Anda di halaman 1dari 12

Co-Asistensi Bidang Reproduksi

DISTOKIA SAPI BALI DI KECAMATAN WONOMULYO KABUPATEN


POLEWALI MANDAR

Rabu, 17 Agustus 2022

MARKUS STEVEN SALAMENA


C024212007

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN Co-Asistensi BIDANG REPRODUKSI

Co-Asistensi Bidang : Bidang Reproduksi


Angkatan : X (Sepuluh)
Tahun Ajar : 2022-2023
Nama Mahasiswa : Markus Steven Salamena
NIM : C024212007

Makassar, 17 Agustus 2022


Menyetujui,

Pembimbing Koordiator Bidang Reproduksi

Dr. Sri Gustina, S.Pt. M.Si Dr. Drh Fika Yuliza Purba, M.Sc
NIP. 19860720 201012 2 004
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan

Drh. A. Magfira Satya Apada, M.Sc


NIP. 198508072010122008

Tanggal Pengesahan :
Tanggal Ujian :
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebuntingan adalah kondisi hewan betina saat muda berkembang di dalam
rahimnya. Interval, periode kehamilan, mulai dari pembuahan sel telur hingga
kelahiran anak. Ini termasuk pembuahan, penyatuan sel telur dan sperma;
perkembangan embrio awal dalam lumen saluran reproduksi wanita; implantasi
embrio di dinding rahim; placentation, deve lopment dari membran janin; dan
pertumbuhan janin yang berkelanjutan. Periode kehamilan normal sangat
bervariasi dari spesies ke spesies, dan ada variasi yang cukup besar di antara
individu-individu dalam setiap spesies. Jika kaum muda dilakukan sepanjang
masa kehamilan normal, itu adalah kehamilan penuh. Kelahiran prematur adalah
kelahiran janin yang layak sebelum perkembangan janin selesai. Pengakhiran
kehamilan dengan melahirkan janin yang tidak dapat hidup adalah aborsi (Fails
dan Magee , 2018).
Distokia merupakan gangguan reproduksi dimana hewan sulit atau
mengalami perpanjangan waktu partus dibandingkan secara normal. Kejadian
distokia biasanya menyerang pada sapi dara yang baru melahirkan pertama kali
(primipara). Kejadian kasus dapat berasal dari induk maupun fetus. Faktor dari
induk dikarenakan adanya ketidak sesuaian pada jalan kelahiran. Sedangkan
faktor fetus biasanya dikarenakan ukuran dari fetus maupun posisi fetus yang
yang abnormal (Schuenemann, 2012).
Konsekuensi langsung atau jangka panjang karena dystocia dapat mengubah
upaya ke dalam usaha yang tidak ekonomis dan boros. Karena banyak waktu,
tenaga dan pengeluaran dihabiskan untuk memastikan bahwa seekor sapi hamil,
dengan inseminasi buatan (IB) atau layanan alami, distokia dapat memiliki
dampak ekonomi yang sangat besar pada produsen karena morbiditas dan
mortalitas anak sapi,peningkatan biaya dokter hewan, penurunan produksi,
berkurangnya kesuburan, dan dalam kasus ekstrim, cedera atau kematian induk.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa distokia juga dapat memiliki potensi
jangka panjang. efek pada anak sapi yang lahir, mengurangi tingkat kelangsungan
hidup hingga dewasa dan produksi susu berikutnya di dalamnya (Signh et
al.,2019).
Menurut Whittier et al., (2009) penyebab distokia umumnya dikarenakan
maternal/ukuran fetus yang berlebih, posisi fetus yang abnormal, dilatasi cervix
yang tidak sempurna, terjadinya inersia uterus (kondisi uterus yang tidak
kontraksi atau karena kelelahan), terjadinya torsio uterus, fetus yang kembar, dan
fetus yang abnormal. Sapi yang memiliki bobot badan yang berlebihan atau
penurunan bobot badan yang berlebihan selama trimester terakhir kehamilan
sangat rentan mengalami distokia (Schuenemann 2012).
Oleh karena itu, manajemen nutrisi yang tepat selama kehamilan penting
untuk mengurangi resiko terjadinya distokia. Selain itu juga dapat dilakukan
pemilihan indukan ketika inseminasi buatan yaitu dengan mengeliminasi sapi
indukan yang memiliki panggul (pelvis) yang kecil dan memilih indukan yang
telah terbukti mudah dalam proses melahirkan. Pada sapi perah kejadian
kemungkinan terjadinya distokia lebih besar pada sapi dara jika dibandingkan
dengan sapi tua (Matli, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari distokia?
1.2.2 Apa etioligi dari distokia?
1.2.3 Bagaimana tanda klinis dari distokia?
1.2.4 Bagaimana bentuk-bentuk dari distokia?
1.2.5 Bagaimana cara mendiagnosis dari distokia?
