Anda di halaman 1dari 23

1.

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Populasi anjing dan kucing peliharaan dapat menimbulkan berbagai
permasalahan diantaranya adalah meningkatnya kontaminasi lingkungan oleh
telur cacing dan larva yang berasal dari feses Tumpukan feses adalah jalan
utama penyebaran infeksi cacing dan dapat ditularkan ke manusia yang hidup
berdampingan dengan anjing tersebut (bersifat zoonosis) (Rianto, 2011).
Anjing dan kucing merupakan hewan sosial sama seperti halnya manusia.
Kedekatan pola perilaku anjing dengan manusia menjadikan anjing bisa
dilatih, diajak bermain, tinggal bersama manusia, dan diajak bersosialiasi
dengan manusia dan anjing yang lain (Budiana, 2008).
Giardiasis merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia
maupun hewan. Giardia intestinalis dapat ditemukan pada kotoran manusia,
anjing, kucing ataupun primata. Individu yang terkontaminasi sedangkan tidak
langsung melalui air dan makanan yang terkontaminasi oleh feses manusia
maupun hewan dan makanan yang mengandung kista Giardia intestinalis
(Hanevik et al. 2007). Parasit protozoa saluran pencernaan yang paling sering
ditemukan pada kucing adalah Giardia felis, Cryptosporadium felis,
Sarcocystis spp, Hammondia hamondi, Toxoplasma gondii, dan Isospora spp
(Dwinata, 2014). Protozoa yang bersifat parasit menjadi perhatian dan banyak
diteliti. Beberapa hal yang bisa dilihat secara in vitro adalah kebutuhan nutrisi,
stadium pertumbuhan, substansi toksin yang disekresi dan hal fisiologi
lainnya yang dapat dilihat dari hubungan parasit dengan inangnya.
Kista dan ookista tidak hanya tetap infektif untuk waktu yang lama di
lingkungan, tetapi juga tahan terhadap proses pengobatan konvensional, dan
merupakan masalah yang serius bagi penderita (Lobo et al., 2009). Parasit
saluran pencernaan adalah salah satu masalah umum pada kucing dengan
tingkat prevalensi 45 % Diare pada anak sapi disebabkan oleh banyak agen
patogen: bakteri, virus dan protozoa, selain itu disebakan oleh manajemen

1
perubahan pakan. Beberapa agen patogen tersebut merupakan agen zoonosis
seperti Salmonella spp. Escherichia coli eneropatogenik tipe tertentu,
Cryptosporidium spp.dan Giardia spp (chotiah, 2006).
Metronidazol adalah antibiotik dan antiprotozoa yang umum
digunakan pada kucing, efektif dalam mengobati bakteri anaerob dan infeksi
protozoa. Hal ini paling sering digunakan untuk mengobati infeksi anaerob
dan giardiasis dengan hasil pemeriksaan klinis yang baik, hal ini juga
digunakan pada dosis yang lebih rendah dalam pengobatan enteritis kucing
(Simpson, et al 2009). Fenbendazole berkhasiat untuk mengobati penyakit
giardiasis pada anjing yang mengalami infeksi alami giardia sp. Administrasi
obat albendazole, fenbendazole, furazolidone dan metronidazole dapat pula
digunakan untuk vaksin giardia misalkan imunotheraphy, dapat digunakan
untuk kucing (Stokol et al., 1997).
1.2 TUJUAN
a. Untuk mengetahui gambaran klinis penyakit giardiasis (etiologi, gejala
klinis, dan diagnosa).
b. Untuk mengetahui pengobatan penyakit giardiasis
1.3 MASALAH
a. Bagaimana gambaran klinis penyakit giardiasis (etiologi, gejala klins, dan
diagnosa)?
b. Bagaimana pengobatan penyakit giardiasis?

2
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAMBARAN KLINIS PENYAKIT GIARDIASIS


Giardiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Giardia spp. filum protozoa
sarcomastigophora dan keluarga Mastigophora. Giardiasis adalah infeksi protozoa
yang memiliki flagel pada usus menyebabkan diare usus terutama mempengaruhi
duodenum pada anjing dan kucing (Ballweber et al., 2010; Gruffydd- Jones et al.,
2013). Giardia spp. akan menyebabkan kerusakan di duodenum dan trofozoit akan
menempel pada epitel vili dan menyebabkan iritasi dan merusak mukosa, terjadi
atrofi pada vili dan peluruhan akhirnya menyebabkan peningkatan proliferasi sel cryp
(Capri et al., 2013; Riggio et al., 2013).
Giardia spp. terjadi dalam dua bentuk, trofozoit dan kista. trofozoit memiliki
anterior yang luas dan datar dengan 4 pasang flagella sementara kista adalah telur
yang berbentuk bulat dan memiliki dinding tebal dengan 4 inti dalam kista. Giardia
spp. dapat ditularkan melalui konsumsi dan dapat ditularkan melalui air. Setelah
konsumsi dari Giardia spp. Kista melepaskan dua tropozoit dan menginduksi asam
lambung dan paparan enzim pankreas dalam, akan cepat melekat pada epitel vili
duodenum. pada kucing dan anjing yang memiliki infeksi Giardiasis tanda-tanda
diare kehijauan dan lendir dan berbau busuk (Gruffydd-Jones et al., 2013; Tysnes et
al., 2015). Gejala klinis : tidak menimbulkan diare yang parah untuk kasus yang
baru, hewan dengan umur kurang dari satu tahun rentan terkena, kebanyakan hewan
memperlihatkan gejala klinis diare dengan feses yang encer, berminyak dan berlendir.
Adanya kista yang ditemukan pada feses. Kulit kering dan rambut rontok akibat
defisiensi absorpsi lemak dan vitamin. Pertumbuhan yang terhambat pada hewan
muda, perut kembung dan terjadi malabsorpsi (Fayer, 2006).
Penularan giardia dapat terjadi melalui transmisi dari hewan ke manusia
seperti tikus, domba, sapi, anjing dan burung yang terinfeksi oleh Giardia intestinalis
(Fiechter et al., 2012). Giardia bersifat zoonotic, artinya jika anjing peliharaan
memiliki giardia atau salah seorang anggota keluarga manusia memilikinya, maka

