Oleh:
I4A013065
Pembimbing:
BANJARMASIN
Juli, 2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
Referat
Oleh
Tara Wahyudita Mentari
Pembimbing
.……………………….
Dr. dr. M. Darwin Prenggono, Sp.PD-KHOM
.………………………
Dr. dr. M. Darwin Prenggono, Sp.PD-KHOM
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi 5
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi 6
3. Epidemiologi 3
4. Patogenesis 13
5. Patofisiologi 15
6. Manifestasi Klinis 11
7. Diagnosis 21
8. Terapi 27
9. Diagnosis Banding ………………………………………... 34
10. Prognosis .............................................................................. 35
BAB III PENUTUP 37
DAFTARoPUSTAKA
iv
5
BAB I
PENDAHULUAN
penyakit ini diperantarai oleh respons imun abnormal yang berkaitan dengan
adanya berbagai antibodi dan kompleks imun di dalam plasma yang menyebabkan
efek-efek patologik yang terlihat pada lupus eritematosus. Penyebab respons ini
banyak diyakini akibat autoimun, meskipun terdapat bukti adanya pengaruh virus
dan genetik. Etiologi lain yang diduga dapat menyebabkan LES antara lain
induksi obat, genetik, dan virus. Pada LES, antibodi ditunjukkan terhadap antigen
yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA,
protein histon dan non-histon. Ciri khas autoantigen ini adalah tidak spesifik pada
suatu jaringan dan merupakan komponen integral semua jenis sel. Antibodi ini
yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam sirkulasi.
Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat
0
terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Bagian penting dalam
Manifestasi klini SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa,
sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun,
19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai
adalah miositis 4,3%, ruam discoid 7,8%, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi
subkutaneus akut 6,7%. Morbiditas dan mortalitas pasien SLE masih cukup
tinggi.4
Tingkat LES sangat bervariasi antar negara, etnis, usia, gender, dan
perubahan dari waktu ke waktu. Penyakit ini terjadi sembilan kali lebih sering
pada wanita dibandingkan pria, terutama pada wanita di usia melahirkan anak
tahun 15 sampai 35. Sebanyak 90% pasien LES adalah perempuan usia muda
dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi. Rasio
penyakit LES pada perempuan dan laki-laki adalah 9:1.3 Angka morbiditas dan
Dilaporkan survival rate 5 tahun pasien LES di RSCM adalah 88% dari
pengamatan 108 orang pasien yang berobat dari tahun 1990-2002 Berturut-turut
survival SLE untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-20, dan 20 tahun adalah 93-97%, 84-
95%, 18-19%, 64-80%, dan 53-64%. Survival rate 5 tahun pasien SLE di RSCM
1
adalah 88% dari pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat dari
tahun 1990-2002. Angka kematian pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih tinggi
jamur, dan protoza. Sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit
sangat beragam dan risiko kematian yang tinggi maka diperlukan upaya
pengenalan dini serta pelakanaan yang tepat. Identifikasi dan penatalaksanaan dini
yang mempengaruhi banyak organ. Namun, adanya keterlibatan dari ginjal, atau
yang biasa disebut nefritis lupus diketahui sebagai penyebab tersering dari
merupakan manifestasi dari SLE yang sering dan merupakan keadaan serius.6
yang tinggi, oleh karena itu diperlukan upaya pengenalan dini serta
2
terapi yaitu untuk mengontrol serangan akut, severe flare, dan mengontrol gejala
Angka bertahan hidup pada pasien SLE adalah 90 sampai 95% setelah 2
tahun,82 sampai 90% setelah 5 tahun, 71 sampai 80% setelah 10 tahun, dan 63
tahun) dikaitkan dengan ditemukannya kadar kreatinin serum tinggi [>124 μmol/l
(>1,4 mgdl)], hipertensi, sindrom nefrotik (eksresi protein urin 24 jam >2,6 g),
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi SLE
sitoplasma dan inti sel, ditandai oleh adanya erupsi kulit, atralgia, arthritis,
konstitusional lainnya.7
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap
organ atau sisem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi
Perjalanan penyakit SLE bersifat eksaserbasi yang diselingi periode sembuh. Pada
setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.
Beratnya penyakit SLE dapat bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai
penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibody
Kecurigaan akan penyakit SLE perlu dipikirkan bila dijumpai 2 (dua) atau
5
1. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
penurunanberat badan.
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa
Diantara beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui
6
faktor yang paling dominan berperan dalam timbulnya penyakit ini.4 Berikut ini
1. Faktor Genetik
menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar.
Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada
kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada
individu yang memiliki saudara dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi
komplemen merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan
SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko
2. Faktor Imunologi
a. Antigen
7
beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T mengalami perubahan
tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor yang telah berubah di
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan
untuk autoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga
c. Kelainan antibody
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti
substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan
8
Tabel 2.1 Antibodi Antinuklear Pada Berbagai Penyakit Autoimun
9
3. Faktor Hormonal
studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen
yangt inggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang
Perempuan memiliki respon antibodi lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini
kali lipat terkena LES. Estradiol akan berikatan pada reseptor sel T dan sel
4. Faktor Lingkungan
tersebut terdiridari:5
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE.
Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi
menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat.
Hal ini menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin
10
sehingga terjadiinflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran
pembuluh darah.5
c. Stress
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan
terganggu ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan
d. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
prokainamid,dan isoniazid.5
3. Epidemiologi SLE
Dalam 30 tahun terakhir, LES telah menjadi salah satu penyakit rematik
utama di dunia dan dalam 40 tahun terakhir ini, insidensi LES meningkat tiga kali
LES melalui kriteria ACR. 5,3 Di Amerika Serikat dilaporkan prevalensi LES yaitu
52 kasus per 100.000 penduduk dengan insidensi per tahunnya sekitar 5.1 kasus
per 100.000 penduduk. Di negara Asia-Pasifik, prevalensi LES yaitu sekitar 4.3-
45.3 kasus per 100.000 penduduk dengan Australia sebagai negara dengan
prevalensi tertinggi yaitu 45.3 kasus per 100.000 penduduk. Di Asia, prevalensi
11
LES yaitu sekitar 4.3-37.7 kasus per 100.000 penduduk dimana negara Cina
SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, Cina,
dan mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Faktor ekonomi dan
geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat itemkan pada
semua usia, tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (massa reproduksi). Onset
penyakit LES 65% terjadi antara usia 16-55 tahun, 20% sebelum usia 16 tahun
antara (5,5-9) : 1. Rasio penyakit LES pada perempuan dan laki-laki adalah 9:1.
prevalensi LES pada perempuan yaitu sekitar 7.7-68.4 kasus per 100.000
penduduk dengan insidensi 1.4-5.4 kasus, sedangkan prevalensi LES pada laki-
laki 0.8-7.0 kasus per 100.000 penduduk dengan insidensi 0.4-0.8 kasus tiap
tahunnya. Pada lupus eritematosus yang disebabkan obat (drug induced LE) rasio
Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari pasien yang dirawat di
melakukan penelitian pada peride yang berbeda diperoleh data sebagai berikut:
anara tahun 1969-190 doemukan 5 kasus SLE; selama periode 5 tahun (1972-
1976) ditemukan 1 kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat (insidensi
sebesar 15 per 10.000 peraaan): antara tahun 1988-1990 (3 tahun) insidensi rata-
12
rata ialah sebesar 37,7 per 10.000 perawatan. Ketiganya menggunakan kriteria
dan kritrtia ARA yang telah diperbaiki. Insidensi di Yogyakarta antara tahun
1983-1986 ialah 10,1 per 10.000 peraatan. Di Medan antara tahun 1984-1986
4. Patogenesis SLE
merusak jaringan secara langsung ataupun dalam bentuk endapan kompleks imun.
Antibodi tersebut melawan komponen nuclear dan sitoplasma sel host yang tidak
spesifik terhadap organ.10 Proses ini diawali dengan faktor pencetus yang ada
Hal ini menimbulkan abnormalitas respon imun di dalam tubuh yaitu 8:11
13
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam
kompleks imun. Kompleks imun tersebut akan terdeposisi pada jaringan atau
Karakteristik patogenesis dari LES yaitu sistem imun yang menyerang nuklear
sel T. Sel T mensekresikan sitokin yaitu interleukin 10 (IL10) dan IL23 yang
nucleosome dapat berikatan dengan reseptor permukaan sel seperti BCR (B cell
antigen reseptor) dan TLR (Toll like reseptor). Pada pasien dengan SLE yang
sistem imun untuk produksi autoantibodi. Hiperreaktivitas dari sel T dan sel
