Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi
dan produksi sapi. Masih banyak permasalahan yang timbul dalam peternakan
seperti permasalahan pakan dan kesehatan, khususnya gangguan reproduksi.
Gangguan reproduksi berdampak pada rendahnya fertilitas induk, sehingga
angka kebuntingan dan kelahiran pedet menurun atau dengan kata lain
efisiensi reproduksi menurun. Akibat dari semua itu adalah lambatnya
pertambahan populasi sapi dan produksi daging nasional. Gangguan
reproduksi yang umum terjadi pada sapi salah satunya adalah distokia.
Dystocia berasal dari bahasa Yunani (dys =sulit; tokos = kelahiran) yang
berarti kesulitan dalam kelahiran. Distokia dapat dialami oleh semua jenis
hewan. 3,3% kejadian distokia, dialami oleh sapi dimana kejadian ini lebih
sering terjadi pada sapi perah dibandingkan dengan sapi potong. Kejadian
distokia lebih banyak ditemukan pada kebuntingan sebelum waktunya, karena
penyakit pada uterus, kematian fetus dan kelahiran kembar atau pada
kebuntingan yang berakhir jauh melewati waktunya karena fetus terlalu besar.
(Toelihere,1985).
Penyebab distokia pada hewan terutama sapi, dibagi menjadi dua yakni
sebab-sebab dasar dan sebab-sebab langsung. Sebab-sebab dasar dibagi lagi
menjadi sebab herediter, nutrisional dan manajemen, penyakit menular,
traumatik dan sebab-sebab campuran. Sebab-sebab langsung dibagi lagi
menjadi dua kausa, yaitu kausa maternal dan kausa foetal.
Dari begitu banyak penyebab distokia ada satu penyebab yang langka
kejadiannya yaitu monster fetus. Kejadian distokia akibat moster fetus relatif
tidak umum dan sebagian besar terjadi secara sporadis tapi kejadiannya pada
ternak sapi lebih tinggi dibanding spesies lain. (Jackson,2004)
Distokia adalah suatu gangguan dari suatu proses kelahiran atau partus,
yang mana

dalam stadium pertama dan stadium kedua dari partus itu

keluarnya fetus menjadi lebih lama dan sulit, sehingga menjadi tidak mungkin
kembali bagi induk untuk mengeluarkan fetus kecuali dengan pertolongan
manusia. Pada umumnya kejadian distokia lebih sering terjadi pada sapi perah
disbanding sapi potong. Kelahiran adalah suatu proses yang sangat rumit dan

distokia dapat muncul apabila beberapa bagian dari proses tersebut mengalami
kegagalan atau menjadi tidak terkoordinasi.
Indikasi dari terjadinya distokia yaitu tahap pertama kelahiran yang
lama dan tidak progresif, sapi berdiri dengan postur abnormal selama tahap
pertama kelahiran,perejanan kuat selama 30 menit tanpa munculnya anak sap,
kegagalan anak sapi untuk dikeluarkan dalam waktu 2 jam setelah amnion
tampak pada vulva, malpresentasi, malpostur atau maldiposisi yang nyata.
Misalnya, tampaknya kepala fetus tanpa kaki depan, ekor tanpa kaki belakang,
kepala dan salah satu kaki depan, tampak korioallantois terpisah, mekonium
fetus, atau cairan amnion tercemar darah pada vulva. Tanda-tanda ini
menunjukkan bahwa hipoksia fetus mungkin ada dan kematian fetus telah
terjadi.
Untuk

memudahkan

penggambaran,

maka

penyebab

distokia

dibedakan menjadi Sebab-sebab herediter, sebab-sebab nutrisional dan


manajemen sebab-sebab infeksius. sebab-sebab traumatic, dan sebab-sebab
lain (abnormalitas presentasi, posisi dan posture). Dalam paper ini, kelompok
kami akan membahas lebih jauh tentang distokia karena abnormalitas posisi
fetus pada sapi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara penanganan distokia pada kasus monster fetus?
1.3 Tujuan
Pembuatan paper ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang
distokia yang terjadi pada sapi yang disebabkan oleh abnormalitas posisi
fetusnya serta fetus yang abnormal ukuran dan bentuknya. Bagaimana
gambaran abnormalitasnya, serta cara penanganannya.

1.4 Manfaat
Pembaca dapat mengetahui seperti apa abnormalitas posisi monster
fetus yang dapat mengakibatkan distokia pada sapi dan mengetahui bagaimana
penanganannya secara fetotomi dan Caesar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Distokia
Distokia bila ditilik dari kata asalnya adalah berasal dari bahasa
Yunani yaitu Dys yang berarti sulit, dan Tokos yang berarti kelahiran.
Jadi dapat diartikan bahwa distokia adalah kesulitan dalam proses kelahiran.
Lawan dari distokia adalah Eutocia yang berarti adalah kemudahan dalam
proses kelahiran. Distokia adalah suatu gangguan dari suatu proses kelahiran
atau partus, yang mana dalam stadium pertama dan stadium kedua dari partus
itu keluarnya fetus menjadi lebih lama dan sulit, sehingga menjadi tidak
mungkin kembali bagi induk untuk mengeluarkan fetus kecuali dengan
pertolongan manusia (Ratnawati et al., 2007). Definisi posisi adalah hubungan
antara punggung fetus pada presentasi longitudinal atau kepala fetus terhadap
bagian dari pelvis induk.
Distokia merupakan bila pada stadium pertama dan terutama stadium
kedua dari kelahiran lebih lama atau menjadi sulit da tidak mungkin lagi bagi
induk mengeluarkan fetus (partus tanpa pertolongan), lawan dari distokia
adalah eutokia (Imam, 2012).
2.2 Penyebab Distokia
Menurut Tolihere (2010), penyebab distokia pada sapi antara lain:
a) Sebab-sebab herediter
Terdiri atas faktor-faktor yang terdapat pada induk

