Disusun oleh:
Aditya Alrais Aminullah (17/412403/KH/09299)
Alifah Nuha Nabila (17/412404/KH/09300)
Aloysius Chatra Nugrhajati (17/412405/KH/09301)
Anindwi Nugra Afianto (17/412406/KH/09302)
Ayesah Nadia Firha (17/412407/KH/09303)
Brigita Gratia Caeli (17/412408/KH/09304)
Chrissa Ruth Riyono (17/412409/KH/09305)
Christopher Clement (17/412410/KH/09306)
Danastri Hanida Nur Arifah (17/412411/KH/09307)
Dwita Husaeni (16/398185/KH/8956)
Daftar Isi
Bab 1. Pendahuluan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu kebuntingan dan diagnosis kebuntingan
2. Mengetahui persamaan dan perbedaan diagnosis kebuntingan pada kambing
dan sapi menggunakan USG
BAB 2
PEMBAHASAN MATERI
2.1 KEBUNTINGAN
(Carpenter, 2008)
(Noakes, 2001)
Kebuntingan 90 hari - Uterus menggantung ke
abdomen
- Fremitus mulai teraba
- Fetus mulai teraba dalam
cairan
- Plasenta sangan kecil di
dinding uterus
(Carpenter, 2008)
(Noakes, 2001)
Kebuntingan 120 hari - Fremitus teraba jelas
- Fetus teraba dan terasa
membesar
- Plasenta mulai teraba di
dinding uterus
(Noakes, 2001)
(Noakes, 2001)
Kebuntingan ke 150 hari - Fetus terapa, tetapi
kemudian berada di luar
jangkauan
- Plasenta teraba di dinding
uterus
(Noakes, 2001)
(Noakes, 2001)
Hari ke 180 hari - Fetus kembalu di dalam
jangkauan
- Fetus terletak di flank
kanan
- Plasenta semakin teraba
- Kaki fetus dapat teraba
(Carpenter, 2008)
(Noakes, 2001)
Hari ke 210 hari - Denyutan fremitus mulai
terasa
- Fetus dapat terpalpasi
- Bentukan badan telah
lengkap dan bisa
dirasakan
(Carpenter, 2008)
(Noakes, 2001)
Kebuntingan 270 hari - Fetus semakin membesar
- Fetus mendekati pelvis
- Fetus dalam posisi siap
untuk partus
- Lendir mucoid keluar dari
vulva
(Fradson, 2010)
(Noakes, 2001)
Ultrasonography (USG)
(Mulyani, 2013)
Gambaran echo seperti bayangan hitam keputihan (abu-abu) dan gambaran
ini ditentukan oleh ketebalan jaringan. Jaringan atau struktur jaringan dapat
dibedakan menjadi:
1. Ekhogenik, yaitu jaringan yang memantulkan sebagian besar dari gelombang
suara
2. Non Ekhogenik, yaitu jaringan yang memantulkan sebagian kecil dari
gelombang suara atau tidak sama sekali
3. Metode B-scanning
Metode ini diklaim lebih baik dari pada metode Doppler maupun
A-scanning karena memiliki kelebihan:
1. Dapat mengindikasikan adanya fetus yang mati
a. Cara Kimiawi
Pemeriksaan kebuntingan dengan cara kimiawi dilakukan dengan
memeriksa kadar hormonal sapi indukan setelah dilakukan perkawinan.
Umumnya, kadar hormonal yang dilihat adalah hormon progesteron.
Pemeriksaan dengan mengetahui konsentrasi hormon progesteron bisa
menggunakan sampel dari air susu atau plasma darah. Konsentrasi
progesteron dalam air susu biasanya sejajar dengan yang ada dalam
darah. Pemeriksaan dengan sampel air susu hanya cocok untuk sapi
perah sedang untuk sapi dara dan potong kurang sesuai. Indukan yang
sedang bunting biasanya memilik kadar progesteron yang tinggi pada hari
ke-21 dan ke-24 setelah ovulasi. Sebaliknya, indukan yang tidak bunting
memiliki kadar progesteron yang rendah. Kadar progesterone yang lebih
tinggi dari 2 mg per mldapat menandakan adanya kebuntingan.
