Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PARASITOLOGI

Taenia Multiceps

Disusun Oleh
Tara Wahyudita Mentari
NIM. I1A013065
Kelompok IV

Dosen Pembimbing : dr. Istiana, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
BANJARMASIN
September, 2014

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang karena bimbingan-Nya
lah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Parasitologi berjudul Taenia Multiceps
Makalah ini dibuat agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Parasitologi
khususnya dalam hal Taenia Multiceps. Saya mengucapkan terima kasih kepada
pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan
dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik
dan saran uang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangan ilmu positif
bagi kita semua.

Banjarmasin, 13 September 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................2


Daftar Isi ................................................................................................................3
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan .........................................................................................4
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................4
II. PEMBAHASAN
2.1 Taksonomi ..................................................................................................6
2.2 Morfologi ....................................................................................................7
2.3 Epidemiologi ...............................................................................................7
2.4 Siklus Hidup ................................................................................................8
2.5 Gejala Klinis ............................................................................. ..................9
2.6 Pencegahan ................................................................................................12
2.7 Pengobatan ................................................................................................12
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................14
Daftar Pustaka......................................................................................................15

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum
Platyhelminthes. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan

larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan cacing


dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak
mempunyai alat cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmensegmen yang disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduksi jantan dan
betina. [2]
Ujung bagian anterior berubah menjadi alat pelekat, disebut skoleks, yang
dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat
menimbulkan kelainan pada manusia umumnya adalah : Taenia saginata dan
T.solium, Diphyllobothrium latum, Hymenolepsis nana, Echinococcus granulosus,
E.multilocularis,.[2]
Manusia merupakan hospes Cestoda ini dalam bentuk:
1. Cacing dewasa, untuk spesies D.latum, T.saginata, T.solium, H.nana,
H.diminuta, Dipylidium caninum.
2. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium

sp,

T.solium,

H.nana,

E.granulosus, Multiceps. [2]


I.2 Tujuan Penulisan
a) Untuk mengetahui klasifikasi Taenia multiceps
b) Untuk mengetahui epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi
Taenia multiceps
c) Untuk mengetahui morfologi Taenia multiceps
d) Untuk mengetahui siklus hidup Taenia multiceps
e) Untuk mengetahui patologi Taenia multiceps
f) Untuk menegtahui pencegahan dan pengobatan Taenia multiceps
I.3 Rumusan Masalah
a) Apa klasifikasi dari Taenia multiceps ?
b) Bagaimana epidemiologi, distribusi geografis dan kondisi Taenia
multiceps ?
c) Bagaimana morfologi Taenia multiceps ?
d) Bagaimana siklus hidup Taenia multiceps ?
e) Apa patologi dari Taenia multiceps ?
f) Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari Taenia multiceps

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Taksonomi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Family

: Animalia
: Platyhelminthes
: Cestoda
: Cyclophyllidae
: Taeniidae

Genus
Spesies

2.2 Morfologi

: Multiceps
: Taenia Multiceps [4]

Larva dinamakan coenrus.


Panjang cacing dapat mencapai 9 m.
Pada cacing dewasa dapat berukuran 40-60cm.
Mempunyai skoleks dengan rostelum yang berkait-kait.

Rostellum dilengkapi mahkota rangkap dengan 26-32 kait-kait.


Memiliki kelenjar vitelin berbentuk elips.
Bagian anteriornya konkaf atau cekung.

Tubuhnya panjang yang terdiri dari segmen-segmen disebut


proglotida (lebih dari 4000) yang berisi testes dan folicel.
Memiliki sepasang celah penghisap
Daerah leher pendek.
Hidupnya di rongga usus halus anjing. [2,4]
2.3

Epidemiologi
Penyebaran parasit ini kosmopoolit, terutama di negeri yang
banyak peternakan dombanya. Infeksi pada manusia terjadi dengan
menelan telur yang terdapat pada tinja anjing. Penyebaran larva coenurus
terjadi terutama di negara-negara berkembang seperti Africa, Asia bagian
Selatan, menimbulkan krisis ekonomi yang besar. [2,5,6]
Penyakit ini sebenarnya sangat jarang pada manusia dan hanya
sekitar 100 kasus yang pernah terekam. Ini adalah masalah yang smum
pada domba dan ternak lainnya yang dapat menjadi masalah bagi petani di
daerah-daerah endemik dunia. Sebagian besar kasus manusia terjadi di
negara berkembang, dimana populasi anjing tidak terkontrol yang
terinfeksi Taenia multiceps, dan di daerah-daerah kurang sanitasi yang
layak. Taenia multiceps merupakan penyebab paling umum dari
coenurosis. Beberapa ahli menduga bahwa penyakit ini terjadi di negaranegara berkembang dimana teknologi lebih sulit didapatkan. Prevalensi
dari dunia global mungkin jauh lebih tinggi dari data yang sudah
ditunjukkan. [5,6]

