Anda di halaman 1dari 32

Co-Asistensi Bidang Penyakit Dalam & Patologi Klinik

DISTOKIA PADA KUCING DI KLINIK HEWAN


PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Sabtu 5 Januari 2021

ANGGA AKRIANTO
C024211010

PEMBIMBING

Drh. Musdalifah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hewan kesayangan merupakan hewan yang sangat menguntungkan untuk
dikembangbiakkan dengan berbagai tujuan dan dapat memberikan sumbangan
untuk kebahagiaan manusia. Salah satu hewan kesayangan yang perlu mendapat
perhatian untuk dipelihara dan dikembangbiakkan adalah kucing Sebagai hewan
kesayangan, kucing mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk tubuh, mata
dan warna bulu yang beraneka ragam. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, maka
kucing dapat dikembangkan dan dibudidayakan. Kucing yang dipelihara sekarang
merupakan kucing domestik dengan nama Felis catus atau Felis dometicus.
Kucing memiliki panjang tubuh 76 cm, berat tubuh pada betina 2 – 3 kg, yang
jantan 3 – 4 kg dan lama hidup berkisar 13 – 17 tahun (Mariandayani ,2012).
Sistem Reproduksi merupakan suatu fungsi tubuh yang penting bagi
kelanjutan keturunan suatu hewan. Saluran reproduksi merupakan media
masuknya agen infeksi seperti bakteri sehingga menyebabkan penyakit (Feradis,
2014). Penyakit reprodusi yang ada pada kucing bermacam-macam, salah satu
penyakit seperti abortus, retensi plasenta, pyometra, distokia, mumifikasi fetus,
maserasi fetus, prolapsus uteri, dan endometritis (Sendana et al., 2019).
Distokia adalah suatu gangguan dari suatu proses kelahiran atau partus, yang
mana dalam stadium pertama dan stadium kedua dari partus itu keluarnya fetus
menjadi lebih lama dan sulit, sehingga menjadi tidak mungkin kembali bagi induk
untuk mengeluarkan fetus kecuali dengan pertolongan manusia (Purohit et al.,
2012). Distokia disebabkan oleh dua faktor yaitu sebab maternal dan sebab fetal.
Sebab maternal antara lain adanya penyempitan saluran kelahiran atau
menghalangi masuknya fetus secara normal ke dalam saluran kelahiran misalkan
ukuran pelvis yang kecil sedangkan sebab fetal misalnya adanya kelainan
presentasi, posisi dan posture serta fetus yang terlampau besar (Noakes et al.,
2001). Insiden distokia pada kucing bervariasi antara 0,4% dan 8,0%, dan
mencapai angka yang lebih tinggi pada kelompok ras tertentu. Menurut Tilley dan
Smith, (2011), kucing dengan tipe brachycephalic seperti Persian dan Himalaya
rentan mengalami distokia.
Kucing pada keadaan partus normal biasanya tidak memerlukan bantuan
ketika melahirkan, namun pada keadaan tertentu mungkin dijumpai kucing yang
mengalami kesulitan melahirkan dan berpotensi mengancam jiwa induk kucing
maupun anak kucing yang akan dilahirkan. Apabila ada indikasi induk kucing
mengalami distokia, terdapat indikasi uterus lemah, kemungkinan induk perlu
mendapatkan stimulasi dengan obat. Namun stimulasi obat tidak boleh diberikan
apabila terdapat indikasi obstruksi atau hambatan dalam pengeluaran fetus karena
stimulasi obat akan merangsang pemisahan plasenta dan menyebabkan kematian,
kemungkinan harus dilakukan operasi sesar terhadap induk (Bearden, 2004).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa bahwa perlunya penjelasan
mengenai distokia pada kucing untuk mengetahui tindakan yang perlu dilakukan
untuk mendiagnosa sehingga dapat memberikan penanganan dan pemberian terapi
yang tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1. Apakah yang dimaksud dengan distokia fetal pada kucing?
1.1.2. Bagaimana penanganan dan terapi yang harus dilakukan untuk
penyembuhan penyakit distokia fetal pada kucing?

1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan distokia fetal khususnya
pada kucing.
1.3.2. Untuk mengetahui penanganan dan perawatan yang tepat dalam kasus
distokia fetal pada kucing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Reproduksi Kucing Betina
Hewan betina menghasilkan sel-sel kelamin betina untuk membentuk suatu
individu baru. Organ reproduksi betina terbagi dua, yaitu organ primer dan organ
sekunder. Organ reproduksi primer seperti ovarium yang menghasilkan sel telur
dan hormon-hormon kelamin betina, sedangkan organ reproduksi sekunder atau
saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix, vagina, dan
vulva. Fungsi organ-organ reproduksi sekunder adalah menerima dan
menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina. Adapun fungsi dari organ-organ
reproduksi, yaitu (Feradis, 2014):
1. Ovarium merupakan organ yang memproduksi sel kelamin betina yaitu
ovum dan hormon-hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron.
Jumlah ovarium pada kucing sepasang sedangkan alat penggantung
ovarium disebut mesovarium yang dilalui oleh pembuluh darah.
2. Tuba Fallopi atau oviduct merupakan saluran kecil dan teraba keras seperti
kawat. Tuba Fallopi terdiri dari infundibulum dan fimriae, ampula dan
ismus. Tuba Fallopi digantung oleh alat penggantung yang disebut
mesosalping yang berasal dari mesovarium.
3. Uterus merupakan saluran muskuler yang diperlukan untuk menerima
ovum yang telah dibuahi. Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix.
Letak uterus dalam cavum abdomen kecuali cervix yang masih mencapai
bagian peritoneal dari cavum pelvis. Uterus berfungsi sebagai alat dan
tempat untuk : transport sperma ke dalam tuba fallopi, pembentukan
plasenta, serta perkembangan embrio atau fetus.
4. Vagina adalah organ kelamin betina yang terletak di dalam rongga pelvis
dan berfungsi sebagai alat kopulatoris dan untuk jalur keluar fetus dan
plasenta pada saat partus (melahirkan).
5. Alat kelamin luar terbagi atas vestibulum dan vulva. Vulva merupakan
ujung akhir dari alat kopulasi pada hewan.

