Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI

“FEMORAL HEAD OSTECTOMY PADA KUCING“

Oleh :
PUTRI JELITA S.KH.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pinggul yang normal merupakan sambungan antara caput femur dan
acetabulum. Caput Femur yang pas melekat pada acetabulum membiarkan pinggul
bebas bergerak kesegala arah. Bila terjadi kerusakan atau caput femur dan
acetabulum terlepas dapat mempengaruhi pergerakan hewan. Dimana, kejadian ini
dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan pada persendian.
Prosedur Femoral Head Ostectomy (FHO) dapat menjadi suatu cara untuk
mengembalikan beberapa fungsi normal sendi pinggul. Femoral Head Ostectomy
(FHO) merupakan suatau tindakan penyelamatan dengan menghilangkan rasa sakit
akibat kontak antara caput os femur dan acetabulum yang tidak normal. Pinggul
normal berupa sambungan antara caput femur dan acetabulum. Caput femur yang pas
melekat pada acetabulum membiarkan pinggul bebas bergerak. Bila terjadi kerusakan
atau caput femur dan acetabulum terlepas dapat mempengaruhi pergerakan hewan.
Kejadian ini dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan pada persendian.
Prosedur Femoral Head Ostectomy (FHO) dapat menjadi suatu cara untuk
mengembalikan beberapa fungsi normal sendi pinggul dengan membatasi kontak
tulang antara head femordan acetabulum memungkinkan pembentukan sendi palsu
(pseudoarthrosis) yang terdiri dari jaringan fibrosa padat.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui prosedur operasi femoral head ostectomy
b. Untuk mengetahui cara melakukan perawatan pasca operasi femoral head
ostectomy pada pasien
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana prosedur untuk operasi femoral head ostectomy?
b. Bagaimana cara merawat pasien pasca operasi?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefenisiFemoral Head Ostectomy (FHO)


Femoral Head Ostectomy (FHO) merupakan suatau tindakan penyelamatan
dengan menghilangkan rasa sakit akibat kontak antara caput os femur dan acetabulum
yang tidak normal. Femoral Head Ostectomy (FHO) merupakan prosedur operasi
yang melibatkan pemotongan caput femoral yang sesuai dengan acetabulum.
Prosedur ini paling sering digunakan saat metode pengobatan lain gagal atau tidak
sesuai. Pada awalnya, otot kaki akan menahan os femur pada tempatnya dan akan
digantikan dengan sambungan jaringan fibrosa (scar) yang berkembang antara
acetabulum dan os femur yang akan memberi bantalan yang disebut sendi palsu
(Rochat, 2011., Su-Young Heo et al, 2015).
Femoral Head Ostectomy (FHO) adalah prosedur operasi dimana sendi
coxofemoral dipisahkan kemudian kepala femoralis dipotong. Femoral Head
Ostectomy (FHO) paling sering digunakan saat metode pengobatan lain gagal, tidak
sesuai atau pertimbangan kendala keuangan. (Smith et al., 2016).