1.2.6 Bagaimana penanganan dari distokia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari distokia
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari distokia
1.3.3 Untuk mengetahui tanda klinis dari distokia
1.3.4 Untuk mengetahui bentuk-bentuk distokia
1.3.5 Untuk mengetahui cara mendiagnosis distokia
1.3.6 Untuk mengetahui penanganan distokia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian distokia
Distokia adalah kesukaran dalam proses kelahiran yang diakibatkan oleh
faktor induk atau fetus, sehingga untuk terjadinya kelahiran diperlukan bantuan
manusia. Penyebab kesukaran dalam proses kelahiran pad sapi meliputi tiga
faktor utama yaitu kekurangan tenag pada induk untuk mengeluarkan fetus,
adanya gangguan pada jalan kelahiran induk, dan adanya kelainan pada fetusnya.
Kejadian distokia secara umum terjadi pada sapi yang pertama kali melahirkan
(premipara) daripada sapi yang sudah beberapa kali melahirkan (pluripara)
(Febrianila et al., 2018).
1.2 Etiologi distokia
Distokia pada ternak disebabkan oleh dua faktor umum yaitu: (1) faktor
maternal dan (2) faktor fetal. Faktor maternal yaitu faktor yang disebabkan dari
induknya, seperti adanya penyempitan saluran kelahiran sehingga serviks tidak
dilatasi sepenuhnya atau hal lain yang menghalangi masuknya fetus secara normal
ke dalam saluran kelahiran seperti ukuran pelvis yang kecil karena betina belum
dewasa tubuh dan adanya cacat anatomis atau patologis. Faktor fetal yaitu faktor
yang disebabkan dari fetusnya, seperti ukuran fetus yang terlalu besar, Kematian
fetus, Maldisposisi fetus yang merupakan penyebab paling umum terjadinya
distokia Faktor lain yang mempengaruhi kejadian distokia adalah manajemen
pemberian pakan, penyakit dan exercise (latihan) (Wulan, 2017).
1.3 Tanda klinis
Menurut Jackson (2004), tanda klinis yang bisa diamati pada sapi yang
mengalami distokia yaitu :
1. Kelahiran pada tahap pertama yang berkepanjangan dan tidak progresif
kejadian ini disebabkan karena kegagalan dilatasi serviks yang merupakan
penyebab distokia sapi paling umum, tidak ada kontraksi uterus dan
amnion sering kali masih utuh. Tidak adanya kontrasi yang efektif
biasanya akibat hipokalsemia dengan tanda-tanda milk fever saat
kelahiran.
2. Induk sapi berusaha keras untuk melakukan perejanan selama 30 menit
namun tidak nampak fetus mengambil postur kelahiran, biasanya
disebabkan karena otot perut hewan tidak mampu berkontraksi atau
mengejan dengan baik. Selain itu pada sapi yang sangat tua, otot perut
mungkin sudah tertarik melebihi kapasitas elastisitas alamiahnya. Kondisi
sakit yang melibatkan abdomen, diafragma dan dada seperti
retikulitis/perikarditis dapat menghambat upaya mengejan.
3. Kegagalan fetus untuk dikirim ke vulva dalam waktu 2 jam setelah
amnion muncul biasanya dipengeruhi oleh ukuran tulang pelvis yang
terlalu kecil untuk lewatnya fetus. Maternal immaturity adalah penyebab
paling umum dan sering terjadi sebagai akibat sapi dara dikawinkan pada
umur terlalu muda dan disebabkan ketika fetus lebih besar dari ukuran
normal.
4. Fetus mengalami malpresentaion yang jelas, malposture, atau
maldisposition

1.4 Bentuk-bentuk distokia


Menurut Jackson (2004), bentuk-bentuk kelainan fetus yang dapat
menyebabkan distokia ialah :
a. Malpostur
Abnormalitas postur yang mencakup kepala, kaki depan, kaki
belakang, atau kombinasinya. Malposture biasa yang terjadi ialah lateral
devisiasi dari kepala dan flexi carpal
b. Malposisi
Penyebab lebih lanjut dari dystocia obstruktif adalah disposisi janin
yang salah seperti presentasi melintang, penyimpangan lateral atau ventral
kepala, atau postur sungsang (terutama jika janin pertama di bendungan
primiparous yang bersangkutan). Janin yang mati kadang-kadang dapat
menyebabkan distosia obstruktif, terutama jika janin pertama yang akan
dilahirkan sudah mati atau jika pembentukan emfisema besar-besaran telah
terjadi.
c. Malpresentasi
Hal ini terjadi saat keadaan ketika fetus akan keluar dari indukan
namun dengan sikap yang salah. Biasanya presentasi terbalik sering terjadi
dimana kaki depan sudah terlihat namun kepala fetus menghadap ke
belakang. Malpresentasi terbagi menjadi posterior dan anterior.

