Anda di halaman 1dari 23

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

KEBUNTINGAN TERHADAP SAPI DAN KAMBING MENGGUNAKAN


USG

Disusun oleh:
Aditya Alrais Aminullah (17/412403/KH/09299)
Alifah Nuha Nabila (17/412404/KH/09300)
Aloysius Chatra Nugrhajati (17/412405/KH/09301)
Anindwi Nugra Afianto (17/412406/KH/09302)
Ayesah Nadia Firha (17/412407/KH/09303)
Brigita Gratia Caeli (17/412408/KH/09304)
Chrissa Ruth Riyono (17/412409/KH/09305)
Christopher Clement (17/412410/KH/09306)
Danastri Hanida Nur Arifah (17/412411/KH/09307)
Dwita Husaeni (16/398185/KH/8956)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab 2. Pembahasan Materi
2.1 Kebuntingan
2.2 Diagnosa Kebuntingan pada Sapi
2.3 Diagnosa Kebuntingan pada Kambing
2.4 Persamaan Diagnosa Kebuntingan pada Sapi dan Kambing
2.5 Perbedaan Diagnosa Kebuntingan pada Sapi dan Kambing
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH


Sapi dan kambing merupakan salah satu hewan ternak yang sering
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber protein hewani dan susu.
Oleh karena itu, permintaan akan daging dan susu dari kedua hewan ini pun turut
meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Melihat kebutuhan daging dan
susu yang banyak, tentu perlu adanya kenaikan jumlah ternak sapi dan kambing
untuk memenuhi permintaan tersebut. Kenaikan permintaan ini, membuat
peternak menargetkan ternak-ternaknya untuk dapat bunting paling tidak satu kali
dalam satu tahun. Dengan banyaknya permintaan tersebut, menuntut dokter
hewan juga untuk dapat mengembangkan keahliannya dalam mendeteksi
kebuntingan ternak, salah satunya dengan menggunakan USG.
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu metode pemeriksaan kebuntingan
pada hewan yang akurat digunakan pada hewan ternak besar selain dengan
menggunakan metode palpasi rektal. Penggunaan ultrasonografi dinilai cukup
efektif dilakukan karena dapat digunakan untuk melihat bentuk dan ukuran
embrio secara akurat serta merupakan metode yang dinilai cepat dan aman bagi
hewan disbanding palpasi rektal. Secara umum ultrasonografi bekerja dengan
menggunakan gelombang ultrasonik pada frekuensi tertentu untuk merekam
transmisi gelombang suara dari fetus yang hanya dapat merekam satu sektor
abdomen pada satu waktu. Pemeriksaan dilakukan pada beberapa lokasi di
sepanjang lateral garis puting yang dioleskan lubrikan dengan probe untuk
mendeteksi transmisi gelombang suara yang tepatPenggunaan USG pada hewan
sapi maupun kambing memiliki prinsip yang sama, tergantung dari metode analisa
yang akan digunakan.

Di Indonesia penggunaan USG pada hewan belum umum dilakukan karena


alatnya memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan
palpasi rektal. Oleh karena itu perlu dilakukan literasi yang lebih banyak
mengenai prinsip penggunaan USG dalam mendeteksi kebuntingan hewan, agar
metode ini dapat lebih sering dilakukan.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kebuntingan dan diagnosis kebuntingan?
2. Apa perbedaan dan persamaan antara diagnosis kebuntingan kambing dan sapi
menggunakan USG?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu kebuntingan dan diagnosis kebuntingan
2. Mengetahui persamaan dan perbedaan diagnosis kebuntingan pada kambing
dan sapi menggunakan USG
BAB 2
PEMBAHASAN MATERI

2.1 KEBUNTINGAN

Kebuntingan adalah keadaan dimana anak hewan yang sedang


berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Kebuntingan memiliki
interval waktu yang disebut dengan periode kebuntingan (gestrasi), terentang
dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak.

