Anda di halaman 1dari 13

1

MAKALAH MATA KULIAH


PARASITOLOGI VETERINER: ENDOPARASIT
EIMERIA SP. PADA KEJADIAN COCCIDIOSIS

Disusun Oleh:
Nama NIM Tanda Tangan
Desti Nurhayati B04140157
Nabillah Ananda Sakina B04140159
Albertus Rheza Deniswara B04140160
Ayu Setya Wardani B04140162
Tomi Ragil Didik Wiradika B04140163

BAGIAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESMAVET
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
2

DAFTAR ISI

Halaman

Cover................................................................................................... 1

Daftar Isi ............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 3

Latar Belakang............................................................................... 3

Tujuan............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 4

BAB III PEMBAHASAN....................................................................... 6

Prevalensi........................................................................................ 6

Siklus Hidup dan Transmisi.............................................................. 6

Diagnosis......................................................................................... 7

Patogenitas. .................................................................................... 7

Diagnosis......................................................................................... 8

Pencegahan .................................................................................... 9

Pengendalian................................................................................... 9

SIMPULAN.......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 11
3

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Coccidiosis adalah salah satu penyakit parasitik yang menyerang saluran
gastrointestinal pada hewan – hewan ternak yang memiliki gejala terjadinya diare
berdarah dan hewan menjadi kurus. Coccidiosis disebabkan oleh Eimeria spp.,
atau disebut juga Coccidia spp., dan beberapa spesis lainnya seperti E. arloingi,
E. christenseni, dan E. ovinoidalis, bersifat sangat patogen pada hewan yang
masih muda. Eimeria merupakan salah satu genus protozoa, mikroorganisme
uniseluler yang secara alamiah banyak ditemukan di tanah (Campbell 2008).
Eimeria spp. termasuk parasit yng memiliki inang spesifik, yang berarti
kejadian coccidiosis pada kambing tidak dapat menular ke sapi maupun ayam,
namun coccidiosis pada kambing dapat menular ke domba (Bessay 1996).
Beberapa faktor penyebab terjadinya coccidiosis adalah kebersihan
kandang, kebersihan pakan, kebersihan pekerja atau peternak, serta kondisi
lingkungan dari hewan ternak. Banyak terjadi kasus masuknya Eimeria spp. ke
dalam pencernaan kambing karena buruknya tingkat sanitasi kandang dan
higieneitas pekerja. Kondisi lingkungan juga memiliki andil besar pada penyakit
ini, seperti stress yang terjad setelah hewan ditransportasikan dan berada di
lingkungan yang baru (Ibarra-Velarde & Alcala-Canto 2007).
Coccidiosis sendiri merupakan penyakit yang bersifat global dan hampir
terjadi di seluruh belahan bumi (Flynn 1973). Coccidiosis sangat berdampak
negatif pada peternak karena biaya pengobatan yang cukup mahal serta
tingginya angka mortalitas pada hewan ternak yang terserang penyakit ini.
Mortalitas coccidiosis pada berbagai jenis hewan mencapai angka 5-100% (Ruiz
et al. 2006).

terjadi di seluruh belahan bumi (Flynn 1973). Coccidiosis sangat berdampak


negatif pada peternak karena biaya pengobatan yang cukup mahal serta
Tujuan
Makalah ini bertujuan menjelaskan penyakit Coccidiosis yang disebabkan
oleh Eimeria ssp., yang meliputi, prevalensi, siklus hidup, patogenitas, cara
diagnosis, gejala klinis, pencegahan, dan pengendaliannya.
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Eimeria pada Kambing


