Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS INDIVIDU

BAGIAN KLINIK HEWAN PENYAKIT DALAM

PHYSICAL EXAMINATION HEWAN KASUS

Laminitis Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Bogor

Oleh:

Yusa Irarang B94164350

Dibawah bimbingang :

Dr Drh RP Agus Lelana, SpMP, MSi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017
DATA HASIL PEMERIKSAAN FISIK

1. Diagnosis : Laminitis
2. Anamnesa : Seekor sapi di KUNAK pada tanggal 20
April 2017 ditemukan gejala yaitu nafsu
makan berjurang, adanya kelainan pada
sudut kaki saat berdiri dan adanya kuku
aladin pada kaki belakang.
3. Lingkungan :Lingkungan peternakan sapi perah ini
mempunyai sirkulasi udara yang baik dan
memiliki lahan yang luas, akan tetapi
kandang tersebut kurang mendapatkan sinar
matahari saat pagi hari. Kebersihan kandang
kurang bersih.
4. Signalement

Nama : 309
Jenis hewan/Spesies : Sapi
Ras/Breed : Frisien Holstein
Warna bulu dan kulit : Putih, hitam
Jenis Kelamin : Betina
Usia : >3.5 tahun
Berat badan : 400kg
Tanda khusus :-

5. Status Present

5.1 KeadaanUmum
Perawatan : Sedang
Habitus : Kepala sejajar tulang punggung
Gizi : Cukup
BCS : 2,5
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Menumpu dengan 4 kaki
Suhu tubuh : 37,8 oC
Frekuensi nadi : 72 kali/menit
Frekuensi napas : 36 kali/menit

5.2 Adaptasi lingkungan : Baik


5.3 Integumen

Kondisi Kulit : Rose, licin, tidak ada perlukaan


Turgor kulit : < 3 detik
Suhu Kulit : Merata
Rambut : Licin dan halus

5.4 Limfoglandula

ln. Mandibularis
Ukuran : Tidak teraba
Konsistensi : Tidak teraba
Lobulasi : Tidak teraba
Perlekatan : Tidak teraba
Panas : Tidak teraba
Kesimetrisan : Tidak teraba

Ln. Retropharyngealis
Ukuran : Tidak ada perubahan
Konsistensi : Kenyal
Lobulasi : Jelas
Perlekatan : Tidak ada perlekatan
Panas : Tidak panas
Kesimetrisan : Simetris

Limfonodus prescapularis : tidak teraba


Ukuran : tidak teraba
Konsistensi : tidak teraba
Lobulasi : tidak teraba
Perlekatan : tidak teraba
Panas : tidak teraba
Kesimetrisan : tidak teraba

Limfonodus axillaris : tidak teraba


Ukuran : tidak teraba
Konsistensi : tidak teraba
Lobulasi : tidak teraba
Perlekatan : tidak teraba
Panas : tidak teraba
Kesimetrisan : tidak teraba
Limfonodus popliteus : tidak teraba
Ukuran : tidak teraba
Konsistensi : tidak teraba
Lobulasi : tidak teraba
Perlekatan : tidak teraba
Panas : tidak teraba
Kesimetrisan : tidak teraba

Limfonodus mamariglands : tidak teraba


Ukuran : tidak teraba
Konsistensi : tidak teraba
Lobulasi : tidak teraba
Perlekatan : tidak teraba
Panas : tidak teraba
Kesimetrisan : tidak teraba

5.5 Kepala dan Leher


a. Inpeksi
Ekspresi wajah : Tenang
Pertulangan kepala : Tegas, simetris
Posisi tegak telinga : Tegak keduanya
Posisi kepala : Sejajar dengan tulang punggung

Mata dan orbita

Bagian Kiri Kanan


Palpebrae Membuka dan menutup Membuka dan menutup
sempurna sempurna
Cilia Keluar sempurna Keluar sempurna
Conjunctiva Rose, mengkilat, tidak ada Rose, mengkilat, tidak
perlukaan ada perlukaan
Membran nictitans Tersembunyi Tersembunyi

Bola mata
Bagian Kiri Kanan
Sclera Putih Putih
Cornea Bening Bening
Iris Coklat bergaris, tidak Coklat bergaris,
ada perlekatan tidak ada perlekatan
Limbus Datar Datar
Pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Reflex pupil Ada Ada
Vasa injectio Ada, tidak dilatasi Ada, tidak dilatasi