2.2 Indikasi dilakukan Femoral Head Ostectomy (FHO)


Indikasi yang paling umum dilakukan teknik ini yaitu terjadinya fraktur pada
caput femur dan acetabulum, kemunduran coxofemoral yang tidak dapat diobati dan
penyakit sendi degenerative seperti hip dysplasia (Rochat, 2011).
Eksisi caput femoralis untuk meredakan rasa sakit dengan menghilangkan
kontak tulang antara panggul dan tulang paha, memungkinkan terbentuknya
pseudoarthosis. Pseudoarthrosis yang terbentuk terdiri dari jaringan fibrosa padat
yang dilapisi oleh membran synovial (Peycke, 2011).
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk membatasi kontak tulang antara kepala
femoralis dan acetabulum dan memungkinkan pembentukan sendi palsu
(pseudoarthrosis) yang terdiri dari jaringan fibrosa padat (Harper, 2017).
2.3 Pra Operasi
Sebelum operasi dilakukan perlu persiapan yang matang pada hewan agar
berjalan dengan sukses dan lancar tanpa adanya hal-hal yang menggangu jalannya
operasi dan menghambat kesembuhan hewan tersebut. Persiapan yang perlu
dilakukan meliputi persiapan alat, bahan dan obat, persiapan ruang operasi, persiapan
pasien, dan persiapan operator (Pemayun et al., 2016).
Masalah mendasar yang terkait dengan cedera atau penyakit asli harus
diidentifikasi dan ditangani sebelum operasi. Tes laboratorium rutin digunakan untuk
mengidentifikasi risiko yang mungkin mempengaruhi anestesi umum (Gauthier,
2017). Radiograph (x-ray) dapat dilakukan untuk meneguhkan diagnosa sebelum
dilakukan tindakan selanjutnya.
Tempatkan pasien pada posisi lateral recumbency dengan kaki yang akan
dibedah berada diatas. Klip tungkai dari tarsus ke garis tengah dorsal dan ventral.
Aseptik dan siapkan semua kulit yang akan di incisi. Bungkus anggota badan distal
yang tidak dilipat dengan bahan tahan air (gorden, foil, dll.) untuk menjaga kesterilan
selama prosedur berlangsung (Rochat, 2011).

2.4 Premedikasi dan Anastesi


Premedikasi dalam proses operasi bertujuan untuk memudahkan dalam anestesi
dan membuat hewan menjadi lebih tenang. Sedativa, transquliser dan analgetika
dapat digunakan dalam premedikasi untuk mengurangi iritabilitas saraf pusat
sehingga meningkatkan efek anestesi (Hall, 1977) diacu dalam Ardi (2015).
Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi bermanfaaat untuk membuat
hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anastesi, mengurangi
efek-efek otonomik dan efek samping yang tidak diinginkan, serta mengurangi nyeri
pre-operasi. Premedikasi adalah untuk meniadakan kegelisahan, hewan menjadi lebih
tenang dan terkendali, meningkatkan sekresi saliva dan reaksi yang menyebabkan
kejang-kejang, bradikardia selama anastesi, memperkuat efek anastesi sehingga
bekerja lebih dalam dan durasinya dapat ditentukan untuk memperlancar induksi dan
mengurangi keadaan gawat anastesi, serta mengurangi efek-efek samping yang tidak
diinginkan serta nyeri pada pre-operasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004) diacu
dalam Ardi (2015).
Anastesi umum adalah suatu kedaan tidak sadar akibat intoksikasi sistem syaraf
pusat yang bersifat reversibel dan terkontrol, sedangkan sentivitas terhadap stimulasi
yang berasal dari luar menurun dan respon motor terhadap stimulasi akan berkurang
(Ardi, 2015).
Secara umum anestesi umum terbagi menjadi 4 stadium, sedangkan pada
stadium III dibagi lagi menjadi 4 plane.
1. Stadium I (Analgesisia)
Stadium analgesia dimulai dari hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
hewan berusaha melepaskan diri dari pengaruh anestesi dan juga ditandai
dengan adanya defekasi, urinasi, pulsus meningkat, dilatasi pupil, peningkatan
sekresi saliva dan sekresi bronchial. Pada akhir stadium ini hewan menjadi
lebih tenang dan mulai menampakkan efek analgesia.
2. Stadium II (Dellirium atau eksitasi)
Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium ini terlihat gerakan yang tidak menurut kehendak
dan terlihat jelas adanya eksitasi. Pernafasan tidak teratur, tonus otot
meningkat, inkonentia urine, muntah, medriasis, hipertensi, takikardia. Pada
stadium ini bisa terjadi kematian dan untuk mencegahnya stadium ini harus
cepat dilewati.
3. Stadium III (Pembedahan)
Stadium pembedahan dimulai dengan teraturnya pernafasan, tanda yang
harus dikenali yaitu:
a. Pernafasan tidak teratur pada stadium II telah menghilang.
b. Reflek kelopak mata dan konjungtiva menghilang, bila dilepas tidak akan
menutup dan kelopak mata tidak berkedip jika bulu mata disentuh.
c. Kepala dapat digerakkan bebas ke kanan atau ke kiri.
d. Gerakan bulu mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik
untuk permulaan stadium III.
4. Stadium IV (Paralisa)
Stadium paralisa dimulai dengan melemahnya pernafasan perut
dibandingkan dengan plane IV, tekanan darah tidak dapat diukur, jantung
berhenti berdenyut dan akhirnya mati (Brander dkk., 1991) diacu dalam Ardi
(2015).
Anastesi yang sering diberikan adalah ketamin dan Xilazin. Kombinasi antara
ketamin dan xilazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini untuk
menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan
menggunakan kombinasi ini.Anastesi dengan ketamin xilazine memiliki efek lebih
pendek jika dibandingkan denga pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini
menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konfulsi. Emesis sering terjadi
pasca pemberian ketamin xilazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian
atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin xilazine. Efek anastesi akan timbul
setelah 10-30 menit dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2 jam (Lumb dan
Jones, 1984) diacu dalam Ardi (2015).
Anestesi yaitu hilangnya rasa sakit. Anestesi yang digunakan adalah anestesi
umum (anestesi inhalasi) atau dengan anestesi epidural. Pemilihan obat anestesi
umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis operasi, lamanya
operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan dan spesies hewan. Pada pelaksanaan
pembedahan obat anesthesia umum yang lebih sering dipakai dalam bentuk
kombinasi dari pada tunggal karena pemberian secara tunggal relatif tidak diperoleh
hasil yang memuaskan (Fossum,2002).

