Anda di halaman 1dari 7

BAB I TINJAUAN KASUS

1.1 Signalement
Nama Pemilik : drh. Ribut
Lokasi Kandang : Kampung Wisata Batu
Jenis dan ras : Sapi Fresien Holstein
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 4 Tahun
Warna bulu : Putih dan Hitam

1.2 Anamnesis dan Temuan Klinis


Seekor sapi betina yang baru selesai melahirkan tiba-tiba ambruk dan tidak
mampu berdiri lagi. Menurut drh. Ribut, sapi tersebut baru dibelinya dan dalam
kondisi bunting tua. Sehingga tidak ditemukan anamnesa yang akurat. Namun
sebelum kejadian ambruk, nafsu makan sapi menurun. Kondisi fisik sapi terlihat
kurus, dengan kaki lemas dan tidak dapat berdiri. Sapi terlihat sangat lesu dan lemas.

Gambar 1.1 Sapi yang mengalami Hipokalsemia


1.3 Tindakan yang Dilakukan
Diagnosa : Hipokalsemia post partus
Terapi : - Kalsium Boroglukonat (IV)
: - Hematopan (IM)
: - Biosolamine (IM)

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Etiologi Hipokalsemia


Hipokalsemia adalah ketidakmampuan sapi beradaptasi terhadap kebutuhan
kalsium yan tg tinggi saat laktasi, sehingga menyebabkan kadar kalsium dalam darah
menurun dan menimbulkan gejala klinis. Hipokalsemia disebut juga Milk Fever atau
parturient hipokalsemia. Milk fever adalah penyakit metabolic yang terjadi sekitar waktu
partus dan ditandai hipokalsemia, kelemahan ott dan depresi kesadaran.
Sapi yang mengalami milk fever tidak mampu beradaptasi dengan kebutuhan
kalsium yang tinggi menjelang memasuki masa laktasi. Periode adapatasi tersebut
membutuhkan waktu 48 jam. Proses adaptasi dimulai oleh peningkatan konsentrasi
hormone paratiroid (PTH) di dalam plasma dan vitamin D yang sangat drastis. Kemudian
diikuti oleh konservasi kalsium di dalam ginjal. Stimulasi dari vitamin D tersebut
membutuhkan waktu 24 jam sebelum absorbs kalsium di dalam intestinal berlangsung
optimal, dan reabsorbsi kalsium tulang membutuhkan waktu 48 jam setelah stimulasi
PTH.
Faktor resiko Milk Fever :
a. Umur
Semakin tua umur sapi, maka semakin tinggi produksinya sehingga
kebutuhan sapi untuk kalsium juga akan tinggi. Namun, tingginya
produksi tidak didukung oleh kemampuan menggunakan cadangan
kalsium dan kurangnya penyerapan kalsium di dalam usus. Akibatnya,
sapi sulit beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan kalsium di dalam darah.
b. Produksi
Sapi yang produksi tinggi membutuhkan kalsium yang sangat tinggi,
sehingga factor ini dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya milk
fever pada sapi.
c. Masa Kering
Masa kering merupakan factor penentu terjadinya milk fever pada sapi,
karena diet yang diberikan akan berpengaruh pada konsentrasi kalsium di

2
dalam tubuh sapi. Kalsium yang diberikan berlebihan pada sapi akan
berdampak pada penyerapan pasif di dalam usus karena pada masa kering
kebutuhan kalsium adalah 30 gram/hari. Kondisi pemberian kalsium
tinggi juga akan menyebabkan PTH menurun sehingga pada saat
diperlukan kalsium yang tinggi di awal laktasi, maka sapi tidak mampu
beradaptasi dengan cepat. Selain itu, pemberian fosfor dalam jumlah yang
tinggi akan meningkatkan insidensi milk fever paska melahirkan, karena
kondisi fosfor yang tinggi akan menurunkan produksi vitamin D aktif. Dan
keseimbangan anion dan kation dalam diet pre-partum sangat penting
untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya milk fever. Diet yang tinggi
anion akan meningkatkan kadar vitamin D aktif sehingga juga
meningkatkan absorbs kalsium intestinal serta membantu dalam
reabsorbsi kalsium tulang. Dan sebaliknya, pemberian kation yang tinggi
seperti natrium dan kalium akan meningkatkan insidensi milk fever.

2.2 Gejala Klinis Hipokalsemia


Gejala klinis terjadinya hipokalsemia pada sapi ada tiga, antara lain :
a) Stadium pertama, disebut juga stadium eksitasi. Pada saat ini sapi mengalami
kekejangan dan disertasi hipersensitifitas dan tremor otot kepada dan ekstremitas.
Hewan enggan berjalan dan nasfu makan menurun.Hewan kadang-kadang
menggerakkan kepala, menjulurkan lidah dan menggeretakkan gigi. Temperatur
normal maupun sedikit di atas normal. Kadang ditemukan ataksia dan mudah
jatuh atau ambruk.
b) Stadium kedua adalah sternal recumbency, sapi mulai mengalami penurunan
tingkat kesadaran.Tetani ekstremitas sudah tidak muncul namun sapi tetap tidak
bias berdiri, cuping hidung kering, kulit dan ekstremitas dingin dan temperature
rektal 36-38 derajat celcius. Dilatasi pupil dan bola mata kering. Gejala sirkulasi
mulai tampak, suara jantung lemah dan lebih cepat (lebih dari 80 per menit),
pulsus lemah, tekanan dan amplitude berkurang. Ruminal statis dan konstipasi.
Respirasi tidak begitu tampak tapi kadang ditemukan.