Kebuntingan terjadi ketika sperma dan sel telur menyatu atau


mengalami pembuahan. Sel telur setelah dibuahi maka terjadi serangkaian
pembelahan sel dari 2 sel menjadi 4 sel, kemudian 18 sel dan seterusnya.
Kemudian embrio akan terbentuk dan disekitar embrio yang baru akan
terbentuk selaput ketuban korionik dan bagian korion yang menempel pada
Rahim. Setelah tahap embrio berakhir, maka organisme tersebut akan menjadi
fetus. Fetus selama kebuntingan akan terus tumbuh. Kebuntingan ternak dapat
diketahui dari tidak munculnya estrus setelah perkawinan. Hal ini dikarenakan
pada kebuntingan muda konsentrasi estrogen cukup rendah, sedangkan
konsentrasi progesterone cukup tinggi. Konsentrasi progesterone yang tinggi
akan menghentikan adanya siklus estrus dengan mencegah pelepasan siklus
gonadotropin.
2.2 Diagnosa Kebuntingan pada Sapi

Usia kebuntingan (pada Sapi) Ciri-ciri


Kebuntingan 60 hari - Uterus berat dan
mengalami peningkatan
tegangan
- Slip membrane fetal
mengencang
- Cervik mengeras

(Carpenter, 2008)

(Noakes, 2001)
Kebuntingan 90 hari - Uterus menggantung ke
abdomen
- Fremitus mulai teraba
- Fetus mulai teraba dalam
cairan
- Plasenta sangan kecil di
dinding uterus

(Carpenter, 2008)
(Noakes, 2001)
Kebuntingan 120 hari - Fremitus teraba jelas
- Fetus teraba dan terasa
membesar
- Plasenta mulai teraba di
dinding uterus

(Noakes, 2001)

(Noakes, 2001)
Kebuntingan ke 150 hari - Fetus terapa, tetapi
kemudian berada di luar
jangkauan
- Plasenta teraba di dinding
uterus

(Noakes, 2001)

(Noakes, 2001)
Hari ke 180 hari - Fetus kembalu di dalam
jangkauan
- Fetus terletak di flank
kanan
- Plasenta semakin teraba
- Kaki fetus dapat teraba

(Carpenter, 2008)
(Noakes, 2001)
Hari ke 210 hari - Denyutan fremitus mulai
terasa
- Fetus dapat terpalpasi
- Bentukan badan telah
lengkap dan bisa
dirasakan

(Carpenter, 2008)

(Noakes, 2001)
Kebuntingan 270 hari - Fetus semakin membesar
- Fetus mendekati pelvis
- Fetus dalam posisi siap
untuk partus
- Lendir mucoid keluar dari
vulva

(Fradson, 2010)
(Noakes, 2001)

Ultrasonography (USG)

Ultrasonografi dapat digunakan untuk mempelajari bentuk, ukuran


anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Ultrasonografi
bersifat non infasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan
dengan cepat, aman, data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi
dan dapat digunakan pada hewan. (Noakes, 2001)
Ultrasound scanner yang sudah ditemukan adalah linear array, real time
dan B mode (Brightness) yang secara umum terdiri dari kontrol unit, layar monitor
dan transduser. Gelombang suara yang dapat digunakan untuk melakukan
pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah antara 1-10 MHz. Gelombang tersebut
dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat di dalam suatu alat yang disebut
transduser. Susunan kristal akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik
sehingga akan mengembang dan mengkerut sesuai polaritas medan listrik dan
kemudian dihasilkan gelombang suara berfrekuensi tinggi. (Noakes, 2001).
Frekuensi gelombang suara yang paling optimal adalah antara 5,0–7,5
MHz, pemilihan frekuensi ini berdasarkan tingkat penetrasi yang diharapkan
untuk menembus jaringan target dan resolusi dari tampilan di layar monitor yang
dibutuhkan. Pada frekuensi 5,0 MHz akan didapatkan tampilan detail yang kurang
baik, tetapi penetrasi jaringan yang lebih baik. Sedangkan pada penggunaan
frekuensi 7,5 MHz akan didapatkan tampilan detail yang baik tetapi kedalaman
penetrasi jaringan yang kurang baik. (Noakes, 2001).
(Noakes, 2011)
Transduser (probe) bekerja sebagai pemancar sekaligus penerima
gelombang suara. Pulsasi listrik yang dihasilkan sumber listrik akan diubah
menjadi energi akustik dan dipancarkan ke organ target dengan arah tertentu.
Sebagian akan dipantulkan dan sebagian akan merambat terus menembus jaringan
yang ada sehingga akan menimbulkan echo yang bermacam-macam sesuai
kepadatan jaringan yang dilaluinya. Pantulan tersebut diubah oleh transduser
menjadi arus listrik yang akan tampak pada layar monitor. (Lyanda, 2011).

