ANGGA AKRIANTO
C024211010
PEMBIMBING
Drh. Musdalifah
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan distokia fetal khususnya
pada kucing.
1.3.2. Untuk mengetahui penanganan dan perawatan yang tepat dalam kasus
distokia fetal pada kucing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Reproduksi Kucing Betina
Hewan betina menghasilkan sel-sel kelamin betina untuk membentuk suatu
individu baru. Organ reproduksi betina terbagi dua, yaitu organ primer dan organ
sekunder. Organ reproduksi primer seperti ovarium yang menghasilkan sel telur
dan hormon-hormon kelamin betina, sedangkan organ reproduksi sekunder atau
saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix, vagina, dan
vulva. Fungsi organ-organ reproduksi sekunder adalah menerima dan
menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina. Adapun fungsi dari organ-organ
reproduksi, yaitu (Feradis, 2014):
1. Ovarium merupakan organ yang memproduksi sel kelamin betina yaitu
ovum dan hormon-hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron.
Jumlah ovarium pada kucing sepasang sedangkan alat penggantung
ovarium disebut mesovarium yang dilalui oleh pembuluh darah.
2. Tuba Fallopi atau oviduct merupakan saluran kecil dan teraba keras seperti
kawat. Tuba Fallopi terdiri dari infundibulum dan fimriae, ampula dan
ismus. Tuba Fallopi digantung oleh alat penggantung yang disebut
mesosalping yang berasal dari mesovarium.
3. Uterus merupakan saluran muskuler yang diperlukan untuk menerima
ovum yang telah dibuahi. Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix.
Letak uterus dalam cavum abdomen kecuali cervix yang masih mencapai
bagian peritoneal dari cavum pelvis. Uterus berfungsi sebagai alat dan
tempat untuk : transport sperma ke dalam tuba fallopi, pembentukan
plasenta, serta perkembangan embrio atau fetus.
4. Vagina adalah organ kelamin betina yang terletak di dalam rongga pelvis
dan berfungsi sebagai alat kopulatoris dan untuk jalur keluar fetus dan
plasenta pada saat partus (melahirkan).
5. Alat kelamin luar terbagi atas vestibulum dan vulva. Vulva merupakan
ujung akhir dari alat kopulasi pada hewan.
Gambar 3. Gerakan janin dapat dirasakan dan dinilai saat tangan diletakkan
dengan lembut di atas perut pasien (Tilley dan Smith, 2016)
b. Ultrasonography (USG)
Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan apakah anak kucing di
pintu masuk panggul memiliki detak jantung atau masih hidup. Gerakan spontan
jantung merupakan indikasi lebih lanjut dari kehidupan janin (Jackson 2004).
Ultrasonografi bertujuan untuk memantau janin misalnya, detak jantung janin
normal pada fetus <180 bpm, apabila berkelanjutan (> 260 bpm) menunjukkan
kebutuhan untuk pemantauan yang lebih sering, pemisahan plasenta, dan karakter
cairan janin (adanya mekonium atau darah dalam cairan ketuban) (Tilley dan
Smith, 2016). Detak jantung normal pada fetus anjing >220 bpm, apabila berada
direntan 180-200 bpm menunjukkan kondisi gawat janin ringan dan nilai kurang
dari 180 bpm menunjukkan gawat janin berat. Denyut jantung 1 jam sebelum
partum 160-180 bpm (Becaglia et al., 2016).
PEMBAHASAN
a. Glukortin
Jenis Obat Antiinflamasi steroid
Frekuensi q 48 h
Gambar
b. Bio-Amox
Jenis Obat Antibiotik
Rute SC dan IM
Frekuensi 1x2
c. Gentamicin
Jenis Obat Antibiotik
Sediaan 5 gram
Rute Topikal
Frekuensi q 12 h
Gambar
d. Intracin
Jenis Obat Hormon
Nama Patten Intracin-10S
Sediaan 50 ml
Rute SC, IM
Gambar
e. Atropine
Jenis Obat anticholinergic
Gambar
f. Xylazine
Jenis Obat Adrenergic agonist
Sediaan 20 mg/mL
Rute IM, IV
Frekuensi 30 menit
Gambar
g. Ketamine
Jenis Obat Anesthetic agent.
