Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS KLINIK

MAGANG PROFESI WAJIB SAPI PERAH DI KUD MANDIRI


BAYONGBONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
3 29 Oktober 2016

Disusun oleh:

Muhammad Fajar Nashrulloh, SKH (B94154129)


Esdinawan Carakantara Satrija, SKH (B94144315)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN PELAYANAN KESEHATAN KLINIK


SAPI PERAH DI WILAYAH KOPERASI UNIT DESA (KUD) MANDIRI
BAYONGBONG KECAMATAN BAYONGBONG, KABUPATEN GARUT
03 - 29 OKTOBER 2016

Oleh:

Muhammad Fajar Nashrulloh, SKH (B94154129)


Esdinawan Carakantara Satrija, SKH (B94144315)

Disetujui,

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang


Bagian Klinik dan Penyakit Dalam FKH-IPB

Drh Retno Wulansari, MSi, PhD Drh Sudibyo W Pranjono


NIP. 19620220 198803 2 001

Mengetahui,
NIP.
Wakil Dekan
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Pengesahan:

NIP.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga laporan Praktik Lapangan
Pelayanan Klinik Sapi Perah ini dapat diselesaikan. Praktik lapangan ini
dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 29 Oktober 2016 di Wilayah Koperasi
Unit Desa Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drh Sudibyo W Pranjono selaku pembimbing lapang yang telah
memberikan bimbingan dan pelatihan selama Praktik Lapangan di
Kecamatan Bayongbong, Garut.
2. Drh Retno Wulansari, MSi, PhD selaku Dosen Pembimbing kegiatan
Pelayanan Klinik Magang Profesi Wajib Sapi Perah Program PPDH
FKH IPB atas bimbingan dan arahannya.
3. Bapak Haji Amin dan Bapak Ade Thohir sebagai Inseminator atas
bimbingannya selama di lapangan.
Penulis menyampaikan permohonan maaf apabila dalam pelaksanaan
Praktik Lapangan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Sapi Perah terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Februari 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... v
DAFTAR ISI..................................................................................................... vii
PENDAHULUAN............................................................................................. 1
Latar Belakang............................................................................................ 1
Tujuan........................................................................................................ 1
PELAKSANAAN KEGIATAN........................................................................ 2
Waktu dan Tempat...................................................................................... 2
Metode Pelaksanaan................................................................................... 2
PROFIL LOKASI KEGIATAN 2
Sejarah KUD Mandiri Bayongbong, Kabupaten Garut.. 2
Lokasi dan Letak Geografis 3
Kemitraan... 3
KERAGAMAN KASUS KLINIK. 3
HIPOKALSEMIA.. 9
MASTITIS KLINIS 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 20
LAMPIRAN...................................................................................................... 23

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rekapitulasi Kasus Klinik Sapi Perah Di KUD Mandiri Bayongbong
Berdasarkan Simptom di Lapangan dan Dibandingkan dengan
Literatur... 4
Tabel 2 Rekapitulasi Kasus Klinik Sapi Perah Di KUD Mandiri Bayongbong
Berdasarkan Terapi di Lapangan dan Dibandingkan dengan Literatur. 6

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Obat, Magang Wajib Sapi Perah, Bayongbong, Garut,


Jawa Barat 3 29 Oktober 2016 23
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu bidang yang memiliki peranan penting


dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi asal hewan bagi masyarakat.
Peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha yang potensial untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dengan produk utamanya adalah susu.
Angka permintaan susu bagi masyarakat Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan, sehingga perlu dilakukan manajemen yang baik untuk mengelola
peternakan sapi perah agar mendapatkan produksi susu yang tinggi dengan
kualitas yang baik. Sebagian besar peternakan sapi perah di Indonesia terutama di
Jawa Barat masih menggunakan cara konvensional yaitu sapi dipelihara secara
mandiri oleh warga di rumah mereka masing-masing. Cara ini masih diterapkan
karena kondisi geografis wilayah Jawa Barat berupa pegunungan dan tidak
banyak warga yang memiliki tanah yang luas sebagai padang rumput. Cara yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi susu pada kondisi yang seperti ini
salah satunya dengan memperbaiki dan meningkatkan manajemen kesehatan sapi
perah. Manajemen kesehatan sapi perah yang harus dilakukan meliputi perawatan,
pengobatan, pelayanan kesehatan, pengendalian dan penanggulangan penyakit,
obat hewan dan peralatan kesehatan, serta keamanan pakan untuk sapi perah.
Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Bayongbong, Garut, Jawa Barat
merupakan salah satu KUD yang bergerak di bidang peternakan sapi perah dengan
produk utamanya adalah susu. Koperasi ini bekerja sama dengan masyarakat di
Wilayah Kecamatan Bayongbong untuk menghasilkan susu dari peternakan sapi
perah konvensional yang mereka miliki. Peran KUD adalah membantu peternak
untuk membeli dan memasarkan produk susu yang dihasilkan, memberikan
pelayanan Inseminasi Buatan (IB) dan memberikan pelayanan kesehatan hewan.
Dokter hewan sebagai pihak yang memiliki pengetahuan dan wewenang dalam
bidang medis veteriner memiliki kewajiban dalam menangani manajemen
pemeliharaan sapi perah dalam rangka meningkatkan produktivitas hewan
terutama sapi perah.
Manajemen kesehatan sapi perah merupakan salah satu kompetensi wajib
yang harus dikuasai oleh dokter hewan. Oleh karena itu Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
(PPDH FKH IPB) melakukan kerja sama dengan KUD Mandiri Bayongbong
dalam mengadakan praktik lapang pelayanan kesehatan sapi perah. Program ini
diharapkan dapat menghasilkan dokter hewan yang berkualitas, sehingga dapat
mendukung usaha pengembangan peternakan khususnya sapi perah di Indonesia.

Tujuan

Tujuan kegiatan magang wajib sapi perah ini untuk melatih keterampilan
bidang kesehatan sapi perah dan mempelajari manajemen pemeliharaan sapi perah
terutama aspek kesehatan klinik dan reproduksi di wilayah Kecamatan
Bayongbong.
2

PELAKSANAAN KEGIATAN

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang wajib sapi perah PPDH FKH IPB dilaksanakan pada
tanggal 3 29 Oktober 2016 di bagian Keswan/IB KUD Mandiri Bayongbong,
Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan mengutamakan peran aktif


mahasiswa PPDH dalam mengikuti petugas bagian kesehatan hewan dan
inseminasi buatan (Keswan/IB) KUD Mandiri Bayongbong, untuk memberikan
pelayanan kepada peternak. Kegiatan yang dilaksanakan berupa pelayanan IB,
pemeriksaan kebuntingan (PKB) serta penanganan kasus klinik, kebidanan, dan
gangguan reproduksi. Permasalahan yang terjadi di lapangan dievaluasi dan
didiskusikan bersama dokter hewan, paramedis, inseminator, dan peternak untuk
diberikan solusi

PROFIL LOKASI KEGIATAN

Sejarah KUD Mandiri Bayongbong, Kabupaten Garut

Koperasi Unit Desa Mandiri Bayongbong, Kabupaten Garut berdiri pada


tanggal 24 Desember 1973. Pada Tahun 1974, KUD Mandiri Bayongbong
mendapatkan badan hukum dengan nomor 5948/BH/PAD/PWK-10/IV/1996.
Awalnya bidang usaha KUD ini hanya bergerak dalam bidang pangan, tetapi
kemudian bertambah dengan usaha unit pupuk dan kredit canda kulak (KCK)
pada Tahun 1975. Pada Tahun 1979, bidang usaha bertambah lagi dengan usaha
simpan pinjam setelah mengadakan kerjasama dengan Yayasan Budi Harapan.
Pada Tahun 1981, pemerintah memberikan bantuan sapi perah pada gelombang
pertama sebanyak 950 ekor yang diberikan pada masyarakat untuk menghasilkan
sus, namun hasil susu belum dapat dipasarkan oleh KUD. Hal ini mengakibatkan
anggota KUD menyetorkan hasil perahannya ke KUD Sejahtera Cikajang. Pada
Tahun 1989 KUD Mandiri Bayongbong menjadi KUD Mandiri pertama yang ada
di Jawa Barat. KUD ini berhasil menjadi KUD yang tangguh yang terbukti
dengan disandangnya predikat KUD terbaik tingkat Kabupaten Priangan Jawa
Barat dan sebagai KUD teladan tingkat nasional sebanyak lima kali berturut-turut.
KUD ini mempunyai peranaan yang sangat penting di kalangan masyarakat
Kecamatan Bayongbong dan Kecamatan Cigedung Kabupaten Garut.
3

Lokasi dan Letak Geografis

Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Bayongbong berada di Kecamatan


Bayongbong dan Kecamatan Cigedung Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.
Luasan wilayah kerja di Kecamatan Bayongbong adalah 7.883 Ha yang terletak
pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20 25 C
kelembaban 80% dan curah hujan berkisar 2.664 mm/tahun. Secara geografis
Kecamatan Bayongbong berjarak 10 km dari Kota Garut ke arah barat daya.
Wilayah ini berada di daerah pegunungan, yaitu diapit oleh Gunung Cikuray di
sebelah selatan dan Gunung Papandayan di sebelah barat. Dengan letak geografis
seperti ini, maka sangat cocok untuk peternakan sapi perah. Kecamatan Cigedug
terletak 26 km dari Kota Garut dengan luas areal 3.445 Ha dengan bentuk
wilayah berbukit-bukit dan pegunungan. Daerah Cigedug ini terletak pada
ketinggian 700 1.200 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 25 30 C
serta curah hujan rata-rata 1.250 mm/harinya.