Eimeria adalah protozoa yang dikenal menyebabkan penyakit koksidiosis
pada beberapa hewan seperti sapi, domba, kambing, babi, ikan, reptil, dan
ayam. Parasit ini menyerang jaringan epitel pada usus, menyebabkan kerusakan
pada inang dan lebih jauh lagi menyebabkan kerugian ekonomi (Allen 2002)..
Setiap spesies Eimeria biasanya memiliki inang definitifnya masing-masing,
misalnya Eimeria ahsata hanya menginfeksi kambing dan domba, sementara
Eimeria brunetti hanya menyerang ayam. Eimeria yang menginfeksi kambing di
antaranya adalah Eimeria ahsata, Eimeria alijevi, Eimeria apsheronica, Eimeria
arloingi, Eimeria caprina, Eimeria caprovina, Eimeria christenseni, Eimeria
granulosa, Eimeria hirci, Eimeria intricata, Eimeria jolchijevi, Eimeria
ninakohlyakimovae, Eimeria pallida, Eimeria punctate. Sulfadimidine sebanyak
55g/ton berat badan efektif untuk mengendalikan coccidiosis pada kambing.
Pada kambing yang sedang tidak menyusui, medikasi preventif monensin
dengan dosis 18 g/ton berat badan dapat digunakan.

Coccidiosis
Coccidiosis adalah penyakit parasitik di saluran pencernaan yang
disebabkan oleh protozoa koksidia. Protozoa koksidia meliputi genus Isospora,
Eimeria, Cryptosporidium, Hammondia, Besnoitia, Sarcocystis, Toxoplasma,
Neospora, dan Hepatozoon. Penyakit ini menyebar dari satu hewan ke hewan
lain melalui feses atau ingesti jaringan terinfeksi. Koksidia biasanya bersifat
spesifik terhadap spesies (Daugschies 2005).
Coccidiosis adalah penyakit yang ditakuti peternak. Coccidiosis
mempengaruhi pertumbuhan dan keberlangsungan hidup sapi-sapi di
peternakan dan berujung pada produksi dan keuntungan dari ternak sapi
(Lassen 2012). Pada peternakan ayam, obat-obatan anti-koksidia diaplikasikan
sebagai obat prophylaxis untuk meningkatkan pertumbuhan ayam, seperti
toltrazuril dan amprolium.
Infeksi coccidiosis biasanya bersifat akut. Gejala klinis meliput diare,
demam, tidak nafsu makan, kehilangan berat badan, kekurusan, bahkan
5

kematian. Medikasi yang paling umum untuk menyembuhkan infeksi koksidia


adalah antibiotic dari golongan sulfonamide. Kebanyakan koksidiosis bersifat
subklinis. Gejala akan muncul pada umumnya jika individu terinfeksi terlalu muda
atau sedang dalam kondisi immunocompromised.
Gejala klinis terjadi karena kehancuran epitel usus. Kejadian ini mungkin
diiringi dengan perdarahan lumen usus, peradangan catarrhal, dan diare. Tanda-
tanda yang dapat dilihat termasuk adanya discharge darah atau jaringan, serta
dehidrasi. Protein serum dan konsentrasi elektrolit mungkin dapat berganti, tetapi
perubahan di Hgb dan PCV hanya terjadi di hewan-hewan yang sudah terinfeksi
dengan parah.
Tiga kelompok vaksin bisa dibedakan berdasarkan karakteristik spesies
Eimeria yang termasuk di dalam produk: vaksin yang berasal dari strain hidup
virulen, vaksin yang berasal dari strain hidup yang dilemahkan, dan vaksin yang
relatif toleran terhadap penggunaan ionophores. Kelompok ketiga ini
menggabungkan efek protektif awal ionophore dengan efek protektif akhir dari
vaksinasi (Vermeulen 2001).

Taksonomi Eimeria
Taksonomi Eimeria adalah sebagai berikut:
Kingdom : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Coccidea
Ordo : Eucoccidiorida
Family : Eimeriidae
Genus : Eimeria
Spesies : Eimeria sp. (Duszinsky 2013)
Kingdom Protista mengkategorikan Eimeria sebagai eukariota uniseluler.
Filum Apicomplexa adalah kelompok organisme yang mempunyai organel yang
dikenal dengan apical complex. Eimeria masuk kelas Coccidea karena mampu
membentuk ookista, yaitu spora kecil yang resisten. Eimeria masuk family
Eimeriida karena gametnya berkembang secara independen tanpa syzygy.
6