3
seluruh anggota keluarga lainnya, baik manusia dan hewan peliharaan, bisa terinfeksi.
Seekor anjing bisa terinfeksi giardia saat menelan kista terinfeksi yang terdapat pada
kotoran/feses hewan lain. Kontaminasi dapat terjadi secara langsung atau tidak
langsung melalui kontak dengan kista yang terinfeksi. Rute yang paling umum adalah
melalui air yang telah terkontaminasi dengan feses. Parasit giardia lebih memilih
lingkungan yang lembab dan dingin (Inpankaw et al, 2007, Salb et al, 2008).
Ada beberapa mekanisme yang diusulkan dari penyakit ini yaitu melibatkan
kedua faktor mukosa dan lumen yang ditunjukkan dengan gejala sakit perut, diare,
dan gejala-gejala malabsorpsi (Anonim, 2016). Tanda-tanda umum anjing diare :
1. Frekuensi defekasi meningkat.
2. Nafsu makan berkurang.
3. Feses menjadi sangat cair atau encer, dalam keadaan kronis biasanya disertai darah
atau lendir.
4. Tampak sangat lemah akibat dehidrasi, keadaan ini akan tambah parah jika terus
dibiarkan. (Schenker 2014).

Gambar 1 anjing mengalami giardiasis


2.2. DIAGNOSIS
Menentukan penyebab suatu penyakit apakah disebabkan oleh protozoa
sangat ditentukan oleh tersedianya spesimen berupa feses. Kesulitan tidak segeranya
ditentukan penyebab penyakit protozoa karena penyakit tersebut tidak memiliki

4
gejala yang bersifat patognomonik (Subronto, 2006). ). Uji yang dilakukan untuk
mengetahui parasit tersebut adalah uji apung metode whitlock dengan prinsip
menemukan dan menghitung telur/ookista protozoa yang mengapung dalam kamar
hitung whitlock (Sumbodo, 2014). Gunakan ZnSO4 untuk flotasi feses (sentrifugal):
feses akan tenggelam setelah 1 jam, kista akan mengerut. Kebanyakan larutan gula
dan garam mendistorsi kista. Smear langsung pada feses yang segar, untuk observasi
tropozoit dan diagnosa sensitifitasnya rendah. Pewarnaan slide diteteskan dengan
lugol-iodine untuk melihat struktur morfologi. Pemeriksaan kista giardia lebih banyak
ditemukan pada pemeriksaan feses karena kista giardia dekeluarkan melalui feses
(Fayer, 2006)

5
Gambar B adalah kista giardia spp, dengan adanya 4 inti dalam kista, gambar A dan
Gambar C hanya perbedaan anatra kista giardia dengan kista dari parasite lain.

2.3 PENGOBATAN
a. Jenis Pengobatan
Pengobatan yang paling sering digunakan untuk kasus giardiasis adalah
penggunaan metronidazole. Metronidazole akan membasmi Giardia lebih dari 85%,
tetapi sering menimbulkan efek samping pada traktus digestivus seperti mual, pusing
dan sakit kepala, di Amerika, obat ini tidak digunakan sebagai alternative untuk
mengobati giardiasis. Penggunaan 1 obat dapat mengontrol diare, dan penggunaan 2

6
obat dapat menghilangkan indikasinya (Scorza, 2010). Metronidazol adalah antibiotik
yang umum digunakan pada kucing, efektif dalam mengobati bakteri anaerob dan
infeksi protozoa. Hal ini paling sering digunakan untuk mengobati infeksi anaerob
dan giardiasis dengan hasil pemeriksaan klinis yang baik, hal ini juga digunakan pada
dosis yang lebih rendah dalam pengobatan enteritis pada kucing (Simpson, et al
2009). Penelitian telah dilakukan di U.S pada periode 3 bulan sebelum treatment pada
penelitian tersebut semua kucing yang positif mengandung kista untuk Giardia sp
dua dari empat sampel feses diuji; sebagian besar kucing yang positif dalam empat
sampel feses tersebut. Semua kucing dalam penelitian ini positif untuk kista Giardia
dalam waktu 1 minggu dan diberikan metronidazol. Gejala klinis yang ditimbulkan
akibat toksisitas obat tersebut adalah gangguan saraf, lethargy, anorexia, vomit dan
diare. Dan pada salah satu kucing tidak terdeteksi kista giardia, sp setelah pengobatan
(Caylor dan Cassimatis, 2001)