2.5 Teknik Operasi


Tahapan Operasi (Gauthier, 2017) :
1. Incisi kulit dilakukan dengan membuat sayatan kecil kearah cranial dari
trochanter mayor dan incisi yang lebih besar kearah proximal.
2. Incisi superficial fasia lata luar di batas cranial otot bisep femoris.
3. Incisi fasia lata dista ldalam dan antara otot tensor fascia lata dan otot gluteal
superfisial secara proksimal.
4. Dilakukan identifikasi pada m. biceps femoris, m. tensor facialata, dan m.
gluteal. Bidang di antara m. tensor facia lata dan m. biceps femorisdi incise
dan dipisahkan. Bagian m. tensor facia lata ditarik kearah cranial dan m.
biceps femoris ditarik kearah caudal. M. gluetalis superficialis diidentifikasi
dan ditarik ke belakang tanpa eksisi otot ataupun tendon.
5. Identifikasi tendon m. gluteal dapat dilakukan, tendo ini memunculkan
kemungkinan tenotomi parsial sehingga identifikasi kapsul sendi dapat
dilakukan. Kapsul sendi kemudian diincisi secara radial disepanjang
acetabulum ke palake femoralis.
6. Bagian caput dari os femur dilepaskan dari kapsul sendi (acetabulum) dan
ligament dengan menggunakan gunting major secara melengkung. Eksisi
lengkap dari ligament diperlukan untuk melindungi struktur bagian dalam
tulang agar tidak rusak saat dilakukan pengangkatan kepala os femur.
7. Bagian caput femur yang terlihat diberikan tanda mencangkup pangkal
trochanter mayor dan trochanter minor yang terletak di medial femur.
8. Setelah diberi tanda, alat pemotong diposisikan pada garis yang telah dibuat.
9. Sebelum dilakukan pemotongan, rektartor perlu ditempatkan pada bagian
cranial dan caudal dari kepala femoralis. Retractor ini untuk membantu
pencabutan jaringan dan perlindungan saraf seratik lalu dilakukan
pemotongan.
10. Setelah pemotongan selesai tulang yang dilepas dikeluarkan dan dibersihkan
dari serpihan tulang.
11. Tutup kapsul sendi di atas acetabulum dengan mattress suture.
12. Pasang kembali tendon gluteal dalam dengan mattress suture.
13. Tutup vastus lateralis ke otot gluteus tengah atau dalam.
14. Tutup tensor fascia lata muscle / fascia lata ke otot biseps femoris.
15. Tutupi jaringan subkutan dan kulit secara rutin.
2.6 Pasca Operasi
Pasien dimasukkan ke dalam kandang yang bersih, kering dan terang selama
masa perawatan diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi dijaga
kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi kering (Tobias, 2010) dalam Ardi
(2015).
Pasang Elisabeth collar pada hewan untuk menghindari hewan menjilat dan
menggigiti luka. Hewan diletakkan pada kandang yang bersih dan kering. Makanan
yang diberikan pada hewan harus bergizi dan banyak mengandung kalsium untuk
membantu mempercepat proses kesembuhan (Pemayun et al., 2016). Anjing atau
kucing dilatih untuk menggerakkan kaki mereka. Anjing atau kucing diperbolehkan
untuk berjalan dengan kaki setelah beberapa minggu di awal. Terapi fisik dapat
memberikan efek atau hasil yang lebih baik (Morgan, 2011).
BAB 3
MATERI DAN METODE