Gambar 1. Organ reproduksi kucing betina (Aspinall, 2011).


2.2 Kelahiran Normal Pada kucing
a. Persiapan Kelahiran
Lama kebuntingan pada kucing selama 63 hari, saat menjelang
kelahiran maka aktivitas kucing biasanya akan berkurang pada beberapa
kucing dikarenakan gerakan intaabdominal secara tiba-tiba yang juga
dapat menyebabakan kegelisahan, induk kucing akan mulai mencari
tempat untuk melahirkan. Relaksasi ligamentum pelvis dan otot abdominal
terjadi mendekati kelahiran, putting susu akan menjadi merah muda dan
susu ada dalam 24 jam dari kelahiran serta temperature akan turun 0.5 -1
o
c dalam waktu 12 jam dari kelahiran (Jakson,2013).
b. Tahap Pertama kelahiran
Selama tahap ini kucing akan kelelahan dan bersuara nyaring, kucing
akan membuat tempat melahirkan, mengatur tempat melahirkan dan lebih
sering mengejang. Durasi tahap pertama bervariasi antara 2-12 jam
(Jakson,2013).
c. Tahap Kedua kelahiran
Anak pertama kucing normalnaya akan lahir dalam 5-60 menit dari
mulainya pengejangan abdominal. Selanjutnya anak kucing akan
dilahirakan dalam interval 5-60 menit dan tahap kedua normalnya akan
selesai dalam waktu 6 jam. Selama melahirkan kucing biasanya akan tiba-
tiba berdiri untuk menjilati anak dan vulvanya, gerakan ini juga
menambah tekanan abdominal dan mempercepat kelahiran fetus
(Jakson,2013).
d. Tahap Ketiga Kelahiran
Plasenta biasanya keluar setiap satu atau dua anak lahir, atau pada
akhir tahap dua kelahiran.Proses tersebut biasanya selesai dalam waktu 2
jam dari kelahiran (Jakson,2013).
2.3 Etiologi
Distokia merupakan gangguan reproduksi dimana hewan sulit atau mengalami
perpanjangan waktu partus dibandingkan secara normal. Distokia biasanya
menyerang pada kucing yang baru melahirkan pertama kali (primipara). Kejadian
kasus distokia dapat berasal dari induk maupun fetus. Faktor dari induk
dikarenakan adanya ketidaksesuaian pada jalan kelahiran sedangkan faktor fetus
biasanya dikarenakan ukuran dari fetus maupun posisi fetus yang yang abnormal
(Ball dan Peters, 2004).
Distokia adalah abnormalitas / kesulitan kelahiran (penundaan ringan sampai
ketidak mampuan total dari induk untuk melahirkan). Secara garis besar ada 2
bentuk distokia (Moges, 2016) :
1. Maternal Distokia, yaitu distokia karena ada gangguan pada induknya.
Sebagian besar adalah faktor – faktor yang menyebabkan penyempitan
atau stenosis saluran kelahiran atau yang menghalang – halangi
pemasukan foetus secara normal ke dalam saluran kelahiran.
2. Fetal Distokia, yaitu distokia karena ada kelainan pada fetusnya antara
lain kelainan presentasi, posisi dan postur foetus, pembesaran rongga
tubuh foetus, abnormalitas foetus dan mounster.
2.4 Faktor Penyebab Distokia Fetal
Distokia terjadi karena beberapa hal, yaitu (Jackson, 2004):
1. Malposisi, alasan dasar untuk perkembangan maldisposisi tersebut tidak
diketahui. Sebelum lahir, janin hewan kecil biasanya dalam posisi perut
('terbalik') dan berputar 180° sebelum memasuki panggul. Kegagalan
mencapai rotasi ini dapat menyebabkan janin lahir dalam posisi lateral atau
ventral.
Gambar 2. Malpostur Fetus (Penyimpangan Kepala) (Jackson., 2004).
2. Fetal monster, penyebab distokia pada hewan kecil termasuk hidrosefalus,
refleksus dan kembar siam. Dalam kebanyakan kasus, janin yang abnormal
terlalu besar untuk memasuki panggul induk. Persalinan normal tidak
memungkin untuk terjadi dan harus melalui operasi caesar. Selain itu, kondisi
malpresentasi fetal juga menjadi salah satu penyebab tindakan ceasar
dilakukan, dimana kondisi ini memungkinkan terjadinya distokia akibat induk
kesulitan didalam mengeluarkan fetus.

Gambar 2. Fetal Monster (Limmanont et al., 2019).


3. Kematian janin, Angka kelahiran mati meningkat dengan durasi persalinan
dan dapat meningkat secara substansial di atas 5% dalam kasus distokia yang
tidak ditangani dengan cepat. Janin lahir mati dapat berupa kematian
prepartum atau intrapartum. Beberapa janin yang meninggal sebelum lahir
menjadi mumi. Kematian intrapartum seringkali disebabkan oleh asfiksia yang
disebabkan oleh menghirup cairan janin. Sebagian besar terjadi akibat
keterlambatan persalinan, hilangnya fungsi plasenta, dan hipoksia janin.
Maldisposisi janin dapat dipengaruhi dan diperburuk oleh kematian janin,
janin yang mati tidak dapat melakukan gerakan kecil spontan yang dapat
menyebabkan koreksi maldisposisi.
Gambar 2. Radiografi fetus yang mati tampak tumpeng tindih tulang cranium
(Jackson, 2004).