Kemitraan

Selain potensial untuk daerah peternakan sapi perah, daerah Bayongbong


dan Cigedug sangat cocok untuk daerah pertanian. Daerah ini memiliki tanah
yang subur, hawa yang sejuk, dan curah hujan yang cukup tinggi. Jumlah peternak
sapi perah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang diikuti oleh peningkatan
populasi sapi perah dan produksi susu. Pada era orde baru kegiatan usaha KUD ini
meliputi usaha sapi perah, KCK atau simpan pinjam (SP), makanan ternak, jasa
rekening listrik, pupuk, warung serba ada (waserda), kredit usaha tani (KUT) dan
sayur mayor. Selain itu, KUD ini juga melakukan kemitraan dengan industri
pengolahan susu, yaitu PT. Indomilk, APEGTI (Asosiasi Penyalur Gula dan Tebu
Indonesia), kemitraan dengan bank-bank negeri maupun swasta (Bukopin, BCA,
Bank Artos, BRI, dan BNI), kemitraan dengan PT. Indofood dalam rangka
pemasaran kentang Atlantik dan PT. PLN Persero dalam hal pembayaran rekening
listrik. Saat ini, KUD Mandiri Bayongbong hanya melaksanakan kegiatan
pengelolaan susu saja.

KERAGAMAN KASUS KLINIK

Pelayanan kesehatan sapi perah di wilayah KUD Mandiri Bayongbong


dilakukan oleh 1 dokter hewan dan dibantu 2 tenaga paramedis. Petugas
pelayanan kesehatan hewan (keswan) memberikan pelayanan didahului oleh
laporan dari peternak. Laporan tersebut akan ditindaklanjuti oleh petugas keswan
dengan memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kasus klinik yang dilakukan
di lapangan meliputi anamnesa, signalement, status present, pemeriksaan klinik,
diagnosa, terapi dan pemberian saran ke peternak sebagai upaya pencegahan kasus
tersebut tidak terulang kembali. Kasus klinik yang ditemukan dan ditangani oleh
petugas di wilayah KUD Mandiri Bayongbong terlampir pada Tabel 1 dan Tabel
2.
4

Tabel 1 Rekapitulasi Kasus Klinik Sapi Perah Di KUD Mandiri Bayongbong Berdasarkan Simptom di Lapangan dan Dibandingkan dengan
Literatur
Signalement Simptom
No Tanggal Anamnesa Diagnosa
Jenis Usia Lapang Literatur
Ambing membesar,
mengeras, merah, panas,
dan sakit saat dipalpasi
Ambing bengkak
(Gianneechini et al. 2002;
dan panas, Demam
DairyCo 2015). Susu cair,
(41.2 C),
pecah, menggumpal, dan
Tachypnoea
12/10/2016 terdapat nanah (DairyCo
Sapi mengalami penurunan produksi susu selama 5 Sapi 4 (64/mnt),
1 13/10/2016 Mastitis klinis 2015).
hari, ambing mengalami kebengkakan FH Tahun Tachycardia
14/10/2016 Penurunan produksi susu,
(120/mnt), Eksudat
peningkatan suhu tubuh,
serous dari ambing,
penurunan nafsu makan,
Produksi susu
diare, dehidrasi, tidak mau
berhenti sepenuhnya
bergerak karena ambing
sakit (DairyCo 2015).

Melena berbusa,
Pedet Timpani abdomen Diare, Kurang nafsu
Pedet mengalami diare berdarah sejak satu hari Sapi Enteritis
2 17/10/2016 (2 kiri, Hiperperistaltik makan, Depresi dan
sebelumnya FH Hemorrhagica
bln) usus demam DairyCo (2015).

Distokia diikuti
kematian anak, Kelemahan, toksemia,
Ambruk, dehidrasi, fess yang keluar
Sapi mengalami distokia, anak mati setelah partus, Sapi 3 Tachycardia lebih banyak cairan. Suhu,
3 20/10/2016 Hipokalsemia
dan induk ambruk FH Tahun (112/mnt), "Ping nadi dan nafas masih
sound" epigastrikum dalam rentang normal
kanan. Constable (2016).
5

Bengkak di sendi
tarso-metataral
Ulkus pada
Sapi sering tidur-tiduran dan menumpu pada kaki Sapi 3 kanan, Refleks
4 21/10/2016 tarso-metatarsal
kanan FH Tahun menghindar saat
kanan
disentuh.

Nyeri pada bahu,


Sapi dikandangkan di tempat yang sempit, kehilangan keseimbangan
sehingga sering terlihat berbenturan dengan pagar Sapi 5 Bursitis Bengkak di menumpu, pada kaki yang
5 25/10/2016
kandang di persendian paha FH Tahun Intertuberkularis persendian paha sakit, mengalami
kepincangan jika sudah
parah (Merck 2015)
1 Sapi FH dara di IB dan anestrus selama 3 bulan
setelah di PKB tidak terdapat fetus, uterus bengkak
dan lembek. Terdapat folikel di ovarium kanan Terdapat pus di Bengkaknya cornua uteri,
dengan konsistensi keras. ujung gun IB, uterus panas, keluarnya eksudat
2. Sapi FH lahiran ke-8 mengalami anestrus asimetris bilateral. purulenta dari vulva,
setelah di IB. Setelah di PKB tidak terdapat fetus, Serviks bengkak, anestrus, nafsu makan dan
12/10/2016 serviks dan uterus bengkak, dan saat ditekan keluar konsistensi lembek, produksi susu menurun
Endometritis
12/10/2016 pus dari vagina. Terdapat sistik folikel pada Sapi keluar pus saat (Le Blanc et al. 2002).
6. - dan Sistik
18/10/2016 obvarium kanan. FH ditekan. Terdapat sistik pada salah
folikel
18/10/2016 3. Sapi FH lahiran ke-2 mengalami estrus berulang Didapatkan adanya satu atau kedua ovarium
setelah dilakukan IB 3 kali. Setelah di PKB uterus sistik folikel pada dengan dinding tebal dan
mengalami pembengkakan dan berisi massa cair. ovarium kiri, diameter mencapai 2,5 cm
4. Sapi FH lahiran pertama mengalami estrus terdapat pembesaran kadar progesteron tinggi,
berulang setelah di IB 2 kali. Saat di IB yang dan penebalan uterus anestrus (Garverick 1997)
ketiga terdapat bekas pus pada ujung gun IB.
dilakukan PKB dan didapatkan penebalan uterus
6

Tabel 2 Rekapitulasi Kasus Klinik Sapi Perah Di KUD Mandiri Bayongbong Berdasarkan Terapi di Lapangan dan Dibandingkan dengan
Literatur
Signalement Terapi
No Tanggal Anamnesa Diagnosa
Jenis Usia Lapang Literatur
Menurut (Hess et al.
2003; Phillips 2001;
Penstrep (400.000
Hillerton 2004; Scott et
IU dan 500 mg) +
al. 2011):
20 ml B kompleks +
Antiinflamasi
10 ml A,D,E + 20
(NSAIDs) seperti
ml Anti-Cold
fluniksin meglumin
(Metamphyron 300
Antibiotika sesuai
12/10/2016 mg + Nipagin 2 mg)
Sapi mengalami penurunan produksi susu selama Sapi 4 dengan agen penyebab
1 13/10/2016 Mastitis klinis Penstrep (400.000
5 hari, ambing mengalami kebengkakan FH Tahun (amoksisilin klavulanat
14/10/2016 IU dan 500 mg) +
untuk S. aureus dan E.
20 ml B kompleks +
coli) bila diperlukan.
10 ml A,D,E
Diberikan saat kering
Penstrep (400.000
kandang
IU dan 500 mg) +
Menyingkirkan sapi
20 ml B kompleks +
dengan kasus menetap
10 ml A,D,E
dan berulang