3.1 Materi
a. Alat
Termometer, stetoskop, stopwatch, spoit 1 ml, spoit 3 ml, scalpel dan blade,
allis forcep, mosquito klem, pinset anatomis, pinset cirurgis, gunting tumpul tumpul,
gunting tajam tumpul, gunting tajam tajam, gunting tumpul tumpul, duk klem, needle
holder, infuse set dan wadah alat.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: atropin, ketamin, xylazine, betadine,
kassa steril, benang catgut chromic 2/0 dan 3/0, benang silk, underpad, alkohol 70%,
cairan NaCL, hipafix dan betadine.

3.2 Metode
3.2.1 Persiapan Ruangan
Ruangan dibagi menjadi 2 yaitu ruang pre-operasi sebagai ruang untuk
persiapan hewan serta operator dan co-operator. Ruang operasi sebagai ruangan
untuk pembedahan.

3.2.2 Persiapan alat


1) Alat bedah minor untuk femoral head ostectomy dicuci dengan air bersih yang
mengalir kemudian dikeringkan sebelum masuk wadah.
2) Kemudian alat bedah di masukkan ke autoclave untuk disterilkan.
3) Setelah sterilisasi alat, kemudian alat diatur di meja alat yang dekat meja
operasi.
3.2.3 Persiapan hewan
Hewan yang akan dioperasi dicatat sinyalamen meliputi umur, ras, berat
badan, jenis kelamin, dan tanda khusus, anamnesa serta pemeriksaan fisik meliputi
frekuensi napas, denyut jantung, pulsus, turgor kulit, temperatur, CRT (Capillary
Revill Time) dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Hewan yang akan dioperasi, harus dipuasakan terlebih dahulu sekitar 6-8 jam.
Kemudian ditimbang berat badannya dan rambut dicukur pada bagian yang akan
diincisi hingga bersih.

3.2.4 Pramedikasi
Pramedikasi dilakukan dengan menggunakan atropine sulfat dengan dosis
0,02mg/kg BB secara subcutan.

Dosis Atropin = 0,02 mg/kg x 4 kg


0,25mg/ml

= 0,32ml
Efek utama dari Atropin sulfat ini yang dikehendaki adalah untuk menurunkan
tonus parasimpatik, karena reflek parasimpatik tersebut bebrbahaya dan kadang
dapat menyebabkan kematian (berhentinya jantung) (Ardi, 2015).

3.2.5 Anaestesi
Anaestesi dilakukan dengan menggunakan kombinasi ketamin dan xylazin
dosis 5 mg/kg BBdan 1 mg/kg BB secara intramuskuler.

Dosis Ketamin = 5 mg x 4 kg= 0,4 ml


50mg
Dosis Xylazine = 1 mg x 4 kg = 0,2 ml
20mg/ml

3.2.6 Pemberian cairan infus


Drops infus (maintenance) = 30 x 4 kg + 70
= 190 cc
Untuk sehari, maka:
= 190 ml/24 jam
= 7,91 cc/jam

Permenit : 7,91 cc/60 detik = 0,12


20 drops = 1cc (adults)

Maka: 0,12 x 20 = 2,5 tetes/menit.