2.4

Siklus Hidup

Taenia multiceps adalah cacing cestoda berfamily taeniid yang


menganggu kerja usus kecil dari anjing dan carnivora lain (rubah, serigala,
kala, kujang, rubah, kelinci, dan kidang). Taenia multiceps memiliki dua
tingkat siklus hidup. Tingkat larva (coenurus) menginfeksi otak atau corda
spinalis dari binatang domestik, seperti kerbau, ternak/spinalis, kambing,
kuda, domba, yak, dan juga spesies liar, menyebabkan penyakit saraf yang
mematikan. Sejak coenurosis dilaporkan pertama kali oleh Brumpt di
tahun

193, fakta

berikutnya

memperlihatkan

bahwa

parasit

ini

menyebabkan infeksi pada manusia. T. Multiceps ditemukan pada usus


halus pada anjing dan carnivora lainnya, dan proglotid gravid dalam tinja
host merupakan sumber infeksi yang diikuti pencernaan oleh host
perantara. [1,2,7]

Telur atau proglotid gravid tersebut bila termakan oleh hospes


perantara yang sesuai melalui makanan atau air yang terkontaminasi, maka
onkosfer menetas dalam usus hospes perantara dan menembus mucosa
usus dan pembuluh darah. Setelah mencapai otak melalui pembuluh darah,
onkosfer akan berkembang menjadi coenurus yaitu gelembung yang
mempunyai banyak skoleks setelah 2-3 bulan menyebabkan meningkatnya
tekanan intra cranial. Hal tersebut akan menyebabkan onset dari tandatanda klinikal seperti ataxia, hypermetria, kebutaan, deviasi kepala, sakit
kepala, tumbang, dan paralisis. dan masuk jaringan tubuh dan berkembang
terutama di otak dan sumsum tulang belakang. Hospes perantara cacing ini
adalah ternak, kadang-kadang juga manusia. Bila hospes perantara yang
mengandung coenurus dimakan oleh hospes definitif yaitu anjing atau
karnivora lainnya maka akan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam
usus halus. [1]
2.5

Gejala Klinis
Parasit ini dapat menyebabkan gejala otak seperti kesulitan dalam
berbicara (afasia), lumpuh anggota badan (paraplegia), hemiplegia dan
muntah-muntah. Gejala-gejala yang memerlukan beberapa tahun untuk
menjadi nyata, tergantung dari lokalisasi yang tepat dari coenurus tersebut.
Biasanya ada gejala-gejala kenaikan tekanan intracranium, termasuk
kehilangan kesadaran, kejang-kejang, anestesi sementara, paresis, kadangkadang diplopi, jalan terhuyung-huyung. Terkadang juga dapat kehilangan
kesadaran dan jumlah sel dan kadar protein di dalam cairan cerebrospinal
meninggi. [1]
Biasanya penyakit pada manusia disebut senurosis (coenurosis).
Coenurosis di dalam kulit atau jaringan subcutan biasanya diperlihatkan
sebagai noduli yang tidak berasa. Lukanya biasanya sering berubah dan
empuk. Manifestasi paling banyak pada noduli subcutan ada pada tubuh,
skleram subkonjungtiva,leher, pundak, dan kepala. Coenurosis pada leher
dapat mengganggu pergerakan dari leher dan proses menelan. Coenurosis
dapat mengikuti dari lymphomas, pseudotumors atau neurofibromas.
Coenurosis pada sistem central nervus dapat menyebabkan sakit kepala,

demam, dan muntah-muntah. Penyakit saraf dapat juga berkembang,


termasuk

palsies

saraf,

epilepsi

jacksonian,

pachymeningitis,

hydrocephalus obstruktif, dan arteri intracranial dengan hemiparesis


transient. Coenurosis pada mata menyebabkan infeksi intraocular dan
infeksi orbital, dan pasien dapat di sandingkan dengan berbagai derajat
perusakan penglihatan. Apabila coenurosis pada mata tersebut tidak
diambil, penyakit tersebut dapat menimbulkan inflamasi pada mata yang
berlebihan, glukoma dan akan berakhir pada kebutaan. [9]
Coenurosis biasanya terjadi pada Afrika selatan, Eropa, India,
Amerika Serikat, Brazil dan Israel. Kasus coenurosis ini biasanya terjadi
pada orang dewasa yang selalu memiliki kontak dengan anjing dan domba
selama bertahun-tahun. Infeksi pada sistem central nervus pada penyakit
coenurosis biasanya disandingkan dengan sakit kepala yang parah,
gangguan kepribadian, berkurangnya berat badan, kekakuan bulu kuduk,
dan hipertensi intracranial. Hemiparesis, kelemahan, dan papilledema
adalah suatu hal yang biasa. Coenurosis biasanya terdeteksi pada
cerebellum dan ruang subarachnoidea. Coenurosis didiagnosis untuk
pertama kalinya pada tahun 1913 di Paris, ketika seorang pria disajikan
gejala SSP degenerasi saraf. Dia memiliki kejang dan kesulitan
bicara/pemahaman pembicaraan. Selama otopsi, dua coenurosis ditemukan
di otaknya. Kasus coenurosis akut dikarakterisyikan dengan gejala seperti
demam, ataxia, tremor otot, dan hemorrhagic retinal lesions. Pada kasus
kronik, tanda-tanda kliniknya adalah paralisis, kebutaan, nistagmus,
kekurangan kordinasi, lethargy dan kurangnya respon terhadap stimulus
atau rangsangan. Coenurosis menyebabkan kematian selama kurang lebih
30 hari setelah terkena infeksi. [4,8]

Gambar 1 : Kista coenurus yang diisi oleh cairan translucent dalam


subcortex dari otak domba

Gambar 2 : Coenurus cerebralis yang disebabkan Taenia multiceps pada


kista yang telah diambil dari otak bagian subcortex pada domba

Gambar 3 : Otak domba yang teinfeksi oleh Taenia multiceps


2.5

Pencegahan

Di daerah endemi untuk pencegahan diperlukan perlindungan


makanan dan tangan terhadap tinja anjing. Makanan dan minuman yang
dikonsumsi jangan sampai terkontaminasi tinja anjing dan menjaga
kebersihan tubuh khususnya harus terhindar dari tinja anjing. [1]
Penyakit ini tidak memiliki vaksinasi. Tindakan pencegahan dapat
diambil pada tingkat individu masyarakat. Masyarakat dan pemerintah
dapat memastikan pasokan air mereka tetap sanitasi dan bebas dari kotoran
anjing. Masyarakat harus dapat mengontrol populasi anjing liar, sehingga
mencegah infeksi dari host perantara tersebut. Individu harus mencuci
semua buah-buahan dan sayuran secara menyeluruh sebelum makan dan
pastikan anjing yang dipelihara tidak terinfeksi dari Taenia multiceps. [4]
2.7

Pengobatan
Karena penyakit ini sangat langka pada manusia, tekhnik
diagnostik yang akurat belum dikembangkan. CT scan dan MRI berguna
untuk mendeteksi apakah di semua area tubuh berisi cairan kista, dan
beberapa tes serologi dan mikroskopis dapat mengkonfirmasi kehadiran
larva dari Taenia multiceps setelah operasi telah terjadi dan sebagian dari
kista dapat dihilangkan untuk menjalani pemeriksaan dan biopsi. Karena
kurangnya kekhususan dalam teknik diagnostik, coenurosis dapat salah
didiagnosa sebagai neruocysticercosis atau echinococcosis, penyakit
parasit lainnya yang mempengaruhi jaringan sistem saraf. Satu
pertimbangan penting dalam mendiagnosis coenurosis dengan benar
adalah belajar tentang sejarah eksposur orang yang terinfeksi. Jika orang
menyajikan gejala tinggal di daerah dengan sanitasi yang buruk, populasi
anjing liar yang tinggi atau cacing pita endemik yang diketahui,
kesempatan untuk memiliki coenurosis jauh lebih tinggi. Juga, penyakit ini
terlihat lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa karena anakanak menghabiskan waktu di luar dan umumnya lebih mungkin
dibandingkan orang dewasa untuk datang ke dalam kontak dengan kotoran
dari hospes tersebut. Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan
mikroskopik jaringan biopsi. [1,4,9]