Gambar 3 Metronidazole
Fenbendazole berkhasiat untuk mengobati penyakit giardiasis pada anjing
yang mengalami infeksi alami giardia sp. Administrasi obat albendazole,
fenbendazole, furazolidone dan metronidazole dapat pula digunakan untuk vaksin
giardia misalkan imunotheraphy, semua dapat digunakan untuk kucing, (Stokol et al.,
1997). Fenbendazole aman digunakan pada kucing dewasa, tidak bunting, dosis
maksimum diberikan 5 kali pemberian (Schwartz et al.,2010).
Fenbendazole adalah obat antiparasit yang dapat membunuh beberapa cacing
pada usus dan bisa membantu mengontrol giardia. Obat ini bisa digunakan sendirian
atau dengan metronidazole, Fenbendazole umumnya aman dan efektif pada anjing

7
dan kucing bila diberikan dengan dosis 50 mg / kg PO q24h selama 3 hari. Selain itu,
pengobatan dengan kombinasi obat juga dapat dilakukan (misalnya quinacrine dan
metronidazole). Setelah melakukan pengobatan, sebaiknya anjing kembali dites untuk
mengetahui apakah masih ada giardia yang tersisa atau sudah benar-benar hilang. Dr.
Karen Becker (situs healthypets.mercola.com) menyarankan dilakukan tes feses pada
bulan ke 3 sampai 4 pertama setelah pengobatan selesai (scorza, 2010)

Gambar 4. Fenbendazole

Pektin digunakan untuk membantu penyerapan dalam lumen usus dan


membentuk asam galacturonic yang akan menurunkan tingkat pH dalam usus dan
pektin juga bisa bertindak sebagai penyerap yang dapat menyerap seluruh toksin
dalam usus (Hsu, 2013). Kaolin / pektin diperkirakan memiliki adsorben dan kualitas
pelindung. Bakteri dan racun yang diserap dalam usus dan tindakan suspensi dapat
melindungi peradangan pada mukosa GI. Komponen pektin, dengan membentuk
asam galacturonic, telah ditunjukkan untuk menurunkan pH dalam lumen usus.
Dalam bberapa penelitian dapat digunakan untuk diare nonspesifik akut, menurunkan
fluiditas feses sehingga feses yang encer akan kembali normal, namun frekuensi
buang air, kadar air, dan berat tidak diberubah (Plumb, 2008).
b. Lama Pengobatan
Pada kasus giardiasis harus diberikan obat giardiasis secara tepat, baik dosis
maupun aturan pakai. Pemberian dosis dan lama pengobatan ditentukan dengan

8
tingkat keparahan dari giardiasis (Subronto, 2006). Pengobatan metronidazole selama
5-7 hari, Pemberian metronidazole untuk jangka lebih dari 7 hari hendaknya disertai
dengan pemeriksaan leukosit secara berkala, terutama pada pasien usia muda dan
pasien daya tahan tubuh rendah (Lappin, 2006). Lama pengobatan untuk obat
fenbendazole selama 3-7hari (Foster, 2007). Penggunaan pectin dapat diberikan
selama 5 hari (Plumb, 2008)
C. Tata Laksana Obat
Nama obat : Metronidazole
Indikasi : Giardiasis, penyakit giardiasis disebabkan oleh protozoa dan
metronidazole adalah obat antibiotic dan antiprotozoal dapat menghancurkan
parasit dalam waktu 24 jam, tropozoit giardia intestinal juga dipengaruhi langsung.
Enteritis, infeksi bakteri anaerob dan clostridium adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, metronidazol membunuh organisme target dengan menginduksi
pembentukan intermediet reaktif dalam organisme ini, mengakibatkan
terganggunya DNA hal ini mengganggu efek pada mikroorganisme tersebut
(Simpson, et al 2009). Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan
menghambat sintesa asam nukleat. Obat ini telah digunakan secara luas dalam
pengobatan Giardia pada anjing dan kucing. Hal ini juga digunakan secara klinis
pada hewan kecil untuk pengobatan parasit lainnya (Trichomonas dan Balantidium
coli) untuk mengobati enterik dan infeksi bakteri anaerob sistemik. Pada kuda,
metronidazole telah digunakan secara klinis untuk pengobatan infeksi anaerob
(Plumbs, 2008). Metronidazole adalah obat antibakteri yang efektif untuk saluran
pencernaan dan efeknya lebih jelas pada jaringan karena sebagian besar
metronidazole mengalami penyerapan di usus halus (Gunawan, 2012).
Kontra indikasi : Metronidazol merupakan kontraindikasi pada hewan
hipersensitifitas terhadap obat atau Nitroimidazole derivatif. Hewan bunting atau
menyusui, metronidazol harus digunakan dengan hati-hati pada hewan dengan
disfungsi hati. Jika obat harus digunakan pada hewan dengan gangguan fungsi
hati, pertimbangkan untuk menggunakan hanya 25 - 50% dari dosis biasa (Plumb,