Penentuan kadar progesterone didalam darah memakai teknik RIA
maupun palpasi per-rektal terhadap Corpus Luteum (CL) memberi
ketepatan diagnosa 90 persen dalam periode 21 sampai 24 hari sesudah
inseminasi atau perkawinan. Cara ini jarang dilakukan karena tingkat
keakuratannya rendah dan memerlukan biaya yang cukup mahal.
b. Ultrasonografi (USG)
Fraser et al. (1968) telah menggunakan alat periksa (ultrasonik) yang
ditempelkan pada abdomen untuk mendeteksi fetus mulai kebuntingan 9
minggu. Prinsip Ultrasound adalah suara ultra dengan frekuensi sangat
tinggi dan panjang gelombang sangat pendek yang dipantulkan dari
benda yang bergerak ke sumber transmisi dengan frekuensi yang sedikit
berubah. Ini memungkinkan untuk mendeteksi aspek pulsus fetus (iantung
atau tali pusar), arteri uterus. Sinyal ultrasonik yang dipantulkan dari
benda yang bergerak itu biasanya diperkeras dan dianalisis dengan
pendengaran, dapat diubah menjadi gambaran visual pada layar monitor.
Angka kcberhasilan alat ini dalam mendiagnosa kcbuntingan sampai 93%.
Ultrasonografi atau lebih dikenal dengan USG ini merupakan salah satu
cara untuk memeriksa kebuntingan atau kehamilan serta memeriksa
reproduktif pada manusia dan hewan ternak seperti sapi, kerbau,
kambing, kuda, atau anjing. Hasil pemeriksaan ini berupa tampilan kondisi
fetus (janin) secara keseluruhan dan untuk mengetahui jenis kelamin.
Cara ini memberikan hasil pemerksaan yang akurat dan dapat memeriksa
gangguan pada kebuntingan. Namun, pada tingkat peternak kecil,
pemeriksaan dengan USG dinilai cukup mahal dan kurang praktis, Jadi,
cara ini baru dilakukan oleh perusahaan sapi skala besar.
d. Palpasi Rektal
Pemeriksaan kebuntingan yang paling umum dilakukan adalah palpasi
ovarium dan uterus dengan tangan yang dimasukkan lewat rektum.
Tujuan palpasi rektal adalah mendetcksi adanya pembesaran uterus yang
bunting, memeriksa adanya fetus, arteri uterina media serta kotiledon
yang membesar. Palpasi ovarium ditujukan untuk mengetahui adanya KL.
Pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal dapat dilakukan pada
umur kebuntingan 35 hari tetapi diagnosis semakin akurat setelah 45-60
hari kebuntingan. Ketepatan di atas 95 persen dapat di peroleh sesudah
60 hari umur kebuntingan. Palpasi rektal ini dapat dilakukan pada sapi,
kerbau dan kuda, sedang pada domba dan kambing untuk diagnosis
kebuntingan dapat dengan cara palpasi abdominal.
e. Penggunaan Radiografi
Radiografi fetus didasarkan atas deteksi proses penulangan dengan
memakai sinar X setelah hari ke-50 masa perkembangan fetus, angka
keberhasilannya 90-95% pada tiga bulan setelah kawin. Tidak ada
pengaruh yang merusak dari teknik ini pada induk atau anak domba,
dapat digunakan untuk mendeteksi anak kembar dua atau tiga tetapi alat
ini jarang digunakan karena mahal.
2. Prinsip Alat
Diagnosa kebuntingan menggunakan USG menerapkan prinsip frekuensi
gelombang suara. Dan prinsip ini diterapkan pada semua jenis USG yang
kini ada. (Noakes, 2001)
Pengolesan gel di bagian transduser dan gloves juga sama-sama dilakukan
sebelum menggunakan USG untuk menghindari iritasi
(Frastantie et al, 2019)
3. Pencitraan USG
Gambaran citra uterus ruminan tidak bunting walaupun yang telah di IB
nampak kompak tanpa adanya konseptual vesikel, uterus berwarna lebih
hypoechoic (abu-abu) dibandingkan dengan area disekitarnya. Perbedaan
antara uterus dengan otot yang berwarna lebih hyperechoic (putih) terlihat
jelas. Curran et al. (1986) menemukan konseptual vesikel pada hari ke-20
yang terus berkembang hingga hari ke-60. Gambaran konseptual vesikel
diuterus dengan USG akan tampak berupa kantong dengan warna
anechoic. Hasil penelitian konseptual vesikel sampai pemeriksaan hari ke-
29 tidak ditemukan, maka dapat dinyatakan tidak bunting.
Pada keadaan bunting menunjukan gambaran USG dengan konseptual
vesikel yang berwarna anechoic, gambaran inilah yang menunjukkan
bahwa betina tersebut bunting. Biasanya, kebuntingan terdeteksi pada hari
ke-15 setelah IB maka dapat dinyatakan sebagai kebuntingan dini. Posisi
kantong yang berisi cairan amnion, sama seperti penelitian Curran et al.