limfosit B pada LES ditandai dengan meningkatnya ekspresi molekul HLA-D dan
CD40L. menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan. Hasil akhir dari
ini yaitu produksi autoantibodi dan pembentukan kompleks imun yang terdeposisi
diselubungi Ig yang beredar di sirkulasi, (2) fiksasi dan cleaving komplemen, (3)
14
pengeluaran kemotoksin, peptide vasoaktif, dan enzim-enzim yang mendestruksi
jaringan.4
5. Patofisiologi SLE
imun merupakan kontributor pada LES. LES ditandai dengan adanya produksi
terkendali. LES disebabkan oleh interaksi antara gen dan faktor lingkungan
sehingga menghasilkan respon imun yang abnormal. Respon tersebut terdiri dari
hati dan penurun uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini
mononuklear. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ
dan terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan
gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura,
15
Gambar 5.1 Patofisiologi SLE
dan mortalitaspada populasi ini. Secara klinis, penyakit ginjal pada SLE berawal
SLE.4
16
Pada kulit, manifestasi SLE disebut juga lupus dermatitis.Lupus dermatitis
dapat dibagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE) dan subacute cutaneous
bersisik, pada wajah bagian pipi dan sekitar hidung yang disebut buterfly rash
karena membentuk seperti sayap kupu-kupu (Gambar 1), telinga, dagu, daerah
dengan DLE memiliki SLE namun, diantara individu dengan SLE, sebanyak 20%
memiliki DLE.4
penyakit sistemik. SCLE dapat menimbulkan bercak merah bersisik mirip dengan
psoriasis atau lesi sirkuler datar kemerahan.Pasien dengan manifestasi ini sangat
Timbulnya manifestasi sistem saraf pusat (SSP) dapat terjadi pada sekitar
20% pasien SLE dan biasanya disebabkan oleh vaskulitis serebral atau kerusakan
17
saraf langsung. Manifestasi SSP terdiri dari psikosis, stroke, kejang, myelitis dan
Selain itu, kerusakan endokardium, miokarditis, dan cacat konduksi biasanya juga
meningkatdengan dipercepat oleh penyakit arteri koroner, dan hal ini telah
infark miokardium,gagal jantung, dan stroke adalah 8,5, 13,2 dan 10,1 kali lebih
antifosfolipid. Sistem saraf pusat dan trombosis vena dengan emboli paru adalah
penyebab utama morbiditas pada pasien SLE. Sebagai pencegahan pasien SLE
terutamamenyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan
pemantauanefek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang
18
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Serositis mayor
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
19
Derajat Nefritis Lupus
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagi nefritis lupus berdasarkan luas dan
bentuk yang paling parah, sering nefrotik dan nefritik sindrom, biasanya
20
proteinuria, hematuria,> 50% sindrom nefrotik, hampir semua menjadi
nefrotik,azotemia, hipertensijarang
berselaputglomerulonefritis
ginjal
VI glomerular sclerosis
7. Diagnosis SLE
terpenuhi (klasik) yang mengacu pada kriteria dari the American College of
dan tanda SLE dan padakondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik
menjadi penting.8
dapatmenimbulkan kerusakan beberapa organ dalam, gejala dari penyakit ini juga
21
terlihatsangat bervariasi dan tidak sama pada setiap penderita. Gejala yang dapat
kelenjar limfe yang membengkak, dan terjadi perubahan terhadap beberapa organ
vital lainnya. SLE pada tahap awal, seringkali memberikan gambaran seperti
suatu criteria yang dapat menjamin akurasi diagnosis lupus yaitu sampai ketepatan
98% dan padatahun 1997 telah di revisi. Tabel 2.1 merupakan tabel kriteria SLE
22
Tabel 7.1.Kriteria Diagnosis SLE yang Sudah Direvisi.
Dari tabel tersebut, jika ditemukan 4 atau lebih kriteria, maka diagnosis
SLE mempunyai spesifisitas 95% dapat ditegakkan. Jika hanya 3 kriteria dan
salah satunya ANA positif, maka sangat tinggi kemungkinan diagnosis SLE dapat
ditegakkan dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Pada hasil tes
ANA, jika hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE, namun jika
hanya tes ANA positif dan tidak terlihat manifestasi klinis, maka belum tentu juga
23
3. Ulserasi oral atau nasal 3. Anti-Sm
4. Alopesia 4. Antifosfolipid Ab
5. Arthritis 5. Komplemen rendah (C3, C4, CH50)
6. Serositis, contoh: efusi pleura, efusi 6. Direct Coombs’ test
pericardium
7. Kelainan Renal
8. Kelainan Neurologis
9. Anemia hemolitik
10. Leukopenia
11. Trombositopenia (<100.000/mm3)
Dari tabel tersebut, Apabila ditemukan ≥ 4 kriteria (minimal 1 kriteria klinis dan
dengan ANA positif ata Anti-DNA yang positif maka dapat didiagnosis sebagai
SLE.14
Biasanya kelainan faal hepar dan penurunan komplemen serum juga ada.