2.5 Temuan Klinis


Menurut Bright (2011), temuan klinis yang ditemukan pada kucing yang
mengalami distokia yaitu:
1. Peregangan aktif telah terjadi selama lebih dari 30-60 menit tanpa kelahiran
janin.
2. Mengejan selama 2 jam atau lebih tidak menyebabkan kelahiran janin.
3. Tahap istirahat antara pengeluaran janin lebih dari 4 jam dan tidak ada tanda-
tanda mengejan meskipun diketahui lebih banyak janin yang tertinggal di
dalam rahim.
4. Ada tanda penyakit sistemik, seperti muntah, lemas, atau demam.
5. Ada cairan vagina yang abnormal, seperti darah atau nanah.
6. Kehamilan diketahui berisiko tinggi (jenis yang memiliki kecenderungan);
hanya satu, janin besar hadir; atau penyempitan jalan lahir telah terjadi karena
patah tulang panggul sebelumnya.
7. Upaya mengeluarkan janin menyakitkan.
8. Ada tanda-tanda kesusahan yang jelas
Untuk tanda klinis yang umum pada kasus kelahiran normal menurut
Kustritz (2006), dapat dilihat beberapa aspek seperti lama masa gestasi dari
tanggal kawin pertama atau terakhir sampai dengan awal partus dengan kisaran
52-74 hari (rata-rata 65 hari). Lama kebuntingan dipengaruhi oleh spesies yang
berkolerasi dengan ukuran tubuh fetus seperti pada siam 63 hari dan Persia 65
hari. Segi ukuran fetus juga memperngaruhi kelahiran normal, dimana rata-rata
ukuran 4.0 tetapi bervariasi antar ras,
2.6 Patogenesa
Distokia dapat terjadi sebagai akibat dari faktor maternal atau fetal dan dapat
terjadi selama setiap tahap persalinan. Kelainan presentasi, postur, dan posisi
mempengaruhi hubungan antara janin dan jalan lahir induk. Presentasi: hubungan
sumbu tulang belakang janin dengan sumbu tulang belakang ibu — longitudinal
anterior atau posterior normal, transversal tidak normal. Posisi: hubungan dorsum
janin dengan kuadran panggul induk — dorso-sakral normal. Postur tubuh:
hubungan antara ekstremitas atau kepala janin dengan tubuh janin — kaki depan
dan belakang direntangkan dan kepala terjulur adalah normal. Inersia uterus
mungkin primer atau sekunder. Inersia primer adalah kegagalan memulai
kontraksi uterus sinkron. Inersia sekunder adalah penghentian kontraksi uterus
akibat kelelahan uterus atau hipokalsemia. Faktor fetal yang mempengaruhi
distokia yaitu ukuran yang besar: seperindukan; fetal monster, fetal anasarca;
fetal hidrosefalus; gestasi berkepanjangan karena ketidakmampuan janin untuk
memulai persalinan. Presentasi, posisi, atau postur janin yang tidak normal di
jalan lahir, serta kematian janin (Tilley dan Smith, 2011).
2.7 Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap bertujuan untuk menentukan masalah yang terjadi
bersamaan atau yang berkontribusi seperti demam dan dehidrasi. Melakukan
palpasi perut dengan hati-hati untuk memastikan keberadaan janin. Pemeriksaan
vagina digital untuk mengetahui adanya janin atau selaput janin di saluran vagina
serta kelainan saluran panggul induk dan menilai refleks mengejan. Apabila sang
induk tidak responsif terhadap oksitosin atau kurangnya refleks mengejan (Tilley
dan Smith, 2016). Pemeriksaan tonus uteri merupakan pemeriksaan yang
dilakukan pada daerah uterus yang bertujuan untuk mengecek ukuran, deteksi
cairan, dan penilaian subjektif apakah ukuran posisis dan tonus uterus secara
keseluruhan normal untuk tahap inovasi tersebut. Tonus uterus menjadi salah satu
indikasi penilaian terhadap kasus pyometra (Runciman et al., 2008).
Derajat distensi abdomen dan bentuk abdomen dapat memberikan indikasi
jumlah keturunan yang belum lahir, meskipun observasi ini tidak dapat
diandalkan. Gerakan janin mungkin terasa saat tangan diletakkan dengan lembut
di sekitar perut pasien (Tilley dan Smith, 2016). Derajat distensi dikelompokkan
menjadi ditensi abdomen ringan dan berat. Palpasi derajat distensi berat
menunjukkan rasa sakit dibandingkan dengan distensi ringan (Mortier et al.,
2016).

Gambar 3. Gerakan janin dapat dirasakan dan dinilai saat tangan diletakkan
dengan lembut di atas perut pasien (Tilley dan Smith, 2016)

b. Ultrasonography (USG)
Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan apakah anak kucing di
pintu masuk panggul memiliki detak jantung atau masih hidup. Gerakan spontan
jantung merupakan indikasi lebih lanjut dari kehidupan janin (Jackson 2004).
Ultrasonografi bertujuan untuk memantau janin misalnya, detak jantung janin
normal pada fetus <180 bpm, apabila berkelanjutan (> 260 bpm) menunjukkan
kebutuhan untuk pemantauan yang lebih sering, pemisahan plasenta, dan karakter
cairan janin (adanya mekonium atau darah dalam cairan ketuban) (Tilley dan
Smith, 2016). Detak jantung normal pada fetus anjing >220 bpm, apabila berada
direntan 180-200 bpm menunjukkan kondisi gawat janin ringan dan nilai kurang
dari 180 bpm menunjukkan gawat janin berat. Denyut jantung 1 jam sebelum
partum 160-180 bpm (Becaglia et al., 2016).

Gambar 4. Amnion pada kucing (Limmanont et al., 2019).


Interpretasi dari hasil pemeriksaan radiografi diatas menunjukkan anechoid
(hitam) pada kantung kebuntingan (embryonic vesicle). Hal ini disebabkan
embryonic vesicle dipenuhi dengan cairan di dalamnya. Selain itu, fetus yang
berada didalam embryonic vesicle terlihat hypoechoid (abu-abu). Hal ini terjadi
karena fetus terdiri atas jaringan lunak (Limmanont et al., 2019).
2.8 Penanganan Tindakan
a. Terapi Obat
Terapi obat untuk menstimulasi kontraksi uterus mungkin digunakan untuk
menangani inersia uterine dan untuk mempercepat presentasi fetus selanjutnya di
inlet pelvis. Hal ini juga akan memacu lewatnya membran fetus dan involusi
uterus pasca kelahiran (Tilley dan Smith, 2016).
Obat-obatan ekbolik jangan digunakan untuk kasus distokia obstruktif dan
penggunaannya harus selalu diawali dan diikuti dengan pemeriksaan vagina.
Oksitosin (dosis: anjing 2-5 IU: kucing 2-5IU) normalnya diberikan melalui
injeksi intramuskular. Ini dapat menyebabkan rasa sakit saat pemberiannya dan
menyebabkan pasien berusaha untuk menggigit dokter hewan. Setelah injeksi,
pasien harus ditinggalkan dengan tenang selama 10-15 menit. Oksitosin dosis
besar yang berlebihan dapat menyebabkan spasmus uterus dan kadang-kadang
gejala mengkhawatirkan dari induk. Jika dosis tunggal oksitosin gagal untuk
menghasilkan efek yang diinginkan. Dosis selanjutnya dapat diberikan setelah 20-
30 menit. Kadang-kadang dosis tunggal cukup untuk mendapatkan objek yang
diinginkan. Pada beberapa kasus inersia uteri, mungkin diperlukan beberapa kali
injeksi pada interval tertentu. Untuk memberikan respon agak cepat terhadap
oksitosin. Dosis selanjutnya dapat diberikan. Jika tidak ada respon terhadap semua
oksitosin dalam 30 menit dan fetus selanjutnya masih ada di dalam uterus,
kemungkinan besar diperlukan operasi Caesar (Jackson, 2004).
b. Operasi Caesar
Sectio caesaria adalah pengeluaran fetus yang umumnya pada waktu partus
melalui laparo histerektom atau pembedahan pada perut dan uterus. Pembedahan
ini dilakukan bila metode manipulatif tidak bisa digunakan untuk mengangani
partus ini, fetus yang terlalu besar, dilatasi dan relaksasi serviks tidak sempurna
(Toelihere, 2006). Sedangkan menurut Slatter (2003) bedah caesar adalah suatu
prosedur pembedahan untuk mengeluarkan fetus dari uterus. Sectio-caesaria atau
yang lebih dikenal dengan operasi sesar merupakan tindakan terakhir yang harus
diambil oleh seorang dokter hewan untuk menghentikan masa kebuntingan, baik
yang disebabkan oleh distokia maupun oleh sebab-sebab yang lain dan pada
kasus-kasus tertentu operasi caesar merupakan tindakan pertama untuk
menyelamatkan induk atau anak ataupun kedua-duanya.
Operasi Caesar biasanya dilakukan setelah melakukan beberapa pemeriksaan
terlebih dahulu. Pemeriksaan fisik dapat berupa palpasi abdomen dan palpasi
vagina. Palpasi abdomen dilakukan untuk mengetahui pergerakan fetus sedangkan
palpasi vagina dilakukan untuk mengevaluasi kelainan panggul induk, ukuran
janin jika anak-anak kucing terlalu besar. Pemeriksaan yang kedua dilakukan
USG untuk mengetahui umur kebuntingan dan memprediksi kapan fetus akan
partus sehingga dapat dilakukan operasi caesar sebelum fetus partus. Pemeriksaan
radiografi dapat dilakukan, namun hanya bisa dilakukan jika umur kebuntingan
sudah 35 hari (Jackson, 2004).

Gambar 6. Operasi Ceasar (Heimendahl dan Cariou, 2009)


2.9 Pencegahan dan Edukasi Klien
Pencegahan dilakukan dengan cara melakukan evaluasi secara lengkap
pada induk hamil sebelum melahirkan, termasuk pemeriksaan vagina. Radiografi
perut prepartum untuk memperkirakan jumlah dan ukuran relatif janin yang
dibandingkan dengan induk (paling baik setelah usia kehamilan 55 hari).
Diskusikan perawatan perinatal yang tepat, interpretasi panjang kehamilan yang
akurat berdasarkan waktu ovulasi, dan pengenalan distosia yang cepat (Cohn dan
Cote, 2020).
Dokter hewan harus mendidik setiap klien tentang risiko distosia yang
terkait dengan jenis anjing, ukuran, usia, dan kebutuhan sebelumnya untuk
persalinan ceasar. Selain itu, induk yang hamil harus menerima perawatan hewan
rutin, termasuk radiografi perut pada 42 hingga 52 hari pasca kawin. Radiografi
perut membantu mengevaluasi jumlah janin dan dapat membantu memprediksi
perlunya intervensi bedah. Klien harus diberikan instruksi tertulis yang jelas yang
menggambarkan tanda-tanda klinis yang mengharuskan menghubungi dokter
hewan (Cavanagh, 2017).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sinyalemen dan Anamnesa