9
2008). Diskrasia darah, metronidazole adalah golongan nitramidazol, dimana obat
ini dapat menyebabkan penyakit pada darah apabila diberikan dengan waktu lebih
dari 7 hari (Gunawan, 2012),
Dosis: 15 25 mg/kg PO q12 24h selama 5 7 hari (Lappin 2006b)
Dosis pemberian: Dp= Da x BB
Rute : Peroral dan injeksi. Penelitian telah dilakukan di U.S, bahwa efek yang
ditimbulkan setelah pemberian oral bervariasi untuk setiap kucing, namun
sebagian besar kucing memperlihatkan efek terapi setelah 1 jam pemberian secara
oral (Simpson, et al 2009).
Frekuensi: selama 12 jam 24 jam atau sekali sampai dua kali pemberian dalam
sehari (Lappin, 2006)
Sediaan : Tablet 250mg dan 500mg, kapsul 375mg, injeksi 5mg/ml (100ml)
(Lappin, 2006)
Nama Paten: flagil, helidac
Catatan: merupakan turunan dari obat nitromidazol

Tata Laksana: Obat


Nama Obat: Fenbendazole
Indikasi : Penyakit Giardiasis disebabkan oleh protozoa dan fenbendazole adalah
obat antiparasit spektrum luas memiliki aktivitas terhadap berbagai parasit internal
patogen mekanisme kerjanya diyakini karena mengganggu sistem transportasi
mikrotubular intraseluler dengan mengikat secara selektif dan merusak tubulin,
mencegah polimerisasi tubulin, dan menghambat pembentukan mikrotubulus.
Benzimidazole juga bertindak dengan konsentrasi lebih tinggi untuk mengganggu
jalur metabolisme dalam cacing, dan menghambat enzim metabolik, termasuk
dehidrogenase malat dan fumarat reduktase (Plumb, 2008).
Kontra indikasi : Reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh antigen apabila
diberikan pada dosis maksimum, namun jika diberikan dengan dosis biasa maka

10
tidak akan menimbulkan efek samping. Tidak dapat digunakan oleh kuda untuk
pengobatan infeksi parasit karena hanya 0,007-0,11 zat aktif seperti oxfendazole
yang dapat diserap dan dimetabolisme setelah pemberian oral (Plumb, 2008)
Dosis : Fenbendazole umumnya aman dan efektif pada anjing dan
kucing bila diberikan dengan 50 mg/kg PO q 24 h atau sekali sehari selama 3 hari,
dapat juga digunakan 25 mg/kg PO q12h atau dua kali sehari selama 3 7 hari.
Kebanyakan kasus dengan dosis tunggal mengakibatkan obat ini tidak efektif, dan
perlu diberikan untuk beberapa hari berturut-turut, jika pemberiannya terlewatkan
sehari maka jangan berikan dosis 2 kali sekaligus (Foster dan Smith, 2007).
Dosis pemberian : Dp= Da x berat badan.
Rute : PO
Frekuensi : Dosis 50mg frekuensinya 24 jam sekali atau sekali sehari, jika
menggunakan dosis 25mg/kg maka frekuensinya 12 jam atau dua kali sehari
(Vasilopulos 2006)..
Sediaan : padat, 250mg/ml fenbendazole
Nama paten: Panacur
Catatan: Golongan obat benzimdazoles

Tata Laksana Obat


Indikasi: Diare, pectin adalah adsorben untuk pengobatan diare dan racun pada
GI, kaolin / pektin digunakan terutama dalam kedokteran hewan sebagai agen anti-
diare oral (Plumb, 2008).
Kontra Indikasi: Tidak ada kontraindikasi yang bahaya untuk terapi kaolin /
pektin, selama masih dalam dosis biasa, tetapi seharusnya tidak digunakan untuk
mengendalikan diare parah yang berdarah karena kaolin/pektin tidak dapat
menggantikan cairan / elektrolit, pectin hanya membantu untuk penyerapan dalam
usus serta menyerap semua tiksin yang dihasilkan oleh agen dalam usus, tidak
digunakan untuk terapi diare yang parah (Plum, 2008).
Dosis: Kaolin Pektin diberikan dengan dosis, 3-6 mg/kg. PO

11
Dosis Pemberian: Dp= Da x BB
Rute: Per oral, Per Oz
Frekuensi: 12 jam sekali atau dua kali sehari
Sediaan : tablet dan cair 90ml
Nama paten: bimeda, durvet.
Catatan: merupakan absorben anti diare.
c. Alasan Pemilihan Obat
Metronidazol adalah obat bersifat basa lemah yang cukup lipofilik dengan
berat molekul rendah dibandingkan dengan obat lain (MW 171), yang dapat
penetrasi melintasi membran dan memungkinkan penyerapannnya secara sistemik.
Metronidazol baik diserap pada anjing > 80%), Metronidazol oral diserap dengan
baik, dalam penelitian ini penyerapan sistemik dari metronidazol adalah 80% di
antara lima kucing, tapi sangat variabel, Obat ini telah digunakan secara luas dalam
pengobatan Giardia pada anjing dan kucing obat antibiotic dan antiprotozoal dapat
menghancurkan parasit dalam waktu 24 jam, tropozoit giardia intestinal juga
dipengaruhi langsung. Enteritis, infeksi bakteri anaerob dan clostridium adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri, metronidazol membunuh organisme target
dengan menginduksi pembentukan intermediet reaktif dalam organisme ini,
mengakibatkan terganggunya DNA hal ini mengganggu efek pada mikroorganisme
tersebut (Simpson, et al 2009).
Fenbendazole umumnya aman dan efektif pada anjing dan kucing.
Fenbendazole tidak mempunyai efek toksisitas pada suatu penelitian yang dilakukan
pada anjing, selain efektif digunakan untuk giardia sp, juga efektif digunakan untuk
pengobatan Toxocara canis, Toxascaris leonina, Ancylostoma caninum, Uncinaria
stenocephala, Vulpis Trichuris, dan Taenia pisiformis (Heller. 1994). Berdasarkan
penelitian terjadi penurunan yang signifikan dalam kelangsungan hidup telur dan
menetas selama tiga hari setelah pengobatan fenbendazole, penurunan yang
signifikan dalam jumlah telur dan larva, dibandingkan dengan kondisi awal setelah