yang

berpredisposisi terhadap distokia seperti hipoplasia vulva, vagina atau


uterus, atau disebabkan oleh faktor-faktor tersembunyi atau gen-gen resesif
pada induk dan pejantan yang dapat menghasilkan fetus yang defektif
misalnya kasus monster fetus.
Defek-defek herediter pada induk yang merupakan predisposisi
terhadap distokia adalah persistensi dinding median saluran Muller dengan
suatu pita besar pada, atau kaudal adri, os cervicalis ecterna; uterus rangkap
atau uterus dideplhys; hypoplasia vagina, vulva atau uterus; uterus
unicornis; kembar dan sifat-sifat bangsa yang diturunkan.
b) Sebab-sebab nutrisional dan manajemen.

Gambar 2.1. Tulang pelvis sapi

Pemberian pakan yang tidak sempurna pada sapi dara yang sedang
tumbuh merupakan factor utama dalam menghambat pertumbuhan tubuh
dan pelvis. Selain itu distokia juga terjadi pada hewan betina dara yang
dikawinkan pada umur yang terlampau muda, atau betina yang cukup tua
untuk dikawinkan tetapi pertumbuhan tubuhnya sangat terhalang karena
makanan buruk, parasitisme atau penyakit. Tingkatan makanan yang rendah
merupakan sebab utama atau faktor penting dalam perkembangan penyakit
parasitisme

menahun.

Pemberian

makanan

yang

berlebihan

dapat

menyebabkan distokia pada sapi dara, karena deposisi lemak yang


berlebihan di daerah pelvismerupakan predisposisi terhadap kesulitan
kelahiran.
c) Sebab-sebab infeksi
Setiap infeksi atau penyakit yang mempengaruhi uterus bunting dan
isinya dapat menyebabkan abortus, uterus takbertonus, kematian fetus dan
metritis septic pada kebuntingan. Perkawinan jangan dilakukan terlalu cepat
setelah partus. Pencegahan penyakit kelamin menular perlu dilakukan.
d) Sebab-sebab traumatik
Sebab-sebab traumatik memang jarang ditemukan. Hernia ventralis dan
ruptur tendon prepubis menyebabkan distokia karena ketidaksanggupan
kontraksi abdominal yang ditimbulkannnya, sehingga induk tidak dapat
mendorong fetus keluar. Torsio uteri dapat disebabkan oleh slip, jatuh atau
terguling secara tiba-tiba.
e) Sebab-sebab lain
Penyebab kelainan-kelainan kecil dalam postur, seperti kaki yang
melipat atau leheryang membengkok ke sisi , sehingga menyebabkan
distokia pada fetus hidup dan uterus normal, sulit untuk diterangkantiadanya

kontraksi uteri dan penyakit pada fetus merupakan faktor penting. Penyebab
letak sungsang belum diketahui.
f) Sebab Sebab Langsung
Kausa maternal distokia.
Faktor-faktor ini meliputi fraktura dan eksostosa pelvis.ukuran pelvis
yang kecil karena betina belum dewasa tubuh; hipoplasia herediter atau
congenital saluran kelahiran atau vulva, penyempitan cervix, vagina atau
vulva karena pertumbuhan jaringan ikat atau bekas luka dari kesulitan pada
kelahiran yang lalu.
Kausa foetal distokia
Kausa ini lebih umum dan disebabkan oleh kelainan presentasi,
posisi dan postur dan fetus yang terlampaui besar. Sebab-sebab ini meliputi :
presentasi transversal ventral dan dorsal, posisi dorso-illial atau dorso pubis,
fleksio kaki di bawah tubuh, pembengkokan kepala dan leherke ventral dan
lateral atau dorsal, anasarca atau ascites foetal, tumor fetus yang besar,
pembesaran rongga tubuh seperti otak, lambung, ginjal dan uterus,
abnormalitas fetus dan monster.
Dari penyebab diatas, kelompok kami mengambil salah satu contoh
kasus penyebab distokia yaitu Monster Fetus.
1. Definisi Monster Fetus
Monster fetus adalah ukuran fetus yang abnormal sehingga induk sulit
melahirkan secara alami. Fetus yang cacat atau fetus yang memiliki bentuk
abnormal dan ukurannya bisa melebihi ukuran fetus yang normal pada
umumnya dapat juga disebut sebagai monster fetus.
2. Jenis-jenis
Kembar Siam / Monster Ganda
Kembar siam atau monster ganda (diplophagus monster) adalah
kelompok monster yang paling umum terjadi pada kejadian distokia
akibat monster fetus. Kembar siam umumnya berasal dari satu ovum
yang dibuahi atau kembar monozygotic dimana pembelahannya
kurang sempurna sehingga menyebabkan beberapa bagian tubuhnya
masih menempel satu sama lain. Adapun beberapa variasi tingkat
pemisahan pada kembar siam yaitu :

a. Disprosopus : monster yang memiliki satu kepala dengan dua


muka dengan langit-langit mulut yang terbelah. Kedua muka yang
lebar tersebut menyulitkan fetus masuk ke pelvis induknya.