BAB III PEMBAHASAN

Prevalensi
Prevalensi koksidiosis telah dilaporkan tertinggi terjadi pada sapi berumur
satu bulan sampai dengan satu tahun (Fraser 2006; Yakhchali dan Zareii 2008;
Rahmeto et al. 2008). Menurut Faber et al. (2002) anak sapi rentan terinfeksi
Eimeria spp. karena perkembangan sistem imun belum sempurna dibandingkan
sapi dewasa yang sudah terpapar Eimeria spp. Koksidiosis pada sapi umumnya
subklinis atau tidak terlihat gejala klinisnya. Gejala klinis yang sering timbul
misalnya diare, feses terlihat encer yang bercampur dengan darah kemudian
diikuti anemia, lemas, dehidrasi, nafsu makan berkurang dan kekurusan
(Daugschies dan Najrowski 2005). Hewan yang terinfeksi koksidiosis
produktifitas susu tidak lagi maksimal karena saluran pencernaan sudah
terganggu (Levine 1985). Hal ini memberi dampak buruk pada perekonomian
karena dapat menyebabkan kerugian jutaan dollar per tahun (Abebe et al. 2008).
Dawid et al. (2012) melaporkan bahwa prevalensi berdasarkan jenis
kelamin jantan dan betina didapatkan masing-masing sebesar 29.4% dan 20.7%.
Berbeda dengan Khan et al. (2013) melaporkan prevalensi tertinggi adalah sapi
betina sebesar 51.5% dibandingkan sapi jantan 44.5%. Sementara itu, di
Indonesia menurut Fitriastuti et al. (2011) dilaporkan bahwa sapi betina di
Indonesia sebagian besar terkena infeksi ringan koksidiosis. Variasi ini umumnya
dipengaruhi oleh keadaan fisiologis, stress, serta berhubungan dengan masa
kebuntingan dan kelahiran.

Siklus Hidup dan Transmisi


Siklus hidup Eimeria spp. secara umum terdiri atas 3 stadium, yakni
skizogoni, sporogoni dan gametogoni. Stadium skizogoni dan sporogoni
merupakan stadium aseksual, sedangkan stadium gametogoni adalah stadium
seksual. Ookista yang belum bersporulasi dikeluarkan bersama feses jika kondisi
oksigen sesuai, kelembaban tinggi dan suhu optimal sekitar 27°C nukleus
membelah diri berubah menjadi bulat untuk membentuk sporoblas. Sporoblas
akan mensekresikan bahan pembentuk dinding menjadi sporokista. Ookista
matang terdiri dari 4 sporokista dan masing-masing sporokista berisi 2 sporozoit
selanjutnya menjadi ookista bersporulasi yang merupakan stadium infektif dari
7

Eimeria spp. Jika tertelan oleh induk semang (sapi) sporozoit akan keluar dari
sporokista dan akan menembus sel epitel saluran pencernaan lalu menjadi
tropozoit. Tropozoit matang menjadi skizon melalui proses skizogoni. Skizon ini
selanjutnya akan membelah dan menghasilkan merozoit pertama, kedua, ketiga
bahkan ke empat. Merozoit yang dihasillkan akan berkembang menjadi salah
satu gamet jantan dan gamet betina. Levine (1985) menerangkan bahwa dalam
pembentukan beberapa gamet hanya sebagian kecil saja yang bertemu dan
berfertilisasi sehingga terbentuknya zigot. Kesatuan zigot dan dinding yang
mengelilinginya disebut ookista. Siklus hidup Eimeria sp dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Siklus hidup Eimeria sp.

Gambar 2 Transmisi Eimeria sp.

Patogenitas
Eimeria yang menginfeksi sapi terakhir diketahui terdapat 15 spesies
Eimeria. Namun, E. bovis dan E. zuernii yang mempunyai tingkat patogenisitas
8