(Mulyani, 2013)
Gambaran echo seperti bayangan hitam keputihan (abu-abu) dan gambaran
ini ditentukan oleh ketebalan jaringan. Jaringan atau struktur jaringan dapat
dibedakan menjadi:
1. Ekhogenik, yaitu jaringan yang memantulkan sebagian besar dari gelombang
suara
2. Non Ekhogenik, yaitu jaringan yang memantulkan sebagian kecil dari
gelombang suara atau tidak sama sekali

Semakin tebal (padat) suatu jaringan maka semakin banyak gelombang


yang dipantulkan sehingga semakin terang (putih) perwujudan dalam layar
monitor. Misalnya tulang akan berwarna putih sedangkan air (cairan) akan
berwarna gelap seperti folikel ovarium, kista, vesikel embrio dan cairan uterus.
(Lyanda, 2011).
Telah terbukti dalam berbagai penelitian dengan hasil yang memuaskan
bahwa diagnosa kebuntingan pada hewan dapat dilakukan dengan menggunakan
alat bantu ultrasonografi (USG). Kelebihan USG adalah dapat mendiagnosa
kebuntingan lebih awal (25 hari setelah dikawinkan) dan dapat mengetahui jumlah
anak yang dikandung hingga mengetahui jenis kelamin fetus (53-71 hari setelah
dikawinkan) (Noakes, 2011).
Dalam menentukan jumlah fetus dalam uterus sering kurang akurat sebab
hanya satu sektor dari abdomen yang dapat dilihat dalam satu satuan waktu
sehingga fetus dapat terlihat dua kali atau tidak terlihat sama sekali. (Noakes,
2011).

PRINSIP KERJA USG


Merekam transmisi gelombang suara yang berasal dari fetus mulai umur 25 hari
kebuntingan dan hanya dapat merekam satu sector abdomen yang dilihat pada
satu waktu.
Hingga saat ini ada beberapa metode analisa scanning yang digunakan
dalam penggunaan USG. Metode scanning yang sering digunakan adalah metode
Doppler, metode A-scanning dan metode B-scanning. Apapun metode yang
digunakan, pemeriksaan dilakukan pada beberapa lokasi di sepanjang permukaan
lateral dari garis puting yang diuji denga mengoleskan lubrikan jeli secukupnya
diantara kulit dengan probe untuk meyakinkan transmisi gelombang suara yang
tepat.
1. Metode Doppler
Analisa scanning berdasarkan munculnya gerakan pada organ
tertentu yang terbaca di layar monitor, misalnya pulsasi arteri uterine,
detak jantung fetus atau gerakan individual fetus. Gerakan-gerakan ini
akan menimbulkan signal ultrasound yang akan diterima dan diubah
menjadi auditing signal oleh alat pada monitor. (Imadi, 2012)
Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi detak jantung fetus
mulai hari ke-29-35 kebuntingan. Akurasi meningkat sesuai pertumbuhan
fetus dan perkembangan kebuntingan. Tingkat akurasi mencapai 85 hingga
100% pada periode 36-42 hari sampai dengan partus. Deteksi pulsus
arterial abdomen pada anjing kecil (2-3 kg) dapat menyebabkan kesalahan
diagnosa. (Noakes, 2011)
2. Metode A-scanning
Metode ini didasarkan pada adanya cairan fetus yang
merefleksikan gelombang ultrasonic yang akan muncul pada layar dan
didasarkan pada kedalaman gelombang yang terlihat pada layar.
Diagnosa dapat dilakukan paling awal pada 18-20 hari kebuntingan
berdasarkan adanya cairan yang cukup dalam uterus meskipun kadang
implantasi belum terjadi sampai dengan saat implantasi sempurna. Pada
periode pemeriksaan yang optimal, yaitu 32-62 hari setelah perkawinan
akurasi diagnosa menjadi 90% untuk terjadinya kebuntingan sedangkan
untuk diagnosa tidak bunting adalah 85%. (Imadi, 2012).