Menurut Divers dan Peek


10 ml Metritin (2008); dan Sunarko et
(Penicillin G 7.500 al. (2009):
Pedet mengalami diare berdarah sejak satu hari Sapi Pedet Enteritis mg/ml + Tetracycline, Penicillin,
2 17/10/2016
sebelumnya FH (2 bln) Hemorrhagica Streptomisin 10 atau Eritromycin
mg/ml) + 5 ml Papaverin HCl
A,D,E Analgesik
Bila perlu terapi cairan
7

Infus kalsium +
Penstrep (400.000
Sapi mengalami distokia, anak mati setelah Sapi 3 IU dan 500 mg) +
3 20/10/2016 Hipokalsemia
partus, dan induk ambruk FH Tahun 20 ml B kompleks +
10 ml A,D,E

Limoxin
Sapi sering tidur-tiduran dan menumpu pada kaki Sapi 3 Ulkus pada tarso- (Oxytetracyclin 25
4 21/10/2016
kanan FH Tahun metatarsal kanan mg/ml)

Kompres air hangat


Pemberian preparat
Nonsteroidal anti-
inflammatory drugs
(NSAID) seperti
phenylbutazone
Penstrep (400.000
Sapi dikandangkan di tempat yang sempit, Vitamin B-kompleks
Sapi 5 Bursitis IU dan 500 mg) +
5 25/10/2016 sehingga sering terlihat berbenturan dengan Dufavit AD3E
FH Tahun Intertuberkularis 17 ml B kompleks +
pagar kandang di persendian paha Selain itu, perlu
15 ml A,D,E
dilakukannya exercise
sebagai upaya latihan
peregangan otot-otot agar
tidak kaku dan lemah
(Merck 2015).

1 Sapi FH dara di IB dan anestrus selama 3 bulan 20 ml Metritin Diberikan antibiotik


setelah di PKB tidak terdapat fetus, uterus (Penicillin G + secara intra uterrin
12/10/2016
bengkak dan lembek. Terdapat folikel di Streptomisin) + 10 (Glavao 2011). Pada
12/10/2016 Sapi Endometritis dan
6. ovarium kanan dengan konsistensi keras. ml A,D,E. kasus endometritis yang
18/10/2016 FH Sistik folikel
2. Sapi FH lahiran ke-8 mengalami anestrus Untuk sistik folikel disertai sistik folikel
18/10/2016
setelah di IB. Setelah di PKB tidak terdapat fetus, ditambahkan Ovi- ditambahkan PGF2 5
serviks dan uterus bengkak, dan saat ditekan lease (GnRH + FSH mL atau enukleasi secara
8

keluar pus dari vagina. Terdapat sistik folikel + LH) manual (Ball dan Peter
pada obvarium kanan. 2004).
3. Sapi FH lahiran ke-2 mengalami estrus
berulang setelah dilakukan IB 3 kali. Setelah di
PKB uterus mengalami pembengkakan dan berisi
massa cair.
4. Sapi FH lahiran pertama mengalami estrus
berulang setelah di IB 2 kali. Saat di IB yang
ketiga terdapat bekas pus pada ujung gun IB.
dilakukan PKB dan didapatkan penebalan uterus
9

HIPOKALSEMIA

Anamnesis

Sapi perah ras Frisian-Holstein (FH) dari kelompok ternak Pamalayan,


Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. Pasien mengalami gejala ambruk
setelah partus (distokia) yang berakhir dengan kematian anak. Produksi susu
pasien mencapai 10 liter/hari dan pasien tidak pernah diberikan perawatan serta
suplemen tambahan selama kehamilan.

Signalement Hewan

Nama :-
Jenis hewan/Spesies : Sapi
Ras/Breed : Frisian-Holstein (FH)
Warna bulu dan kulit : Hitam-putih
Usia : 3 tahun (dara lahiran pertama)
Berat badan : 300 kg
Tanda khusus :-

Status Present

Keadaan Umum

Perawatan : Baik
Habitus/Tingkah laku : Berbaring
Gizi : Baik (BCS 3.5)
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Berbaring
Suhu tubuh : 38.9 C
Frekuensi nadi : 110 kali/menit
Frekuensi nafas : 16 kali/menit

Adaptasi Lingkungan

Kepala dan Leher


Ekspresi wajah : Takut
Pertulangan kepala : Berbatas jelas dan simetris
Posisi tegak telinga : Telinga yang berdiri tegak dan simetris
Posisi kepala : Tidak dapat dilihat

Rambut dan Kulit


Rambut : Kusam, tidak rontok, tidak patah
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : Baik, tidak ada ektoparasit, tidak ada luka
10

Mata dan Orbita


Kiri Kanan
Palpabrae : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Cilia : Melekuk ke luar Melekuk ke luar
Conjunctiva : Pucat, mengkilat, basah, licin Pucat, mengkilat, basah, licin
Membrana Nictitans : Tidak terlihat Tidak terlihat

Bola Mata
Kiri Kanan
Sclera : Putih Putih
Cornea : Jernih Jernih
Iris : Coklat, tidak ada perlekatan Coklat, tidak ada perlekatan
Limbus : Cembung Cembung
Pupil : Tidak ada perlekatan Tidak ada perlekatan
Reflex Pupil : Ada Ada
Vasa Injectio : Tidak ada Tidak ada

Mulut dan Rongga Mulut


Mukosa : Pucat, licin, basah
Keutuhan : Tidak ada kerusakan dan luka
Gigi geligi : Lengkap, utuh, dan bersih
Lidah : Pucat, kasar, basah, utuh

Telinga
Kiri Kanan
Posisi : Tegak Tegak
Bau : Khas cerumen Khas cerumen
Permukaan Telinga : Halus dan bersih Halus dan bersih
Krepitasi : Tidak ada Tidak ada
Refleks Panggilan : Ada Ada

Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Esofagus : Tidak ada kelainan, kosong tidak ada makanan

Sistem Pernafasan
Hidung dan Sinus
Permukaan Hidung : Lembap
Lubang Hidung : Tidak ada discharge
Hembusan Udara : Simetris
Perkusi Sinus : Nyaring

Inspeksi Thoraks
Bentuk : Simetris kanan-kiri
Tipe Pernafasan : Abdominalis
Ritme : Teratur, tidak ada kelainan
Intensitas : Dalam
11

Frekuensi : 16 x/menit

Palpasi Thoraks
Penekanan Rongga Thoraks : Tidak ada refleks sakit
Palpasi Intercostal : Tidak ada refleks sakit

Perkusi Thoraks
Lapangan Paru-paru : Tidak ada penyempitan
Gema Perkusi : Kanan dan kiri nyaring

Auskultasi
Suara Pernafasan : Suara vesikular inspirasi meningkat
Suara Ikutan antara In- dan Ekspirasi: Tidak ada

Sistem Sirkulasi
Ictus Cordis : Tidak terlihat
Lapangan Jantung : Tidak ada perluasan
Frekuensi : 112x/menit
Intensitas : Sangat kuat
Ritme : Teratur
Suara Sistolik dan Diastolik : Jelas terdengar
Ekstrakardial : Tidak terdengar
Sinkron Pulsus dan Jantung : Sinkron

Abdomen dan Organ Pencernaan


Besar Abdomen : Tidak dapat dinilai
Bentuk Abdomen : Tidak dapat dinilai
Legok Lapar : Tidak terlihat
Suara Borboritmik : Terdengar
Suara Peristaltik Abomasum : Ping sound
Suara Peristaltik Usus : Tidak terdengar
Uji Alu : Tidak dapat dilakukan karena ambruk
Uji Gumba : Tidak dapat dilakukan karena ambruk
Uji Tinju : Tidak dapat dilakukan karena ambruk

Anus
Sekitar Anus : Bersih
Refleks Sphincter Ani : Ada
Pembesaran Colon : Tidak ada
Kebersihan Daerah Perineal : Bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin


Mukosa Vagina : Pucat, licin, lembap, mengkilap, utuh
Kelenjar Mamae (Besar, Letak, Bentuk, Kesimetrisan, Konsistensi): Tidak ada
pembengkakan

