinfeksi
JD setelah di Kalimantan Timur.
Hasil uji ELISA, WB dan
PCR terhadap sampel asal NTB Mengingat di semua
menunjukkan semua sampel lokasi survei di Kabupaten/Kota
serum negatif antibodi dan di Provinsi Bali, virus JD tidak
semua sampel darah EDTA ditemukan maka melalui
negative virus JD. Hasil ini surveilans/monitoring secara
membuktikan bahwa dugaan teratur, peningkatan pengawasan
munculnya kasus JD di lalu lintas ternak. dan
Kalimantan Timur berasal dari pemberantasan vektor, bisa
sapi asal NTB tidak terbukti.. Hal diupayakan pembebasan JD di
ini juga diperkuat dengan hasil provinsi Bali sehingga Provinsi
surveilans JD di Provinsi NTB Bali bisa dijadikan sebagai
tahun 2011, yang menunjukkan sumber bibit sapi Bali untuk
bahwa tidak ditemukan sampel memenuhi kebutuhan bibit sapi
positif antibodi dan virus JD. Bali di Indonesia.
Selain itu di daerah survei
tersebut tidak pernah ada laporan
kasus JD dan tidak pernah
UCAPAN TERIMAKASIH
dilakukan vaksinasi JD. Hasil ini
semakin memperkuat bahwa Penulis mengucapkan
Provinsi NTB sampai saat ini terimakasih kepada Kepala Balai
masih bebas terhadap penyakit Besar Veteriner Denpasar atas
Jembrana sehingga predikat NTB kepercayaan dan ijin yang
sebagai sumber bibit sapi Bali diberikan untuk melaksanakan
masih bisa dipertahankan survei ini. Ucapan terimakasih
juga disampaikan kepada Kepala
Dinas Peternakan
KESIMPULAN DAN SARAN Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali,
Kepala Dinas Peternakan
Dari uraian di atas dapat Kabupaten Lombok Barat ,
disimpulkan tidak terjadinya Lombok Tengah, Lombok Timur
kasus JD di Bali walaupun dan Kepala Dinas Peternakan
prevalensi antibodi JD sangat Kabupaten Sumbawa Besar .
rendah disebabkan karena virus Penulis juga mengucapkan
JD sudah tidak ditemukan di terimakasih yang sebesar-
semua lokasi survei di Kabupaten besarnya kepada Medik dan
/Kota di Bali . Paramdik Balai Besar Veteriner
Denpasar yang telah membantu
Antibodi dan virus JD tidak dalam pengambilan dan
ditemukan di kabupaten Lombok pengujian sampel.
Tengah,dan Lombok Timur
.Hasil ini mengindikasikan bahwa
sampai saat ini provinsi NTB
masih bebas terhadap penyakit
Jembrana dan sapi asal NTB

97
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXV, No. 83, Desember 2013 ISSN : 0854-901X

DAFTAR PUSTAKA Balai Penyidikan dan Pengujian


Veteriner Denpasar.
Agustini, NLP., and Hartaningsih, N.
(2002). Uji Elisa untuk Mendeteksi Putra, AAG. (2003). Peranan Hewan
Antibodi Lentivirus Menggunakan Karier penyakit Jembrana dalam
Antigen Rekombinan J Gag-6. Manual penularan penyakit di lapangan. Buletin
Peningkatan Metode Diagnosa Penyakit Veteriner. Balai Penyidikan dan
Jembrana ACIAR BPPV VI. Pengujian Veteriner Regional VI
Denpasar. XV (63) :16-26
Agustini, NLP. (2009). Surveilans
Penyakit Jembrana di Provinsi Bali, Soeharsono, S., Hartaningsih, N.,
Lampung dan Sumatera Barat. Laporan Soetrisno, M., Kertayadnya, G., and
Tahunan Balai Besar Veteriner Wilcox, GE. (1990). Studies
Denpasar. experimental Jembrana disease of
infectious agen in Bali cattle.
Chadwick, B J., Coelen, RJ., Wilcox, G Transmission and persistence of the
E., Sammels, L M., Kertayadnya, infectious agent in ruminant and pigs
G.(1995). Nucleotide sequence analysis and resistance of recovered cattle to re-
of Jembrana disease virus : a bovine infection, Journal of Comparative
lentivirus associated with an acute Pathology 103 : 49-59
disease syndrome. Journal of General
Virology. 76: 1637-1650 Tenaya, IWM., Ananda, CK dan
Hartaningsih, N. (2003). Deteksi Proviral
Hartaningsih, N., Sulistyana, K.,and DNA Virus Jembrana pada Limposit
G.E. Wilcox. (1996). Serological Test Sapi Bali dengan Uji Polymerase Chain
for JDV Antibodies and Antibody Reaction. Buletin Veteriner. 63: 44-48,
Respons of Infected Cattle. In Jembrana BPPV VI Denpasar.
Disease and the Bovine Lentiviruses,
ACIAR Proceedings No.75, page 79-84. Tenaya, IWM dan Hartaningsih, N.
(2004). Detection of JDV Carrier
Hartaningsih, N. (2005). Laporan Hasil Animals by PCR. Buletin Veteriner. 65:
Investigasi Penyakit Jembrana di 46-50, BPPV VI Denpasar.
Kalimantan Timur. Laporan Tahunan

98

Anda mungkin juga menyukai