3. Metode B-scanning
Metode ini diklaim lebih baik dari pada metode Doppler maupun
A-scanning karena memiliki kelebihan:
1. Dapat mengindikasikan adanya fetus yang mati

2. Dapat dilakukan pada hari ke 18-19 sesudah dikawinkan

3. Dapat menghitung jumlah fetus dengan tepat pada 28-35 hari


kebuntingan

4. Dapat mengetahui detail tubuh fetus dengan jelas pada 40 hari


kebuntingan
(Imadi, 2012).

2.3 Diagnosa Kebuntingan pada Kambing

Suatu pemeriksaan kebuntingan secara tepat dan dini sangat penting


bagi program pemuliaan ternak. Berhentinya_gejala-gejala birahi sesudah
iB sudah bisa menandakan adanya kebuntingan, akan tetapi tidak berarti
bahwa seratus persen akan terjadi kebuntingan. Peternak mungkin lalai
atau tidak memperhatikan gejala birahi walaupun tidak terjadi
kebuntingan. Kematian embrio dini atau abortus mungkin saja dapat
terjadi. Perubahan-perubahan patologis dapat terjadi didalam uterus
seperti myometra, sista ovarium bisa menyebabkan kegagalan birahi.
Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara perdarahan setelah IB
dengan konsepsi. Kebuntingan harus dapat di bedakan dari kondisi-
kondisi lain seperti pyometra, memmifacio foetus, mucometra, maceratio
foetus, tumor dan metritis.
Sapi yang sedang mengalami kebntingan dapat memiliki gejala
sebagai berikut, Kelenjar susu pada sapi dara berkembang dan
membesar mulai kebuntingan 4 bulan. Pada sapi yang pernah beranak/
sering beranak pembesaran ambing terjadi pada 1 sampai 4 minggu
menjelang kelahiran. Ternak betina bertambah tenang, lamban dan hati-
hati dalam pergerakannya sesuia dengan bertambahnya umur
kebuntingan. Pada minggu terakhir kebuntingan ada kecenderungan
pertambahan berat badan. Pada akhir kebuntingan ligamentum pelvis
mengendur, terlihat legokan pada pangkal tulang ekor, oedema dan
relaksasi vulva. Pada umur kebuntingan 6 bulan keatas gerakan fetus
dapat dipantulkan dari dinding luar perut. Fetus teraba sebagai benda
padat dan besar yang tergantung berayun didalam struktur lunak perut
(abdomen).
Selain dengan cara melihat gejala berahi dan gejala kebuntingan pada
sapi, mendeteksi kebuntingan juga bisa dilakukan dengan beberapa cara
sebagai berikut.

a. Cara Kimiawi
Pemeriksaan kebuntingan dengan cara kimiawi dilakukan dengan
memeriksa kadar hormonal sapi indukan setelah dilakukan perkawinan.
Umumnya, kadar hormonal yang dilihat adalah hormon progesteron.
Pemeriksaan dengan mengetahui konsentrasi hormon progesteron bisa
menggunakan sampel dari air susu atau plasma darah. Konsentrasi
progesteron dalam air susu biasanya sejajar dengan yang ada dalam
darah. Pemeriksaan dengan sampel air susu hanya cocok untuk sapi
perah sedang untuk sapi dara dan potong kurang sesuai. Indukan yang
sedang bunting biasanya memilik kadar progesteron yang tinggi pada hari
ke-21 dan ke-24 setelah ovulasi. Sebaliknya, indukan yang tidak bunting
memiliki kadar progesteron yang rendah. Kadar progesterone yang lebih
tinggi dari 2 mg per mldapat menandakan adanya kebuntingan.
Penentuan kadar progesterone didalam darah memakai teknik RIA
maupun palpasi per-rektal terhadap Corpus Luteum (CL) memberi
ketepatan diagnosa 90 persen dalam periode 21 sampai 24 hari sesudah
inseminasi atau perkawinan. Cara ini jarang dilakukan karena tingkat
keakuratannya rendah dan memerlukan biaya yang cukup mahal.