Hidung dan sinus-sinus : Bentuk simetris, hembusan udara kanan kiri sama
kuat,, tidak ada foeter ex naso, cermin hidung
lembab, perkusi sinus nyaring

Mulut dan rongga mulut

 Rusak/luka bibir : Tidak ada


 Mukosa : Rose, licin, mengkilat, basah, tidak ada kelainan
 Gigi geligi : Lengkap, tidak ada keropos, tidak ada foeter ex
naso
 Lidah : Rose, licin mengkilat, basah, tidak ada perlukaan

Telinga

 Posisi : Tegak ke atas


 Bau : Khas cerumen
 Daun telinga : Halus,licin
 Krepitasi : Tidak ada bilateral
 Reflek panggilan : Ada

Leher

 Perototan : Simetris
 Trachea : Tidak ada reflek batuk
 Esofagus : Tidak ada sisa makanan

3.4 Thorak :

3.4.1. Sistem Pernafasan

Inspeksi

 Bentuk rongga thorak : Simetris


 Tipe pernafasan : Abdominal
 Ritme : Teratur
 Intensitas : Tidak ada perubahan
 Frekuensi : 36 x/menit
Palpasi

 Penekanan rongga thorak : Tidak ada rasa sakit


 Palpasi intercostal : Tidak ada rasa sakit

Perkusi

 Lapangan paru-paru : Tidak ada perluasan


 Gema perkusi : Nyaring

Auskultasi

 Suara pernafasan : Suara bronchial jelas; suara


inspirasi sama dengan suara eks[pirasi
 Suara ikutan antara in dan ex : Tidak ada

3.4 Thorak:

3.4.2. SistemPeredaranDarah

Inspeksi dan Palpasi

 Ictus cordis : Tidak terlihat dan tidal


teraba

Perkusi

 Lapangan jantung : Tidak ada kelainan

Pulsus Nadi

 Frekuensi : 80 x/menit
 Intensitas : Kuat
 Ritme : Teratur
 Sinkrosnisasi pulsus dan jantung : Teratur

Jantung

 Frekuensi : 80 x/menit
 Intensitas : Kuat
 Ritme : Teratur
 Suara sistolik dan diastolic : Jelas
 Ekstrasistolik : Tidak ada
 Suara ekstrakardial : Tidak ada
3.4 Thorak:

3.4.2. Uji-Uji pada Hewan Besar

 Uji Alu : Tidak sakit


 Uji Gumba : Sakit

3.5. Abdomen dan Organ Pencernaan yang Berkaitan

Inspeksi

- Besarnya : Tidak ada perubahan


- Bentuknya : Simetris
- Legok lapar : Masuk kedalam
- Suara peristaltik lambung : Terdengar

Palpasi (Profundal hewan besar)

- Tegangan isi perut : Kendur


- Frekuensi gerakan rumen : 9x/5menit
-
Auskultasi hewan besar

- Rumen : Terdengar
- Peristaltik usus : Tidak terdengar
- Suara Borboritmik : Terdengar

Anus

- Sekitar anus : Bersih


- Refleks sphincter ani : Ada
- Kebersihan daerah perineal : Bersih

3.6. Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)

Mukosa vagina vulva : Tidak ada radang

Kelenjar mamae :

 Besar : Tidak ada perubahan


 Letak : Sesuai
 Bentuk : Tidak ada perubahan
 Kesimetrisan : Simetris
 Konsistensi Kelenjar : Kenyal
 Panjang puting : Sama

3.7. Sistem Muskuloskeletal (Alat Gerak)

Inspeksi

- Perototan kaki depan : Simetris, tidak ada kelainan


- Perototan kaki belakang : Simetris, tidak ada kelainan
- Spasmus otot : Tidak ada
- Tremor : Tidak ada
- Sudut persendiran : Mengecil
- Bergerak-berjalan : koordinatif
- Cara bergerak-berlari : koordinatif

Palpasi

- Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : Simetris
- Kaki kanan depan : Simetris
- Kaki kiri belakang : Simetris
- Kaki kanan belakang : Simetris
- Konsistensi pertulangan : Tidak ada kelainan
- Reaksi saat palpasi : Tidak ada kelainan
- Letak reaksi sakit :-
- Panjang kaki depan ka/ki : Sama
- Panjang kaki belakangka/ki : Sama
- Kestabilan pelvis
- Konformasi : Tegas
- Kesimetrisan : Simetris
- Ruminansia
- Tuber ischii : Teraba
- Tuber coxae : Teraba
3.8 Kuku