Alat Gerak
Perototan Kaki Depan dan Belakang : Tidak ada kelainan
12

Spasmus Otot : Tidak ada


Tremor : Tidak ada
Sudut Persendian : Tidak ada kelainan
Cara Berjalan dan Berlari : Ambruk
Pertulangan Kaki Depan dan Belakang
Struktur : Tegas
Konsistensi : Padat
Reaksi saat Palpasi : Tidak ada rasa sakit
Kestabilan Pelvis
Konformasi : Stabil
Kesimetrisan : Simetris
Tuber Ischii : Teraba, Simetris
Tuber Coxae : Teraba, Simetris

Diagnosa dan Terapi

Diagnosis : Hipokalsemia
Diferensial Diagnosis : Milk fever dan Downer Cow Syndrom
Prognosa : Dubious
Terapi : Infus kalsium boroglukonat, Penicillin-Streptomisin, 20
ml Vitamin B kompleks (IM), 10 ml Vitamin A, D, E (SC)

PEMBAHASAN

Sapi FH betina 3 tahun dengan keluhan ambruk post-partus diperiksa


untuk mengetahui kausa dan mengembalikan performa seperti semula. Pada
pemeriksaan klinis, ditemukan kelainan berupa posisi tubuh ambruk, frekuensi
nadi 110 kali/menit, dan mukosa pucat secara umum. Selain itu, ditemukan juga
frekuensi jantung 112 kali/menit dengan intensitas yang sangat kuat dan
keberadaan suara frekuensi tinggi (ping sound) di abdomen sebelah kanan
(abomasum).

Definisi
Defisiensi kalsium (hipokalsemia) juga merupakan faktor pemicu
gangguan tonisitas otot sehingga berdampak kepada kurangnya kontraksi otot
(Massey et al. 1993). Efek dari penurunan tonisitas otot sangat terasa pada saat
partus di mana sapi mengalami kesulitan partus (distokia) sebagaimana yang
terjadi dalam kasus ini. Pada kasus ini, distokia juga menjadi penyebab kematian
anak akibat prosedur bantuan kelahiran (traksi) yang tidak dilakukan dengan
benar oleh peternak. Penurunan tonisitas otot juga dapat terjadi pada otot
ekstremitas sehingga sapi tidak dapat berdiri dan ambruk seperti pada kasus ini.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul akibat hipokalsemia antara lain penurunan
tonisitas otot yang berdampak kepada kurangnya kontraksi otot (Massey et al.
13

1993). Efek dari penurunan tonisitas otot sangat terasa pada saat partus di mana
sapi mengalami kesulitan partus (distokia) sebagaimana yang terjadi dalam kasus
ini.
Selain distokia ada gejala klinis berupa ping sound pada abdomen
bagian kanan pada hasil pemeriksaan fisik. Keberadaan suara ini adalah abnormal
dan mengindikasikan adanya gas yang terperangkap dalam abomasum yang
tergeser dari posisi normal. Posisi abomasum yang tergeser ke kanan disebut juga
sebagai displasia abomasum kanan (Right Displaced Abomasum/RDA). Right
Displaced Abomasum merupakan perubahan posisi abomasum dari posisi semula
di ventral abomen ke sebelah kanan. Kejadian RDA adalah gangguan perubahan
posisi organ yang tergolong jarang tetapi dapat menimbulkan kerugian ekonomi
akibat penurunan produksi dan kematian sapi jika dibiarkan. Salah satu ciri utama
kejadian ini adalah ditemukannya suara frekuensi tinggi (ping sound) di
abomasum dalam pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi dan palpasi.
Keberadaan suara ini adalah abnormal dan mengindikasikan adanya gas yang
terperangkap dalam abomasum yang tergeser dari posisi normal. Kejadian RDA
merupakan dampak dari penurunan tonus otot akibat dari hipokalsemia yang
dialami oleh sapi. Kejadian RDA terjadi secara sub-akut dalam kurun waktu
beberapa minggu post-partus. Gejala klinis yang muncul antara lain adalah
anoreksia, feces yang berbau busuk, depresi, dehidrasi, penurunan produksi susu,
penurunan tonus rumen, kemunculan benjolan berisi cairan di bawah costae
terakhir sebelah kanan, ping sound, dan pada tahap akhir torsio abomasum
akibat akumulasi gas (Blood dan Radostits 1989).
Diagnosa banding dari kasus ini adalah Milk Fever dan Downer Cow
Syndrome yang juga salah satu efek dari hipokalsemia. Milk fever merupakan
kondisi hipokalsemia yang terjadi pasca partus di awal masa laktasi akibat
kebutuhan yang melebihi kemampuan tubuh memobilisasi cadangan kalsium.
Kondisi ini menyebabkan gejala klinis berupa anoreksia, hipotermia, tetani,
retensi urinasi dan defekasi, rekumbensi lateral (leher S), serta koma yang
berujung kematian jika tidak ditangani segera (Horst et al. 1997). Pada kondisi
kering kandang, kebutuhan kalsium harian sapi perah mencapai 30 gram/hari.
Jumlah ini meningkat hingga 50 gram/hari pada saat partus dan awal laktasi
(DeGaris dan Lean 2008). Apabila asupan kalsium sapi terganggu, maka besar
kemungkinan Milk fever dapat terjadi. Dalam kasus yang terjadi, sapi tidak
dianggap mengalami milk fever meskipun hipokalsemia diduga terjadi karena
tidak adanya gejala khas berupa hipotermia dan rekumbensi lateral.
Downer Cow Syndrome (DCS) merupakan suatu rangkaian sindroma
kelumpuhan ekstremitas sapi. Pandangan historis dari DCS adalah penyakit ini
merupakan kejadian yang terpisah dari kelumpuhan post partus (parturient
paresis). Namun, perkembangan ilmu medik kedokteran hewan menunjukkan
bahwa kejadian parturient paresis merupakan salah satu bagian dari kejadian
DCS. Patogenesis umum dari kejadian DCS adalah kejadian dua tahap
kelumpuhan. Tahap pertama adalah timbulnya gangguan primer yang
menyebabkan kelumpuhan (termasuk di antaranya parturient paresis).
Selanjutnya, kejadian kelumpuhan di tahap pertama memicu kerusakan tahap
kedua yaitu gangguan otot dan saraf akibat kompresi saraf selama kelumpuhan
tahap pertama. Kelumpuhan pada tahap kedua akan tetap terjadi walaupun
gangguan primer telah teratasi (Cox 1982). Faktor primer yang dapat berperan
14

dalam kejadian DCS antara lain hipokalsemia klinis dan abortus, sedangkan gejala
awal yang dapat terlihat adalah kejadian distokia dan retensio secundinarum
(Correa et al. 1993).