3.2.7 Prosedur Kerja


1. Incisi kulit dilakukan dengan membuat sayatan kecil kearah cranial dari
trochanter mayor dan incisi yang lebih besar kearah proximal.
2. Incisi superficial fasia lata luar di batas kranial otot bisep femoris.
3. Incisi fasia lata distal antara otot tensor fascia lata dan otot gluteal superfisial
secara proksimal.
4. Dilakukan identifikasi pada m. biceps femoris, m. tensor facia lata, dan m.
gluteal. Bidang di antara m. tensor facia lata dan di incisi dan dipisahkan.
Bagian m. tensor facia lata ditarik kearah cranial dan m. biceps femoris ditarik
kearah caudal. M. gluetalis superficialis diidentifikasi dan ditarik ke belakang
tanpa eksisi otot ataupun tendon.
5. Identifikasi tendon m. gluteal dapat dilakukan.
6. Bagian caput dari os femur dilepaskan dari kapsul sendi (acetabulum) dan
ligament dengan menggunakan gunting major secara melengkung.
7. Dilakukan pemotongan pada caput femur dengan menggunakan rectactor.
8. Setelah pemotongan selesai, tulang yang dilepas dikeluarkan dan bersihkan
dari serpihan tulang.
9. Tutup kapsul sendi di atas acetabulum dengan interupted suture.
10. Pasang kembali tendon gluteal dalam dengan interupted suture.
11. Tutup vastus lateralis ke otot gluteus tengah atau dalamdengan interupted
suture.
12. Tutup tensorfascia lata muscle/fascia lata ke otot biseps femoris dengan
interupted suture.
13. Tutupi jaringan subkutan dengan simple continues suture.
14. Tutup jariang subcutaneous dengan dengan simple continues suture.
15. Tutup kulit dengan pola jahitan simple interrupted suture dengan
menggunakan benang silk 3/0.

3.2.8 Perawatan Pasca Operasi


1. Pasien ditempatkan pada kandang yang kering dan bersih.
2. Pasien di monitoring dengan melakukan pemeriksaan fisik.
3. Pasien diberi makanan Recovery selama 2 hari, kemudian dilanjutkan dengan
dry food dan home made.
4. Perban diganti setiap hari
5. Luka operasi dikontrol kebersihan ditutup dengan kassa steril dan hipafix.
6. Pemasangan Elizabeth collar, agar kucing tidak menjilati dan mengganggu
jahitan.
7. Pemberian Antibiotik diberikan secara teratur.
8. Pemberian obat-obatan supportif seperti imboost.
9. Jahitan dibuka apabila luka telah mengering.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Signalment
Nama : Buga
Spesies : Kucing (Feline)
Breed : Domestik
Warna bulu : Brown and White
Jenis kelamin : Jantam
Umur : ±2 tahun
Berat badan : 4 kg

4.2. Pemeriksaan Fisik


Sebelum operasi pasien diberikan obat cacing secara oral dan dipuasakan
selama 8 jam. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu 38,4oC (normal: 37,6-
39oC), mukosa hidung normal, konjungtiva normal, frekuensi nafas 38 kali/menit
(normal: 24-42 kali/menit), frekuensi pulsus 116 kali/menit (normal: 110-130
kali/menit), capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik (normal: <2detik). Hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sehat dan tidak
mengalami kelainan.

4.3. Pembahasan

Tanggal Jam Suhu


27 September 2018 14.10 34,7°c
17.08 33,6 °c
18.30 34,7°c
21.17 36,4°c
28 September 2018 11.55 38,8°c
21.30 39,1°c
29 September 2018 09.25 38,0°c
18.20 38,4°c
30 September 2018 13.20 39,4°c
14.37 38,8°c
21.30 38,1 °c
1 Oktober 2018 09.00 38,4°c
22.00 38,6°c
2 Oktober 2018 08.45 37,3°c
23.30 38,3°c
3 Oktober 2018 08.35 38,1°c
15.40 37,6°c
22.15 38,1°c
4 Oktober 2018 07.25 38,0°c
14.08 37,8°c
23.01 37,0°c