paling tinggi. Kedua spesies tersebut diketahui dapat menyebabkan kematian


dan diare berdarah. Spesies lain juga dapat menimbulkan gejala klinis jika sapi
tertelan ookista dalam jumlah yang banyak yaitu E. auburnensis, E. ellipsoidalis,
dan E. alabamensis (Fraser 2006). Infeksi terjadi setelah hewan tertelan ookista
infektif. Sampai sejauh ini hanya ookista yang bersporulasi saja yang infektif dan
bila inang yang peka menelan ookista bersporulasi dalam jumlah banyak maka
akan menimbulkan gejala klinis. Kehebatan gejala klinis yang timbul tergantung
dari jumlah ookista yang tertelan, jika ookista yang tertelan banyak maka gejala
klinis yang Gambar 1. Siklus hidup Eimeria sp (Levine 1985) dalam Doviansyah
(2015) 4 ditimbulkan akan makin hebat. Menurut Mundt et al. (2005) ada atau
tidaknya gejala klinis tergantung keseimbangan antara imunitas dengan dosis
infeksi. Gejala penyakit ini dapat muncul dalam berbagai situasi disaat
keseimbangan (imunitas dan dosis infeksi) gagal terbentuk akibat kondisi yang
antara lain dipengaruhi oleh cuaca, pakan yang buruk dan stress pada hewan.
Patogenisitas koksidiosis tergantung beberapa faktor yaitu jumlah sel inang yang
rusak, jumlah merozoit dan lokasi parasit di dalam jaringan sel inang.

Diagnosis
Diagnosis koksidiosis pada ayam didasarkan pada sejarah, gejala klinis,
lesion nekropsi, pemeriksaan feses dengan metode flotasi untuk melihat ookista
koksidia dan pemeriksaan mikroskopis untuk mencari koksidia dalam jaringan.
Namun, yang paling baik dilakukan adalah dengan pemeriksaan post mortem.
Diagnose dengan pemeriksaan tinja saja dapat menimbulkan kesalahan-
kesalahan. Terdapatnya ookista yang banyak dalam telur tidak selalu
menunjukan gejala patologis yang berat karena identifikasi ookista dari berbagai
spesies koksidia ayam tidak mudah. Lokasi lesion banyak memberikan petunjuk
mengenai spesies koksidia yang terlihat. Jika lesion hemoragi yang terjadi
dipertengahan usus diduga akibat infeksi E. necatrix sedangkan jika pendarahan
terjadi di sekum diduga akibat infeksi E. tenella, yang lokasi hemoragisnya ada
pada rectum maka diduga akibat infeksi E. brunetii. Diagnosis adanya koksidiosis
tidak cukup dengan melihat ookista saja, karena ookista tidak selalu dapat
ditemukan pada usus ayam. Jika belum ada ookista perlu ditunjukan adanya
skizon yang banyak terdapat pada jaringan sub epitel yang dapat menimbulkan
patogenitas (Tampubolon 20014).
9

Pencegahan
Sanitasi lebih baik dari pada pengobatan. Menjaga agar air minum tidak
tercemar ookista koksidia, dan menurunkan tingkat stress dengan mengurangi
kepadatan kandang (Sarwono B. 2002).

Pengendalian
Ternak penderita bias disembuhkan dengan obat sulfa misalnya AS
Supermed 2-3 gram untuk diberikan 3 kali sehari melalui air minum disertai
sanitas kandang (sarwono B. 2002)
10

SIMPULAN

Eimeria termasuk parasite pada saluran pencernaan. Hospes dari parasite


ini luas, meliputi unggas, sapi, kambing, domba, anjing, dan kucing. Eimeria
memunyai tiga stadium dalam siklus hidupnya, yaitu sporogoni, skizogoni, dan
gametogami.
11

DAFTAR PUSTAKA

Abebe R, Kumesa B, Wessene A. 2008. Epidemiology of Eimeria infections in


calves in Addis Ababa and Debre Zeit Dairy Farms, Ethiopia Intern. J Appl
Res Vet Med. [Internet] [diunduh 2017 Maret 08]; 6: 24-30. Tersedia pada:
http// www.jarvm.com/articles/Vol6Iss1/Kumsa%2024-30.

Allen PC, Fetterer RH. 2002. Recent advances in biology and immunobiology of
Eimeria species and in diagnosis and control of infection with these
coccidian parasites of poultry.

Bessay M, Le Vern Y, Kerboeuf D, Yvoré P, Quéré P. (1996). Changes in


intestinal intra-epithelial and systemic T-cell subpopulations after an
Eimeria infection in chickens: Comparative study between E. acervulina
and E. tenella. Veterinary Research. 27 (4–5) : 503–514.

Campbell WC. 2008. History of the discovery of sulfaquinoxaline as a


coccidiostat. Journal of Parasitology. 94 (4) : 934-945.