1.5 Diagnosis
Diagnosa distokia biasanya dilakukan dengan mengabungkan informasi
anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan awal dan persiapan untuk
menangani kasus distokia dimulai dengan memperoleh beberapa informasi
mengenai pasien yang berupa anamnesa. Dalam kasus penanganan distokia hal-
hal yang sebaiknya ditanyakan ialah waktu perkiraan kelahiran, apakah kelahiran
sebelumnya tidak mengalami masalah, apakah ini kelahiran pertamannya, dan
sudah berapa lama waktu persalainan sapinya. Riwayat kesehatan sapi pun juga
penting untuk diketahui (Mekonnen dan Nibret, 2016).
Pemeriksaan pada sapi dimulai dengan pemeriksaan umum yang berupa suhu
tubuh, pulsus, inspeksi abdomen dan beberapa abnormalitas signifikan yang
terlihat dapat berupa cairan yang keluar dari vulva. Pemeriksaan spesifik dapat
dilakukan dengan menempatkan sapi di kandang jepit dan melakukan
pemeriksaan vagina serta pemeriksaan rectum. Pada pemeriksaan vagina hal yang
biasanya dilakukan ialah melihat apakah serviks sudah terbuka atau tidak
sedangkan pada pemeriksaan rectum ialah dengan memasukkan tangan dokter ke
dalam rectum dan meraba keadaan uterus yang biasanya mendiagnosa indikasi
torsi uteri (Mekonnen dan Nibret, 2016).

1.6 Penanganan distokia


Menurut Wulan (2017), Penanganan distokia dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
1. Untuk dilatasi serviks yang tidak terjadi sepenuhnya bisa dilakukan
treatment dengan pemberian hormon yaitu hormon Oxitosin 50 IU
bersama Diethyl Stilbestrol yang merupakan estrogen sebanyak 30 mg.
2. Mutasi adalah tindakan mengembalikan presentasi, posisi dan postur fetus
agar normal. Mutasi dapat dilakukan melalui repulsi (pendorongan fetus
keluar dari pelvis induk atau jalan kelahiran memasuki rongga perut dan
rahim sehingga tersedia cukup ruangan untuk pembetulan posisi atau postur
fetus dan ektremitasnya), rotasi (pemutaran tubuh pada sumbu panjangnya
untuk membawa fetus pada posisi dorso sakral), versi (rotasi fetus pada
poros transversalnya yaitu situs anterior atau posterior), dan ekstensi
(pembetulan atau perentangan letak ekstremitas)
3. Penarikan paksa dilakukan apabila uterus lemah dan janin tidak ikut
menstimulasi perejanan. Penarikan fetus melalui jalan lahir dapat
menggunakan kekuatan. Kekuatan tersebut diaplikasikan dengan tangan
atau menggunakan alat penarik fetus yang dapat diaplikasikan saat
melakukan pertolongan pada proses kelahiran. penarikan fetus dalam
kasus distokia dilakukan dengan tepat dan tidak menggunkan kekuatan
berlebihan karena dapat menyebabkan trauma pada induk dan fetus
4. Fetotomi atau pemotongan janin dilakukan apabila presentasi, posisi, dan
postur fetus yang abnormal dan sangat sulit diatasi dengan mutasi atau
penarikan paksa demi mengutamakan keselamatan induk. Jika fetus mati dan
tidak mungkin untuk dikeluarkan atau menarik anggota badannya, dapat
dilakukan proses fetotomy. Kawat fetotomy diikatkan di antara forelimb
bagian atas fetus dan pada bagian toraksnya, kemudian proses pemotongan
fetus segera dilakukan menjadi potongan-potongan kecil yang lebih mudah
dikeluarkan
5. Operasi caesar, merupakan alternatif terakhir apabila semua cara tidak
berhasil. Operasi caesar adalah prosedur operasi (bedah) untuk
mengeluarkan janin (fetus) dengan incisi melalui dinding abdomen
(laparotomi) dan uterus (hiskotomi). Indikasi untuk prosedur ini mencakup
fetus yang maldisposisi berat, kondisi maternal yang abnormal seperti torsio
uterus yang tidak dapat dibetulkan lagi dan untuk mengurangi trauma pada
saluran reproduksi induk
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sinyalemen dan Anamnesis
Seekor sapi bali berumur 3 tahun dilaporkan seorang peternak bernama pak
Masse di desa Galeso, kecamatan Wonomulyo, kabupaten Polewali Mandar
tanggal 17 Agustus 2022 yang mengalami kesulitan melahirkan. Anakan
merupakan hasil kawin alam dan merupakan kebuntingan pertama bagi induk
sapi. Menurut informasi peternak induk sapi telah mengeluarkan plasentanya
tetapi anakan tidak dapat keluar dan pada jam 11.00 WITA sapi mulai terbaring
lemas.