Gambar 2.2. Disprosopus Pada Sapi


b. Dichephalus : dua kepala dan leher yang bergabung pada bahu.
Divergensi leher mencegah masuknya fetus ke dalam cavum
pelvis.

Gambar 2.3 Dichephalus Pada Sapi


c. Diphygus : duplikasi tubuh dan beberapa kaki.

Gambar 2.4. Diphygus Pada Sapi


d. Thoracopagus : kembar yang saling menempel pada bagian atau
dekat sternum.

Gambar 2.5. Thoracopagus Pada Sapi


e. Pygopagus : kembar yang saling menempel pada bagian sacrum.
f. Craniopagus : kembar yang saling menempel pada pagian kepala.

g. Ischiopagus : kembar yang saling menempel pada regio pelvis

dan kepala yang saling berlawanan arah.


Skistosomus Refleksus
Skistosomus refleksus atau juga dikenal sebagai monster
celosomian merupakan fetus yang mengalami dorsifleksion (gerak
pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki bergerak
mendekati betis) pada kolumna spinalis sehingga kepala dan ekornya
berdempetan. Kaki fetus mengalami ankilosis (gangguan pada sendi
yang menyebabkan kekakuan atau bahkan tulang-tulang saling melekat
satu sama lain) dan bentuknya rusak. Bentuk abnormalnya tersebut
membuat fetus susah lahir melalui jalan lahir yang normal. Biasanya
pada pemeriksaan nampak ke-empat kaki fetus berada di vagina. Pada
kejadian skistosomus refleksus biasanya organ abdomen keluar dari
tubuh fetus khususnya usus. Hal ini dapat terjadi pada fetus tunggal
maupun fetus ganda.

Gambar 2.6. Skistosomus Refleksus Pada Sapi

Pedet Bulldog/ Bulldog Calf.


Monster ini ditemukan terutama pada sapi Dexter dan Kerry
(kadang-kadang pada ras Friesian Holstein dan ras lainnya).
Keabnormalan

merupakan

akibat

dari

akondroplasia

(gangguan tulang yang berdampak pada kelainan pertumbuhan) yang


berkaitan dengan gen autosom tunggal pada ras asli dexter. Satu dari
lima anak sapi ras dexter mengalami gangguan ini. Fetus yang
abnormal memiliki kepala yang sangat besar seperti anjing bulldog
dengan kaki yang sangat pendek. Kepala yang besar menyebabkan
sapi kesulitan dalam kelahiran atau distokia.

Gambar 2.7. Bulldog calf

Perosomus Elumbis
Monster ini mempunyai verterbre lumbal dan korda spinal bagian
terakhir anterior yang seakan-akan normal tetapi rudimenter. Hal ini
ditandai dengan agenesis sebagian atau agenesis lengkap dari lumbal,
sacral, tulang coccigeal. Kaki belakang berubah bentuk dan mengalami
ankilosis. Kelainan primer pada kejadian ini adalah adanya hipoplasia
atau aplasia sumsum tulang belakang janin yang berakhir pada regio
thorac.

Gambar 2.8. Perosomus Elumbi

Hidrosepalus
Fetus dengan kelainan ini mempunyai kranium yang mengalami
pembesaran sehingga menyulitkan fetus memasuki dan melewati
pelvis induknya. Hal ini terjadi akibat adanya akumulasi cairan yang
berlebih pada otak fetus.Kejadian ini sering terlihat pada sapi angus.
Biasanya fetus lahir dalam keadaan mati atau mati tidak lama setelah
dilahirkan.

Gambar 2.9. Hidrocephalus

Anasarka Fetal
Oedema subkutan umum terdapat pada kelainan ini. Anak sapi
yang terkena sering tidak memiliki bulu dan cairan uterus induk
berkurang selain itu juga akibat ukurannya yang abnormal induk
mengalami kesulitan dengan melahirkan secara alami.

Gambar 2.10. Anasarka fetal


2.3 Kedudukan Fetus Pada Waktu Memasuki Saluran Kelahiran
a. Presentasi
Hubungan antara panjang tubuh fetus dengan sumbu panjang tubuh
unduk, atau bagian dari tubuh fetus yang menghadap ke cavum pelvis.
Apabila sejajar disebut presentasi longitudinal apabila menyilang disbut
presentasi transversal. Kedudukan normal yaitu presentasi longitudinal
anterior dan posterior sedangkan yang abnormal adalah transversal dorsal
dan ventral.
b. Posisi
Hubungan antara punggung fetus pada presentasi longitudinal atau
kepala fetus pada presentasi transversal terhadap bagisan dari pelvis induk.
c. Postur
Hubungan antara kepala dan leher, anggota gerak baik kaki depan,
kaki belakang terhadap tubuh fetus.
2.4 Prosedur Penanganan distokia
2.4.1 Anamnesa
Anamnesa yaitu berisi informasi lengkap mengenai kebuntingan dari
hewan yang ditangani. Sumber informasi bisa didapat dari peternak

ataupun langsung melihat keadaan dari hewan. Tujuan anamnesa adalah


untuk meneguhkan diagnose.
2.4.2

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum harus diperiksa sebelum penanggulangan distokia.
Pemeriksaan umum memiputi kondisi fisik hewan. Pada sapi tu amungkin
terjadi paresis purpuralis atau paraplegia kebuntingan. Pada kebanyakan
kasusu distokia pulsusu akan meningkat, suhu badan akan lebih tinggidari
normal, periksa derajat pembesaran perut, warna mukosa, vulva

2.4.3

diperhatikan secara khusus bagaimana keadaan cairanyya.


Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus terdiri dari pemeriksaan terperinci terhadap
saluran kelamin dan fetus hanya dilakukan susudah hewan dikurung
dikandang jepit dan dikekang karena penanggulangan distokia biasanya
berlangsung segera sesudah pemeriksaan. Tempat penanggulangan distokia
sebaiknya kering, bersih, terang, cukup luas, dan mudah memperoleh air.
Hewan sebaiknya berdiri pada waktu pemeriksaan jika berbaring makak
pemeriksaan akan sulit dilakukan Karena viscera dan fetus tertekan
padarongga pelvis. Kebanyakan induk sapi akan bangun berdiri bila
dipaksa dengan cara menghentakan tali hidung, memukul tanduk dengan
kayu, menyiram dengan air dingin, menggunakan alat khusus (hoe),
diberikan anastesi epidural.
a. Pemeriksaan saluran peranakan
Periksa derajat dilatasi atau relaksasi, tanda-tanda adanya torsio,
ukuran inlet pelvis, vulva dan vagina yang berkaitan denagn ukuran fetus
yang perlu ditentukan.
b. Pemeriksaan fetus
Fetus hidup diperiksa dengan cara pemijatan atau penarikan pada
ujung kaki akan menyebabkan pergerakan pada kaki tersebut. Penekanan
pada bola mata akan menyebabkan fetus menggerakan kepalanya.
Penempatan jari-jari kedalam muut fetus akan menyebabkan gerakan
menghisap atau pergerakan lidah dan rahang. Pada letak sungsang
pemasukan jari menyebabkan kontraksi spinchter anii. Jika telah terjadi

10

emfisema dan rambut sudah tanggal berarti fetus mati sekitar 24 sampai 48
jam yang lalu.
2.4.4 Alat alat kebidanan
1. Rantai dan gagang atau pemegangnya.
Rantai kebidanan lebih disukai daripada tali karena mudah dicuci dan
disterilkan, tidak habis, kuat dan tidak melukai foetus atau saluran kelamin
induk. Panjangnya dapat mencapai 25cm. 50 cm dan 100 cm.
2. Tali kebidanan.
Sebagai pengganti rantai kalau alat tersebut terakhir tidak ada. Tali
yang dimaksud terbuat dari pintalan benang. Jangan sekali-kali memakai
tali rami atau tali plastic karena dapat melukai foertus dan saluran kelamin
induk. Sebagai tempat penarikan tali dipakai sebilah kayu sepanjang
30cm. baik rantai maupun tali selalu terdapat sepasang untuk menarik
kedua kaki. Disamping itu diperlukan satu tali untuk menarik rahang
bawah dan presentasi anterior.

3. Kait pendek atau panjang yang tumpul.


Kait pendek mempunyai mata atau lubang pada pangkalnya untuk
tempat memasukan tali. Kait panjang berujubg tumpul tetapi pada bagian
dalam lekukannya tajam dipakai untuk memotong tulang-tulang rusuk.
4. Pisau jari.
Yaitu pisau pendek dan melengkung dengan suatu cincin pada bagian
luar untuk tempat memasukan jari tengah atau jari telunjuk. Dengan
demikian uterus selalu terlindung oleh tangan terhadap pisau yang dipakai
untuk menyayat foetus sebagai tempat fiksasi foetotom.
5. Foetotom.
Foetotom terdiri dari suatu batang baja berlaras dua tempat berlalunya
kawat foetotom. Kadang-kadang diperlukan suatu

pengantar kawat

foetotom untuk menempatkan kawat tersebut pada posisinya. Dua buah


bola atau batang baja dipakai untuk tempat melilitkan pangkal kawat
sebagai pegangan didalam genggaman tangan. Kawat foettotom harus
selalu dijaga bersih dan bebas karat.

11

Gambar.
2.11 alat-

alat

fetotom
Anastesi
Anastesi yang dilakukan adalah anastesi epidural. Tempat penyuntikan

2.4.5

ditentukan dengan mengangkat-menurunkan pangkal ekor dan meraba


lekukan pertemuan antara vertebrae coccygea pertama dan kedua paling
mudah bergerak, disusul dengan persendian antara vertebrae sacral
terakhir dan vertebrae coccygea pertama. Penyuntikan dilakukan pada
lekukan antara coccygea pertama dan kedua atau antara vertebrae sacral
terakhir dan vertebrae coccygea pertama.
2.5 Prosedur Penanggulangan Distokia
Penanganan pada kasus distokia dapat dilakukan dengan:
1. Mutasi, suatu bentuk penanganan distokia mengembalikan presentasi,
posisi dan postur fetus agar normal dengan cara :
a. Repulsi / Retropulsi : suatu tindakan memutar fetus keluar dari cavum
pelvis masuk ke cavum abdominal dengan tujuan mendapatkan ruangan
yang lebih luas agar bisa melakukan koreksi
b. Rotasi : memutar fetus pada sumbu panjangnya untuk memperbaiki
posisinya. Bisa dilakukan memutar fetus dengan 90 sampai 180 derajat
searaha tau berlawanan dengan jarum jam tergantung posisi fetus.
c. Versi : suatu tindakan memutar fetus pada sumbu transversalnya untuk
memperbaiki presentasi menjadi presentasi anterior maupun presentasi
posterior.
d. Ekstensi : tindakan meluruskan persendian yang menekuk.
2.

Penarikan Paksa
Dilakukan apabila uterus lemah dan fetus tidak mampu untuk
menstimulir perejanan. Dan dilakukan pada saat induk sapi telah
teranastesi epidural. Penarikan paksa adalah pengeluaran fetus dariinduk

12

melalui saluran kelahiran dengan menggunakan kekuatan atau atrikan ari


luar
3. Pemotongan janin (Fetotomi)
Dilakukan apabila presentasi, posisi dan postur janin yang
abnormal tidak bisa diatasi dengan mutasi/ penarikan paksa. Tujuan

fetotomi
mengurangi
fetusdan
dengan
cara
memotong
sebagian
Gambar adalah
2.12. Membuat
ikatanukuran
pada kepala
phalanx
pada
pertolongan
distokia
atau keseluruhan dari fetus, hal ini dilakukan karena untuk menghindari
bedah Caesar (sectio caesarea), pelaksanaannya tidak terlalu rumit, dapat
mengurangi trauma atau kelukaan akibat tarikan, ukuran fetus menjadi
lebih kecil sehingga mudah ditarik. Syaratnya, servik harus dalam keadaan
membuka penuh sehingga kedua tangan operator bisa masuk ke dalam
ruang uterus untuk manipulasi fetus. Akibat yang dapat ditimbulkan dari
fetotomi ini potongan fetus dapat menyebabkan kelukaan, tenaga tidak
sedikit, waktu yang lama, operator dapat mengalami kelukaan dan bisa
terjadi infeksi akibat fetus yang terinfeksi. Fetotomi dapat dilakukan bila
fetus yang dipotong sudah mati, dilatasi lintasan peranakan tidak
sempurna dan juga bila pemilik menyetujui untuk dilakukan fetotomi. Bila
terpaksa harus dilakukan fetotomi dan fetus belum mati, maka seharusnya
fetus dimatikan lebih dahulu (mercy killing) dengan cara memotong tali
pusatnya dengan gunting atau scalpel (Azmi, 2010).

13

Gambar 2.13 Titik-titik pemotongan fetus (fetotomy) pada persentasi


longitudinal anterior dan presentasi longitudinal posterior

4. Operasi Secar (Sectio Caesaria), merupakan alternatif terakhir apabila


semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan pembedahan perut
(laparotomy) dengan alat dan kondisi yang steril.

14

BAB III
PEMBAHASAN
Penanganan kasus distokia pada sapi akibat monster fetus sulit dilakukan.
Sangat sulit untuk monster fetus lahir melalui vagina induk secara normal. Peran
dokter hewan dan bidan ternak sangat penting pada penanganan distokia. Ada dua
cara yang dapat dilakukan untuk menangani kasus distokia pada sapi akibat
monster fetus yakni fetotomi dan operasi sesar atau sectio caesaria. Bila fetus
masih hidup dalam keadaan hidup, dapat dilakukan operasi sesar untuk
menyelamatkan fetus. Bila fetus telah mati maka dapat dilakukan fetotomi.
Fetotomi
Fetotomi atau embriotomi adalah pemotongan fetus untuk mengurangi
ukurannya dengan menyisihkan berbagai bagian tertentu fetus (Toelihere,1985).
Fetotomi sebagai penanganan kasus distokia mempunyai kekurangan seperti dapat
menyebabkan luka atau ruptura uterus atau saluran kelahiran oleh alat-alat
fetotomi atau oleh tulang-tulang tajam, memerlukan banyak waktu, menguras
tenaga induk dan tenaga pelaksana sehingga dapat membahayakan induk sapi
serta pelaksana. Adapun keuntungan fetotomi pada penanganan kasus distokia
adalah lebih praktis dan cukup berhasil pada sapi, fetotomi juga lebih sering
digunakan daripada operasi sesar karena operasi sesar lebih mahal, lebih banyak
membutuhkan waktu dan tenaga dan memerlukan perhatian khusus pasca
pembedahan.
Indikasi penggunaan operasi sesar dibandingkan fetotomi bila fetus masih
hidup dan pemiliknya menginginkan demikian, atau bila fetotomi total sangat sulit
karena jalan kelahiran yang sempit. Alat-alat yang sering digunakan dalam
pelaksanaaan fetotom adalah kawat foetotom, tali atau rantai obsterik, batang
fetotom, gergaji, kait tajam.
Ada dua teknik fetotomi yang dapat digunakan yaitu fetotomi total/ lengkap
dan fetotomi parsial :
Fetotomi parsial adalah fetotomi atau pemotongan sebagian tubuh fetus yang
mengahalangi fetus keluar melalui jalan kelahiran/ saluran kelamin. Sedangkan
fetotomi total adalah fetotomi atau pemotongan keselurah bagian fetus menjadi

15

beberapa bagian yang lebih kecil sehingga fetus dapat dikeluarkan melalui jalan
kelahiran/ saluran kelamin.
Fetus Dalam Presentasi Anterior
Amputasi kepala dan leher dilakukan apabila kepala danleher membengkok
ke samping, ke bawah atau ke atas tubuh foetus. Pembetulan postur abnormal ini
dengan mutasi sering sulit atau berbahaya karena uterus yang ketat berkontraksi
menjepit leher yang membengkokatau foetus yang kering dan emfisematous.
Amputasi dapat pula dianjurkan karena pelvis induk kecil dibandingkan dengan
kepala fetus yang besar dan tidak mungkin keluar bersama-sama kedua kaki depan
melalui jalan kelahiran. Kawat foetotom dililitkan ke oangkal leher, kepala
foetotom ditekan kuat antara persendian bahu dan leher fetus, dan leher dipotong
sedekat mungkin ke tubuhnya. Kepala dan leher dapat ditarik keluar dengan
tangan atau tali atau kait mata. Penarikan kaki-kaki fetus dapat mengeluarkan
fetus kecuali bila diperlukan pemotongan lebih lanjut. Apabila pangkal tertinggal
terlampau panjang, ia hrus dilindungi dengan tangan untuk mencegah perlukaan.
Amputasi kaki depan, dilakukan untuk member cukup ruangan dan
mempermudah amputasi kepala dan leher, atau memberi ruangan untuk berlalunya
bagian tubuh lain melalui saluran kelahiran. Apabila kaki depan tertahan atau
melurus dibawah tubuh dan mutasi tidak mungkin karena efisemafoetalis atau
kontraksi dinding uterus, perlu dilakukan amputasi kaki tersebut.
Amputasi kaki depan dimulai dengan penarikan kaki tersebut secara konstan
memakai tali atau rantai obstetrik. Amputasi secara langsung, dibuat insisi
berbentuk bulan sabit pada kulit fetus dan muskulus trapesius dan muskulus
rhomboideus di dorsal scapula dengan menggunakan pisau jari, dan ujung dorsal
scapula dipisahkan dari tubuh fetus. Kawat foetotom ditempatkan pada insisi
tersebut dibawah kartilago scapula dan kepala foetotom ditekankan ke daerah
fektoral atau daerah ketiak. Batang foetotom diikat erat pada metacarpus dan
pengergajian dimulai untuk menyingkirkan kaki tersebut.
Metode amputasi secara tidak langsung, kepala foetotom ditempatkan dan
ditekankan pada dorsocaudal ujung scapula fetus, dan kawat foetotom
dilingkarkan dibawah ketiak. Batang foetotom diikat erat pada metacarpus.
Penggergajian berlangsung dengan sudut lancip, dan kawat foetoto akhirnya akan

16

muncul keluar dari ujung dorsal scapula. Dalam beberapa kasus kaki depandapat
digergaji dan disingkirkan bersama-sama dengan kepala dan leher. Amputasi kakikaki depan menghilangkan kulit pada dingding dada, sehingga mudah dilakukan
evisceratio.
Evisceratio pada presentasi anterior dilakukan untuk mengurangi ukuran fetus
pada fetus yang besar atau beremfisema atau menghilangkan cairan pada ascites
foetalis. Metode ini dapat pula dilakukan untuk mempermudah pemasukan tangan
pelaksana,untuk meneruskan kawat foetotomi ke pelvis pada kesulitan
pengeluaran pelvis disamping itu eficeratio berguna untuk pemotongan tulang
rusuk fetus untuk mengurangi ukuran dada fetus. Eficeratio dimulai dengan
memotong kaki-kaki depn memakai foetotom. Urat-urat daging diantara tulang
rusuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima dipisahkan memakai jari atau
pisau dari tulang punggung sampai tulang dada. Untuk membuka jalan ke dalam
rongga dada dan rongga perut, maka tulang rusuk kedua, ketiga, dan kadangkadang keempat disingkirkan dengan memotongnya sedekat mungkin ketulang
punggung memakai kait tajam.
Ujung kait ditekan agak miring ke lateral pada pangkal tulang rusuk dan
dilindungi dengan tangan untuk mencegahnya meleset dan melukai dinding
saluran kelahiran. Kait ditarik secara mantap ke arah pelaksana dan rusuk
terpotong rata pada pangkalnya. Jantung dan paru-paru ditarik keluar setelah
memegang dasar jantung dan melilit pembulih darah besar dengan jari-jari. Pruparu dapat disingkirkan dengan menariknya pada percabangan trakea. Sesudah
viscera thoracalis dikeluarkan, jari-jari ditusukkan melampaui diagfragma pada
daerah pembuluh darah besar. Lmabung dan usus dapat dengan mudah
dikeluarkan dengan melilitkannya pada tangan. Hati dilepaskan dari diagfragma
dan dikeluarkan dalam bberapa bagian. Ginjal cukup kecil dan tidak perlu
dikeluarkan.
Fetus Dalam Presentasi Posterior
Fetotomi pada Presentasi Posterior dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Pemotongan secara langsung dilakukan dengan pertama-tama
membuat suatu insisi tranversal pada kulit dan urat daging di cranial pada sayap
illium. Kawat fetotom di tempat kan pada insisi tersebut sedangkan kepala