Patogenesis
Hemostasis kalsium berasal dari keseimbangan output, input, dan siklus
ulang dari kalsium. Mekanisme mobilisasi dari tulang, absorbsi dari makanan dan
konservasi di ginjal dari kalsium dipengaruhi oleh kalsitonin, hormon paratiroid
(parathormon) dan vitamin D3 (DeGaris & Lean 2008). Pemberian pakan tinggi
Ca pada periode kering kandang dapat merangsang pelepasan kalsitonin dari sel-
sel parafolikuler kelenjar tiroid, sehingga menghambat mobilisasi cadangan Ca
dari tulang oleh parathormon. Hiperkalsemia (tingginya kadar Ca dalam darah)
akan menghambat sekresi parathormon dan merangsang sekresi (pengeluaran)
kalsitonin. Kalsitonin ini dapat menurunkan konsentrasi Ca darah dengan cara
mengakselerasi penyerapan oleh tulang (Goff 2006). Kejadian ini cenderung
menghambat adaptasi normal sapi terhadap kekurangan Ca pada permulaan partus
dan laktasi yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan. Kelumpuhan ini karena
kadar Ca dalam darah di bawah 5 mg/dl.
Pada saat kelahiran, sapi harus bisa menyediakan 30 g kalsium atau lebih
per hari. Kondisi ini mengakibatkan, hampir semua sapi mengalami hipokalsemia
dalam variasi derajat keparahan sehari setelah melahirkan pada saat usus halus
dan tulang berusaha menyesuaikan diri dengan kebutuhan kalsium pada awal
masa laktasi itu. Pada sapi yang gagal menyediakan kalsium ini, susu yang
dihasilkan akan mengakibatkan kalsium ekstra seluler dan plasma akan menurun
drastis dan menampakkan tanda-tanda klinis hipokalsemia atau Milk fever. Ada
tiga tahapan gejala klinis Milk fever. Pada tahap 1 sapi masih bisa berdiri, tetapi
sudah mulai gemetaran (tremor), telinga dingin, dan terjadi eksitabilitas. Jika tidak
segera dilakukan penanganan akan melanjut ke fase 2. Tahap 2 ini sapi tidak
mampu berdiri, tetapi masih mencoba bangun, posisi duduk (sternal recumbency),
tetapi tidak mampu untuk bangun. Kondisi sapi melemah, tidak mau makan, suhu
tubuh subnormal, sapi kadang meletakkan kepalanya pada flank membentuk huruf
S yang menyebabkan kelemahan otot-otot tulang belakang. Pada tahap 3, dalam
jangka waktu lama jaringan otot akan kekurangan Ca, terjadi kelumpuhan. Sapi
mengalami penurunan reflek tubuh, koma, kembung, dan terjadi kematian
beberapa jam kemudian.
Kejadian ambruknya sapi post-partus merupakan indikasi adanya
gangguan metabolisme dan/atau adanya rasa sakit pada bagian tubuh khususnya
ekstremitas dan abdomen. Berdasarkan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya
gangguan pada ekstremitas sehingga kemungkinan kausa dari ambruknya sapi ini
dapat dipersempit menjadi gangguan metabolisme dan organ interna abdomen.
Kemungkinan terjadinya gangguan metabolisme pada sapi ini semakin besar
mengingat hasil penggalian anamnesis yang menunjukkan bahwa sapi tidak
pernah diberi suplemen selama kehamilan. Hal ini menyebabkan defisiensi nutrien
serta penurunan fungsi fisiologis dan metabolisme selama masa transisi.
Masa transisi merupakan masa di mana terjadi penurunan asupan nutrien
akibat regresi vili rumen pada saat kebutuhan nutrien dan energi mencapai
puncaknya. Peningkatan kebutuhan nutrien dan energi terjadi akibat adanya
kebutuhan fetus yang semakin besar, persiapan partus, dan persiapan kelenjar
15

susu. Hal ini terjadi pada sekitar dua hingga tiga minggu sebelum partus hingga
dua hingga tiga minggu setelah partus (Block 2010). Apabila sapi tidak siap
menghadapi periode tersebut, maka akan terjadi keseimbangan energi negatif.
Kondisi ini merupakan kondisi asupan energi yang masuk lebih besar daripada
energi yang terpakai. Pada kondisi ini, akan terjadi mobilisasi cadangan lemak
yang jika terjadi dalam skala besar dapat menyebabkan peningkatan asam lemak
non-esterifikasi (non-esterifed fatty acid/NEFA) dan degenerasi lemak pada hati
(fatty liver) yang dapat mengganggu metabolisme umum serta gangguan
kesehatan lain pada sapi tersebut (Dyk dan Emery 1996). Proses mobilisasi
cadangan lemak juga menghasilkan badan keton sebagai produk sampingan yang
akan beredar dalam darah (ketosis). Badan keton bersifat asam sehingga dapat
mengganggu homeostasis tubuh secara umum. Salah satu efek dari gangguan
homeostasis ini adalah berkurangnya tonisitas otot.
Selain gangguan dalam proses partus, penurunan kontraksi otot abomasum
akibat hipokalsemia dan peningkatan kadar NEFA dalam darah juga dapat
memicu kejadian RDA. Penurunan kontraksi abomasum dapat memicu terjadinya
atoni dan obstruksi abomasum. Kedua hal ini akan memicu terjebaknya gas hasil
fermentasi pakan dalam abomasum yang mendorong abomasum pindah dari
tempatnya. Dalam kasus ini, walau belum dibuktikan secara langsung melalui uji
kimia darah, hipokalsemia dan peningkatan kadar NEFA dalam darah sangat
mungkin terjadi mengingat tidak adanya usaha tambahan dari peternak untuk
memperbaiki kondisi nutrisional sapi selama kehamilan. Menurut Coppock
(1974), kejadian displasia abomasum baik ke kanan ataupun kiri dapat dicegah
melalui manajemen nutrien sapi yang baik untuk mencegah defisiensi nutrien dan
gangguan metabolisme lainnya. Pemberian suplemen nutrien pada sapi selama
kehamilan penting dilakukan untuk mencegah gangguan fisiologis dan
metabolisme akibat hal ini.

Terapi
Dengan mempertimbangkan kausa penyakit yang berupa gangguan
metabolisme akibat defisiensi kalsium serta kondisi klinis pasien, maka terapi
yang tepat bagi kasus ini adalah dengan memberikan asupan kalsium tambahan
melalui infus kalsium boroglukonat 500 mL. Selain itu, untuk mengatasi dan
mencegah infeksi yang mungkin terjadi akibat melemahnya sistem kekebalan
tubuh selama pasien sakit diberikan terapi antibiotik Penisilin dan Streptomisin
dengan dosis masing-masing 400.000 IU dan 500 mg. Kondisi metabolisme
pasien juga turut diperbaiki melalui pemberian vitamin A, D, E, dan B kompleks.

MASTITIS KLINIS

Anamnesis

Sapi perah ras Frisian-Holstein (FH) dari kelompok ternak Pamalayan,


Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. Pasien mengalami penghentian
produksi secara mendadak dan pembengkakan pada ambing yang telah terjadi tiga
16

hari sebelum pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan. Selama tiga hari tersebut,
paramedis yang bertugas memberikan suplemen tanpa antibiotik. Sebelumnya,
produksi susu pasien mencapai 10 liter/hari.

Signalement Hewan

Nama :-
Jenis hewan/Spesies : Sapi
Ras/Breed : Frisian-Holstein (FH)
Warna bulu dan kulit : Hitam-putih
Usia : 4 tahun (lahiran kedua)
Berat badan : 300 kg
Tanda khusus :-

Status Present

Keadaan Umum

Perawatan : Baik
Habitus/Tingkah laku : Lordosis/Aktif
Gizi : Baik (BCS 3.5)
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada empat kaki
Suhu tubuh : 41.2 C
Frekuensi nadi : 118 kali/menit
Frekuensi nafas : 64 kali/menit

Adaptasi Lingkungan

Kepala dan Leher


Ekspresi wajah : Takut
Pertulangan kepala : Berbatas jelas dan simetris
Posisi tegak telinga : Telinga yang berdiri tegak dan simetris
Posisi kepala : Lebih tinggi dari vertebrae

Rambut dan Kulit


Rambut : Kusam, tidak rontok, tidak patah
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : Baik, tidak ada ektoparasit, tidak ada luka

Mata dan Orbita


Kiri Kanan
Palpabrae : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Cilia : Melekuk ke luar Melekuk ke luar
Conjunctiva : Pucat, mengkilat, basah, licin Pucat, mengkilat, basah, licin
Membrana Nictitans : Tidak terlihat Tidak terlihat
17

Bola Mata
Kiri Kanan
Sclera : Putih Putih
Cornea : Jernih Jernih
Iris : Coklat tidak ada perlekatan Coklat tidak ada perlekatan
Limbus : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pupil : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Reflex Pupil : Ada Ada
Vasa Injectio : Tidak ada Tidak ada

Mulut dan Rongga Mulut


Mukosa : Pucat, licin, basah
Keutuhan : Tidak ada kerusakan dan luka
Gigi geligi : Lengkap, utuh, dan bersih
Lidah : Pucat, kasar, basah, utuh

Telinga
Kiri Kanan
Posisi : Tegak Tegak
Bau : Khas cerumen Khas cerumen
Permukaan Telinga : Halus dan bersih Halus dan bersih
Krepitasi : Tidak ada Tidak ada
Refleks Panggilan : Ada Ada

Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Esofagus : Tidak ada kelainan, kosong tidak ada makanan

Sistem Pernafasan

Hidung dan Sinus


Permukaan Hidung : Lembap
Lubang Hidung : Tidak ada discharge
Hembusan Udara : Simetris
Perkusi Sinus : Nyaring

Inspeksi Thoraks
Bentuk : Simetris kanan-kiri
Tipe Pernafasan : Abdominalis
Ritme : Teratur, tidak ada kelainan
Intensitas : Dalam
Frekuensi : 64 x/menit
Palpasi Thoraks
Penekanan Rongga Thoraks : Tidak ada refleks sakit
Palpasi Intercostal : Tidak ada refleks sakit
18

Perkusi Thoraks
Lapangan Paru-paru : Tidak ada perluasan
Gema Perkusi : Nyaring

Auskultasi
Suara Pernafasan : Bronkial inspirasi lebih jelas daripada vesikular ekspirasi
Suara Ikutan antara In- dan Ekspirasi: Tidak ada