12
pengobatan fenbendazole. Pemberian per os dengan dosis tunggal dapat berefek
ovisidal selama pemberian lima hari berturut-turut ( Tolliver, et al 2015).
Kaolin/pektin dapat diserap dengan baik setelah pemberian oral, hingga 90%
dari pektin yang diberikan dapat terurai di usus. Bakteri dan racun yang diserap
dalam usus dan tindakan suspensi dapat melindungi peradangan pada
mukosa GI. Komponen pektin, dengan membentuk asam galacturonic, telah
ditunjukkan untuk menurunkan pH dalam lumen usus. Dalam beberapa penelitian
dapat digunakan untuk diare nonspesifik akut, menurunkan fluiditas feses sehingga
feses yang encer akan kembali normal, namun frekuensi buang air, kadar air, dan
berat tetap tidak berubah (Plumb, 2008).
d. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah keadaan dimana efek suatu obat dapat mengalami
perubahan efek jika dicampur atau diinteraksikan dengan obat yang lain pada waktu
yang sama sehingga menyebabkan peningkatan terhadap resiko efek samping dan
pengobatan tidak dapat bekerja dengan baik (Gunawan, 2012). Beberapa obat dapat
berinteraksi dengan metronidazole seperti: Disulfiram dapat menyebabkan gangguan
seperti (mual, muntah, dan kram) reaksi muncul ketika diberikan dengan
metronidazol. Cimetidine: menurunkan metabolisme dari metronidazole dan
meningkatkan terjadinya efek samping. Phenobarbital: mengurangi metabolisme
metronidazole, dengan demikian level darah berkurang. Warfarin: memperpanjang
waktu paruh metronidazole apabila diberikan dengan warfarin atau antikoagilan
lainnya, dan sebaiknya jangan digunakan secara bersamaan (Plumb, 2008).
Fenbendazole tidak dianjurkan untuk diberikan bersamaan dengan flukicides
bromsalan karena kemungkinan dapat berinteraksi dan menyebabkan aborsi pada
hewan (Anonim, 2016). Interaksi pectin dengan obat lain yaitu : Digoxin: Beberapa
bukti menunjukkan bahwa kaolin / pektin dapat mengganggu penyerapan oral
digoxin, dapat diberikan dengan dosis terpisah setidaknya dua jam setalah pemberian
pektin. Lincomycin: Kaolin / pektin dapat menghambat penyerapan oral lincomycin,

13
jika kedua obat akan digunakan, sebaiknya tidak diberikan secara bersamaan
minimal 2 jam sebelum atau 3 - 4 jam setelah dosis lincomycin (Plumb, 2008).

e. Kegagalan Pengobatan dan komplikasi


Kegagalan dalam pengobatan dapat terjadi karena faktor keadaan pasien
seperti pasien yang diberikan terapi dalam kondisi bunting dan mengalami gangguan
mekanisme pertahanan tubuh (selular dan hormonal), hal ini merupakan factor yang
penting untuk menyebabkan gagalnya terapi sebagai contoh sitostatik dan
imunosupresan menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan tubuh (Gunawan,
2012). Contoh kasus yang pertama Fenbendazole diberikan pada hewan yang bunting
kemudian diberikan secara bersamaan dengan obat flukicides bromsalan maka akan
menyebabkan kegagalan terapi dan timbul efek samping berupa aborsi. Fenbendazole
aman digunakan pada kucing dewasa, tidak bunting, dosis maksimum diberikan 5
kali pemberian (Schwartz et al.,2015).
Contoh kasus yang kedua pasien yang mengalami diskrasia darah diberikan
terapi metronidazole, maka obat yang diberikan tidak akan menimbulkan efek terapi,
bahkan memperburuk kondisi dari pasien, karena salah satu kontra indikasi dari
pemberian metronidazole adalah pasien dengan diskrasia darah (atau penyakit darah)
(Gunawan, 2012). Contoh kasus yang ketiga apabila mebendazole diberikan
bersanaan dengan metronidazole (flagyl) akan menyebabkan penyakit kulit yang
jarang terjadi namun serius dikenal sebagai sindrom Stevens-Johnsons atau nekrolisis
epydermal toksik (Ogbru et al, 2015). Nekrolisis epidermal toksik (Stevens-Johnsons
Syndrome) merupakan kelainnan kulit yang mengancam jiwa disebabkan oleh obat-
obat atau infeksi yang ditandai dengan epidermal nekrosis luas. Nekrosis Epydermal
toksik adalah bentuk parah dari eritema multiforme (Anonym, 2012). Kasus keempat,
pemberian pektin dengan dosis maksimal dan pemberian jangka panjang, akan
menyebabkan konstipasi pada pasien, serta penggunaannya yang diberkan secara
bersamaan dengan lincomycin dan digozin akan menurunkan rposes metabolisme
pectin ataupun lincomicin dan digozin (Plumb, 2008).