Gambar 1. Kondisi indukan sapi


3.2 Temuan Klinis
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa sapi potong jenis bali ini dalam
kondisi yang kurang baik, nafsu makan dan minum menurun. Sapi tersebut
memiliki BCS (body condition score) 3 dari 5 serta sapi sulit untuk berdiri. Sapi
tersebut masih dapat mengejan namun tidak terlihat adanya perkembangan
pengeluaran fetus
3.3 Diagnosis
Diagnosa dilakukan dengan cara palpasi pada saluran reproduksi sapi tersebut
dan hasil palpasi dapat diketahui bahwa posisi fetus tidak normal yang
menyebabkan terjadinya distokia kemudian dilakukannya reposisi agar induk
dapat mengeluarkannya tetapi indukan masih sulit untuk mengeluarkan fetusnya
dan telah diketahui bahwa fetusnya telah mati.
Gambar 2. Palpasi rectal
3.4 Penanganan
Penanganan yang dilakukan pada kasus ini ialah dengan teknik penarikan
fetus dengan bantuan manusia. Penarikan fetus dilakukan dengan mengikatkan tali
pada kaki dan kepala fetus. Fetus kemudian ditarik beriringan saat sapi sedang
kontraksi yang dilihat dari pergerakan vulvanya. Pengeluaran fetus membutuhkan
waktu sekitar 1 jam kemudian fetus dapat dikeluarkan. Untuk induk sapinya
sendiri kemudian diberikan obat-obatan injeksi berupa antibiotik berupa Limoxin
sebanyak 10 ml dan vitamin berupa biodin sebanyak 10 ml.

Gambar 3. Penarikan fetus (Kiri) dan Fetus (Kanan)


BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Distokia adalah kesukaran dalam proses kelahiran yang diakibatkan oleh
faktor induk atau fetus, sehingga untuk terjadinya kelahiran diperlukan bantuan
manusia. Penyebab kesukaran dalam proses kelahiran pad sapi meliputi tiga
faktor utama yaitu kekurangan tenag pada induk untuk mengeluarkan fetus,
adanya gangguan pada jalan kelahiran induk, dan adanya kelainan pada fetusnya.
4.2 Saran
Kasus distokia adalah salah satu kasus yang sering ditemukan pada sapi bali
khususnya di daerah Polewali Mandar hal ini diakibatkan sapi tersebut
kekurangan nutrisi ataupun anak dari sapi tersebut lebih besar dari induknya
(biasanya hasil inseminasi buatan). Perlunya diberikan pemahaman ke masyarakat
ataupun inseminator agar perkawinan silang antara sapi bali dan sapi
limosin/Simental dapat dikurangi, hal ini untuk mencegah kasus distokia.
DAFTAR PUSTAKA
Fails, A. D. dan C. Magee. 2018. Anatomy and Physiology of Farm Animals 8th
Edition. Wiley Blackwell: USA.
Febrianila Rosiana, Widya Paramita L., Tjuk Imam R., Imam Mustofa, Erma
Safitri, Herry Agoes Hermadi. 2018. Kasus Distokia Pada Sapi Potong Di
Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang Tahun 2015 Dan 2016. Ovozoa.
7(2):142-148.
Jackson PGG. 2004. Handbook of Veterinary Obstetric. Elseiver Saunders
Company.
Matli, N. B. 2014. Gangguan Reproduksi pada Sapi Perah dan Upaya
Penanggulangannya. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Mekonnen, M. dan N. Moges. 2016. A Review on Dystocia in Cows. European
Journal of Biological Sciences. 8(3) : 91-100.
Schuenemann GM. 2012. Calving Management in Dairy Herds: Timing of
Intervention and Stillbirth. The Ohio State University:Ohio (USA).
Wulan, Sri Ratna Sari. 2017. Penanganan Kasus Distokia Pada Sapi Perah Di
PT.Ultra Peternakan Bandung Selatan. [Tugas Akhir]. Program Profesi
Dokter Hewan. Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai