SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Parasitosis pada
Anjing dan Kucing Peliharaan yang Datang ke Klinik Hewan di Jakarta Utara
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
ANGGA YUKA ALTA NASUTION. Kajian parasitosis pada anjing dan kucing
peliharaan yang datang ke klinik hewan di Jakarta Utara. Dibimbing oleh UPIK
KESUMAWATI HADI dan ELOK BUDI RETNANI.
Dog and cat are domesticated animal that very close to human. The
enhancement for dog and cat ownership can be a risk for parasitic-zoonosis
diseases in human and animal, either ectoparasite or endoparasite. Several cases of
ectoparasite diseases were found on dog and cat such as Otocariasis,
Demodecosis, and Scabies, as well as endoparasitic diseases such as
Leishmaniasis, Anaplasmosis, Ehrlichiosis, Dirofilariasis, Toksocariasis,
Ancylostomiasis, and Telaziosis. This diseases can be transmitted to human that
known as parasitic-zoonosis but still considered as neglected disease.
This research aim to know the diversity, prevalence, abundance, dominated
species, and infestation degree of ectoparasites, and diverstiy and prevelance of
endoparasites on companion dog and cat. This research was conducted from July
to October 2017 at Animal Clinic in Sunter, North Jakarta. Anamnese done by
Physical Examination and parasitologic analysed used for blood, fecal and
ectoparasites integretedly on dog and cat which visited animal clinic and fulfill of
the inclusion sample criteria.
There were three species of ectoparasites, Tick (Rhipicephalus sanguineus),
Lice (Trichodectes canis), and flea (Ctenocephalides canis) 79 individual found
on dogs, and five species on cat, 3 species mites (Otodectes cynotis, Sarcoptes
scabiei, and Lynxacarus radovskyi), flea (C. felis), and lice (Felicola subrostratus).
Meanwhile, there were five species of endoparasite (Anaplasma spp, Ehrlichia
spp, Strongyloides sp., Trichuris sp., and Ancylostoma) found on dog and four
species on cat (Strongyloides sp., Isospora sp., Dirofilaria immitis, dan Toxocara
sp.). R. sanguineus was the highest abundance and dominated species of
ectoparasite on dog (77.22%, 28.31%). The highest abundance and dominated
species of ectoparasite on cat were C. Felis (42.07%, 22.27%). Ectoparasites were
found on dogs and cat with the highest infestation degree were tick (R.
sanguineus), flea (C. Felis), and lice (F. Subrostratus). Tick (R. Sanguineus)
36.67% and flea (C. Felis) 52.94% were the highest prevalance of ectoparasite
that found on dog and cat. Anaplasma spp. and Ehrlichia spp. were two species
of blood parasite with the highest prevalence on dog (23.33% of each), whereas
on cat, Strongyloides sp. (35.29%) was one of the high prevelence of
endoparasite.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN PARASITOSIS PADA ANJING DAN KUCING
PELIHARAAN YANG DATANG KE KLINIK HEWAN DI
JAKARTA UTARA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr drh Susi Soviana, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2017 ini ialah
Ektoparasit dan Endoparasit, dengan judul Kajian Parasitosis pada Anjing dan
Kucing Peliharaan yang Datang ke Klinik Hewan di Jakarta Utara.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu Prof drh Upik
Kesumawati Hadi, MS, Ph.D dan Ibu Dr drh Elok Budi Retnani, MS selaku
komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada
penulis selama pendidikan hingga penyelesaian studi. Ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr drh Susi Soviana, MS selaku Penguji Luar
Komisi, atas saran yang membangun dalam penyempurnaan tesis ini.
Ungkapan rasa terima kasih yang tinggi penulis sampaikan kepada Bapak
Prof Dr drh Singgih H. Sigit, M.Sc, Bapak Dr drh FX. Koesharto, M.Sc, Bapak Dr
drh Akhmad Arif Amin M.Sc, Bapak drh Supriyono M.Si, Bapak Ir Indrosancoyo
Adi Wirawan, MM, dan Bapak Ir Muspianto Chalidaputra yang selama ini telah
memberikan ilmunya. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Ibu Prof drh Umi
Cahyaningsih, MS, Ph.D, Bapak Dr drh Yusuf Ridwan, M.Si, Bapak drh Fajar
Satriya, MS, Ph.D, Ibu drh Risa Tiuria, MS, Ph.D, drh Fahmi, Ibu Wiwik, Pak
Hery, Pak Eman, Bu Juju, dan Bu Een. Terima kasih juga disampaikan kepada
Pimpinan dan staf Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor dan Klinik PDHB Sunter, Jakarta Utara atas izin dan
bantuan dalam penelitian ini.
Ucapan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua
orang tua tercinta (Bapak Ir. H. Tagor Mulia Nasution, MM dan Ibu Hj. Nurul
Alfiya, SE) dan Nenek tersayang (Alm. Hj. Siti Maria Ulfah dan Alm Hj. Asma
Rangkuti) yang tak henti-hentinya memanjatkan do’a, restu, dan dukungan moril
serta motivasi kepada anak-anak dan cucu-cucunya untuk melanjutkan
pendidikan. Isteriku tercinta Hj. Istianisa Akhsani Qisty SH, S.Pd, M.Pd dan
kedua anakku tersayang (Almira Violeta Isangga Nasustion dan Calfiyanisa
Magenta Isangga Nasution) serta kedua Mertua (Bapak H. Dade Syaiful Agustani
SH, MH dan Ibu Siti Umiarti Hasah Haroen, S.Pd), atas do’a, pengertian, dan
motivasinya selama penulis mengikuti pendidikan. Adik-adiku tersayang (Bram
Satria Alta Nasution, S.Ip, MM, Cahya Tri Prakasa Alta Nasution, dan Nurul
Mutiara Suwandi, SH, MH) serta seluruh keluarga atas do’a dan dukungan
morilnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada teman-teman PEK
2016 yang telah memberikan bantuan dan motivasi (Bang Alias, Mbak Dewi, Pak
Hubullah, Cio, Nia, Adi, Mirna, Isna, Zul, dan Rizal), kenangan yang tak
terlupakan selama kuliah, praktik, dan koleksi serangga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2018
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Penyakit Parasitik pada Anjing dan Kucing 3
Prevalensi Penyakit Parasitik pada Anjing dan Kucing 5
Faktor Risiko Penyakit Parasitik pada Anjing dan Kucing 7
3 METODE 8
Waktu dan Tempat Penelitian 8
Desain Penelitian 9
Metodologi 9
Pemeriksaan Darah 9
Pemeriksaan Feses 11
Pemeriksaan Ektoparasit 12
Analisis Data 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Ragam Jenis Ektoparasit pada Anjing dan Kucing 13
Kelimpahan dan Dominansi Spesies Ektoparasit pada Anjing dan Kucing 17
Derajat Infestasi Ektoparasit pada Anjing dan Kucing 19
Prevalensi Ektoparasit pada Anjing dan Kucing 21
Ragam Jenis Endoparasit pada Anjing dan Kucing 23
Prevalensi Endoparasit pada Anjing dan Kucing 24
Prevalensi infeksi dan infestasi campuran pada anjing dan kucing 25
5 SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 37
RIWAYAT HIDUP 43
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Jenis dan jumlah ektoparasit berdasarkan ras anjing di Klinik
Hewan di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017) 14
2 Jenis dan jumlah ektoparasit berdasarkan ras kucing di Klinik
Hewan di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017) 16
3 Derajat infestasi ektoparasit pada anjing di Klinik Hewan di Jakarta
Utara (Juli-Oktober 2017) 20
4 Derajat infestasi ektoparasit pada kucing di Klinik Hewan di Jakarta
Utara (Juli-Oktober 2017) 20
5 Prevalensi ektoparasit pada anjing di Klinik Hewan di Jakarta Utara
(Juli-Oktober 2017) 21
6 Prevalensi ektoparasit pada kucing di Klinik Hewan di Jakarta Utara
(Juli-Oktober 2017) 22
7 Prevalensi endoparasit pada anjing di Klinik Hewan di Jakarta Utara
(Juli-Oktober 2017) 24
8 Prevalensi endoparasit pada kucing di Klinik Hewan di Jakarta
Utara (Juli-Oktober 2017) 25
9 Prevalensi infeksi dan infestasi campuran pada anjing di Klinik
Hewan di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017) 26
10 Prevalensi infeksi dan infestasi campuran pada kucing di Klinik
Hewan di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017) 27
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Kelimpahan Nisbi (KN) dan dominansi spesies (DS) ektoparasit pada
anjing di Klinik Hewan Sunter, Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017) 18
2 Kelimpahan Nisbi (KN) dan dominansi spesies (DS) ektoparasit pada
kucing di Klinik Hewan Sunter, Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017) 19
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Analisis keragaman ektoparasit anjing dan kucing (Juli-Oktober
2017) 38
2 Ragam jenis ektoparasit yang dikoleksi dari anjing dan kucing (Juli-
Oktober 2017) 39
3 Gambar ektoparasit pada anjing 40
3 Gambar ektoparasit pada kucing 41
4 Gambar hasil kit SNAP 4DX Plus pada anjinng dan anjing yang 42
teronfestasi parasit darah
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
wilayah Cina disebabkan oleh Leishmania spp. yang berasal dari anjing. Conlan et
al. (2011) juga menyatakan bahwa Leishmaniasis pada hewan dan manusia terjadi
di wilayah Asia Tenggara.
Kejadian infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) berperan penting dalam
kesehatan masyarakat, dan masih terabaikan (neglected disease). Penyakit ini
kurang diperhatikan dan berjalan kronis tanpa menunjukkan adanya gejala klinis
yang jelas (WHO 2009, 2011). Bowman et al. (2010) melaporkan, wisatawan
yang kembali dari daerah endemis A. braziliense pada anjing dan kucing terinfeksi
Cutaneous Larval Migrans (CLM). Sementara itu, Zain et al. (2014) melaporkan
di Peninsular, Malaysia, pada tanah dan feses anjing dan kucing ditemukan telur
Nematoda (Toxocara, Ancylostoma, Trichuris) dan Isospora yang menjadi faktor
risiko zoonosis pada manusia. Fajutag dan Paller (2013) melaporkan di Los Banos,
Laguna, Filipina 43% tanah dan selanjutnya dikonfirmasi dengan ELISA pada
serum anak sekolah di sekitar arena bermain, 49% terinfeksi Toxocara sp.
Laporan prevalensi ektoparasit dan endoparasit dengan reservoir hewan
masih terbatas di wilayah Asia Tenggara dan Timur. Peningkatan jumlah anjing
dan kucing liar yang dijadikan sebagai hewan peliharaan dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan ekologi (lingkungan, distribusi dan pemanfaatan) yang
kompleks, dan peningkatan transmisi penyakit parasit zoonotik (Conlan et al.
2011). Berdasarkan uraian di atas, maka kajian ilmiah ektoparasitosis dan
endoparasitosis pada anjing dan kucing dibutuhkan untuk menentukan strategi
pengendaliannya.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi penyakit parasitik tidak hanya disebabkan oleh infeksi parasit darah,
infeksi cacing juga berperan dalam penyebab kejadian penyakit pada anjing dan
kucing. Dirofilariasis merupakan penyakit infeksi pada anjing yang menyerang
organ jantung dan umum disebut sebagai penyakit cacing jantung (Heartworm).
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Nematoda, Dirofilaria immitis dan
ditransmisikan oleh nyamuk famili Culicidae (Simon et al. 2012).
Penyakit kecacingan yang sering terjadi pada anjing dan kucing disebabkan
oleh cacing Toxocara sp.. Cacing ini termasuk kelompok Nematoda yang hidup di
saluran pencernaan dan menyebabkan Toksokariasis. Tanda-tanda klinis berupa
diare, konstipasi, muntah, batuk-batuk, dan keluar lendir dari hidung. Gejala klinis
pada anak kucing tidak terlihat jelas, karena tidak terjadinya migrasi larva ke
trakhea. Kucing dewasa yang terinfeksi Toxocara sp. terlihat pada kondisi bulu
yang terlihat kasar. Selain itu, kucing ini akan mengalami diare dan dehidrasi.