Nama Kucing : Mancung
Ras : Persia
Berat : 3.6 kg
Suhu : 38.5 0C
Warna Bulu : Putih Abu-abu
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 1 Tahun 6 bulan
Seorang klien datang ke Klinik Hewan Pendidikan Unhas dengan membawa
kucingnya. Klien melaporkan bahwa kucing tidak makan sejak kemarin dan
merupakan kehamilan pertama pada kucing serta ada leleran di bagian vulva
dengan bau tidak sedap
3.2 Temuan Klinis
Pemeriksaan klinis selanjutnya dilakukan setelah mendapatkan informasi
dari pemilik hewan. Ketika dilakukan pemeriksaan turgor kulit mencapai < 3
detik, menandakan Mancung mengalami dehidrasi. Area sekitar vulva
mengeluarkan leleran. Suha badan mancung 38,5 0C. Selain itu, ditemukan bahwa
frekuensi napas sebanyak 44 kali/menit, frekuensi denyut jantung 214 kali/ menit.
3.3 Diagnosa dan Penanganan
3.3.1 Diangnosa
Diagnosa diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala klinis,
pemeriksaan USG. Berdasarkan dari pemerikssan fisik dan temuan klinis dapat
didiagnosis kalau Mancung mengalami distokia. Diduga Mancung mengalami
distokia Fetal karena setalah di operasi di temukan fetus yang cukup besar dan
merupakan kelahiran pertama pada Mancung.
Interpretasi dari hasil pemeriksaan ultrasonography Pingky yang
ditunjukkan oleh anak panah berwarna kuning menunjukkan adanya fetus dalam
kantung kebuntingan (embryonic vesicle) yang terlihat hypoechoid (abu-abu).
Selain itu, hyperechoid (putih) menunjukkan adanya benda padat atau tulang dari
fetus.
Gambar 7. Hasil pemeriksaan ultrasonography Mancung.
3.3.2 Penanganan
Sebelum dilakukan penangan, dilakukan pemeriksaan klinis umum untuk
menghasilkan penilaian status kesehatan hewan dan adanya tanda-tanda efek
samping dari kelahiran. Tanda-tanda kondisi kardiovaskuler yang membahayakan
harus dicari dan pemeriksaan glandula mammae dibuat untuk menilai tingkat
produksi susu. Selain itu pemberian terapi cairan sangat diperlukan bagi hewan
yang mengalami dehidrasi. Pemberian cairan berupa cairan isotonis NaCl. Pada
kasus derajat distensi abdominal dan bentuk dari abdomen dapat memberikan
beberapa indikasi jumlah anak yang belum lahir. Pemberian intracin melalui
intramuskular dengan dosis pertama sebanyak 0,25 ml. Setelah injeksi, pasien
harus ditinggalkan dengan tenang selama 10-15 menit. Selanjutnya diberikan
Intracin setelah 60 menit kemudian dengan dosis lanjutan sebanyak 0, 25 ml.
Setelah 60 menit kemudian tidak ada tanda-tanda Mancung akan melahirkan jadi
di putuskan penanganan selanjutnya bahwa akan dilakukan operasi Caesar pada
Mancung.
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam operasi ovariohisterektomi kali ini di
antaranya adalah timbangan, satu set alat bedah (pinset anatomis, pinset sirurgis,
gagang scalpel, gunting lurus, gunting bengkok, arteri clamp anatomis dan
sirurgis, dan needle holder, needle segitiga), perlengkapan operator dan asisten
operator (masker,baju operasi, dan sarung tangan), blade, kapas, tampon, meja
operasi, lampu penerang, tali pengikat, plester, kain kasa steril, silk dan cromik.
Bahan-bahan yang digunakan dalam operasi kali ini diantaranya adalah alkohol
70%, iodine, atropine sulfat, xylazin HCL 2%, ketamin dan bioamox.
2. Persiapan Ruangan dan Meja Operasi
Ruang operasi dibersihkan dari baik dari kotoran ataupun debu, meja operasi
dibersihkan dengan disemprot alkohol 70%.
3. Persiapan Peralatan Operasi
Alat-alat tersebut dicuci bersih terlebih dahulu, kemudian dikeringkan, lalu
ditata di dalam wadah. Alat-alat tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain.Kain lapis
pertama dibentangkan dan wadah diposisikan di tengah kain dengan posisi
simetris.Sisi kain terdekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi wadah dan ujung
lainnya yang berseberangan dilipat mendekati tubuh kemudian sisi kanan dilipat
dan dilanjutkan dengan sisi kiri. Peralatan yang terbungkus rapi kemudian
dimasukkan ke dalam oven sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dengan suhu
120ºC selama 30 menit. Peralatan yang sudah steril harus digunakan secara
aseptis dan benar.
4. Pre Operasi dan Operasi
Dilakukan pemberian premedikasi berupa atropin secara subcutan dan
ditunggu selama 10-15 menit kemudian diinjeksi dengan xylazin sebagai sedative
secara intramuskular diantara m.semitendinosus dan m.memimembranosus
kemudian diberikan ketamin. Setelah teranestesi, abdomen kucing tepatnya
dibagian caudal umbilical dicukur rambutnya hingga bersih, bersih dari kotoran,
dan diberi iodium tinctur 3% secara topikal. Hal ini bertujuan untuk untuk
memudahkan dalam operasi caesar dan mengurangi kontaminasi akibat rambut
yang kotor dan mungkin mengandung mikroorganisme pathogen seperti bakteri,
virus, jamur dan lain-lain. Setelah proses preparasi selesai, pasien yang telah
teranasthesi di bawa ke meja operasi kemudian keempat kaki kucing difiksir
dengan tali menggunakan simpul tomful dan bagian abdomen lokasi pembedahan
ditutup dengan duk serta dipastikan lokasi penyayatan. Pembedahan dilakukan
dengan melakukan penyayatan kulit dibagian caudal umbilical dengan jarak
kurang lebih 6 sentimeter menggunakan blade, preparir menggunakan arteri clam
dan gunting disepanjang linea alba. Setelah rongga peritoneum terbuka, dilakukan
eksplorasi terhadap uterus, kemudian kuakkan (bagian cornua uteri yang berisi
fetus).
Kemudian Uterus kiri dan kanan dikeluarkan, dilakukan clam pada pembuluh
darah dan uterus itu sendiri dan dilakukan pemotongan dan pengangkatan ovarium
serta uterus. Setelah itu, dilakukan penjahitan pada bagian distal dari serviks
dengan menggunakan benang polyglactin 91. Kemudian bagian kulit dijahit
dengan jahitan sederhana menggunakan benang silk dengan jahitan sederhana.
Luka yang sudah tertutup rapat diberikan iodin .

Gambar 8. Proses insisi dan mempreparir untuk mendapatkan posisi uterus

Gambar 9. Melakukan pengeluaran uterus dari abdomen

Gambar 13. Uterus yang telah di keluarkan berisi fetus


Gambar 14. Terdapat 3 anak yang sudah mati dan 1 masih hidup (diberi
infrared)

Gambar 8. Luka Pasca operasi


3.2.1 Tata Laksana Terapi
Tata laksana terapi yang dilakukan adalah dengan melakukan
ovariohisterektomi dan pemberian terapi untuk pengobatan post operasi selama 7
hari pada kucing tersebut. Disamping itu diberikan terapi pengobatan yang
diberikan adalah sebagai berikut (Plumb, 2011):

a. Glukortin
Jenis Obat Antiinflamasi steroid

Nama paten Glucortin-20

Indikasi Sebagai anti inflamasi dan mempercepat pemulihan kondisi


pada anjing dan kucing.

Kontraindikasi Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang rentan terhadap


tukak atau infeksi atau pada hewan yang memerlukan
penyembuhan luka. Gunakan dengan hati-hati pada hewan
dengan diabetes atau gagal ginjal dan pada hewan bunting.
Dosis Sediaan 50 ml

Dosis Anjuran 0.25 ml/ kucing

Rute IV, IM, SC

Frekuensi q 48 h

Mekanisme Kandungan dexamethasone bekerja dengan cara


kerja menghambat phospholipase A2 yang menyebabkan tidak
terbentuk prostaglandin dan leukotrien yang merupakan
mediator inflamasi.

Gambar

b. Bio-Amox
Jenis Obat Antibiotik

Nama paten Bio-Amox

Indikasi Bio-Amox mengandung Amoxicillin berspektrum luas


digunakan untuk berbagai infeksi pada berbagai spesies.

Kontraindikasi Tidak disarankan pemberian Bio-Amox yang


hipersensitifitas terhadapnya.
Dosis Sediaan 100 ml

Dosis Anjuran 0.1 mg/kg

Rute SC dan IM

Frekuensi 1x2

Mekanisme Amoxicillin berkerja dengan menghambat sintesis dinding


kerja sel.
Gambar

c. Gentamicin
Jenis Obat Antibiotik

Nama Obat Gentamicin

Sediaan 5 gram

Mekanisme Kerja Gentamicin bekerja dengan menghambat sintesis


protein bakteri melalui ikatan terhadap 16S rRNA

Indikasi Antibiotik spektrum luas pada bakteri, mengatasi


infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Rute Topikal

Dosis Pemberian Oleskan tipis-tipis pada daerah luka sebanyak 2 kali


sehari

Frekuensi q 12 h

Gambar

d. Intracin
Jenis Obat Hormon
Nama Patten Intracin-10S

Sediaan 50 ml

Mekanisme Kerja Oksitosin telah digunakan untuk induksi atau


peningkatan kontraksi uterus saat melahirkan,
pengobatan plasenta dan metritis yang tertahan
pascapartum, involusi uterus setelah koreksi manual
prolaps uterus pada anjing, dan dalam mengobati
agalaktia.

Indikasi Oksitosin harus digunakan hanya ketika serviks rileks


secara alami atau dengan pemberian estrogen
sebelumnya.

Kontraindikasi Oksitosin harus digunakan hanya ketika serviks rileks


secara alami atau dengan pemberian estrogen
sebelumnya.

Rute SC, IM

Dosis Anjuran 0.25 – 1 unit SC or IM/ Kucing

Frekuensi Setiap 30 – 60 minutes

Gambar

e. Atropine
Jenis Obat anticholinergic

Nama Patten At ropine L.A.®


Sediaan 0,25 mg/mL

Mekanisme Kerja menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lainnya


di lokasi efek saraf parasimpatis postganglionik. Dosis
tinggi dapat memblokir reseptor nikotinik di ganglia
otonom dan di sambungan neuromuskuler.

Indikasi Preanestetik untuk mencegah atau mengurangi sekresi


dari saluran pernafasan.