3
c) Stadium ketiga adalah stadium lateral recumbency. Sapi mendekati koma. Depresi
temperature dan sirkulasi tampak sangat nyata. Pulsus tidak teraba, suara jantung
tidak terdengar dan denyut jantung lebih dari 120 per menit. Bila tidak diobati,
sapi tidak akan sembuh dengan sendirinya dan kondisi tidak akan berubah dalam
12 24 jam. Hewan dapat mengalami kematian jika tidak diterapi dengan baik.

2.3 Pengobatan Penyakit Hipokalsemia


Pengobatan yang dilakukan dengan memberikan kalsium. Pada kasus yang terjadi
saat koasistensi diberikan kalsium boroglukonat secara intravena untuk menggantikan
kalsium di dalam darah. Pemberian kalsium secara intravena dilakukan agar kalsium yang
diberikan cepat dialirkan ke seluruh tubuh agar cepat menggantikan kalsium yang hilang.
Akan tetapi, pemberian kalsium harus diberikan secara perlahan agar tidak menimbulkan
syok pada jantung. Kalsium merupakan mineral yang penting untuk pemeliharaan
kesempurnaan fungsi saraf, kontraksi jantung, otot, sistem rangka dan pemerbealitas
membrane sel.
Hematopan (IM) mengandung vitamin B12 dimana memiliki indikasi untuk
meningkatkan nafsu makan, serta membantu dalam gangguan hematopoietic seperti
anemia akibat kekurangan makan atau infeksi, proses penyembuhan, kebuntingan, untuk
meningkatkan kondisi dan stamina. Vitamin B 12 berfungsi untuk menjadi keseimbangan
di dalam tubuh dengan membantu organ tetap berjalan dengan fungsinya masing-masing.
Vitamin B12 membantu dalam mengangkat tingkat energy dan membantu hati, ginjal,
limpa, jantung dan kandung kemih normal. Selain itu vitamin B 12 juga berfungsi dalam
produksi sel darah merah.
Sedangkan biosolamine (IM) mengandung ATP, Magnesium aspartate, kalium
aspartate dan natrium selenite yang memiliki indikasi mengembalikan fungsi otot akibat
melahirkan, kelemahan akibat kekurangan makanan. Adeno trifosfat (ATP) adalah suatu
nukleotida yang dalam biokimia dikenal dengan satuan molekuler pertukaran energy
intraseluler, artinya ATP dapat digunakan untuk menyimpan dan mentransport energy
kimia di dalam sel. ATP berperan penting dalam menyuplai energy dan berperan dalam
signaling dalam respon perubahan lingkungan. Magnesium aspartate adalah mineral

4
garam ganda dimana kalsium, magnesium dan aspartate diberikan sebagai produk bi-
tunggal. Mineral ini berfungsi dalam meningkatkan daya tahan fisik dan memfasilitasi
produksi energy tubuh dengan cara memainkan peran penting dalam regenerasi dan
memproduksi ATP. Ketiga komponen ini juga memiliki peran penting dalam
memproduksi energy dan mengosumsi oksigen dari sel-sel pada saat siklus energy.

2.4 Pencegahan Penyakit Hipokalsemia


Pencegahan hipokalsemia dilakukan dengan memperbaiki manajemen pemberian
pakan. Pada masa kering, pemberian kalsium tidak lebih dari 100 gram/hari dan
pemberian fosfor tidak lebih dari 40 gram/hari. Kemudian melakukan manipulasi
keseimbangan rasio anion kation, dapat dilakukan dengan memberikan kalsium klorida,
magnesium sulfat, ammonium klorida atau ammonium sulfat. Sapi sebaiknya diberikan
pakan yang mengandung bahan tersebut 10 hari sebelum partus untuk memberikan hasil
yang baik. Selain itu injeksi vitamin D juga dapat diberikan sebagai pencegahan secara
intra muscular, diberikan 8 sampai 2 hari sebelum melahirkan. Selain itu dapat diberikan
gel kalsium untuk pencegahan, Gel kalsium tersebut dapat diberikan pada sapi beresiko
24 jam sebelum partus, saat partus dan 10 hingga 14 hari paska partus. Kelebihan gel
kalsium yaitu mudah diberikan dana aman namun kekurangannya lebih pahit dan lebih
mahal dibanding preparat lainnya.

5
BAB III PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Hipokalsemia atau Milk Fever merupakan ketidakmampuan sapi beradaptasi
terhadap kebutuhan kalsium yang tinggi saat laktasi, sehingga menyebabkan kadar
kalsium di dalam darah menurun dan menimbulkan gejala klinis. Adapun faktor yang
mempengaruhi adalah umur, produksi dan masa kering. Terapi yang diberikan adalah
kalsium boroglukonat, hematopan dan biosolamin.

3.2 Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan darah guna mengetahui kadar kalsium darah secara
pasti, karena defisiensi mineral lainnya dapat memiliki gejala yang sama.

6
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja,K dan Rengganis,I. 2013. Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Balai Penerbitan FKUI : Jakarta.
Triakoso, N. 2010. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam Veteriner. Institut Teknologi
Sepuluh November. ITS Press : Surabaya
Yudistira, M. 2014. Hipokalsemia pada Kambing. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya : Malang.

Anda mungkin juga menyukai