Sistem Sirkulasi
Ictus Cordis : Tidak terlihat
Lapangan Jantung : Tidak ada perluasan
Frekuensi : 120x/menit
Intensitas : Sangat kuat
Ritme : Teratur
Suara Sistolik dan Diastolik : Jelas terdengar
Ekstrakardial : Tidak terdengar
Sinkron Pulsus dan Jantung : Sinkron

Abdomen dan Organ Pencernaan


Besar Abdomen : Proporsional
Bentuk Abdomen : Simetris kanan-kiri
Legok Lapar : Tidak terlihat
Suara Borboritmik : Terdengar
Suara Peristaltik Rumen : Terdengar
Suara Peristaltik Usus : Tidak terdengar
Uji Alu : Negatif
Uji Gumba : Negatif
Uji Tinju : 5x/menit

Anus
Sekitar Anus : Bersih
Refleks Sphincter Ani : Ada
Pembesaran Colon : Tidak ada
Kebersihan Daerah Perineal : Bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin


Mukosa Vagina : Pucat, lembap, mengkilap, utuh
Kelenjar Mamae (Besar, Letak, Bentuk, Kesimetrisan, Konsistensi): Bengkak
dan panas di kuartir kiri

Alat Gerak
Perototan Kaki Depan dan Belakang : Tidak ada kelainan
Spasmus Otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Sudut Persendian : Tidak ada kelainan
Cara Berjalan dan Berlari : Tegak di empat kaki
Pertulangan Kaki Depan dan Belakang
Struktur : Tegas
19

Konsistensi : Padat
Reaksi saat Palpasi : Tidak ada rasa sakit
Kestabilan Pelvis
Konformasi : Stabil
Kesimetrisan : Simetris
Tuber Ischii : Teraba, Simetris
Tuber Coxae : Teraba, Simetris

Diagnosa dan Terapi

Diagnosis : Mastitis klinis


Diferensial Diagnosis :-
Prognosa : Dubious
Terapi : Penicillin-Streptomisin (400.000 IU-500mg), 20 ml
Vitamin B kompleks (IM), 10 ml Vitamin A,D,E (SC),
Anti-Cold ((Metamphyron 300 mg + Nipagin 2
mg)/mL) 20 ml selama tiga hari berturut-turut.

PEMBAHASAN

Sapi FH betina 4 tahun dengan keluhan berhenti produksi susu dan


mengalami pembengkakan ambing diperiksa untuk mengetahui kausa dan
mengembalikan performa seperti semula. Pada pemeriksaan klinis, ditemukan
kelainan berupa posisi pembengkakan ambing kuartir kiri, frekuensi nadi 120
kali/menit, frekuensi napas 64 kali/menit, suhu 41.2 C, dan mukosa pucat secara
umum. Selain itu, ditemukan juga frekuensi jantung 120 kali/menit dengan
intensitas yang sangat kuat.

Definisi
Mastitis merupakan peradangan pada jaringan internal ambing yang umum
terjadi di peternakan sapi perah. Penyakit ini merupakan masalah utama dalam
peternakan sapi perah karena dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar
sehubungan dengan penurunan produksi, kualitas dan penyingkiran susu, biaya
perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta pengafkiran ternak lebih awal
(Virgihani 2011).

Gejala Klinis
Mastitis dibedakan menjadi dua, yaitu mastitis klinis dan mastitis subklinis.
Diagnosa mastitis klinis dapat dengan mudah ditentukan dari gejala klinis, yaitu
adanya pembengkakan atau kemerahan pada ambing. Berbeda dengan mastitis
klinis, pada mastitis subklinis sapi tidak menunjukan gejala klinis. Definisi
mastitis subklinis menurut International Dairy Federataion (IDF) adalah mastitis
yang ditandai peningkatan jumlah sel somatik lebih dari 400.000 sel/ml dan
ditemukan bakteri patogen. Susu yang diambil berasal dari kuartir dalam masa
laktasi normal (Lukman et al. 2009). Insidensi mastitis pada sapi perah di
Indonesia sangat tinggi (85%) dan sebagian besar merupakan infeksi yang bersifat
20

subklinis. Penyebab mastitis yang paling sering terdeteksi adalah Staphylococcus


aureus dan beberapa jenis bakteri lain seperti Streptococcus agalactiae dan
Escherichia coli (Sudarwanto et al. 2006).

Patogenesis
Patogenesis penyakit yang menyebabkan gejala yang timbul dimulai dengan
infeksi ascenden melalui puting. Salah satu faktor predisposisi dari infeksi
ascenden adalah kebersihan kandang dan ambing yang kurang terjaga. Desinfeksi
puting tidak dilakukan peternak sebelum proses pemerahan. Infeksi dari
lingkungan ini kemudian berkembang dalam ambing yang aktif berpoduksi dan
kaya nutrien bagi bakteri yang menginfeksi. Selanjutnya, infeksi memicu respon
kekebalan tubuh berupa peradangan yang memicu kerusakan jaringan ambing,
pembengkakan, dan peningkatan suhu. Infeksi pada Escherichia coli ambing
merupakan infeksi yang paling umum terjadi pada masa awal laktasi (hingga 1
bulan pertama masa laktasi). Gejala yang ditimbulkannya bervariasi, mulai dari
lethargi, eksudat yang timbul (serous hingga hemorrhagik), besar dan luas
kebengkakan, demam, tachypnoea, diare, dehidrasi, rekumbensi, dan perubahan
warna susu (Jackson dan Cockroft 2002). Gejala-gejala ini teramati pada hasil
pemeriksaan fisik pasien yang memberikan indikasi kuat terjasinya infeksi
Escherichia coli pada ambing meskipun hal ini belum dapat ditentukan secara
pasti tanpa isolasi patogen dari ambing.

Terapi
Dengan mempertimbangkan kausa penyakit yang berupa infeksi bakteri
serta kondisi klinis pasien, maka terapi yang tepat bagi kasus ini adalah dengan
memberikan terapi antibiotik menggunakan Penisilin dan Streptomisin dengan
dosis masing-masing 400.000 IU dan 500 mg. Selain itu, untuk mengatasi demam
diberikan Anti-Cold (Metamphyron dan Nipagin) dengan dosis masing-masing
6000 mg dan 40 mg. Kondisi metabolisme pasien juga turut diperbaiki melalui
pemberian vitamin A, D, E, dan B kompleks. Terapi dilakukan selama tiga hari
berturut-turut untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik pada bakteri
penginfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Ball PJH, Peter AR. 2004. Reproduction in Cattle. Ed ke-3. Great Britain (UK):
Blackwell Publishing
Block E. 2010. Transition Cow Research What Makes Sense Today?.
[Prosiding]. The High Plains Dairy Conference. T.X. Amarillo.
Blood DC, Radostits OM. 1989. Veterinary Medicine 7th Ed. London (UK):
Bailliere Tindall.
Coppock CE. 1974. Displaced abomasum in dairy cattle: etiological factors. J.
Dairy Sci. 57: 926933.
Correa MT, Erb HN, Scarlett JM. 1993. Risk Factors for Downer Cow Syndrome.
J Dairy Sci. 76: 34603463.
Cox VS. 1982. Pathogenesis of the downer cow syndrome. Vet Rec. 111:7679.
21

DairyCo. 2015. Symptoms of mastitis [Internet]. [Diunduh 25 Oktober 2016].