Kontraindikasi Atropin akan melawan efek obat kolinergik yang


diberikan (misalnya, metoclopramide).

Rute SC, IM, IV

Dosis Anjuran 0.02 – 0.04 mg/kg

Frekuensi Sekali pemberian

Gambar

f. Xylazine
Jenis Obat Adrenergic agonist

Nama Patten Xyla

Sediaan 20 mg/mL

Mekanisme Kerja Alpha2-agonists menurunkan pelepasan neurotransmitter


dari neuron. Mereka menurunkan transmisi melalui
pengikatan ke reseptor alfa2 presinaptik (reseptor umpan
balik negatif). Hasilnya adalah penurunan aliran simpatis,
analgesia, sedasi, dan anestesi.

Indikasi Menghasilkan keadaan sedasi dengan periode analgesia


yang lebih singkat, dan sebagai pra-anestesi sebelum
anestesi lokal atau umum.

Kontraindikasi Gunakan dengan hati-hati pada hewan yang sedang


bunting.

Rute IM, IV

Dosis Anjuran 1-3 mg/kg

Frekuensi 30 menit

Gambar

g. Ketamine
Jenis Obat Anesthetic agent.

Nama Patten Ketavet

Sediaan 100 mg/mL

Mekanisme Kerja Ketamine menghambat GABA, dan dapat memblokir


serotonin, norepinefrin, dan dopamin di SSP. Sistem
talamoneokortikal tertekan saat sistem limbik diaktifkan.
Ini menginduksi anestesi

Indikasi Ketamine digunakan untuk prosedur anestesi jangka


pendek. Durasi tindakan biasanya 30 menit atau kurang.

Kontraindikasi Jangan gunakan pada hewan dengan cedera kepala


karena dapat meningkatkan tekanan cairan serebrospinal
(CSF).

Rute IM, IV

Dosis Anjuran 8-12,5 mg/kg

Frekuensi 30 menit

Gambar

h. Cairan Infus
Nama Obat NaCl

Obat Cairan infus

Nama paten NaCl fisiologis

Indikasi larutan yang memiliki osmolalitas sama dengan


serum darah. Sangat bergunan untuk maintenance dan
terapi shock.