14
Kegagalan-kegagalan dalam pengobatan secara umum disebabkan karena dosis
yang kurang, dosis obat sering kali tergantung dari dari tempat infeksi, walaupun
agen penyebabnya sama. Masa terapi yang kurang, konsep lama yang menyatatakan
bahwa untuk tiap jenis infeksi perlu diberikan antibiotik tertentu selama jangka waktu
tertentu kini telah ditinggalkan, para ahli cenderung melakukan individualisme masa
terapi, yang sesuai dengan tercapainya respon klinik yang memuaskan. .Adanya
factor mekanik, tindakan mengatasi factor mekanik tersebut sangat menentukan
keberhasilan pengobatan. Kesalahan dalam menentukan etiologi, contoh demam tidak
selalu disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit, rekasi obat dan lain-lain dapat
meningkatkan suhu tubuh. Pemberian antibiotic dalam keadaan ini tidak bermanfaat.
Factor farmakokinetik, tidak semua jaringan tubuh dapat ditembus dengan mudah
oleh antibiotic. Pilihan antibiotic yang kurang tepat, suatu daftar antibiotic yang
dinyatakan efektif dalam uji kepekaan tidak dengan sendirnya menyatakan bahwa
setiap antibiotic yang tercantum itu akan memberi efektifitas klinik yang sama
(Gunawan, 2012).
Komplikasi, metronidazole adalah golongan obat nitromidazol sehingga ada
kemungkinan dapat menimbulkan gangguan darah jika diberi pada pasien yang
mengalami diksrasia darah, walaupun saat ini belum pernah dilaporkan adanya
gangguan darah yang berat. Pemberian metronidazole untuk jangka lebih dari 10 hari
hendaknya disertai dengan pemeriksaan leukosit secara berkala, terutama pada pasien
usia muda dan pasien daya tahan tubuh rendah (Gunawan, 2012). Metronidazole apa
diberikan bersamaan dengan mebendazole maka akan menyebabkan penyakit
stevens-johnsons toksik, yaitu penyakit yang dapat menyebabkan nekrosis pada
epidermal atau bentuk parah dari epidermal multiforme (Ogbru, et al 2015)
Kompliksi akibat pemberian fenbedazole dapat menyebabkan hewan aborsi apabila
dberikan bersamaan dengan obat flukicides brosalam pada hewan yang bunting.
Komplikasi pemberian pektin dalam jangka panjang akan menyebabkan konstipasi.

15
3. PEMBAHASAN
Kasus
Anjing dengan nama coco berwarna hitam jantan steril berumur 3 tahun dengan
berat 5 kg mengalami diare, lesuh, penurunan berat badan, kulit kering dan rambut
rontok, sejak 3 hari yang lalu. Hal tersebut muncul pada saat pemilik anjing
menitipkan anjingnya ke temannya. ditemukan feses yang encer dan bau. Anjing
setiap harinya diberi pakan dengan baik oleh pemiliknya. Setelah dibawa ke dokter
dan dilakukan pemeriksaan fisik, namun tidak ditemukan gejala yang menciri selain
diare encer, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium pada feses, maka
ditemukan adanya kista giardia sp pada feses anjing tersebut.
Tata Laksana Obat
Nama obat : metronidazole
Indikasi : giardiasis, enteritis, infeksi bakteri anaerob, clostridium,
Kontra indikasi : Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan
pada susunan saraf pusat dan Diskrasia darah.
Dosis: 15 25 mg/kg PO q12 24h selama 5 7 hari (Lappin 2006b)
Dosis pemberian: 15mg x 5= 75mg.
75mg x 2= 150mg.
Pemberian 5 hari 150mg x 5=750mg.
5x 2 = 10 kapsul
Frekuensi: selama 12 jam 24 jam atau sekali sampai dua kali pemberian dalam
sehari (Lappin, 2006)
Sediaan : Tablet 250mg dan 500mg, kapsul 375mg, injeksi 5mg/ml (100ml) (Lappin,
2006)
Nama Paten: flagil, helidac
Catatan: merupakan turunan dari obat nitromidazoi