Tanggal Jam Treatment


27 September 2018 13.50 Selesai operasi
16.30 Lepas infus
16.45 Spoit minuman 6 ml
18.16 Spoit minuman 12 ml
21.05 Claneksi 2,5 ml
21.15 Spoit minuman 14 ml
21.20 Ganti hipafix
28 September 2018 05.50 Spoit minuman 12 ml
06.10 Makan hati ayam + Royal Canin Recovery
09.05 Claneksi 2,5 ml
13.00 Makan Royal Canin Recovery + Lycine
20.00 Pemberian makan daging ayam
21.05 Pemberian Claneksi 2,5 ml
29 September 2018 06.10 Pemberian makan Royal Canin + Lycine
08.09 Pemberian makan daging ayam
09.05 Pemberian Cleneksi 2,5 ml
17.45 Pemberian makan Royal Canin Recovery
19.25 Pemberian air gula
20.00 Pemberian Nebacetin
21.05 Pemberian Claneksi 2,5 ml
23.00 Pemberian minum
30 September 2018 5.20 Pemberian makan daging ayam
9.05 Pemberian Claneksi 2,5 ml
11.00 Pemberian daging ayam + Lysine
12.00 Pemberian air minum
13.00 Injeksi Sulfidone 1 ml
15.00 Pemberian minyak cina pada daerah luka
17.00 Pemberian makan Royal Canin Recovery & madu
19.30 Pemberian air minum
19.45 Pemberian Nebacetin Powder
21.05 Pemberian claneksi 2,5 ml
23.00 Pemberian minum
1 Oktober 2018 06.00 Pemberian madu
08.00 Pemberian makan Royal Canin Recovery & madu
09.05 Pemberian claneksi 2,5 ml
09.45 Injeksi dexamethsone 0,4 ml
13.00 Pemberian daging ayan
14.38 Inject bio ATP 1 ml
17.00 Pemberian daging ayam + hati
20.30 Pemberian air minum
21.05 Pemberian claneksi 2,5 ml
23.25 Pemberian makan daging ayam
00.25 Pemberian obat cina pada daerah luka
2 Oktober 2018 06.00 Pemberian madu
08.00 Pemberian makan Royal Canin Recovery & madu
09.05 Pemberian claneksi 2,5 ml
09.45 Injeksi dexamethsone 0,4 ml
13.00 Pemberian daging ayan
14.30 Inject bio ATP 1 ml
17.20 Pemberian daging ayam + hati
20.45 Pemberian air minum
21.00 Pemberian claneksi 2,5 ml
23.25 Pemberian makan daging ayam
00.25 Pemberian obat cina pada daerah luka
3 Oktober 2018 06.00 Pemberian madu
08.00 Pemberian makan Royal Canin Recovery & madu
09.05 Pemberian claneksi 2,5 ml
09.45 Injeksi dexamethsone 0,4 ml
13.00 Pemberian daging ayan
14.30 Inject bio ATP 1 ml
17.20 Pemberian daging ayam + hati
20.45 Pemberian air minum
21.00 Pemberian claneksi 2,5 ml
23.25 Pemberian makan daging ayam
00.25 Pemberian obat cina pada daerah luka
4 Oktober 2018 06.00 Pemberian air minum
08.00 Pemberian Royal Canine Recovery
09.05 Pemberian claneksi 2,5 ml
13.00 Pemberian hati ayam + madu
17.00 Pemberian daging ayam
20.45 Pemberian air minum
21.00 Pemberian claneksi 2,5 ml
23.25 Pemberian obat cina pada daerah luka

Royal Canin Recovery makanan kucing dan anjing yang diformulasikan untuk
membantu hewan pada saat sakit dan proses pemulihan. Makanan ini mempunyai
densitas energi tinggi dan konsentarasi nutrisi esensial tinggi yang sangat mudah
dicerna. Fungsi: energi yang disesuaikan untuk memudahkan manajemen nutrisi
anjing atau kucing selama periode kritis. Komposisi berbagai daging bersumber dari
hewan, sereal, sayuran, minyak dan lemak susu. Aditif (per kg) : Zat tambahan
nutrisi: Vitamin D3: 300IU- E1 (Iron): 15mg- E2 (Iodine): 0.16mg- E4 (Copper):
1mg- E5 (Manganese): 4.5mg- E6 (Zinc): 47mg. Analisis komposisi: Protein: 14%
Lemak: 6.2% Abu: 1.7% Serat Kasar: 2% Air : 72.5% energi termetabolisme: Dog
1160 kcal/kg- Cat 1200 kcal/kg asam lemak esensial: 1.8% EPA/DHA: 0.45%.