17

fetotom di tempatkan pada diantara kedua kaki belakang. Satu kaki belakang
bersama ekor atau sebagian pelvis di gergaji dan disingkirkan. Pada pemotongan
secara tidak langsung, kepala fetotom di tempatkan di dorsal kepala illium atau
pada bagian caudal daerah lumbal. Kaki fetus direntangkan dan ikat erat pada
bagian fetotom di luar tubuh induk.
Pada waktu pemotongan, kawat fetotom bergerak melalui lekukan persendian
pada pangkal paha dan pinggul. Evisceratio pada presentasi posterior dilakukan
jika diperlukan jika untuk mengurangi ukuran fetus. Sesudah pemotongan satu
atau kedua kaki belakang, pintu ke dalam rongga perut lebih diperbesar dan
viscera ditarik keluar seperti pada presentasi anterior tetapi dengan urutan yang
berlawanan. Demikian pula pemotongan tulang rusuk dilakukan melaui urutan
yang berlawanan dengan presentasi anterior.
Selain fetotomy, penanganan pada kasus monster fetus dapat dilakukan
dengan melakukan operasi Setion cesaria.
Sectio Caesaria
Caesar

dilakukan pada hewan yang berdiri merupakan cara yang

praktis dan mudah.Untuk mematirasakan daerah flank, perlu dilakukan anastesi


paravetrebalis yang memblokir syaraf-syaraf thorakalis terakhir dan dua syaraf
dua lumbar pertama. Anetesi tersebut dapat dilakukan proksimal atau distal. Pada
anetesi paravertrebal proksimal pertama-tama untuk mblokir syaraf thorakalis ke13. Untuk operasi Caesar bisa membutuhkan 150-200 ml Lidokain, juga Novocain
2%

atau

Xylocain

yang

disuntikkan

untuk

memblokir

akar

syaraf thoracalis terakhir (Anonymous, 2007).

Gambar 3.1. Lokasi Penyayatan Insisi Laparotomy

18

dorsal

Sebelum dioperasi, daerah flank kiri dicuci bersih dan dicukur dengan lebar 5
cm dengan panjang 30-40 cm dan luas 20-45 cm, kemudian didesinfeksi dengan
Iodium

tincture.

Tempat

incisi ditentukan

pada jarak

telapak

tangan

dibawah vertebrae lumbalis dan 1 telapak tangan dibelakang costae terakhir,


incisi dilakukan pada kulit secara tegak lurus kebawah sepanjang 30-40 cm. Pada
saat pelebaran luka bedah, incisi m. transversus externus dan internus, m.
obliquus abdominis externus dan internus juga peritoneum, dengan panduan jari
tengan dan jari telunjuk sayatan diperluas seperti sayatan pada kulit, begitu flank
kiri terbuka, terlihat rumen yang menutupi hampir semua lubang incisi.
Rumen di dorong ke arah cranial kedalam rongga perut, kemudian palpasi
dinding

uterus,

bila

ada

torsio

uteri

kembalikan

dahulu

ke

posisi

semula.Pembedahan dilakukan terhadap dinding uterus, sayatan pada dinding


uterus harus cukup besar supaya pengeluaran foetus tidak terhalangi. Hindari
teririsnya kotiledon saat mengiris dinding uterus karena akan menyebabkan
pendarahan pasca operasi. Dinding uterus yang sudah terbuka dapat dijepit dengan
tang uterus. Robeklah selaput amnion sehingga cairannya keluar dan kedua kaki
foetus terpegang dan ditarik keluar, kemudian dibebaskan dari selaput foetus.
Arah penarikan dengan posisi anterior yaitu semula ke atas kemudian
membengkok ke bawah dan foetus akan meluncur ke luar dengan beratnya
sendiri.
Proses pengeluaran foetus harus berlangsung cepat, jika tidak foetus akan
mengalami pneumonia aspirasi, bahkan bisa mati. Hal ini terjadi karena bila kaki
belakang foetus ditarik keluar lebih dahulu, maka saluran pusar akan terputus,
padahal kepala foetus masih didalam selaput amnion yang berisi cairan. Bila
proses berlangsung lama, maka foetus akan bernafas di dalam cairan
amnion. Pada letak sungsang, selain kedua kaki depan, kepala juga ditarik
keluar.Chorda umbilicalis akan putus dengan sendirinya sewaktu pengeluaran
foetus (Anonymous, 2007).
Bagian-bagian

selaput

foetus

yang

longgar

dilepas

memakai

gunting. Kemudian dibilas dengan Ringer lactate dan dimasukkan antibiotika


kedalam rongga uterus sebelum dinding uterus dijahit (Mozes, 1979).