16
Tata Laksana: Obat
Nama Obat: Fenbendazole
Indikasi : Giardiasis
Kontra indikasi : Hewan bunting
Dosis: Fenbendazole umumnya aman dan efektif pada anjing dan
kucing bila diberikan dengan 50 mg/kg PO q 24 h atau sekali sehari selama 3 hari,
dapat juga digunakan 25 mg/kg PO q12h atau dua kali sehari selama 3 7 hari.
Dosis pemberian : 50mgx5= 250mg.
Pemberian 5 hari 250mgx5= 1250mg
Rute : PO
Frekuensi : Dosis 50mg frekuensinya 24 jam sekali atau sekali sehari, jika
menggunakan dosis 25mg/kg maka frekuensinya 12 jam atau dua kali sehari
(Vasilopulos 2006).
Sediaan : padat, 250mg/ml fenbendazole
Nama paten: panacur
Catatan: Golongan obat benzimidazole
Tata laksana Obat pektin
Indikasi: diare
Kontra indikasi: hewan bunting dan menyusui.
Dosis: Kaolin Pektin diberikan dengan dosis, 3-6 mg/kg. PO
Dosis Pemberian: 3 x 5= 15mg
15 x 2 = 30 mg
Pemberian selama 5 hari 30mg x 5= 150mg
Rute: Per oral, Per Oz
Frekuensi: 12 jam sekali atau dua kali sehari
Sediaan : tablet dan cair
Nama paten: bimeda, durvet.
Catatan: merupakan absorben anti diare.

17
Penulisan Resep

Klinik Hewan Pendidikan Unhas


Drh. Andi Putri Febriani
Jl. Perintis Kemerdekaan IV No. 7
Telp. (0411) 884313
SIP: 008/ O11116003/DKPPP/XII/2016

Makassar, 26 oktober 2016

R/ Metronidazole 75mg
m.f.l.a. pulv. Dtd. da. In. caps. No. X
s.2.d.d. caps.I. a. c

R/ Fenbendazole 250mg tab 1 No. V


s.s.d.d tab 1


R/ Pektin 15 mg
m.f.l.a pulv dtd da in caps No. X
s.2.d.d caps 1


Pro : Coco (anjing, jantan steril, 5 kg, 5 th)
Nama pemilik : Ny Miranda
Alamat : Jl. Mawar Makassar
No. Telp : 085299755149

18
KESIMPULAN
Giardia adalah protozoa berflagel atau organisme bersel satu, yang ditemukan
tidak hanya pada usus kecil anjing dan kucing, tetapi juga ditemukan hampir semua
hewan liar dan, bahkan, pada manusia, Giardiasis adalah penyakit saluran pencernaan
yang disebabkan oleh protozoa Giardia intestinalis. Diagnosa Giardiasis hanya dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan tinja. Diagnosa dapat di buat dengan menemukan
kista dalam tinja encer dan bentuk trofozoit dari kista dalam tinja encer.
Pengobatan yang paling sering digunakan untuk kasus giardiasis adalah
penggunaan metronidazole dengan dosis anjuran : 15 25 mg/kg. Dan dosis pemberian
pada kasus anjing dengan anma coco diberika 75mg. Metronidazole akan membasmi
Giardia lebih dari 85%, metronidazole tidak boleh diberikan pada pasien yang
mengalami gangguan saraf pusat dan diksrasia darah. Fenbendazole berkhasiat untuk
mengobati penyakit giardiasis pada anjing yang mengalami infeksi alami giardia sp.
Fenbendazole umumnya aman dan efektif pada anjing dan kucing bila diberikan
dengan dosis anjuran 50 mg / kg PO q24h selama 3 hari, dosis pemberian pada
anjing dengan contoh kasus diatas adalah 250mg atau 1 tablet obat. Fenbendazole
tidak dapat diberikan pada hewan yang bunting. Pectin dengan dosis anjuran , 3-6
mg/kg. PO. Dosis pemberian dari kasus diatas adalah 15mg. pectin merupakan obat
antidiare yang bekerja membantu usus dalam proses penyerapan, dan menyerap
semua toksin yang dihasilkan oleh agen pada usus.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2016. Metronidazole Drugs Interaction.Webmd.com
Anonym, 2016. Fenbedazole, safety summary dor veterinary use on cats, dogs,
horses, cattle, sheep, goats, swine and poultry. Webmd.
Ballweber LR, Xiao L, Bowman DD, Kahn, G, Cama, VA (2010). Giardiasis in dogs
and cats: update on epidemiology and public health significance. Trends
Parasitol. 26: 180 189. http://dx.doi.org/10.1016/j.pt.2010.02.005
Budiana NS. 2008. Anjing. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Caylor, K.B., Cassimatis, M.K., 2001. Metronidazole neurotoxicosis in two cats.
Journal of the American Hospital Association 37, 258262.
Capri B, Hamel D, Visser M, Winter R, Pfister K, Rehbein S (2013). Parasitic
infections of domestic cats, Felis catus, in western Hungary. Vet.
Parasitol. 192: 3342. http://dx.doi. rg/10.1016/j.vetpar.2012.11.011
Chotiah, S. 2006. Daftar Koleksi Biakan Mikroba Balitvet Culture Collection. Edisi
tahun 2006. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor. hlm. 48.
Dwinata, Made et al, 2014. Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan Pada
Kucing Lokal (Felis catus) Di Denpasar. Vol. 6 No. 2 ISSN : 2085-2495
Agustus 2014
Fayer, R Santin, dkk, 2006. Detection of Cryptosporidium Felis Giardia Duodenalis
Assemblage in a Cat Colony. Vet Parasitol. 31 agustus 2006. 31-140 (1-
2):44-53. Epub 18 April 2006.
Fiechter, R.; Deplazes, P.; Schnyder, M. 2012. Control of Giardia infections with
ronidazole and intensive hygiene management in a dog kennel.Vet.
Parasitol. 187(1-2):93-98..
Foster and Smith, 2007. Fenbendazole Drugs.
Gunawan, Gan Sulistia, 2012. Farmakologi dan Terapi. Penerbit FKH UI Jakarta.
Edisi 5.
Gruffydd-Jones T, Addie D, Belk S, Boucraut-Baralon C, Egberink H, Frymus T,
Hartmann K, Hosie MJ, Lloret A, Lutz H, Marsilio F, Mstl K, Pennisi