Lysin merupakan asam amino esensial bagi anjing dan kucing yang harus
tersedia di dalam makanan, untuk sintesis seluruh protein yang dibutuhkan tubuh.
Lysin terdapat banyak terkandung dalam protein hewani, terutama pada daging dan
kasein susu. Protein kedelai juga mengandung lysin dalam jumlah yang besar. Namun
lysin tidak terdapat pada makanan berbahan dasar sereal sehingga perlu suplemen
tambahan.

Claneksi adalah obat kombinasi antara amoxicillin dan asam klavulanat yang
digunakan untuk mengatasi infeksi akibat bakteri yang sudah resisten terhadap
amoxicillin tunggal. Gabungan dua jenis obat ini membuat Claneksi dapat membasmi
lebih banyak jenis bakteri. Pemberian antibiotik claneksi bisa diberikan dosis 1ml/kg
berat badan hewan.

Sulpidon Inj adalah produk yang mengandung dipyrone dan lidocaine dalam
bentuk cairan injeksi. Dipyrone bekerja secara langsung pada susunan syaraf pusat,
sehingga Sulpidon Inj sangat efektif untuk menurunkan panas (antipiretik),
menghilangkan rasa sakit (analgesik) dan kejang-kejang (antipasmodik) seperti pada
kasus kolik intestinal pada hewan. Injeksi secara intramuskuler atau subkutan.

Dexamethasone adalah obat golongan kortikosteroid. Mekanisme aksi obat ini


adalah dengan cara menembus membran sel sehingga akan terbentuk suatu kompleks
steroid-protein reseptor. Kompleks steroid-protein reseptor ini nantinya akan
berikatan dengan kromatin DNA dan menstimulasi transkripsi mRNA yang
merupakan bagian dari proses sintesa protein. Dosis pemberian 0,1 ml/kg BB.
Nebacetin Bubuk 5 gr mengandung neomycin sulfate dan zinc bacitracin.
Obat yang digunakan untuk mengobati luka setelah pembedahan.

BIO ATP merupakan sediaan obat Injeksi untuk hewan yang diformulasi
khusus dengan ATP sebagai energi siap saji. Vitamin C sebagai anti oksidan dan
menjaga tubuh serta menjaga system kekebalan tubuh terhadap penyakit. Thiamin
HCl merupakan koenzim yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat
untuk menghasilkan energi dan melancarkan kerja syaraf untuk mengatasi kelesuan
karena kekurangan energi dan gangguan syaraf. Vitamin B12 berperan dalam
pembentukan sel darah merah untuk mengatasi anemia. Natrium dan kalium
merupakan ion-ion yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan cairan
tubuh sehingga sangat penting untuk mengobati dehidrasi.

4.4 Perawatan Pasca Operasi


1. Claneksi
Claneksi adalah obat kombinasi antara amoxicillin dan asam klavulanat yang
digunakan untuk mengatasi infeksi akibat bakteri yang sudah resisten terhadap
amoxicillin tunggal. Gabungan dua jenis obat ini membuat Claneksi dapat
membasmi lebih banyak jenis bakteri.

Dosis pemberian 62,5 mg/ kucing


Dosis claneksi = 125 mg/ 5 ml
= 25 ml
= 62,5 mg/ 25ml
= 2,5 ml / satu kali minum (Pemberian 2 kali dalam sehari)
2. Biodin
Pemberian biodin yaitu untuk stimulasi tubuh secara umum terutama pada
tonus otot dari semua spesies hewan. Biodin diberikan dengan suntikan
intramuskuler: sebanyak 3-4 kali dengan interval 2-5 hari.
Kandungan :
- ATP : 0,100 g
- Mg Aspartate : 1,500 g
- K. aspartate : 1,000 g
- Na, selenite : 0,100 g
- Vitamin B12 : 0,050 g
- Exciplent qs : 100 ml
Frekuensi pemberian obat kepada pasien yaitu 1x/hari selama 3 hari.

3. Nebacetin
Nama : Nebacetin (Neomicin sulfat dan Batriacin)
Nama Dagang : Nebacetin
Mekanisme : Menghambat sintesis dinding bakteri dan produksi protein
penting pada bakteri
Indikasi : Antibiotik untuk lukainfeksi pada kulit, mata, dan intestinal
Dosis : Secukupnya
Frekuensi : Tiap 12 Jam
Rute : Topikal

4. Sulpidone

Nama : Sulpidone

Nama dagang : Sulpidone Inj

Mekanisme : Bekerja secara langsung pada susunan syaraf pusat

Dosis : Anjing, kucing : 3-6 ml/ 5-10 kg bb

Indikasi : Analgesik, Antipiretik & Antipasmodik

Rute : Injeksi secara Intra Muskuler atau Subkutan

5. Dexamethasone

Nama : Dexamethasone

Nama dagang : Dexamethasone


Mekanisme :

Menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi prostaglandin (senyawa


yang berfungsi sebagai mediator inflamasi) dan menyebabkan dilatasi kapiler
yang pada akhirnya akan mengurangi repon tubuh terhadap radang.

Dosis : 0,1 ml/Kg BB

Indikasi :

Anti alergi, imunosupresan, anti inflamasi dan anti shock yang sangat kuat

Frekuenzi : 1x/hari

Rute : intramuscular atau subcutan


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Femoral Head Ostectomy (FHO) merupakan prosedur operasi yaitu pemisahan
(pemotongan) caput femoral bertujuan untuk membatasi kontak tulang antara kepala
femoralis dan acetabulum, memungkinkan pembentukan sendi palsu
(pseudoarthrosis) yang terdiri dari jaringan fibrosa padat serta menghilangkan rasa
sakit akibat kontak antara caput os femur dan acetabulum yang tidak normal.

5.2. Saran
Perawatan intensif sebaiknya dilakukan pasca operasi femoral head ostectomy
(FHO) agar komplikasi tidak terjadi, serta perlu dilakukan pembersihan luka secara
rutin agar luka bekas operasi cepat mengering dan tidak terjadi pembusukan akibat
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Ardi, Wahyu FM. 2015. Fraktur Tulang Femur Pada Anjing. Bagian Bedah dan
Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada;
Yogyakarta.

Fossum, Theresa dkk. 2002. Small Animal Surgery 2nd Edition. Cina.

Gauthier, Christopher M. 2017. Femoral Head and Neck Ostectomy. Philadelphia.

Harper, Tisha AM. 2017. Femoral Head and Neck Excision. Elsevier, Vet Clin Small
Anim Vol. 47; 885-897.

Morgan, Rhea V. 2011. Small Animal Practice Cliena Hand Out. Saunders Publisher.
USA

Pemayun, IGAGP, dan DAWK Ningrat. 2016. Fraktur Os Tibia Fibula Pada Anjing
Lokal. Laboratorium Bedah Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.

Peycke, Laura E. 2011. Femoral Head & Neck Ostectomy. NAVC Clinician’s Brief.

Rochat., Mark c. 2011. Femoral Head and Neck Ostectomy. Saunders.

Smith, Joe S, M Chigerwe, C Kanipe, dan S Grey. 2016. Femoral Head Ostectomy
For The Treatment Of Acetabular Fracture And Coxofemoral Joint Luxation
In A Pottbelly Pig. Wiley Online Library Journal, Veterinary Surgery; 1-6.

Su-Young Heo., et all. 2015. Total Hip Replacement In Two Dogs With Unsuccessful
Femoral Head Ostectomy. J Vet Sci 2015, 16(1), 131-134. Veterinary
Medicine, Chonbuk National University; Korea.
LAMPIRAN

●Pada saat operasi

Caput femoral telah diangkat

Pengangkatan caput femoral


Penjahitan Subcutan

Penjahitan Kulit
● Treatment post operasi

Royal Canin Recovery

Nebacetin Powder
Sodium Chloride 0,9%

Claneksi
Lysine
Sulpidon inj (secara
Intramuscular)

Minyak cina untuk dioleskan


di infeksi bekas jahitan
Biodin

Dexamethasone
●Keadaan post operasi 7 hari

Anda mungkin juga menyukai