Tersedia dari: http://www.dairyco.org.uk/technical-information/animal-
health-welfare/mastitis/symptoms-of-mastitis/
DeGaris PJ, Lean IJ. 2008. Milk fever in dairy cows: A review of
pathophysiology and control principles. The Veterinary Journal. Special
Issue: Production Diseases of the Transition Cow. 176: 5869.
Divers TJ, Peek SF. 2008. Rebhuns Diseases of Dairy Cattle. St. Louis, Missouri:
Saunders.
Dyk P, Emery R. 1996. Reducing the incidence of peripartum health problems.
[Prosiding]. Tri-State Dairy Nutrition Confrence, M.L. Eastridge, ed.
Galvao K. 2011. Identifying and treating uterine disease in dairy cows.
Gainesville: Proceeding 47th Florida Dairy Production Conference
Garverick.1997. Ovarian follicular cyst in dairy cattle. J Dairy Sci: 80:900-1004
Gianneechini R, Concha, Rivero R, Delucci I, Moreno Lpez J. 2002. Occurence
of clinical and sub-clinical mastitis in dairy herds in the West Littoral
Region in Uruguay. Acta Vet. Scandinavia. 43: 221-230.
Hess JL, Neuder LM, Sears PM. 2003. Rethinking clinical mastitis therapy. Proc.
Natl. Mastitis Counc. 42: 372-373. Madison WI: National Mastitis Council.
Hillerton JE. 2004. Summer mastitis. Di dalam: Biowey W, Byod H, Eddy RG,
editor. Bovine Medicine Disease and Husbandary of Cattle. Ed ke-2.
Oxford: Blackwell Science Ltd.
Horst RL, Goff JP, Reinhardt TA, Buxton DR. 1997. Strategies for Preventing
Milk Fever in Dairy Cattle. Journal of Dairy Science. 80: 12691280.
Jackson PGG, Cockroft PD. 2002. Clinical Examination of Farm Animals. Oxford
(UK): Blackwell Science.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Pisestyani H, Ed. Bogor: Bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Le Blanc SJ, Duffield TF, Leslie KE, Bateman KG, Keefe GP, Walton JS,
Johnson WS. The effect of treatment of clinical endometritis on
reproductive performance in dairy cows. J Dairy Sci. 85: 2237-2249
Massey CD, Wang C, Donovan GA, Beede DK. 1993. Hypocalcemia at
parturition as a risk factor for left displaced abomasum in dairy cows.
JAVMA 203: 852853.
Merck Veterinary Manual. 2015. Soft tissue disorders causing lameness in cattle
[Internet]. [Diunduh 25 Oktober 2016]. Tersedia dari:.
http://www.merckmanuals.com/vet/musculoskeletal_system/lameness_in_c
attle/soft-tissue_disorders_causing_lameness_in_cattle.html
Phullips CJC. 2001. Principles of Cattle Production. Londong: CABI Pub.
Scott PR, Penny CD, Macrae AI. 2001. Cattle Medicine. London: Manson Pub.
Sudarwanto M, Latif H, Noordin M. 2006. The relationship of the somatic cell
counting to sub-clinical mastitis and to improve milk quality. 1st
International AAVS Scientific Conference. Jakarta, July 12-13, 2006.
Sunarko C, Sutrasno B, Kumalajati A, Marsudi A. 2009. Petunjuk Pemeliharaan
Bibit Sapi Perah. Purwokerto: BBPTU Baturaden.
DeGaris PJ, Lean IJ. 2008. Milk fever in dairy cows: a review of pathophysiology
and control principles. The Vet J. 176(1): 158-6.
22

Goff JP. 2006. Macromineral physiology and application to the feeding of the
dairy cow for prevention of milk fever and other periparturient mineral
disorders. Anim Feed Sci Tech. 126(2006):237257.
Virgihani K. 2011. Tinjauan Resistensi Streptococcus agalactiae Penyebab
Mastitis Subklinis di Peternakan Sapi Perah Kunak Bogor terhadap
Beberapa Antibiotik (Studi Kasus). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
23

DAFTAR OBAT, MAGANG WAJIB SAPI PERAH, BAYONGBONG, GARUT, JAWA BARAT
3 29 OKTOBER 2016

Merk Bentuk Kontra Dosis dan Cara


No. Kandungan Indikasi Produsen
Dagang Sediaan Indikasi Pemakaian
1. Penstrep 1 vial mengandung Vial Endometritis Injeksi intramuskular PT Wonderindo
4:0.5 a. Procaine Penicillin kering (IM) dan subkutan (SC) Pharmatama,
G 400,000 IU Jakarta-
b. Streptomycin Indonesia
Sulphate 500 mg

2. Prolyse Hormon prostaglandin Vial a. Sinkronisasi estrus Hewan Intrauterine atau Meyer
(PGF2) 11 mg/2ml ukuran 2 b. Melisiskan korpus bunting submukosa vulva Laboratories
mL luteum persisten a. Sapi, kerbau, dan
c. Agen abortus kuda: 2 ml
b. Domba, kambing,
babi: 0.5 ml

3. Ovalumon Ethinyl estradiol 20,000 Vial a. Silent estrus Diberikan melalui PT Wonderindo
IU/ml ukuran b. Menurunnya fungsi suntikan subkutan Pharmatama,
30 ml ovarium ataupun intramuskuler Jakarta-
c. Gangguan siklus a. Sapi: 5 10 ml Indonesia
estrus b. Kuda: 2 5 ml
d. Degenerasi ovarium Diberikan sekali
e. Keguguran sehari terus menerus
f. Pendarahan pada selama 5 hari.
endometrium c. Babi, domba,
g. Endometritis kambing: 2 3 ml,
h. Kemajiran diberikan sekali
sehari, tiap tiga hari
sekali
24

d. Anjing, kucing: 0.5


2 ml
Diberikan sekali
sehari, tiap tiga hari
sekali

4. Metritin Setiap ml mengandung: Vial a. Endomitritis Intrauterine: PT Wonderindo


Injeksi a. Procaine penicillin ukuran b. Servisitis a. Sapi, kuda : 50 ml Pharmatama,
G 7500 IU 50 ml, c. Retensi plasenta b. Babi : 10 20 ml Jakarta-
b. Streptomycin 10 mg Botol d. Vaginitis c. Domba, kambing : Indonesia
c. Sulfadiazine 16 mg ukuran e. pyometra atau 10 15 ml
d. Furaltadon 2 mg 100 ml infeksi saluran d. Anjing, kucing : 5
e. Furazolidone 2 mg reproduksi pada 10 ml
f. Kobalt sulfat 0.1 mg umumnya Diberikan sekali
g. Progesteron 0.1 mg sehari, pada infeksi
yang berat 2 3 kali
sehari

5. Papaverine Papaverini Vial a. Spasmolitik pada Diinjeksikan melalui rute PT Aditama


injeksi hydrocholirium 40 ukuran kolik usus, saluran intravena atau Raya Farmindo,
mg/ml 10 ml kemih, dan saluran intramuskular sebanyak Surabaya dan
empedu 8-10 mL pada sapi
b. Diare dewasa dan 4-5 mL pada Lucas
c. Vasodilator pedet. Pharmaceutical
Kontraindikasi pada Industry
keadaan atrioventricular
heart block dan tidak
boleh diberikan kepada
penderita insufisiensi
hati.

6. Aquadestilata Aquades Botol Untuk melarutkan obat Sebagai pelarut obat, PT Wonderindo
ukuran misalnya pelarut Pharmatama,
250 ml Penstrep 4:0.5 Jakarta-
Indonesia
25

7. Calbro Calcium borogluconate Botol Mencegah dan Diinjeksikan melalui rute Cipla Ltd. India
injection 32.8% w/v ukuran mengobati hipokalsemia intravena dengan
450 mL rekomendasi dokter
hewan

8. Biotonic Adenosin triphosphate Botol Penambah tenaga Diinjeksikan Meyer


ukuran intramuskular 20 mL Laboratories
100 mL

9. Albenmer C- Tiap gram mengandung Serbuk Efektif membunuh telur Peroral dicampur di Meyer
20 albendazole 200 mg dan larva cacing dewasa dalam pakan Laboratories
dari nematoda, cestoda, (direkomendasikan
cacing hati (Fasciola dalam konsentrat) atau di
sp.), cacing kremi, dalam air minum. Obat
Tricuris, Cysticercus sp, ini tidak larut dalam air,
dan Hydatid sp. sehingga tidak
disarankan untuk
dimasukkan ke dalam air
minum yang mengalir.
a. Sapi: 20 g/40 kg
bobot badan
b. Domba: 1.5 g/40 kg
bobot badan
c. Babi : 0.75-1 g/30 kg
bobot badan

10 Primavit Tiap kg mengandung: Serbuk a. meningkatkan nafsu a. Sapi, babi: 1 sendok Meyer
a. Vitamin A 3 000 000 1 kg makan pada hewan makan per hari atau Laboratories
IU ternak 1kg per ton pakan
b. Vitamin D3 1 000 000 b. membantu dan b. kelinci: 2-3 gram per
IU meningkatkan hari
c. Vitamin E 1 000 IU pertumbuhan dan c. hewan lainnya:5
d. Vitamin B1 1 000 mg perkembangan gram per 100kg berat
e. Vitamin B2 2 000 mg badan per hari
26

f. Vitamin B6 1 000 mg c. menambah


g. Vitamin B12 1 000 produktivitas
mcg d. meningkatkan nilai
h. Mineral effisiensi pakan
Calcium 2 000 000 mg e. mencegah dan
i. Phospor 100 000 mg mengobati defisiensi
j. Natrium 300 000 mg vitamin dan mineral
k. Kalium 10 000 mg f. mencegah dan
l. Magnesium 3 000 mg mengobati dehidrasi
m. Iodine 500 mcg
n. Selenium 200 mcg
o. Ferrum 70 000 mcg
p. Chloride 100 000 mcg
q. Zink 30 000mcg