Pemeriksaan feses dengan uji apung merupakan metode untuk mendeteksi adanya
infeksi telur cacing Toxocara sp., telur berbentuk bulat, berwarna kecoklatan,
permukaannya berbintik-bintik, dan dinding luarnya sangat tebal (Estuningsih
2005).
Kejadian infeksi kecacingan yang juga dapat ditemukan pada anjing dan
kucing adalah Ankilostomiasis, yang disebabkan oleh Ancylostoma caninum dan
Ancylostoma ceylanicum (Hu et al. 2016). Ankilostomiasis menyebabkan anemia
dan kelemahan pada anjing jika berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
Anjing yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis berupa muntah, diare berdarah,
anemia, bulu kusam, dan kurang asupan nutrisi (Sivakumar 2017). Derajat
keparahan Ankilostomiasis ditentukan oleh tingkat patogenitas cacing dan jumlah
cacing yang menginfeksi terutama jumlah larva infektif.
Kejadian kecacingan yang disebabkan oleh Thelazia callipaeda termasuk
satu diantara kasus penyakit kecacingan pada hewan yang disebut Thelaziasis.
Penyakit ini dapat ditemukan pada anjing, kucing, kelinci, dan rubah. Spesies
yang umum ditemukan adalah T. callipaeda. Penyakit ini pada awalnnya
merupakan penyakit oriental (Cina, Jepang, Thailand) dan mulai menyebar sampai
ke eropa pada tahun 1989, yang merupakan cacing Nematoda yang menginfeksi
bagian mata. Thelaziasis yang disebakan oleh T. callipaeda di Hungaria dan
Bulgaria merupakan distribusi secara geografi dari negara tetangga yang
merupakan daerah endemis Thelaziasis pada manusia dan hewan (Colella et al.
2016).
Parasit zoonotik yang terjadi pada anjing dan kucing dapat berupa infestasi
ektoparasit. Infestasi ektoparasit yang disebabkan oleh tungau Demodex canis
disebut sebagai Demodekosis. Kejadian infestasi D. canis tersebar luas diseluruh
dunia, kasus penyakit ini lebih sering dijumpai pada anjing daripada kucing
(Carter 2001). Ektoparasit ini memiliki morfologi dewasa seperti cerutu, dengan
ukuran 250-300 µm x 400 µm. D. canis umumnya tinggal di bagian folikel rambut
dan kelenjar sebaceous. Siklus hidupnya di dalam tubuh inang berkisar 20-35 hari.
Sampel D. canis diperoleh melalui kerokan kulit di daerah yang terbentuk lesi.
Anjing yang terinfestasi D. canis terlihat dari hasil pemeriksaan sediaan kerokan
kulit menggunakan compound microscope. Penegakkan diagnosis infestasi D.
canis ditunjukkan dari beberapa bagian tubuh yang mengalami alopecia, adanya
bentukan eritema, dan kerak pada kulit. Gambaran klinis menunjukan adanya lesi
berupa infeksi kulit di sekitar mata, mulut, dan di bagian kaki (Sardjana 2012).
5
Kasus infestasi ektoparasit lain yang ditemukan pada anjing dan kucing
adalah Skabies, yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang juga dapat
terinfestasi pada manusia (Malik et al 2006). Tungau ini memiliki nama sesuai
dengan inang spesifiknya, S. scabiei var canis pada anjing, sedangkan pada
kucing S. scabiei var felis (Hendrix dan Robinson 2006). Tungau jantan
berukuran panjang 213-285 µm dan lebar 162-210 µm, sedangkan betina
berukuran panjang 300-504 µm dengan lebar 230-420 µm (Arlian 1989). Tungau
betina meletakkan 2-4 telur (diameter 0.10-0.15 mm) selama 4-6 minggu masa
hidupnya, telur diletakkan di stratum coerneum pada epidermis (Kraabol 2015).
Telur akan menjadi tungau dewasa dalam waktu 14-17 hari setelah telur
diletakkan (Burkhart et al. 2000).
3 METODE
Desain Penelitian
Metodologi
2 Analisis parasitologik
Penelitian ini digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi endoparasit dan
ektoparasit pada anjing dan kucing. Pemeriksaan endoparasit di dalam darah
menggunakan kit SNAP (4Dx Plus, Leishmania, dan Feline Heartworm),
pemeriksaan cacing saluran pencernaan menggunakan metode pengapungan,
pengendapan, dan Baerman-wetzel, cacing mata diperiksa dengan menggunakan
metode swab. Pemeriksaan ektoparasit dilakukan dengan membuat kerokan kulit,
swab serumen telinga, dan manual pada seluruh bagian tubuh anjing dan kucing.
Pemeriksaan Darah
Metode SNAP
Metode yang digunakan dalam mendeteksi parasit darah pada hewan
beragam jenisnya. Metode yang lebih cepat, yaitu menggunakan alat berupa PCR
dan ELISA yang bekerja secara instan (rapid) dengan prinsip pemeriksaan
menggunakan deteksi antigen atau antibodi terhadap darah pasien. Metode yang
baru dikembangkan untuk mendeteksi parasit darah yaitu menggunakan SNAP
Test Kit, yang memiliki prinsip deteksi antigen atau antibodi terhadap parasit
darah dan juga cacing jantung, yang digunakan SNAP 4Dx Plus, SNAP
Leishmania, dan SNAP Feline Heartworm.
SNAP Leishmania
Sampel darah anjing digunakan juga untuk melakukan pemeriksaan
antibodi Leishmania donovani / Leishmana infantum. Proses pemeriksaan
dengan menghomogenkan tabung kecil yang telah diisi dengan dua tetes darah
ditambah dengan enam tetes konjugat, setelah homogen dituangkan ke kit uji,
selanjutnya ditekan pada kit uji, ditunggu selama enam menit untuk
mendapatkan hasil yang terbaca pada kit uji. Hasil tes positif akan ditunjukkan
dengan munculnya dua titik selain titik kontrol positif, sedangkan hasil tes
negatif hanya memunculkan titik pada kontrol positif.
Pemeriksaan Feses
telur dan larva dari cacing Nematoda dan Trematoda, jika ditemukan juga
Cestoda dan melihat keberadaan cacing dewasa pada feses. Feses diperoleh
dengan cara melakukan koleksi, segera setelah hewan defekasi. Selanjutnya,
pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan metode pengapungan,
pengendapan, dan Baermann-Wetzel.
Teknik Pengapungan
Teknik pengapungan sederhana dilakukan untuk mengetahui adanya telur
cacing parasit saluran pencernaan secara kualitatif. Sebanyak tiga gram feses
ditimbang dan dimasukkan kedalam gelas plastik dan ditambah dua puluh
mililiter larutan pengapung. Feses dan larutan pengapung diaduk sampai
homogen, dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan teh. Hasil
penyaringan dimasukkan kedalam tabung reaksi sampai membentuk meniskus
pada bibir tabung. Cover glass diletakkan pada bagian bibir tabung reaksi dan
didiamkan selama 10-20 menit. Cover glass diangkat dan diletakkan pada
object glass untuk diperiksa menggunakan mikroskop (Hendrix dan Robinson
2006).
Teknik Pengendapan
Pemeriksaan dengan menggunakan teknik pengendapan dilakukan untuk
mengetahui adanya telur cacing Trematoda. Sampel feses ditimbang sebanyak
tiga gram dan diletakkan ke dalam gelas plastik, dilakukan penambahan seratus
mililiter air. Feses dan air dihomogenisasi, hasil homogenisasi disaring
menggunakan saringan teh dan diendapkan selama 10-20 menit. 70%
supernatan dibuang dan ditambahkan air, didiamkan selama 10-20 menit. 90%
supernatan dibuang. Hasil endapan diletakkan pada object glass dan ditambah
satu tetes methylene blue kemudian diperiksa menggunakan mikroskop
(Hendrix dan Robinson 2006).
Teknik Baermann-Wetzel
Teknik Baermann-Wetzel digunakan untuk menegetahui adanya larva
cacing Nematoda. sampel feses ditimbang sebanyak tiga gram dan diletakkan
di kain saring pada corong Baermann. Akuades hangat (±30º C) dimasukkan
ke dalam corong Baermann sampai kain penyaring terendam dan didiamkan
selama 24 jam. Setelah itu, dialirkan ke cawan petri. Hasil endapan sampel
pada cawan petri diletakkan di object glass dan ditambahkan dua tetes larutan
iodine, selanjutnya diperiksa menggunakan mikroskop (Hendrix dan Robinson
2006).
Pemeriksaan Ektoparasit
12
Analisis Data
Data hasil pemeriksaan ektoparasit dan endoparasit pada anjing dan kucing
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya, dianalisis secara deskriptif.
Prevalensi infestasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Nuchjangreed dan Somprasong (2007):
Tabel 1 Jenis dan jumlah infestasi berdasarkan ras anjing di Klinik Hewan
di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017)
Kelompok/jenis Ras anjing
Σ
ektoparasit
A B C D E F G H I J K L M
Pinjal:
Ctenocephalides canis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2
Caplak:
Rhipicephalus sanguineus 0 18 20 0 10 2 3 0 0 0 0 0 8 61
Kutu:
Trichodectes canis 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 16
Tungau:
Sarcoptes scabiei 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Demodex spp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Otodectes cynotis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 18 23 0 10 2 3 0 0 0 0 0 23 79
*A: Siberian husky, B: Shih tzu, C: Pomeranian, D: Alaskan malamute, E: Poodle, F: Golden retriever, G:
Beagle, H: Toy poodle, I: Teckel, J: Mini pincher, K: French bulldog, L: Schnauzer, M: Campuran
diakibatkan karena caplak ini bersifat kosmopolit dan setiap stadiumnya aktif
menghisap darah dan berperan sebagai vektor beberapa patogen pada anjing dan
manusia (Walker et al. 2000). Perilaku menghisap pada caplak hanya dilakukan
saat membutuhkan darah dan setelah kenyang darah caplak akan jatuh dari tubuh
inang. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitar inang merupakan
faktor pendukung keberlangsungan caplak ini. Pertumbuhan caplak yang sangat
cepat juga berperan penting terhadap tingginya infestasi di area sekitar tempat
beradanya inang. Selain itu, reproduksi caplak ini sangat cepat, daya tetas telur
yang tinggi, dan relatif bebas dari serangan predator. Penelitian di Pattaya,
Provinsi Chon Buri, Thailand, melaporkan bahwa infestasi R. sanguineus pada
anjing lebih tinggi di antara jenis ektoparasit lain (Nuchjangreed dan Somprasong
2007). R. sanguineus juga dilaporkan menjadi infestasi tertinggi pada anjing di
kota Kerman, Iran (Mirzaei et al. 2016) dan Omudu et al. (2010) melaporkan
infestasi caplak R. sanguineus merupakan infestasi ektoparasit tertinggi jika
dibandingkan ektoparsit lainnya pada anjing di kota Makurdi, Nigeria.
Infestasi caplak terjadi karena adanya kontak antara hewan sehat dengan
hewan terinfestasi caplak. Infestasi juga dapat terjadi karena hewan sehat berada
di sekitar breeding places caplak. Kemampuan caplak menemukan breeding
places dan mendeteksi keberadaan inang merupakan faktor terjadinya infestasi.
Celah dan retakan pada kandang dan lingkungan sekitarnya menjadi tempat untuk
persembunyian yang sangat disukai oleh caplak (Hadi dan Soviana 2013). Caplak
R. sanguineus bersifat endofilik dan monotopik, tetapi hal ini tidak membatasi
perkembangbiakan caplak, karena kemampuannya bertahan hidup di lingkungan
luar (Torres 2010). Caplak R. sanguineus tidak hanya ditemukan terinfestasi pada
anjing. Munaf (1986) melaporkan bahwa caplak R. sanguineus ditemukan pada
beberapa jenis hewan, seperti sapi, kambing, babi, banteng, rusa, ayam, dan
sebagian jenis satwa liar. Blagburn dan Dryden (2009) juga melaporkan bahwa
stadium pradewasa caplak R. sanguineus juga dapat terinfestasi pada rodentia dan
mamalia kecil. Sementara itu, Hopla et al. (1994) melaporkan 3 spesies caplak R.
sanguineus grup, R. sanguineus, dan R. turanicus infestasinya selain pada anjing,
ditemukan juga pada domba, dan kuda.
Pinjal Ctenocephalides felis diketahui sebagai jenis ektoparasit dengan
jumlah individu tertinggi pada kucing dalam penelitian ini (Tabel 2). Hal ini
disebabkan spesies pinjal ini bersifat kosmopolit pada kucing dan anjing serta
menjadikan kucing sebagai inang utama (Araujo et al. 1998; Akuchewich et al.
2002; Bond et al. 2007; Prior dan Stich 2014). Penelitian serupa melaporkan
bahwa jenis C. felis sebagai penyebab kerusakan kulit, lebih tinggi infestasinya
dibandingkan dengan jenis pinjal lain pada kucing peliharaan di 22 provinsi di
Spanyol (Gracia et al. 2012). Pada kucing peliharaan di Tirana, Albania hanya
infestasi pinjal C. felis yang ditemukan dengan infestasi sangat tinggi (Xhaxhiu et
al. 2009). Sementara itu, C. felis yang menjadi vektor beberapa patogen pada
kucing juga ditemukan terinfestasi sangat tinggi pada kucing di Pulau Lipari,
Sicily, Italia (Persichetti et al. 2016).
Ctenocephalides felis dan pinjal lainnya juga diketahui tersebar luas di
seluruh dunia, karena kemampuannya beradaptasi pada berbagai kondisi
lingkungan. Pinjal termasuk satu di antara jenis ektoparasit yang bersifat fakultatif.
Soviana dan Hadi (2006) menerangkan bahwa pinjal berada pada tubuh inang
ketika membutuhkan makanan. Infestasi pinjal terjadi akibat inang memproduksi
16
berbagai stimulus, berupa darah, panas tubuh, getaran, dan perubahan konsentrasi
karbon dioksida (Hendrik dan Robinson 1998; Soviana dan Hadi 2006).
Berdasarkan ras, jumlah infestasi ektoparasit tertinggi pada anjing
ditemukan pada ras campuran dan Pomeranian (masing-masing 23 individu, Tabel
1). Infestasi ini ditemukan pada 6 dari 13 ras anjing yang diteliti. Sebanyak 4 ras
anjing (Shih tzu, Pomeranian, Poodle, dan campuran) merupakan ras yang
dominan terinfestasi ektoparasit dan 2 ras (Golden retriever, Beagle) tidak
dominan. Adapun 7 ras lainnya (Siberian husky, Alaskan malamute, Toy poodle,
Teckel, Mini pincher, French bulldog, dan Schnauzer) tidak terinfestasi
ektoparasit. Penelitian serupa pada 4 daerah di kota Padang, melaporkan bahwa
anjing ras Golden retriever lebih tinggi terinfestasi ektoparasit dibandingkan
dengan anjing ras lainnya (Puri et al. 2014). Sementara itu, penelitian lain
melaporkan infestasi ektoparasit tertinggi pada anjing di Perbatasan Iran dan Iraq,
dijumpai pada anjing ras Shepherd (Bahrami et al. 2012), sedangkan di kota
Gwang-Ju, Korea, dijumpai pada ras Chihuahua (Chee et al. 2008).
Infestasi caplak R. sanguineus merupakan jenis ektoparasit yang dominan
ditemukan pada 4 ras anjing (Shih tzu, Pomeranian, Poodle, dan campuran),
diikuti oleh T. canis pada 2 ras (Pomeranian dan campuran), dan C. canis hanya
pada ras campuran. Penelitian yang dilakukan di Iran melaporkan bahwa caplak R.
sanguineus merupakan jenis ektoparasit yang dominan pada ras anjing campuran
dan terrier (Mosallanejad et al. 2012).
Penelitian di Baharkam Mabes Polri, Depok, melaporkan 8 ras anjing
(Beagle, Doberman, Dutch shepherd, German pointer, German shepherd,
Labrador, Malinois, dan Rottweilers) dominan terinfestasi caplak R. sanguineus
(Hadi et al. 2016). Infestasi caplak ini juga ditemukan pada anjing lokal di
Bubaneshwar dan Thailand (Nuchjangreed dan Somprasong 2007; Sahu et al.
2013).
Tabel 2 Jenis dan jumlah infestasi berdasarkan ras kucing di Klinik Hewan
di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017)
Ras kucing Total
Kelompok/jenis ektoparasit ektoparasit
A B C D
Pinjal:
Ctenocephalides felis 25 3 0 41 69
Caplak:
Rhipicephalus sanguineus 0 0 0 0 0
Kutu:
Felicola subrostratus 4 0 0 22 26
Tungau:
Sarcoptes scabiei 5 0 0 0 5
Demodex spp. 0 0 0 0 0
Otodectes cynotis 22 5 0 23 50
Lynxacarus radovskyi 0 0 14 0 14
Total 56 8 14 86 164
*A: Domestic Short Hair, B: Kucing lokal, C: Persian, D: Campuran
17
90
77,22
80 KN
70
Persentase (%)
60 DS
50
40
28,31
30
20,25
20
10 2,53 2,03
0,08 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0
Ctenocephalides Rhipicephalus Trichodectes canis Sarcoptes scabiei Demodex spp Otodectes cynotis
canis sanguineus
Jenis ektoparasit
Gambar 1 Kelimpahan Nisbi (KN) dan dominansi spesies (DS) ektoparasit pada anjing di Klinik
Hewan di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017)
45 42,07
40 KN
Persentase (%)
35 30,49 DS
30
25 22,27
20 17,93
15,85
15
8,54
10
4,66
5 3,05
0,00 0,00 0,18 0,00 0,00 0,50
0
Ctenocephalides Rhipicephalus Felicola spp. Sarcoptes scabiei Demodex spp Otodectes catis Lynxacarus
felis sanguineus radovskyi
Jenis ektoparasit
Gambar 2 Kelimpahan Nisbi (KN) dan dominansi spesies (DS) ektoparasit pada kucing di Klinik
Hewan di Jakarta Utara (Juli-Oktober 2017)
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat infeksi dan infestasi
campuran pada anjing dan kucing, baik endoparasit maupun ektoparasit. Infeksi
dan infestasi campuran pada anjing disajikan pada Tabel 9. Prevalensi tertinggi
ditemukan pada endo dan ektoparasit sebesar 16.66%, diikuti oleh parasit darah
sebesar 13.33%. Sementara itu, infestasi campuran ektoparasit sebesar 3.33%.