19

Efek Clenbuterol, uterus akan terus berelaksasi setelah foetus keluar. Bila
tidak menggunakan Clenbuterol, uterus akan mengkerut dengan cepat, sehingga
penjahitan dinding uterus akan sulit dilakukan (Anonymous, 1979). Penjahitan
dimulai dari dinding uterus dengan pola jahitan Lambert dengan menggunakan
chromic cat gut sampai dinding uterus tertutup dan rapat, sebaiknya semua jahitan
dilakukan dari bawah ke atas pada luka sayatan. Sesudah penjahitan, uterus
dimasukkan kembali ke dalam rongga perut, lalu bersihkan rongga perut dari
darah yang membeku dan runtuhan jaringan yang berasal dari rongga uterus
dengan Ringer Lactate yang dicampur dengan Penstrep. Pembersihan ini penting
untuk menghindari terjadinya adhesi antar organ viscera pasca operasi
(Anonymous, 2007).
Bila ronga perut sudah bersih, penutupan daerah sayatan di mulai dengan
peritoneum dengan pola jahitan simple interrupted memakai benang chromic cat
gut, musculus dan fascia di jahit dengan pola simple continous memakai benang
chromic cat gut. Kemudian kulit di tutup dengan jahitan simple interrupted
menggunakan benang nilon. Kedalam daerah sayatan di semprotkan penicillin oil
dan di bersihkan dengan menggunakan Iodium tincture 3 %. Hewan disuntik
penicillin kristal dengan dosis 3-6 juta unit atau tetracyclin dengan dosis 1-2
gr secara intra muscular. Juga disuntikkan Oksitosin 5 ml pasca operasi. Oksitosin
merupakan antidota

dari Clenbuterol.

Oksitosin

akan membuat

uterus

berkontraksi dan proses involusi segera dimulai, plasenta akan terbantu keluar
dengan adanya kontraksi uterus. Jahitan kulit pada lapisan terluar bisa dilepas
setelah 3 minggu operasi (Anonymous, 2006).

Gambar 3.2 Pemisahan pada kulit dan otot

Gambar 3.3. Pengeluaran fetus

20

BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Distokia adalah kesulitan kelahiran. Ada banyak penyebab distokia pada
hewan ternak terutama sapi. Salah satunya adalah monster fetus, monster fetux
relatif tidak umum dan sebagian besar terjadi secara sporadis tapi kejadian pada
ternak sapi relatif lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya terutama pada ternak
sapi cross breed. Monster fetus umumnya disebabkan oleh faktor genetik selain
itu dapat pula disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi dan juga virus.. Akibat dari
kelainan ukuran serta bentuk fetus maka penanganan untuk kasus distokia akibat
monster fetus setelah dilakukan tarik paksa namun tidak berhasil maka solusi
dianjurkan adalah dengan cara fetotomi parsial maupun total. Namun jika
dengancara fetotomi sulit maka jalan cata terakhir yaitu dengan melakukan
section caesaria.

21

DAFTAR PUSTAKA
Jackson, P.G.G. 2004. Handbook Obstetri Veteriner Edisi Kedua. Cambridge.
Gadjah Mada University Press.
Sarma, D.K, K. Ahmed, and P. M. Baruah. 2013. STERNOPAGUS CONJOINED
TWIN MONSTER IN CROSSBREDJERSEY COW. Indian Journal of
Animal Reproduction 34 (1) : June 2013.
Selvaraju, M. et al. 2010. DYSTOCIA DUE TO SCHISTOSOMUS REFLEXUS
IN A COW - A CASE REPORT. J. Vet. Anim.Sci. 2010. 41 :71-72.
Sharma, A.et al. 2013. Rare fetal monster in Holstein crossbred cow . Open
Veterinary Journal, Vol. 3(1): 8-10.
Singh,N., Ghuman, S.P.S., Singla, V.K., Honparke,M. 2012. PARTIAL
FETOTOMY FOR THE DELIVERY OF A SCOLIOTIC-ANKYLOSED
FETUS IN A COW. Indian Journal of Animal Reproduction 33 (2) : Dec.
Page : 92-93.
Toelihere, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Bogor. UI
Press.
A. Tripathi*, J.S. Mehta, G.N. Purohit, S. Sharma, K. Saini, S.K. Pathak. 2014.
Dystocia In A Cow Due To Hydrocephalic Fetus : A Case Report. Journal
of Livestock Science (ISSN online 2277-6214) 5:79-82

22

Anda mungkin juga menyukai