Kontraindikasi Larutan ini harus dihindari pada pasien yang


menderita gagal jantung, hipertensi dan asodiosis
metabolik

Dosis Cairan manintenance = (BB x 30) + 70

Rute IV
Frekuensi 2-7 hari

Sediaan NaCl 0,9%

Dosis pemberian Cairan manintenance = (BB x 30) + 70

= (2,5 kg x30) + 70

= 75 + 70 = 145 ml/hari

= 6 ml/jam

= 6 ml/60 menit

= 0,1 ml/menit

60 tetes= 1 ml

= 0,1 X 60

= 6 tetes/menit

= 1 tetes/ 10 detik

Gambar

3.2.5 Postoperasi
Setelah operasi, perkembangan kesehatan pasien harus selalu diperiksa.
Pengukuran temperatur tubuh, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung
dilakukan. Diberikan antibiotik Bio-Amox dan antiinflamasi glucortin secara
intramuscular. Setelah itu diberikan gentamicin salep dan nebacetin powder
untuk perawatan luka bekas jahitan. Plan treatment pasca operasi yang diberikan
oleh tim dokter hewan di Klinik Hewan Pendidikan Universitas Hasanuddin
adalah observasi kondisi, pemasangan infus dan pemberian antibiotik baik
secara intramuscular maupun topikal.
a. Jumat, 21 Januari 2022
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 35,7 0C. Belum dikasi makan dan minum. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan infrared.
b. Sabtu, 22 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,3 0C. Makan dan minumnya di spoit. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca
operasi di berikan salep gentamicin
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 37,8 0C. Makan dan minumnya di spoit. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca
operasi di berikan salep gentamicin
c. Minggu, 23 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,7 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi
dan urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi di
berikan salep gentamicin ,bioamox dan glucortin.
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 37,3 0C. Makan dan minumnya di spoit. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
d. Senin, 24 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,3 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi di
berikan salep gentamicin
Pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 38,8 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
e. Selasa, 25 Januari 2022
Pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,6 0C. Makan dan minum sendiri . Mancung sudah defekasi
dan sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus, bioamox, glucortin dan
luka pasca operasi di berikan salep gentamicin
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 38,8 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
f. Rabu, 26 anuari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,6 0C. Makan dan minum sendiri . Mancung sudah defekasi
dan sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi
di berikan salep gentamicin
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 38,5 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
g. Kamis, 27 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,5 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung sudah defekasi
dan urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi di
berikan salep gentamicin ,bioamox dan glucortin .
Setelah perawatan beberapa hari di Klinik Hewan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, owner mancung meminat untuk rawat jalan setalah itu mancung du
pulangkan dengan obat pulang berupa antibiotic dan antinyeri.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Distokia merupakan perpanjangan waktu kelahiran akibat terjadinya kesulitan
dalam proses partus, sehingga membutuhkan bantuan dalam proses kelahiran
tersebut. Penanganan distokia fetal dapat dilakukan dengan cara pemberian suntik
hormone oksitosin namun apabila cara tersebut tidak membuahkan hasil yang
diharapkan, maka caesarion section menjadi pilihan untuk penanganan distokia
fetal pada kucing. Caesarion section adalah suatu prosedur pembedahan untuk
mengeluarkan fetus dari uterus. Namun, pada saat pembedahan, kondisi uterus
mengalami infeksi yang ditandai dengan banyaknya cairan pus didalam uterus dan
berbau busuk sehingga diputuskan untuk melakukan ovariohisterektomi.
Ovariohisterektomi adalah pengangkatan saluran reproduksi berupa ovarium dan
uterus. Perawatan yang dapat diberikan untuk kasus distokia fetal pada kucing
dilakukan dengan pemberian Iodine sebagai daya tahan tumbuh atau penambah
energi, antibiotik seperti ceftriaxone yang diinjeksikan melalui intramuskular,
nebacetin powder dan salep gentamicin yang diberikan secara topikal pada daerah
luka bekas jahitan operasi, pemberian terapi cairan seperti NaCl serta mengawasi
perkembangan kesehatan pasien dengan memperhatikan temperature tubuh
pasien. Pada kasus ini terdapat 3 anak dalam kondisi yang sudah mati dan salah
satu anaknya mati setalah beberapa hari setelah operasi.
4.2 Saran
Penanganan kasus distokia dengan jalan operasi caesar sebaiknya segera
dilakukan apabila pemberian oksitosin tidak berhasil dilakukan. Selain itu,
penanganan sebaiknya dilakukan dalam kondisi yang bersih dan higienis untuk
mencegah adanya kontaminasi pada saat proses operasi dan mempercepat
persembuhan post operasi. Selain itu, sebaiknya owner rutin melakukan konsultasi
kepada dokter hewan dan melakukan pemeriksaan kebuntingan pada kucingnya
untuk mengetahui perkiraan kelahiran dan kondisi janin didalam perut induk.
Owner juga perlu diedukasi mengenai resiko mengkawinkan kucingnya dibawah
umur 1 tahun dan adanya resiko distokia pada kebuntingan pertama kali pada
kucing serta menjelaskan tanda-tanda klinis kucing yang mengalami distokia
sehingga owner dapat segera menghubungi dokter hewan apabila ada tanda-tanda
klinis distokia.
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall, V. 2011, Reproductive System Of The Dog and Cat Part 1-The Female
System. Veterinary Nursing Journal. 26(2):43-55.
Ball PJ and Peter AR. 2004. Reproduction in Cattle 3th Eds. Blackwell Science,
Inc.
Bright, RM. 2011. Dystocia in Dogs and Cats. Saunders, Elsevier Inc.
Cathey, M dan Memon, M. A. 2010. Non Surgical Metods of Contaception in
Dogs and Cats: Where Are We Now?. Pullman: Departement of Veterinary
Clinical Science
Cavanagh, AA. 2017. Canine Dystocia. Veterinary Team Brief: Colorado State.
Cohn, LA dan E Cote. 2020. Clinical Veterinary Advisor Dogs and Cats. Elsevier:
Missouri.
Feradis, 2014. Buku Reproduksi Ternak. Alfabeta: Bandung.
Heimendahl, A dan M Cariou. 2009. Normal Parturition And Management Of
Dystocia In Dogs And Cats. In Practice. 31(2009):254-261.
Jackson, PGG. 2004. Handbook Of Veterinary Obstetrics 2th Eds.
Saunders:Philadelphia.
Kustritz, M. V. R. (2006). Clinical management of pregnancy in
cats. Theriogenology, 66(1), 145-150.
Limmanont,C., S Ponglowhapan, P Tanhan, T Sirinarumitr dan K Sirinarumitr.
2019. Fetal Head in Dog and Cats Measured by Radiography and
Ultrasonography. Thai. J. vet.Med. 49(2):175-182.
Mariandayani, H.N. 2012. Keragaman kucing dopmestic (Felis domesticus)
Berdasarkan Morfogenetik. Jurnal peternakan sriwijaya. 1(1):10-13.
Moges, N. 2016. Etiology, Incidence and Economic Significance of Dystocia and
Recommendations for Preventive Measure and Treatment to Reduce the
Incidence of Dystocia: Review. Journal of Reproduction and Infertility.
7(1): 24-33.
Noakes, DE., TJ Parkinson dan GCW England. 2001. Arthur’s Veterinary
Reproduction and Obstetrics 8th Eds. Saunders Elsevier: London.
Purohit, GN., K Solanki K., C Shekhar, SP Yadav. 2012. Prespectives of Fetal
Dystocia in Cattle and Buffalo. Veterinary Science Development 2012.
2(8):31-42.
Rahmiati, D.U., Okta W.Dan Trianingtyas K. A.2020. Kontrol Populasi Dengan
Kegiatan Sterilisasi Kucing Liar Di Lingkungan Unpad. Jurnal Aplikasi Ipteks
untuk Masyarakat. Vol. 9(2): 114 – 116.
Runciman, D. J., Anderson, G. A., Malmo, J., & Davis, G. M. (2008). Use of
postpartum vaginoscopic (visual vaginal) examination of dairy cows for the
diagnosis of endometritis and the association of endrometritis with reduced
reproductive performance. Australian Veterinary Journal, 86(6), 205-213.
Sendana, L., N Wandia dan IKA Dada. 2019. Laporan Kasus : Penanganan Bedah
terhadap Kejadian Endometritis pada Kucing Lokal. Indonesia Medicus
Veterinus. 8(5): 572-582.
Slatter D. 2003. Textbook of Small Animal Surgery Ed. 3. USA: Saunders
Tilley, LP dan FWK Smith. 2011. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult:
Canine and Feline 5th Eds. John Wiley & Sons, Inc: Lowa.
Tilley, LP dan FWK Smith. 2016. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult:
Canine and Feline 6th Eds. John Wiley & Sons, Inc: Lowa.
Toelihere, MR. 2006. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta : UI
Press.

Anda mungkin juga menyukai