Infeksi dan infestasi campuran (parasit darah dan ektoparasit) pada anjing
memiliki prevalensi tertinggi di antara infeksi dan infestasi campuran lainnya. Hal
ini diakibatkan karena adanya infestasi ektoparasit yang berperan dalam transmisi
parasit darah Anaplasma spp. dan Ehrlichia spp., yaitu caplak R. sanguineus.
Penelitian serupa di Portugal melaporkan bahwa infeksi campuran parasit darah E.
canis dengan Anaplasma spp. pada anjing memiliki prevalensi tertinggi di antara
infeksi campuran lainnya (Cardoso et al. 2012). Sementara itu, Nikolic et al.
(2008) melaporkan prevalensi infeksi campuran tertinggi pada anjing di Belgrade,
Serbia, ditemukan pada infeksi campuran cacing T. vulpis dan Ancylostomatidae,
sebesar 11.92%. Hal ini menggambarkan bahwa infeksi dan infestasi campuran
pada anjing berbeda dari setiap daerah penelitian dan perbedaan waktu dan teknik
sampling yang digunakan.
Prevalensi infeksi campuran parasit darah pada anjing juga termasuk cukup
tinggi. Movilla et al. (2016) melaporkan bahwa infeksi campuran Anaplasma spp.
dan E. canis pada anjing di Meksiko, memiliki prevalensi tertinggi sebesar 5.86%
di antara infeksi campuran lain. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Cardoso et al.
(2012) pada anjing suspek di Portugal dengan prevalensi 3.1%.
Caplak R. sanguineus dikenal sebagai vektor beberapa penyakit parasitik
pada anjing (Gunandini 2006; Piantedosi et al. 2017). Laporan penelitian di
Indonesia, menunjukkan bahwa infeksi parasit darah Anaplasma sp. dan Ehrlichia
sp. berhubungan erat dengan infestasi caplak R. sanguineus (Hadi et al. 2016).
Hal yang sama juga dilaporkan pada anjing di Italia (Piantedosi et al. 2017).
Infeksi dan infestasi campuran pada kucing disajikan pada Tabel 10.
Prevalensi tertinggi dijumpai pada ektoparasit sebesar 29.4%), diikuti oleh infeksi
dan infestasi campuran (protozoa dan ektoparasit; cacing dan ektoparasit) masing-
masing 11.76%. Infeksi dan infestasi campuran (cacing dan protozoa; cacing dan
ektoparasit; protozoa dan ektoparasit; cacing, protozoa, dan ektoparasit) masing-
masing 5.88%.
Tingginya prevalensi infestasi campuran ektoparasit pinjal C. felis, kutu F.
subrostratus, dan tungau O. cynotis pada kucing diakibatkan karena spesies
ektoparasit ini bersifat obligat. Infestasi terjadi hanya melalui kontak fisik dengan
kucing lain yang telah terinfestasi (Carter 2011). Manajemen pemeliharaan yang
tidak baik juga menjadi faktor terjadinya infestasi ektoparasit. Kucing yang tidak
dikandangkan termasuk satu di antara faktor risiko terjadinya infestasi ektoparasit.
Grooming yang dilakukan oleh pemilik menjadi faktor yang menyebabkan
meningkatnya transmisi ektoparasit melalui kontak dengan hewan lain.
Prevalensi infeksi dan infestasi campuran (protozoa dan ektoparasit; cacing
dan ektoparasit) termasuk tinggi. Hal ini diakibatkan karena kurangnya perhatian
pemilik terhadap kucing peliharaannya. Beugnet et al. (2014) melaporkan bahwa
prevalensi infeksi dan infestasi campuran (cacing dan ektoparasit) sebesar 11.9%.
Simpulan
Saran
Abarca K, Gárate D, López J, Jamett AG. 2016. Flea and ticks species from dogs
in urban and rural areas in four districts in Chile. Archivos de Medicina
Veterinaria. 48(2):247-253.
Agbolade OM, Soetan EO, Awesu A, Ojo JA, Somoye OJ, Raufu DT. 2008.
Ectoparasites of domestic dogs in some Ijebu Communities, Southwest
Nigeria. World Applied Sciences Journal. 3(6):916-920.
Akucewich LH, Philman K, Clark A, Gillespie J, Kunkle G, Nicklin CF, Greiner
EC. 2002. Prevalence of ectoparasites in a population of feral cats from
North Central Florida during the summer. Veterinary Parasitology. 109(1-
2):129-39.
Alho AM, Lima C, Latrofa MS, Colella V, Ravagnan S, Capelli G, Otranto D.
2017. Molecular detection of vector-borne pathogens in dogs and cats from
Qatar. Parasites & Vectors. 10(1):1-5.
Al-Aredhi HS. 2015. Prevalence of gastrointestinal parasites in domestic cats
(Felis catus) in Al-Diwaniya Province Iraq. International Journal of
Current Microbiology and Applied Sciences. 4(5):166-171.
Araujo FR, Silva MP, Lopes AA, Ribeiro OC, Pires PP, Carvalho CM, Balbuena
CB, Villas AA, Ramos JK. 1998. Severe cat flea infestation of dairy calves
in Brazil. Veterinary Parasitology. 80(1):83-86.
Arlian LG. 1989. Biology, host relations, and epidemiology of Sarcoptes
scabiei. Annual Review of Entomology. 34(1):139-159.
Assady M, Nazzaruddin, Alia D, Hamdani, Aisyah S, Rosmaidar. 2016.
Prevalensi dirofilariasis pada anjing lokal (Canis domestica) di Kecamatan
Lhoknga Aceh Besar secara patologi anatomis. Jurnal Medika
Veterinaria. 10(2):109-111.
Ashford RW. 2000. The leishmaniases as emerging and reemerging
zoonoses. International Journal for Parasitology. 30(12):1269-1281.
30
Bahrami AM, Doosti A, Ahmady AS. 2012. Cat and dogs ectoparasite infestations
in Iran and Iraq boarder line area. World Applied Sciences Journal.
18(7):884-889.
Beriajaya. 2005. Peranan vektor sebagai penular penyakit zoonosis. Indonesian
Bulletin of Animal and Veterinary Sciences. 16(1):275-288.