Rute IM, IV
Frekuensi 30 menit
Gambar
h. Cairan Infus
Nama Obat NaCl
Rute IV
Frekuensi 2-7 hari
= (2,5 kg x30) + 70
= 75 + 70 = 145 ml/hari
= 6 ml/jam
= 6 ml/60 menit
= 0,1 ml/menit
60 tetes= 1 ml
= 0,1 X 60
= 6 tetes/menit
= 1 tetes/ 10 detik
Gambar
3.2.5 Postoperasi
Setelah operasi, perkembangan kesehatan pasien harus selalu diperiksa.
Pengukuran temperatur tubuh, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung
dilakukan. Diberikan antibiotik Bio-Amox dan antiinflamasi glucortin secara
intramuscular. Setelah itu diberikan gentamicin salep dan nebacetin powder
untuk perawatan luka bekas jahitan. Plan treatment pasca operasi yang diberikan
oleh tim dokter hewan di Klinik Hewan Pendidikan Universitas Hasanuddin
adalah observasi kondisi, pemasangan infus dan pemberian antibiotik baik
secara intramuscular maupun topikal.
a. Jumat, 21 Januari 2022
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 35,7 0C. Belum dikasi makan dan minum. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan infrared.
b. Sabtu, 22 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,3 0C. Makan dan minumnya di spoit. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca
operasi di berikan salep gentamicin
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 37,8 0C. Makan dan minumnya di spoit. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca
operasi di berikan salep gentamicin
c. Minggu, 23 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,7 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi
dan urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi di
berikan salep gentamicin ,bioamox dan glucortin.
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 37,3 0C. Makan dan minumnya di spoit. Mancung belum
defekasi, sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
d. Senin, 24 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,3 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi di
berikan salep gentamicin
Pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 38,8 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
e. Selasa, 25 Januari 2022
Pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,6 0C. Makan dan minum sendiri . Mancung sudah defekasi
dan sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus, bioamox, glucortin dan
luka pasca operasi di berikan salep gentamicin
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 38,8 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
f. Rabu, 26 anuari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,6 0C. Makan dan minum sendiri . Mancung sudah defekasi
dan sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi
di berikan salep gentamicin
pukul 20.00 WITA
Suhu Mancung 38,5 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung belum defekasi,
sudah urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus.
g. Kamis, 27 Januari 2022
pukul 08.00 WITA
Suhu Mancung 38,5 0C. Makan dan minum sendiri. Mancung sudah defekasi
dan urinasi. Terapi yang diberikan yakni infus dan luka pasca operasi di
berikan salep gentamicin ,bioamox dan glucortin .
Setelah perawatan beberapa hari di Klinik Hewan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, owner mancung meminat untuk rawat jalan setalah itu mancung du
pulangkan dengan obat pulang berupa antibiotic dan antinyeri.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Distokia merupakan perpanjangan waktu kelahiran akibat terjadinya kesulitan
dalam proses partus, sehingga membutuhkan bantuan dalam proses kelahiran
tersebut. Penanganan distokia fetal dapat dilakukan dengan cara pemberian suntik
hormone oksitosin namun apabila cara tersebut tidak membuahkan hasil yang
diharapkan, maka caesarion section menjadi pilihan untuk penanganan distokia
fetal pada kucing. Caesarion section adalah suatu prosedur pembedahan untuk
mengeluarkan fetus dari uterus. Namun, pada saat pembedahan, kondisi uterus
mengalami infeksi yang ditandai dengan banyaknya cairan pus didalam uterus dan
berbau busuk sehingga diputuskan untuk melakukan ovariohisterektomi.
Ovariohisterektomi adalah pengangkatan saluran reproduksi berupa ovarium dan
uterus. Perawatan yang dapat diberikan untuk kasus distokia fetal pada kucing
dilakukan dengan pemberian Iodine sebagai daya tahan tumbuh atau penambah
energi, antibiotik seperti ceftriaxone yang diinjeksikan melalui intramuskular,
nebacetin powder dan salep gentamicin yang diberikan secara topikal pada daerah
luka bekas jahitan operasi, pemberian terapi cairan seperti NaCl serta mengawasi
perkembangan kesehatan pasien dengan memperhatikan temperature tubuh
pasien. Pada kasus ini terdapat 3 anak dalam kondisi yang sudah mati dan salah
satu anaknya mati setalah beberapa hari setelah operasi.