11 Cotrimoxazol Tiap kaplet mengandung: Kaplet a. Endometritis dan Diberikan peroral, atau PT Tekad
e a. Sulfametoxazole 800 dalam metritis intrauterina Mandiri Citra
mg botol. b. Post-partus untuk a. Sapi, kerbau, dan Indonesia
b. Trimethoprim 160 mg Satu mencegah infeksi kuda: 2-4
botol sekunder kaplet/ekor
terdapat c. Retensio b. Domba, kambing,
50 kaplet. secundinae, dan babi: diberikan
prolapsus uteri, 1-2 kaplet/ekor
abortus c. Pedet: 1 kaplet/ekor
d. Enteritis, diare,
pneumonia
e. Hygroma, abses

12 Limoxin-25 Oksitetrasiklin 25 mg Botol Luka traumatis Dispray pada bagian Interchemie


spray 250 yang mengalami luka werken De
mL terbuka Adelaar B.V.

13 Vitamin B-12 Vitamin B12 10 mg/ml Botol a. Membantu proses Sapi: 5-10ml/200kg Meyer
Injeksi ukuran pembentukan darah bobot badan Laboratories
Meyer 100 mL
27

dalam sumsum Disuntikkan


tulang intramuskular
b. Menjaga fertilitas
sperma dan ovum
c. Mengatasi anemia,
kelesuan, kurang
nafsu makan dan
kelemahan umum
d. Meningkatkan dan
mempertahankan
daya tahan dan
kekuatan otot
e. Membantu proses
metabolisme dan
pertumbuhan

14. B Complex Vitamin B kompleks Botol a. Mengobati Diinjeksikan secara Meyer


inj. Meyer ukuran gangguan intramuskuler, intravena Laboratories
100 mL pencernaan Hewan besar: 5 mL/200
b. Mengobati kg bobot badan
gangguan syaraf dan
otot Hewan kecil:
c. Memperbaiki nafsu 0.5 mL/10 kg bobot
makan yang turun badan
d. Memacu
pertumbuhan

15. Biotonic Care Tiap 100 ml Botol a. Mengatasi gangguan Diinjeksikan secara Meyer
Inj Meyer mengandung ukuran persyarafan intramuskuler atau Laboratories
a. ATP (adenosin 100 mL b. Membantu intravena
triphosphate) 500 metabolisme dalam a. Sapi, kerbau, dan
mg tubuh kuda: 5-10 mL/200
b. Natrium 900 mg c. Meningkatkan daya kg bobot badan
c. Kalium 1000mg tahan tubuh dan
d. Caslcium
28

e. Vitamin B12 10 000 stamina pada kuda b. Kambing, domba,


mcg dan domba adu dan babi: 2-3 mL/50
d. Menguatkan otot- kg bobot badan
otot c. Anjing dan kucing:
e. Mengurangi stress 1-2 mL/10 kg bobot
dan kelelahan dalam badan
transportasi d. Hewan lainnya:
f. Mempercepat proses 1ml/10kg bobot
penyembuhan badan
penyakit
g. Mengatasi kelesuan
secara umum
h. Mengobati dan
mencegah terjadinya
anemia

16. Calcimax Inj Tiap mL mengandung: Botol a. Mengatasi dan Diinjeksikan secara Meyer
Meyer a. Kalsium glukonat ukuran mencegah penyakit intravena atau subkutan: Laboratories
208.5 mg 500 mL metabolik hewan a. Sapi, kerbau, dan
b. Asam borat 41.5 mg ambruk sebelum, kuda: 300-500 mL
c. Dekstrosa 50 mg saat, atau setelah b. Kambing, domba,
melahirkan akibat dan babi: 60-100 mL
kekurangan kalsium c. Anjing dan kucing:
dalam darah 10 mL/kg bobot
(hipokalsemia, milk badan
fever) Dapat diulangi bila
diperlukan.

17 ADE Vit Tiap mL mengandung: Botol a. Menjaga kesuburan Diinjeksikan melalui rute Meyer
Meyer a. Vitamin A 200,000 ukuran b. Mengobati intramuskular atau Laboratories
IU 100 mL infertilitas subkutan:
b. Vitamin D3 50,000 c. Memacu a. Sapi, kuda, domba: 5
IU pertumbuhan mL setiap 200 kg
c. Vitamin E 2,000 mg d. Mengobati ricketsia bobot badan
dan osteomalacia
29

e. Memperbaiki siklus b. Anjing dan kucing: 1


estrus normal mL setiap 10 kg
bobot badan
c. Unggas 0.2 mL
setiap kg bobot
badan
d. Babi: 1-2 mL setiap
kg bobot badan

28 Vitamin B Tiap mL mengandung: Botol a. Memelihara fungsi Diinjeksikan secara PT. Wonderindo
Complex a. Vitamin B1 2 mg ukuran normal sistem syaraf intramuskular: Pharmatama
b. Vitamin B2 2 mg 100 mL dan kulit a. Hewan kecil: 1-2 mL
c. Vitamin B6 2 mg b. Defisiensi dan sehari
d. Nicotinamide 20 mg gangguan akibat b. Hewan besar: 5-10
e. Dexpanthenol 10 tidak cukup mL sehari
mg masuknya atau
f. Procaine HCl 20 mg terganggunya
penyerapan dan
penggunaan vitamin
B
c. Penyembuhan
penyakit terutama
setelah penggunaan
antibiotika golongan
sulfonamida
d. Vitamin tambahan
saat kebuntingan
19 Potahormon Tiap 1 mL larutan injeksi Vial a. Menyembuhkan Diinjeksikan secara PT. Wonderindo
Injeksi dalam minyak ukuran hewan yang biasa subkutan atau Pharmatama
mengandung 20 mL mengalami abortus, intramuskular:
progesteron 6.25 mg kelahiran yang a. Habitual abortion,
terlampau muda, immature birth:
ovarium yang Sapi dan kuda:
mengalami 15-30 mL
pengecilan, Babi: 6-10 mL
30

penyembuhan Anjing, domba,


gangguan pada dan kambing: 3-
pembentukan telur 10 mL
b. Hewan yang kawin b. Hipoplasia ovarium,
berulang (repeat dulloestrus,
breeder) disturbance in
c. Kista folikuler ovulation:
d. Ovulasi yang Sapi dan kuda: 8-
terlambat 10 mL
e. Perdarahan yang Babi: 3-5 mL
banyak pada rahim Anjing, domba,
f. Plasenta yang dan kambing: 2-5
tertahan mL
g. Kemajiran c. Milchmangel
(kemajiran):
Sapi dan kuda: 8-
15 mL
Babi: 6-10 mL
Anjing, domba,
dan kambing: 2-5
mL
d. Kista folikuler
(follicular cyst):
Sapi dan kuda:
12-30 mL
Babi: 6-10 mL
Anjing, domba,
dan kambing: 3-
10 mL
e. Retensio
secundinae:
Sapi dan kuda:
15-60 mL
Babi: 6-20 mL
31

Anjing, domba,
dan kambing: 3-
10 mL
f. Repeat breeder:
Sapi dan kuda: 15
mL

20 Anticold Setiap mL mengandung: Botol a. Antispasmodik dan Hewan Diinjeksikan melalui rute PT. Wonderindo
injeksi a. Metampiron 300 mg ukuran antipiretik akibat bunting intramuskular atau Pharmatama
b. Nipagin 2 mg 100 mL peradangan dan subkutan:
pembentukan a. Sapi dan kuda: 50-
antibodi akibat 100 mL
vaksinasi atau b. Kambing, anjing,
infeksi domba, anak sapi: 5-
b. Mempercepat 15 mL
persembuhan
penyakit pneumonia,
bronchitis,
neuralgia, neuritis,
arthralgia, myositis,
pirexia
21 Ova-lease Setiap mL mengandung: Vial Penanganan sistik Diinjeksikan melalui rute Meyer
a. GnRH ukuran folikuler intramuskular: Laboratories
b. FSH 50 mL a. Sapi: 5 mL
c. LH b. Kambing/Domba:
1.5 mL
c. Kuda: 10 mL
d. Kelinci: 0.2 mL

Anda mungkin juga menyukai