b. Ultrasonografi (USG)
Fraser et al. (1968) telah menggunakan alat periksa (ultrasonik) yang
ditempelkan pada abdomen untuk mendeteksi fetus mulai kebuntingan 9
minggu. Prinsip Ultrasound adalah suara ultra dengan frekuensi sangat
tinggi dan panjang gelombang sangat pendek yang dipantulkan dari
benda yang bergerak ke sumber transmisi dengan frekuensi yang sedikit
berubah. Ini memungkinkan untuk mendeteksi aspek pulsus fetus (iantung
atau tali pusar), arteri uterus. Sinyal ultrasonik yang dipantulkan dari
benda yang bergerak itu biasanya diperkeras dan dianalisis dengan
pendengaran, dapat diubah menjadi gambaran visual pada layar monitor.
Angka kcberhasilan alat ini dalam mendiagnosa kcbuntingan sampai 93%.
Ultrasonografi atau lebih dikenal dengan USG ini merupakan salah satu
cara untuk memeriksa kebuntingan atau kehamilan serta memeriksa
reproduktif pada manusia dan hewan ternak seperti sapi, kerbau,
kambing, kuda, atau anjing. Hasil pemeriksaan ini berupa tampilan kondisi
fetus (janin) secara keseluruhan dan untuk mengetahui jenis kelamin.
Cara ini memberikan hasil pemerksaan yang akurat dan dapat memeriksa
gangguan pada kebuntingan. Namun, pada tingkat peternak kecil,
pemeriksaan dengan USG dinilai cukup mahal dan kurang praktis, Jadi,
cara ini baru dilakukan oleh perusahaan sapi skala besar.

c. Pemeriksaan Kebuntingan Manual (PKB)


Sebagai indikator bahwa sapi bunting atau tidak mengalami berahi
kembali setelah perkawinan, peternak biasanya mengamati berahi sapi
pada siklus pertama dan kedua setelah perkawinan, yaitu pada hari ke-18
hingga ke-24 dan hari ke-36 hingga hari ke-48, Jika sapi tidak
menunjukkan gejala berahi, ada kemungkinan sapi tersebut bunting,

d. Palpasi Rektal
Pemeriksaan kebuntingan yang paling umum dilakukan adalah palpasi
ovarium dan uterus dengan tangan yang dimasukkan lewat rektum.
Tujuan palpasi rektal adalah mendetcksi adanya pembesaran uterus yang
bunting, memeriksa adanya fetus, arteri uterina media serta kotiledon
yang membesar. Palpasi ovarium ditujukan untuk mengetahui adanya KL.
Pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal dapat dilakukan pada
umur kebuntingan 35 hari tetapi diagnosis semakin akurat setelah 45-60
hari kebuntingan. Ketepatan di atas 95 persen dapat di peroleh sesudah
60 hari umur kebuntingan. Palpasi rektal ini dapat dilakukan pada sapi,
kerbau dan kuda, sedang pada domba dan kambing untuk diagnosis
kebuntingan dapat dengan cara palpasi abdominal.

e. Penggunaan Radiografi
Radiografi fetus didasarkan atas deteksi proses penulangan dengan
memakai sinar X setelah hari ke-50 masa perkembangan fetus, angka
keberhasilannya 90-95% pada tiga bulan setelah kawin. Tidak ada
pengaruh yang merusak dari teknik ini pada induk atau anak domba,
dapat digunakan untuk mendeteksi anak kembar dua atau tiga tetapi alat
ini jarang digunakan karena mahal.

f. Pemeriksaan Antigen Embrio


Pendekatan lain yang dapat memenuhi syarat pendugaan untuk tes
kebuntingan pada sapi adalah dengan mendeteksi adanya antigen khusus
yang dihasilkan oleh embrio. Antigen khusus ini mungkin dihasilkan oleh
lapisan sel tropoblas dan dapat dideteksi keberadaannya dalam darah
induk. Tes ini jarang dilakukan karena sangat mahal.
2.4 Persamaan Diagnosa Kebuntingan pada Sapi dan Kambing