Beugnet F, Bourdeau P, Monfray CK, Cozma V, Farkas R, Guillot J. 2014.
Parasites of domestic owned cats in Europe: co-infestations and risk
factors. Parasites & Vectors. 7(1):291-312.
Bengi WTM, Erina, Darniati. 2017. Isolasi dan identifikasi Pseudomonas
aeruginosa pada kasus ear mites kucing domestik (Felis domesticus) di
Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner.
1(2):161-168.
Blagburn BL, Dryden MW. 2000. Biology, treatment, and control of flea and tick
infestations. Atlas Pfizer de Parasitologia Clinica Veterinaria. 39:1173-
1200.
Bond R, Riddle A, Mottram L, Beugnet F, Stevenson R. 2007. Survey of flea
infestation in dogs and cats in the United Kingdom during 2005. Veterinary
Record. 160:503-506.
Bowman DD, Montgomery SP, Zajac AM, Eberhard ML, Kazacos KR. 2010.
Hookworms of dogs and cats as agents of cutaneous larva migrans. Trends
in Parasitology. 26(4):162-167.
Brown JG, Gilmore P, Colella V, Moss L, Dixon C, Andrews M, Otranto D. 2017.
Three cases of imported eyeworm infection in dogs: a new threat for the
United Kingdom. Veterinary Record. 181(13):346-346.
Campos DR, Oliveira LC, Siqueira DFD, Perin LR, Campos NC, Aptekmann KP,
Martins IVF. 2016. Prevalence and risk factors associated with
endoparasitosis of dogs and cats in Espírito Santo, Brazil. Acta
Parasitologica. 61(3):544-548.doi: 10.1515/ap-2016-0072.
Campos R, Santos M, Tunon G, Cunha L, Magalhães L, Moraes J, Ramalho D,
Lima S, Pacheco JA, Lipscomb M, de Jesus AR, de Almeida RP. 2017.
Epidemiological aspects and spatial distribution of human and canine
visceral leishmaniasis in an endemic area in northeastern Brazil. Geospatial
Health. 12(503):67-73.
Cardoso L, Mendão C, de Carvalho LM. 2012. Prevalence of Dirofilaria immitis,
Ehrlichia canis, Borrelia burgdorferi sensu lato, Anaplasma spp. and
Leishmania infantum in apparently healthy and CVBD suspect dogs in
Portugal a national serological study. Parasites & Vectors. 5(1):62.
Carter GR, Tech V. 2001. External Parasitic Diseases of Dogs and Cats. Infection.
A Concise Guide to Infectious and Parasitic Diseases of Dogs and Cats.
Ithaca, New York (US): International Veterinary Information Service
(www.ivis.org).
[CFSPH] Center For Food Security and Public Health. 2013. Ehrlichiosis and
Anaplasmosis: Zoonotic Species. Iowa State University Collage of
Veterinary Medicine. [Internet]. [2017 November 13]. Diakses dari:
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/ehrlichiosis.pdf.
Chee JH, Kwon JK, Cho HS, Cho KO, Lee YJ, El-Aty AMA, Shin SS. 2008. A
Survey of ectoparasite infestations in stray dogs of Gwang-ju City, Republic
of Korea. The Korean Journal of Parasitology. 46(1):23-27.
31
Chen J, Xu MJ, Zhou DH, Song HQ, Wang CR, Zhu XQ. 2012. Canine and feline
parasitic zoonoses in China. Parasites & Vectors. 5(1):1-8.
Changbunjong T, Sangkachai N, Tangsudjai S. 2011. First report of
Ctenocephalides felis felis on the asiatic golden cat, catopuma temminckii in
Thailand. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public
Health. 42(3):539-541
Coelho WMD, Amarante AFTD, Apolinário JDC, Coelho NMD, Bresciani KDS.
2011. Occurrence of Ancylostoma in dogs, cats and public places from
Andradina city, São Paulo state, Brazil. Revista do Instituto de Medicina
Tropical de São Paulo. 53(4):181-184.
Conlan JV, Sripa B, Attwood S, Newton PN. 2011. A review of parasitic
zoonoses in a changing Southeast Asia. Veterinary Parasitology. 182(1):22-
40.
Colella V, Kirkova Z, Fok É, Mihalca AD, Tasić OS, Hodžić A, Otranto D.
2016. Increase in eyeworm infections in Eastern Europe. Emerging
Infectious Diseases. 22(8):1513-1515.
Degi J, Cristina RT, Codreanu M. 2010. Researches regarding the incidency of
infestation with Otodectes cynotis in cats. Scientific Works. LVI(3-4):84-92.
Erwanas AI, Chandrawathani P, Premaalatha B, Zaini CM, Lily RMH, Jamnah O,
Kumutha M, Norashikin MS, Norazura AH, Niny FJ, et al. 2014. Parasitic
infections found in pet and stray dogs in Ipoh, Malaysia. Malaysian Journal
of Veterinary Research. 5(1):27-34.
Erawan IGMK, Sumardika IW, Pemayun IGAGP, Ardana IBK. 2017. Laporan
kasus: Ehrlichiosis pada anjing kintamani Bali. Indonesia Medicus
Veterinus. 6(1):68-74.
Estuningsih SE. 2005. Toxocariasis pada hewan dan bahayanya pada
manusia. Warta Zoa. 15(3):136-142.
Fajutag AJM, Paller VGV. 2013. Toxocara egg soil contamination and its
seroprevalence among public school children in Los Baños, Laguna,
Philippines. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public
Health. 44(4):552-560.
Farkas R, Gyurkovsky M, Solymos N, Beugnet F. 2009. Prevalence of flea
infestation in dogs and cats in Hungary combined with a survey of owner
awareness. Medical and Veterinary Entomology. 23:187-194.
Gracia MJ, Calvete C, Estrada R, Castillo JA, Peribáñez MA, Lucientes J. 2012.
Survey of flea infestation in cats in Spain. Medical and Veterinary
Entomology. 27(2):175-180.
Gunandini DJ. 2006. Caplak dan Sengkenit. Di dalam: Sigit SH, Hadi UK, Editor.
Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian.
Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): IPB Press.