4.2 Saran
Penanganan kasus distokia dengan jalan operasi caesar sebaiknya segera
dilakukan apabila pemberian oksitosin tidak berhasil dilakukan. Selain itu,
penanganan sebaiknya dilakukan dalam kondisi yang bersih dan higienis untuk
mencegah adanya kontaminasi pada saat proses operasi dan mempercepat
persembuhan post operasi. Selain itu, sebaiknya owner rutin melakukan konsultasi
kepada dokter hewan dan melakukan pemeriksaan kebuntingan pada kucingnya
untuk mengetahui perkiraan kelahiran dan kondisi janin didalam perut induk.
Owner juga perlu diedukasi mengenai resiko mengkawinkan kucingnya dibawah
umur 1 tahun dan adanya resiko distokia pada kebuntingan pertama kali pada
kucing serta menjelaskan tanda-tanda klinis kucing yang mengalami distokia
sehingga owner dapat segera menghubungi dokter hewan apabila ada tanda-tanda
klinis distokia.
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall, V. 2011, Reproductive System Of The Dog and Cat Part 1-The Female
System. Veterinary Nursing Journal. 26(2):43-55.
Ball PJ and Peter AR. 2004. Reproduction in Cattle 3th Eds. Blackwell Science,
Inc.
Bright, RM. 2011. Dystocia in Dogs and Cats. Saunders, Elsevier Inc.
Cathey, M dan Memon, M. A. 2010. Non Surgical Metods of Contaception in
Dogs and Cats: Where Are We Now?. Pullman: Departement of Veterinary
Clinical Science
Cavanagh, AA. 2017. Canine Dystocia. Veterinary Team Brief: Colorado State.
Cohn, LA dan E Cote. 2020. Clinical Veterinary Advisor Dogs and Cats. Elsevier:
Missouri.
Feradis, 2014. Buku Reproduksi Ternak. Alfabeta: Bandung.
Heimendahl, A dan M Cariou. 2009. Normal Parturition And Management Of
Dystocia In Dogs And Cats. In Practice. 31(2009):254-261.
Jackson, PGG. 2004. Handbook Of Veterinary Obstetrics 2th Eds.
Saunders:Philadelphia.
Kustritz, M. V. R. (2006). Clinical management of pregnancy in
cats. Theriogenology, 66(1), 145-150.
Limmanont,C., S Ponglowhapan, P Tanhan, T Sirinarumitr dan K Sirinarumitr.
2019. Fetal Head in Dog and Cats Measured by Radiography and
Ultrasonography. Thai. J. vet.Med. 49(2):175-182.
Mariandayani, H.N. 2012. Keragaman kucing dopmestic (Felis domesticus)
Berdasarkan Morfogenetik. Jurnal peternakan sriwijaya. 1(1):10-13.
Moges, N. 2016. Etiology, Incidence and Economic Significance of Dystocia and
Recommendations for Preventive Measure and Treatment to Reduce the
Incidence of Dystocia: Review. Journal of Reproduction and Infertility.
7(1): 24-33.
Noakes, DE., TJ Parkinson dan GCW England. 2001. Arthur’s Veterinary
Reproduction and Obstetrics 8th Eds. Saunders Elsevier: London.
Purohit, GN., K Solanki K., C Shekhar, SP Yadav. 2012. Prespectives of Fetal
Dystocia in Cattle and Buffalo. Veterinary Science Development 2012.
2(8):31-42.
Rahmiati, D.U., Okta W.Dan Trianingtyas K. A.2020. Kontrol Populasi Dengan
Kegiatan Sterilisasi Kucing Liar Di Lingkungan Unpad. Jurnal Aplikasi Ipteks
untuk Masyarakat. Vol. 9(2): 114 – 116.
Runciman, D. J., Anderson, G. A., Malmo, J., & Davis, G. M. (2008). Use of
postpartum vaginoscopic (visual vaginal) examination of dairy cows for the
diagnosis of endometritis and the association of endrometritis with reduced
reproductive performance. Australian Veterinary Journal, 86(6), 205-213.
Sendana, L., N Wandia dan IKA Dada. 2019. Laporan Kasus : Penanganan Bedah
terhadap Kejadian Endometritis pada Kucing Lokal. Indonesia Medicus
Veterinus. 8(5): 572-582.
Slatter D. 2003. Textbook of Small Animal Surgery Ed. 3. USA: Saunders
Tilley, LP dan FWK Smith. 2011. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult:
Canine and Feline 5th Eds. John Wiley & Sons, Inc: Lowa.
Tilley, LP dan FWK Smith. 2016. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult:
Canine and Feline 6th Eds. John Wiley & Sons, Inc: Lowa.
Toelihere, MR. 2006. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Jakarta : UI
Press.