Pada umumnya diagnosa kebuntingan menggunakan USG pada sapi,


kambing, dan ruminan sama. Beberapa di antaranya:

1. Tujuan penggunaan ultrasonography (USG) pada ruminan:


Pada betina biasanya digunakan untuk mengobservasi secara rutin
pebentukan folikel (follicular waves) ovulasi, dan kebuntingan.
Dalam pemeriksaan kebuntingan menggunakan USG dapat diketahui usia
janin, litter size, perkembangan organ, jenis kelamin, hingga keadaan
patologis dari jalur kelahiran.
(Descoteaux et al, 2010)

2. Prinsip Alat
Diagnosa kebuntingan menggunakan USG menerapkan prinsip frekuensi
gelombang suara. Dan prinsip ini diterapkan pada semua jenis USG yang
kini ada. (Noakes, 2001)
Pengolesan gel di bagian transduser dan gloves juga sama-sama dilakukan
sebelum menggunakan USG untuk menghindari iritasi
(Frastantie et al, 2019)

3. Pencitraan USG
Gambaran citra uterus ruminan tidak bunting walaupun yang telah di IB
nampak kompak tanpa adanya konseptual vesikel, uterus berwarna lebih
hypoechoic (abu-abu) dibandingkan dengan area disekitarnya. Perbedaan
antara uterus dengan otot yang berwarna lebih hyperechoic (putih) terlihat
jelas. Curran et al. (1986) menemukan konseptual vesikel pada hari ke-20
yang terus berkembang hingga hari ke-60. Gambaran konseptual vesikel
diuterus dengan USG akan tampak berupa kantong dengan warna
anechoic. Hasil penelitian konseptual vesikel sampai pemeriksaan hari ke-
29 tidak ditemukan, maka dapat dinyatakan tidak bunting.
Pada keadaan bunting menunjukan gambaran USG dengan konseptual
vesikel yang berwarna anechoic, gambaran inilah yang menunjukkan
bahwa betina tersebut bunting. Biasanya, kebuntingan terdeteksi pada hari
ke-15 setelah IB maka dapat dinyatakan sebagai kebuntingan dini. Posisi
kantong yang berisi cairan amnion, sama seperti penelitian Curran et al.
(1986), terletak ipsilateral terhadap korpus luteum di salah satu kornua
uteri. Hasil serupa diperoleh Beal et al. (1992) yakni konseptual vesikel
ditemukan pada hari ke-19 setelah IB. Ukuran konseptual vesikel ini akan
terus meningkat seiring dengan waktu diikuti dengan peningkatan cairan
yang ada di dalamnya.
2.5 Perbedaan Diagnosa Kebuntingan pada Sapi dan Kambing

Secara umum, perbedaan diagnosa kebuntingan menggunakan usg pada sapi dan
kambing hanya pada teknik pelaksanaanya

Pada sapi hanya ada satu metode, dengan melakukan usg secara rektal. Tahap awal,
dilakukan penyiapan perangkat USG. Transduser yang digunakan jenis linier dengan
frekuensi 5.0 MHz. Selanjutnya feses dikeluarkan dari rektum sapi, kemudian dilakukan
eksplorasi manual dari topografi traktus reproduksi sapi sebelum dilakukan USG.
Kemudian Transduser dan glove diberi gel untuk memudahkan dalam memasukkan
transduser ke dalam rektum agar tidak mengiritasi mukosa rektum dan untuk
mendapatkan gambaran USG yang baik.

Pemeriksaan ini dilakukan selama sapi berdiri. Selama berada di dalam, rektum probe
diarahkan ke tanduk uterus dan ovarium, yaitu bagian ventral rektum menyusuri traktus
reproduksi. Uterus terlihat pada bagian ventral rektum, di atas kandung kemih. Kornua
uterus akan terlihat dalam keadaan potongan melintang ketika transduser digerakkan L
kearah lateral. (Frastantie et al, 2019)
Gambar teknik USG pada sapi (Luc DesCotaux et al, 2010)

Pada kambing, teknik USG ada dua cara yaitu dengan menempelkan probe ke bagian
ventral abdomen(transcutaneous ultrasonography) dan memasukkan probe ke dalam
rektum(transrectal ultrasonography). Penggunaan tiap-tiap teknik tergantung dengan
diagnosis yang ingin dibuat, alat USG tersebut, dan kondisi kerja. Metode transrektal
lebih akurat pada usia kebuntingan hari ke-35. Pada kebuntingan hari ke 35-70 kedua
teknik cukup akurat. Metode transcutaneous lebih disarankan pada akhir kebuntingan
karena memungkinkan visualisasi uterus yang lebih luas dan lebih praktis.