20
MG, Radford AD, Thiry E, Truyen U, Horzinek MC (2013). Giardiasis
in cats ABCD guidelines on prevention and management. J. Feline Med.
Surg. 15: 650652. http://dx.doi. org/10.1177/1098612X13489232.
Harter, Michael, 2014. Recurrent Giardia Infection in a Dog.
Hsu WH (2013). Handbook of veterinary pharmacology. John Wiley & Sons. 379-
416.
Inpankaew, T.; Traub, R.; Thompson, R. C.; Sukthana, Y. 2007. Canine par-asitic
zoonoses in Bangkok temples. S. E. Asian J. Trop. Med. Pub. Health.
38: 247-255.
Karanis, K.; Kourenti, C.; Smith, H. 2007. Waterborne transmission of protozoan
parasites; a worldwide review of outbreaks and lessons learnt. J. Water
Health. 5:1-38.
Keith, C.L., Radecki, S.V., Lappin, M.R., 2003. Evaluation of fenbendazole for
treatment of Giardia infection in cats concurrently infected with
Cryptosporidium parvum. American Journal of Veterinary Research 64,
10271029.
Lappin, M. (2006a). Chronic feline infectious disease. Proceedings: Western
Veterinary Conf.
Lappin, M. (2006b). Giardia infections. Proceedings: WSAVA World Congress.

Lobo, M. L.; Xiao, L.; Antunes, F.; Matos, O. 2009. Occurrence of Cryptosporidium
and Giardia genotypes and subtypes in raw and treated water in
Portugal. Lett. Appl. Microbiol. 48:732-737.
Ogbru, O Marks J.W, 2015. Mebendazole, Vermox
(internet)http://www.medicinenet-com/mebendazole_chewable-oral-
page2.htm (20 Oktober 2016).
Plumb, C Donald, 2008. Plumbs Veterinary Drugs Handbook. Edisi:6.
Rianto S. 2011. Infeksi Dipylidium Caninum pada Anjing dengan Ctenocephalides
Canis Sebagai Vektor.Microbiol. 48:732-737.

21
Riggio F, Mannella R, Ariti G, Perrucci S (2013). Intestinal and lung parasites in
owned dogs and cats from central Italy. Vet. Parasitol. 193: 7884.
http://dx.doi.org/10.1016/j. vetpar.2012.11.026
Salb, A. L.; Barkeman, W. B.; Elkin, B. T.; Thompson, R. C. A.; Whiteside, R. C. A.;
Black, S. R.; Dubey, J. P.; Kutz, S. J. 2008. Parasites in dogs in two
northern Canadian communities: implications for human, dog, and
wildlife health. Emerg. Infect. Dis.
Subronto, 2006, Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. .
Simpson, dkk, 2009. Single-dose pharmacokinetics and genotoxicity of metronidazole
in cats. Journal of Feline Medicine and Surgery (2009).
Scorza AV, Lappin MR. 2010. Update on the Diagnosis and Management of Giardia
spp Infections in Dogs and Cats
Schenker A. 2014. How to treat and diagnose diarrhea in dog [Internet]. [diunduh
2014 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.caninejournal.com/dog-diarrhea/.
Stokol, T., Randolph, J.F., Nachbar, S., Rodi, C., Barr, S.C., 1997. Development of
bone marrow toxicosis after albendazole administration in a dog and cat.
Journal of the American Veterinary Medical Association 210, 17531756.
Schwarz EM, Hu Y, Antoshechkin I, Miller MM, Sternberg PW, Aroian RV (2015).
The genome and transcriptome of the zoonotic hookworm Ancylostoma
ceylanicum identify infection-specific gene families. Nat. Genet. 47: 416422.
http://dx.doi.org/10.1038/ng0615-689a
Tolliver, C Sharon, dkk, 2015. Evaluation of activity of fenbendazole, oxibendazole,
piperazine , and pyrantel pamoate alone and combinations against
ascarids, strongyles, and strongyloides in horse foals in field tests on
two farms in Central Kentucky in 2014 and 201. Journal, Volume 3-4
June 2016, Pages 2326.
Tysnes KR, Luyckx K, Cantas L, Robertson LJ (2015). Treatment of feline giardiasis
during an outbreak of diarrhoea in a cattery: potential effects on faecal

22
Escherichia coli resistance patterns J. Feline Med. Surg. Epub ahead of
print. http:// dx.doi.org/10.1177/1098612x15588798

Zajac AM, Conboy GA, Greiner EC, Smith SA, Snowden KF (2012). Veterinary
Clinical Parasitology, 8th edition. Wiley Blackwell, Singapore. 40-87.

23

Anda mungkin juga menyukai