Guerin PJ, Olliaro P, Sundar S, Boelaert M, Croft SL, Desjeux P, Bryceson AD.
2002. Visceral leishmaniasis: current status of control, diagnosis and
treatment, and a proposed research and development agenda. The Lancet
Infectious Diseases. 2(8):494-501.
Hadi UK, Rusli VL. 2006. Infestasi caplak anjing Rhipicephalus sanguineus
(Parasitiformes: Ixodidae) di daerah Kota Bogor. Jurnal Medis Veteriner
Indonesia. 10(2):55-60.
32
Kumsa BE, Mekonnen S. 2011. Ixodid ticks, fleas and lice infesting dogs and cats
in Hawassa, Southern Ethiopia. Onderstepoort Journal of Veterinary
Research. 78(1):1-4. doi:10.4102/ojvr.v78i1.326.
Lau SF, Dolah RN, Mohammed K, Watanabe M, Rani AP. 2017. Canine vector
borne diseases of zoonotic concern in three dog shelters in Peninsular
Malaysia: The importance of preventive measures. Tropical
Biomedicine. 34(1):72-79.
Lin R, Li X, Lan C, Yu S, Kawanaka M. 2005. Investigation on the
epidemiological factors of Clonorchis sinensis infection in an area of South
China. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public
Health. 36(5):1114-1117.
Little SE. 2010. Ehrlichiosis and anaplasmosis in dogs and cats. Veterinary clinics
of North America: Small Animal Practice. 40(6):1121-1140.
Maia C, Catarino AL, Almeida B, Ramos, C, Campino L, Cardoso L. 2014.
Emergence of Thelazia callipaeda infection in dogs and cats from East‐
Central Portugal. Transboundary and Emerging Diseases. 63(4):416-421.
Malik R, Stewart KM, Sousa CA, Krockenberger MB, Pope S, Ihrke P, Beatty J,
Barrs VRD, Walton S. 2006. Crusted scabies (sarcoptic mange) in four cats
due to Sarcoptes scabiei infestation. Journal of Feline Medicine and
Surgery. 8(5):327-339.
Manurung RS, Siahaan L. 2013. Infeksi Toxocara sp. pada hewan peliharaan di
Kelurahan Padang tahun 2012. e-jurnal Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 1(1):1-3.
Mateescu R, Tudor P, Mateescu C. 2012. Study concerning ectoparasites
infestation in dogs and cats in the Târgovişte-Dâmboviţa Area. Scientific
Works. C Series. Veterinary Medicine. 58(4):262-271.
Meijer C, Massar R. 2012. Prevalence and awareness of zoonotic parasites of
dogs on Curaçao. Faculty of Veterinary Medicine, Utrecht University.
Mirzaei M, Khovand H, Akhtardanesh B. 2016. Prevalence of ectoparasites in
owned dogs in Kerman City, Southeast of Iran. Journal of Parasitic
Diseases. 40(2):454-458.
Milanjeet SH, Singh NK, Singh ND, Singh C, Rath SS. 2014. Molecular
prevalence and risk factors for the occurrence of canine monocytic
Ehrlichiosis. Veterinarni Medicina. 59(3):129-136.
Mircean V, Titilincu A, Vasile C. 2010. Prevalence of endoparasites in household
cat (Felis catus) populations from Transylvania (Romania) and association
with risk factors. Veterinary Parasitology. 171:163–166.
Mosallanejad B, Alborzi AR, Katvandi N. 2012. A survey on ectoparasite
infestations in companion dogs of Ahvaz District, South West of
Iran. Journal of Arthropod-Borne Diseases. 6(1):70-78.
Movilla R, García C, Siebert S, Roura X. 2016. Countrywide serological
evaluation of canine prevalence for Anaplasma spp., Borrelia burgdorferi
(sensu lato), Dirofilaria immitis and Ehrlichia canis in Mexico. Parasites &
Vectors. 9(1):421.
Moskvina TV, Zheleznova LV. 2016. A survey on endoparasites and ectoparasites
in domestic dogs and cats in Vladivostok, Russia. Veterinary Parasitology:
Regional Studies and Reports. 1:31-34.
34
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Analisis keanekaragaman jenis ektoparasit pada anjing peliharaan di Jakarta (Juli-Oktober 2017)
Jml
Jumlah tiap
pengamatan
jenis Jml KN Pi x
Kelompok ektoparasit ditemukannya FS DS Pi lnPi
ektoparasit pengamatan (%) lnPi
tiap jenis
(Ni)
ektoparasit
Pinjal:
Ctenocephalides canis 2 30 1 2.53 0.03 0.08 0.03 -3.68 -0.09
Caplak:
Rhipicephalus sanguineus 61 30 11 77.22 0.37 28.31 0.77 -0.26 -0.20
Kutu:
Trichodectes canis 16 30 3 20.25 0.10 2.03 0.20 -1.60 -0.32
Tungau:
Sarcoptes scabiei 0 30 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Demodex spp. 0 30 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Otodectes cynotis 0 30 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 79 H' 0.62
39
Lampiran 2 Analisis keanekaragaman jenis ektoparasit pada kucing peliharaan di Jakarta (Juli-Oktober 2017)
Jml
Jumlah tiap
pengamatan
jenis Jml Pi x
Kelompok/jenis ektoparasit ditemukannya KN (%) FS DS Pi lnPi
ektoparasit pengamatan lnPi
tiap jenis
(Ni)
ektoparasit
Pinjal:
Ctenocephalides felis 69 17 9 42.07 0.53 22.27 0.42 -0.87 -0.36
Caplak:
Rhipicephalus sanguineus 0 17 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kutu:
Felicola spp. 26 17 5 15.85 0.29 4.66 0.16 -1.84 -0.29
Tungau:
Sarcoptes scabiei 5 17 1 3.05 0.06 0.18 0.03 -3.49 -0.11
Demodex spp 0 17 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Otodectes catis 50 17 10 30.49 0.59 17.93 0.30 -1.19 -0.36
Lynxacarus radovskyi 14 17 1 8.54 0.06 0.50 0.09 -2.46 -0.21
Total 164 H' 1.33
40
Lampiran 5 Gambar hasil kit SNAP 4DX Plus dan Anjing yang terinfestasi
parasit darah
RIWAYAT HIDUP