rematoid positif kira-kira 33% kasus. Urin diperiksa untuk mengetahui adanya
protein, leukosit, eritrosit dan silinder. Uji ini dilakukan untuk menentukan
monitoring LES:9
24
2. Urin rutin dan mikroskopik protein kuantitatif 24 jam, bila diperlukan
4. PT dan aPTT
- Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
- Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
Sel L.E terdiri atas granulosit neutrofilik yang mengandung bahan nuclear
Fenomena ini disebabkan oleh factor antinuclear (factor L.E dan yang lain) yang
menyerang bahan nuclear di dalam sel yang rusak. Bahan nuclear yang berubah
dikelilingi neutrofil (bentuk rosette) yang memfagositosis bahan tersebut. Tes sel
L.E kini tidak penting karena pemeriksaan antibodi antinuclear lebih sensitif.15
adalah tes ANA generic (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA
dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada
SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan
25
tetapi hasil tes ANA dapat positif padabeberapa penyakit lain yang mempunyai
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis
Selain mendeteksi adanya ANA, test ini juga berguna untuk mengevaluasi
pola dari ANA dan antibody spesifik. Pola ANA dapat diketahui dari pemeriksaan
preparat yang diperiksa di bawah lampu ultraviolet.13 Terdapat 4 pola ANA ialah
spesifik untuk SLE ialah pola membranosa, terutama jika titernya tinggi. Pola
epidermal-dermal yang disebut lupus band. Caranya disebut lupus band test,
specimen diambil dari kulit yang normal. Tes tersebut positif pada 90-100%
26
Anti-ds-DNA
Anti autoantibody yang lain selain ANA ialah anti-ds-DNA, yang spesifik
untuk S.L.E, tetapi hanya ditemukan pada 40-50% penderita. Antibodi ini
Anti-Sm
Selain anti-ds-DNA, masih ada antibody yang lain yang spesifik ialah anti-Sm,
tetapi hanya terjadi pada sekitar 20-30% penderita dan tidak ditemukan pada
penyakit lain.16
Rekomendasi9
- Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesi!ik untuk SLE
- Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
8. Terapi SLE
Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan
strategi pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini
reumatologi.8
27
Tabel 8.1.Pilar Pengobatan Lupus Eritematous Sistemik.8
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan
olehpasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat hidup mandiri. Beberapa
hal perludiketahui oleh pasien SLE, antara lain perubahan fisik yang akan
b. Program Rehabilitasi
SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik,
28
c. Terapi Medikasi8
Obat-obatan8
- Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan
ringan)
250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat
hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa
setara .
- Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection faktor sekurang-
29
b. Pengobatan LES Sedang8
Pilar penatalaksanaan LES sedang sama seperti pada LES ringan kecuali pada
tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada
Pilar pengobatan sama seperti pada LES ringan kecuali pada penggunaan obat-
obatannya. Pada LES berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-
30
Tabel 8.2.Terapi Medikamentosa pada Pasien SLE.8
31
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi SLE terdiri dari NSAID ( Non
otot, sendi danjaringan lain. Contoh obat : aspirin, ibuprofen, baproxen dan
2. Kortikosteroid
adalah pemberian dosis yang tinggi,namun tidak disertai kontrol dan dalam
32
Tabel 8.3.Terminologi Pembagian Dosis Kortikosteroid.8
33
3. Antimalaria5
digunakan dibanding kloroquin karena resiko efek samping pada mata lebih
4. Immunosupresan
Rituximab.5
diagnosisakibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang
serupa,yaitu:8
b. Sindroma Sjögren
34
d. Fibromialgia (ANA positif)
h. Vaskulitis
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat.
Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas pada pasien
dengan LES telah menurun selama 20 tahun terakhir. Sebelum 1955, tingkat
kelangsungan hidup penderita pada 5 tahun pada LES kurang dari 50%. Saat ini,
90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita pada 15 tahun terakhir adalah
sekitar 80%. Tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir di Asia
35
dan Afrika secara signifikan lebih rendah, mulai dari 60-70%. Penurunan angka
kematian yang berhubungan dengan LES dapat dikaitkan dengan diagnosis yang
terdeteksi secara dini, perbaikan dalam pengobatan penyakit LES, dan kemajuan
36
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
penyakit LES merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor imunologis, faktor
lingkungan, dan faktor hormonal. Pada LES interaksi antar keempat faktor
kompleks imun yang terdeposisi pada jaringan atau organ yang akhirnya
ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR tersebut, meliputi :
gangguan antinuklear.
medika mentosa dan medika mentosa. Tujuan dari terapi LES yaitu untuk
meningkatkan kesintasan dan kualitas hidup pasien LES melalui pengenalan dini
1. James MG, Anna MQ, Peter VR, Dene TW. Diagnosis of systemic lupus
4. Hahn B.H. Systemic Lupus Erythematosus. In Longo D.L, Fauci A.S., Kasper
2012. H 2724-35.
ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
6. Mok Chi Chiu. Bookmarkes for lupus nephritis: a critical appraisal. Journal
7. Dorland WAN. Kamus saku kedokteran dorland. 28th ed. Hartanto YB,
159-68.
10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. 7th ed.
1-9.
14. Abari Iraj Salehi. 2015 ACR/SLICC revised criteria for diagnosis of systemic
15. Gill JM, et al. Diagnosis of systemic lupus eritematosus. American family
16. Budianti WK. Lupus eritemarosus kutan dalam ilmu penyakit kulit dan