Daugschies A; Najdrowski M.2005. Eimeriosis in cattle: current understanding. J.


Vet. Med. B. 52: 417–427.

Daugschies A, Najdrowsk M. 2005. Eimeriosis in cattle: current understanding. J


Vet Med. [Internet] [diunduh 2017 Maret 08]; 5(2): 417-427. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16364016.
Dawid F, Amede Y, Bekele M. 2012. Claf coccidiosis in selected dairy farms of
Dire Dawa, Eastern Ethiopia. Global Veterinaria. [Internet] [diunduh 2017
Maret 08]; 9(4): 460-464. Tersedia pada:http://vri.cz/docs/vetmed/59-6-
271.pdf.
Doviansyah, Z. (2015). Prevalensi Koksidiosis Dan Identifikasi Ookista Eimeria
Spp. Pada Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Kabupaten
Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Faber JE, Kollmann D, Heise A, Bauer C, Failing K, Burger HJ, Zahner H. 2002.
Eimeria infections in cows in the periparturient phase and their calves:
oocyst excretion and levels of specific serum and colostrum antibodies. J
Vet Parasitol. [Internet] [diunduh 2017 Maret 08]; 104(1): 1-17. Tersedia
12

pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401701006100.
Fitriastuti ER, Atikah N, Ria NM. 2011. Studi Penyakit Koksidiosis pada Sapi
Betina di 9 Provinsi di Indonesia Tahun 2011. Bogor (ID): Balai Besar
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obar Hewan

Flynn RJ. 1973. Parasites of Medical Physiology. 9th Ed. California (US) : Lange
Medical Publications.

Foreyt WJ. 1990. Coccidiosis and cryptosporidiosis in sheep and goats.


Veterinary Clinics of North America: Food Animal Practice. 6 (3) : 655 –
670.

Fraser CM. 2006. The Merck Veterinary Manual, A Hand Book of Diagnosis
Therapy and Disease Prevention and Control for Veterinarians. Ed ke-7.
Amerika Serikat (US): NIT.

Ibarra-Velarde, F. and Alcala-Canto, Y. (2007, August). Downregulation of the


goat beta-defensin-2 gene by IL-4 in caprine intestinal epithelial cells
infected with Eimeria spp. Parasitology Research. 101(3) : 613–618.

Khan MN, Rehman T, Sajid MS, Abbas RZ, Zaman MA, Sikandar A, Riaz M.
2013. Determinants influencing prevalence of coccidiosis in Pakistan
Buffaloes. Pak Vet J. [Internet] [diunduh 2015 Mei 29]; 33(3): 287-290.
Tersedia pada: http://www.pvj.com.pk/pdf-files/33_3/287-290.pdf.
Lassen B. Østergaard S. 2012. Estimation of the economical effects of Eimeria
infections in Estonian dairy herds using a stochastic model. Pre. Vet.
Med. 106 (3 – 4) : 258–265.
Levine N. 1985. Protozoologi Veteriner. Soekardono S, penerjemah; Brotowidjojo
MD, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Mundt HC, Bangoura B, Mengel H, Keidel J, Daughschies A. 2005. Control of
clinical coccidiosis of calves due to Eimeria bovis and Eimeria zuernii with
toltrazuril under field conditions. J Parasitol Res. [Internet] [diunduh 2015
Mei 29]; 97(1): 134-142. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304401714005305.
Sarwono, B. (2008). Beternak Kambing Unggul. Jakarta(ID):Niaga Swadaya.
Ruiz A, González J, Rodríguez E, Martín S, Hernández YI, Almeida R, Molina
JM. (2006). Influence of climatic and management factors on Eimeria
13

infections in goats from semiarid zones. Journal of Veterinary Medicine B.,


Infectious Diseases and Veterinary Public Health. 53 (8) : 399–402.

Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Bogor(ID): Pusat Studi Ilmu Hayati Institut
Pertanian Bogor.
Vermeulen AN, Schaap DC, Schetters PM. 2001. Control of coccidiosis in
chickens by vaccination. Veterinary Parasitology. 100(1 – 2) : 13 – 2 .

Anda mungkin juga menyukai