Sejumlah obat telah digunakan untuk pengobatan cacing ini, tetapi


obat yang sekarang banyak dipakai adalah Niklosamide. Niklosamide
merupakan bubuk yang berwarna putih kekuningan, tidak merasa, tidak
berbau, dan tidak larut dalam air. Niklosamide tersedia dalam bentuk tablet
kunyah 50 mg yang harus dimakan dalam keadaan perut kosong. Untuk
orang dewasa diperlukan dosis tunggal 2 gram, sedangkan untuk anak
dengan berat badan lebih dari 34 kg: 1,5 gram dan anak dengan berat
badan antara 11-34 kg: 1 gram. [3]
Penyakit ini lebih rumit dan berat ketika oncospheres menetap di
jaringan sistem saraf pusat. Hal ini membuat operasi lebih sulit daripada
ketika penyakit hadir dalam otot atau jaringan subkutan. Yang paling
umum dan diakui secara luas pengobatan untuk penyakit ini adalah operasi
pengangkatan kista. Namun, hal ini tidak selalu mungkin. Pengobatan lain
yang telah terlihat hasil positifnya adalah dengan cara Prazikuantel dan
Albendazole. Praziquantel menyebabkan membran sel cacing menjadi
permeabel, dengan cara ini cacing kehilangan kalsium intraseluler. Hal ini
selanjutnya akan menyebabkan cacin menjadi lumpuh. Sedangkan
Albendazole menyebabkan cacing untuk menghasilkan lebih sedikit ATP
akhirnya menyebabkan kematian. Glukokortikoid dapat digunakan untuk
membantu menundukkan gejala inflamasi penyakit . [11]

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Taenia multiceps adalah cacing cestoda berfamily taeniid yang
menganggu kerja usus kecil dari anjing dan carnivora lain. . Infeksi pada
manusia terjadi dengan menelan telur yang terdapat pada tinja anjing.
Penyebaran larva coenurus terjadi terutama di negara-negara berkembang
seperti Africa, Asia bagian Selatan, menimbulkan krisis ekonomi yang
besar. Kasus coenurosis akut dikarakterisyikan dengan gejala seperti
demam, ataxia, tremor otot, dan hemorrhagic retinal lesions. Pada kasus
kronik, tanda-tanda kliniknya adalah paralisis, kebutaan, nistagmus,

kekurangan kordinasi, lethargy dan kurangnya respon terhadap stimulus


atau rangsangan. Coenurosis menyebabkan kematian selama kurang lebih
30 hari setelah terkena infeksi. Sejumlah obat telah digunakan untuk
pengobatan cacing ini, tetapi obat yang sekarang banyak dipakai adalah
Niklosamide. Pengobatan lain yang telah terlihat hasil positifnya adalah
dengan cara Prazikuantel dan Albendazole.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Onggowaluyo, Jangkung Samidjo. Parasitologi medik I helminotologi.

2.

Jakarta : EGC, 2002


Staf pengajar FK UI. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta :

3.

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013


Staf pengajar FK UI. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta : Gaya Baru,

2003
4. Gandahusada, Srisasi, et al.Parasitologi Kedokteran. Edisi III. Jakarta :
5.

Balai Penerbit FKUI, 2004


Natadisastra, D, 2005, Parasitologi Kedokteran, PT. EGC, Jakarta

6. Wu, Xuhang, Yan Fu, Deying Yang, et al. Identification of neglected


cestode Taenia multiceps microRNAs by illumina sequencing and
bioinformatic analysis. BMC Veterinary Research. 2013 ; 9(162)
7. Wu, Xuhang, Yan Fu, Deying Yang, et al. Detailed transcriptome
description of the neglected cestode taenia multiceps. Plos One. 2012 ;
7(9)
8. Lescano, Andres G., Joseph Zunt. Other cestodes : sparganosis,
coenurosis, and Taenia crassiceps cysticercosis. Handb Clin Neurol. 2013 ;
114
9. Taenia Infections . The Institue for International Cooperation in Animal
Biologics and the Center for Food Security and Public Health, College of
Veterinary Medicine, Iowa State University. 2005
10. Coenurosis: Taenia multiceps (Bladderworm) [Internet]. [Place unknown]:
Tropical

Medicine

Central

Resources;

2005.

Available

from:

http://tmcr.usuhs.mil/tmcr/chapter7/clinical17.htm
11. Taenia multiceps [Internet] . USA : University of Pennsylvania;2004.
Available from :
http://cal.vet.upenn.edu/projects/dxendopar/parasitepages/cestodes/t_multi
ceps.html

Anda mungkin juga menyukai