Pada metode transcutaneous, probe ditempelkan pada daerah abdomen yang tidak ada
rambutnya. Melalui lokasi ini, kambing yang tidak bunting dan masa kebuntingan awal
dapaf terlihat dengan jelas.

Sedangkan pada metode transrektal, kambing harus di restrain baik. Kemudian probe
dimasukkan ke dalam rektum sebanyak 15 cm hingga vesika urinaria terlihat. Sebelum
dimasukkan ke dalam rektum, probe harus di lubrikasi terlebih dahulu. Pembuangan
fese tidak diperlukan pada kambing dan domba. (Kahn, 2004)

Gambar USG pada kambing Gambar USG pada kambing

Metode transcutaneous(Kahn, 2004) Metode transrektal(Kahn, 2004)


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Palpasi Rektal dan Pemeriksaan Kebuntingan (PKB). Batu: BBPP
BATU

Ball, E.J. Carrol., 1997 “Induction of Fetal Death in Cattle by Manual Rupture of
the Amniotik Versicle” J.A.V.M.A.

Beal W, Perry R, Corah L, 1992. The use of ultrasound in monitoring


reproductive physiology of Beef cattle. Journal of animal science 70, 924-929.

Carpenter, B.B., Sproot, I.R. 2008. Determining Pregnancy in Cattle. Texas: Agri
live.
Curran S, Pierson R, Ginther O. 1986. Ultrasonographic appearance of the bovine
conceptus From days 20 through 60. Journal of the American Veterinary Medical
Association 189, 1295-1302

Descoteaux, L; Gnemmi, G; Colloton, Jill. 2010. Practical Atlas of Ruminant and


Camelid Reproductive Ultrasonography. Kanada: Willey Blackwell

Fikar, Samsul drh; dan Dodi Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi
Potong. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka

Fradson, R.D., W.L. Wilke., A.D. Fails. 2010. Anatomy and Physiology of Farm
Animals. Fort Collin: Willey&Backwell.

Frastantie, D; Agil, M; Tumbelaka, L.I. 2019. Deteksi Kebuntingan Dini pada


Sapi Perah dengan Pemeriksaan Ultrasonography (USG) dan Analisis Hormon
Steroid. ACTA VETERINARIA INDONESIANA Vol.7 No. 2:9-16

Ihsan, Dr. Ir. H. Moh. Nur, MS,. 2010. Ilmu Reproduksi Ternak Dasar. Malang:
Universitas Brawijaya Press (UB Press)

Imadi, S., Ramli, K. 2012. Pengembangan dan Pengkayaan Fungsi Antarmuka


Perangkat Lunak untuk Visualisasi dan Analisis Citra Ultrasonografi.. Jurnal
Science Fisika.

Ismudiono; Pudji Srianto; Husni Anwar; Sri Pantjs Madyawati; Abdul Samik;
Erma Safitri. 2010. Buku Ajar Fisiologi pada Ternak. Surabaya: Airlangga
University

Kahn, W. 2004. Veterinary Reproductive Ultrasonography. Swis: Schultersche

Luc DesCotaux, Gnemmi, G., Colloton, J. 2010. Practical Atlas of Ruminant and
Camelid Reproductive Ultrasonography. USA: Wiley-Blackwell

Lyanda, A., Antariksa, B., Syahyuruddin, E. 2011. Ultrasonografi Toraks. Jurnal.


Respir Indo. Vol. 31, No.1 Januari 2011

Noakes, D.E., R.J. Parkinson., G.C.W. England. 2001. Arthur’s Veterinary


Reproduction an Obstetric. London: Elesevier
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa Bandung.

Anda mungkin juga menyukai