Inspeksi

- Kuku kiri depan : Tidak ada kelainan


- Kuku kanan depan : Tidak ada kelainan
- Kuku kiri belakang : Kuku aladin
- Kuku kanan belakan : Kuku aladin

Palpasi
- Kuku kiri depan : Sakit
- Kuku kanan depan : Sakit
- Kuku kiri belakang : Sakit
- Kuku kanan belakan : Sakit

Perkusi

- Kuku kiri depan : Sakit


- Kuku kanan depan : Sakit
- Kuku kiri belakang : Sakit
- Kuku kanan belakan : Sakit

Diagnosa : Laminitis

Prognosis : Fausta

Defferential Diagnosa : Tetanus,colic, spinal ataxia

Pemeriksaan Lanjutan :-

Therapi : Vitamin B complex

PEMBAHASAN

Kawasan peternakan sapi perah di Kunak bogor pada tanggal 20 april


2017 ditemukan seekor sapi perah menderita kuku aladin serta suspect laminitis.
Berdasarkan pemeriksaan umum sapi mempunyai suhu normal yaitu 37,8 ᵒC,
sedangkan frekuensi nafas dan jantung diatas normal yaitu 36x/menit dan
80x/menit. Hal tersebut diakibatkan adanya kelainan pada kuku yang
mengakibatkan stress, respon peradangan dan kebutuhan oksigen pada daerah
peradangan. Gejala lain yang ditemukan yaitu adanya respon sakit saat dilakukan
uji gumba dan sudut kuku ke lantai mengecil.
Uji gumba merupakan uji yang dilakukan dengan cara menarik punuk
pada sapi. Pada sapi tersebut ketika dilakukan uji gumba menunjukan rasa sakit
atau positif yang ditunjukkan dengan adanya reaksi penolakan atau marah, maka
sapi diduga mengalami pleuritis, reticulitis traumatika, pericarditis traumatika, dan
laminitis. Ketika dilakukan uji lanjutan yaitu uji alu dengan cara meletakkan
sebatang kayu diantara processus xyphoideus kemudian diangkat. Hasil uji
tersebut negatif, yang artinya sapi tidak mengalami reticulitis traumatica atau
pericarditis traumatika. Uji selanjutnya untuk menduga terjadinya pleuritis yaitu
dengan palpasi intercostal, uji tersebut negatif ditunjukkan dengan tidak adanya
rasa sakit dan batuk. Hasil dari uji gumba tersebut mengarah penyakit laminitis
pada kaki depan.
Gejala pendukung terjadinya laminitis yaitu sudut kuku kaki depan
dengan lantai mengecil, begitu juga dengan kaki belakang. Kelainan tersebut
menunjukkan bahwa pada daerah kuku mengalami kesakitan ketika menumpu
badan sehingga telapak kaki akan melebar dan sudutnya diperkecil.
Gejala lainnya pada kuku sapi 309 yaitu adaya kuku aladin pada kedua
kaki belakang. Kuku aladin merupakan pemanjangan kuku yang berlebihan dapat
ke arah medial maupun lateral. Penyebab adanya kuku aladin yaitu sapi yang tidak
digembalakan, dan tidak adanya gesekan kuku dengan tanah. Kejadian kuku
aladin pada kaki belakang ini disebabkan karena tidak adanya aktivitas pergerakan
pada sapi tersebut karena dikandang, adanya lantai yang lembek karena timbunan
feses sehingga tidak adanya gesekan (Rakhmawati et al 2013). Pada kuku bagian
depan tidak mengalami kuku aladin karena adanya aktifitas duduk kemudian
berdiri dimulai dengan kaki depan sehingga akan sering bergesekan dengan lantai.
Laminitis merupakan inflamasi pada jaringan lamina. Jaringan lamina ini
berfungsi untuk melekatkan dinding kuku dengan pedal (Hepworth et al 200).
Kejadian laminitis pada peternakan salah satunya adanya faktor nutrisi atau pakan
dan faktor lingkungan (Wulandari 2015). Pada peternakan ini, pakan yang
diberikan lebih banyak mengandung kosentrat sehingga akan menimbulkan
suasana asidosis pada tubuh.
Konsentrat mengandung karbohidrat yang tinggi menyebabkan asidosis
Fermentasi karbohidrat pada rumen oleh bakteri rumen akan menghasilkan
Vollatil Fatty Acid / VFA dimana menyebabkan suasana asam. Pada suasana
tersebut menciptakan pertumbuhan bakteri gram positif S. Bovis lebih cepat,
sehingga akan menghasilkan juga asam laktat. Asam laktat yang semakin tinggi
akan meningkatkan laju pertumbuhan Lactobacillus spp yang dapat menghasilkan
asam laktat sehingga akan terjadi metabolik asidosis. Dominasi pertumbuhan
bakteri gram positif menyebabkan kematian pada bakteri gram negative sehingga
akan menghasilkan endotoksin. Adanya kejadian asidosis dan endotoksin maka
memicu keluarnya histamin yang menyebabkan arteri vasodilatasi dan vena
vasokonstriksi yang akan menimbulkan tekanan pada pembuluh. Tekanan pada
pembuluh darah mengakibatkan osmolaritas pembuluh darah terganggu sehingga
akan menglami pembengkakan (Nocek 1996). Apabila jaringan lamina
menagalami pembengkakan maka disfungsi vaskularisasi untuk menuju ke
dinding kuku sehingga kuku akan mengalami hipoksia dan kekurangan nutrisi
yang dapat mengakibatkan laminitis (Bergsten 2003). Adanya kekurangan oksigen
dan nutrisi, maka tubuh akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan tesebut dengan
cara meningkatkan uptake oksigen dan meningkatnya frekuensi jantung.
Penyebab lain terjadinya laminitis adalah lingkungan kandang.
Lingkungan peternakan sapi perah ini mempunyai sirkulasi udara yang baik,
memiliki lahan yang luas, dan terdapat alas karpet karet, akan tetapi kandang
terlihat kotor. Kejadian laminitis akibat trauma kemungkinan kecil tidak terjadi
akan tetapi alas yang kotor dapat mengakibatkan infeksi sekunder, atau dapat
memperparah kejadian laminitis.
Anamnesa sapi 309 yaitu tidak nafsu makan. Hal tersebut dapat terjadi
karena stress yang dapat diakibatkan karena rasa sakit pada kuku sehingga nafsu
makan akan berkurang. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan injeksi vitamin
B complex untuk meningkatkan pertahanan dan nafsu makan. Sedangkan kejadian
laminitis dapat dilakukan dengan treatment pemotongan kuku atau trimming
currative, hal ini akan mengurangi tekanan sehingga perbaikan akan lebih cepat
( Kloosterman 2007).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari kejadian laminitis
yaitu perbaikan pakan, pemotongan kuku,dan manajemen kandang. Perbaikan
pakan bertujuan untuk menghindari terjadinya metabolik asidosis dengan cara
mempertahankan ph rumen diatas 6. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan
memberikan banyak hijauan, serat kasar, sedikit konsentrat dan memberikan
pakan atau minuman yang mengandung natrium bikarbonat ( Sasono et al 2011).
Pemotongan kuku dapat sebagai pencegahan laminitis dan kuku aladin 3-4 kali
dalam 1 tahun sedangkan manajemen kandang dapat dilakukan dengan
memperhatikan ransum pakan, kebersihan kandang dan bangunan kandang.