(1986), terletak ipsilateral terhadap korpus luteum di salah satu kornua
uteri. Hasil serupa diperoleh Beal et al. (1992) yakni konseptual vesikel
ditemukan pada hari ke-19 setelah IB. Ukuran konseptual vesikel ini akan
terus meningkat seiring dengan waktu diikuti dengan peningkatan cairan
yang ada di dalamnya.
2.5 Perbedaan Diagnosa Kebuntingan pada Sapi dan Kambing
Secara umum, perbedaan diagnosa kebuntingan menggunakan usg pada sapi dan
kambing hanya pada teknik pelaksanaanya
Pada sapi hanya ada satu metode, dengan melakukan usg secara rektal. Tahap awal,
dilakukan penyiapan perangkat USG. Transduser yang digunakan jenis linier dengan
frekuensi 5.0 MHz. Selanjutnya feses dikeluarkan dari rektum sapi, kemudian dilakukan
eksplorasi manual dari topografi traktus reproduksi sapi sebelum dilakukan USG.
Kemudian Transduser dan glove diberi gel untuk memudahkan dalam memasukkan
transduser ke dalam rektum agar tidak mengiritasi mukosa rektum dan untuk
mendapatkan gambaran USG yang baik.
Pemeriksaan ini dilakukan selama sapi berdiri. Selama berada di dalam, rektum probe
diarahkan ke tanduk uterus dan ovarium, yaitu bagian ventral rektum menyusuri traktus
reproduksi. Uterus terlihat pada bagian ventral rektum, di atas kandung kemih. Kornua
uterus akan terlihat dalam keadaan potongan melintang ketika transduser digerakkan L
kearah lateral. (Frastantie et al, 2019)
Gambar teknik USG pada sapi (Luc DesCotaux et al, 2010)
Pada kambing, teknik USG ada dua cara yaitu dengan menempelkan probe ke bagian
ventral abdomen(transcutaneous ultrasonography) dan memasukkan probe ke dalam
rektum(transrectal ultrasonography). Penggunaan tiap-tiap teknik tergantung dengan
diagnosis yang ingin dibuat, alat USG tersebut, dan kondisi kerja. Metode transrektal
lebih akurat pada usia kebuntingan hari ke-35. Pada kebuntingan hari ke 35-70 kedua
teknik cukup akurat. Metode transcutaneous lebih disarankan pada akhir kebuntingan
karena memungkinkan visualisasi uterus yang lebih luas dan lebih praktis.
Pada metode transcutaneous, probe ditempelkan pada daerah abdomen yang tidak ada
rambutnya. Melalui lokasi ini, kambing yang tidak bunting dan masa kebuntingan awal
dapaf terlihat dengan jelas.
Sedangkan pada metode transrektal, kambing harus di restrain baik. Kemudian probe
dimasukkan ke dalam rektum sebanyak 15 cm hingga vesika urinaria terlihat. Sebelum
dimasukkan ke dalam rektum, probe harus di lubrikasi terlebih dahulu. Pembuangan
fese tidak diperlukan pada kambing dan domba. (Kahn, 2004)
Anonim. 2012. Palpasi Rektal dan Pemeriksaan Kebuntingan (PKB). Batu: BBPP
BATU
Ball, E.J. Carrol., 1997 “Induction of Fetal Death in Cattle by Manual Rupture of
the Amniotik Versicle” J.A.V.M.A.
Carpenter, B.B., Sproot, I.R. 2008. Determining Pregnancy in Cattle. Texas: Agri
live.
Curran S, Pierson R, Ginther O. 1986. Ultrasonographic appearance of the bovine
conceptus From days 20 through 60. Journal of the American Veterinary Medical
Association 189, 1295-1302
Fikar, Samsul drh; dan Dodi Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi
Potong. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka
Fradson, R.D., W.L. Wilke., A.D. Fails. 2010. Anatomy and Physiology of Farm
Animals. Fort Collin: Willey&Backwell.
Ihsan, Dr. Ir. H. Moh. Nur, MS,. 2010. Ilmu Reproduksi Ternak Dasar. Malang:
Universitas Brawijaya Press (UB Press)
Ismudiono; Pudji Srianto; Husni Anwar; Sri Pantjs Madyawati; Abdul Samik;
Erma Safitri. 2010. Buku Ajar Fisiologi pada Ternak. Surabaya: Airlangga
University
Luc DesCotaux, Gnemmi, G., Colloton, J. 2010. Practical Atlas of Ruminant and
Camelid Reproductive Ultrasonography. USA: Wiley-Blackwell