Gambar 1. Sapi perah no 309 yang mengalami laminitis

SIMPULAN
Sapi perah dengan nomor eartag 309 menderita laminitis yang diakibatkan
karena proporsi pakan konsentrat lebih banyak dibanding hijauan dan lingkungan
kandang yang kotor.

DAFTAR PUSTAKA
Bergsten C.2003. Causes, risk factor, and prevention of laminitis and related claw
lesion. Acta Vet. Scand. 98: 157-166

Kloosterman P. 2007. Laminitis- prevention, diagnosis, and treatment.WCDS


Advences in Dairy Technology. 19: 157-166.

Nocek JE. 1996. The link between nutrition, acidosis, laminitis, and environment.
Terhubung berkala. [5 April 2017].
http://www.wcds.ca/proc/1996/wcd96049.htm

Rakhmawati I, Batan IW, Suatha IK.2013. Kejadian kuku aladin pada sapi Bali.
Indonesia Medicus Veterinus. 2(4): 407-417.

Sasono Adi, Rosdiana F, Setiawan BS. 2011. Betrenak Sapi Perah secara Intensif.
Jakarta : Agromedia

Wulandari W. 2015. Kejadian laminitis dan hubungannya dengan anestrus pada


sapi perah : studi kasus di KPBS Pangalengan, Jawa Barat. Bogor :
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Anda mungkin juga menyukai