Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

SINDROM NEFRITIK AKUT EC GNAPS

Oleh:

Aderani Rahmatiana 1840312785

Preseptor :
dr. Nice Rachmawati Masnadi, SpA(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T dan


Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report session dengan judul
“Sindrom Nefritik Akut ec GNAPS”.
Terimakasih penulis ucapkan kepada dr.Nice Rachmawati Masnadi,
SpA(K), sebagai preseptor yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
pembuatan case report session ini. Penyusunan case report session ini ditujukan
untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas pada tahun 2020.
Penulis menyadari bahwa case report session ini jauh dari sempurna
sehingga sangat diperlukan saran untuk memperbaiki case report session ini.
Semoga case report session ini bermanfaat dan dapat menjadi pengalaman dan
bekal untuk kemudian hari.

Padang, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Batasan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Metode Penulisan 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sindroma Nefrotik Akut ec GNAPS
2.1.1 Definisi 4
2.1.2 Epidemiologi 4
2.1.3 Klasifikasi 5
2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko 5
2.1.5 Patogenesis 6
2.1.6 Manifestasi Klinis 7
2.1.7 Diagnosis 8
2.1.8 Tatalaksana 11
2.1.9 Edukasi 14
2.1.10 Komplikasi 14
2.1.11 Pencegahan 15
2.1.12 Prognosis 16

BAB III. LAPORAN KASUS 17


BAB IV. DISKUSI 28
DAFTAR PUSTAKA 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus (GNAPS) merupakan


penyebab penting Acute Kidney Injury (AKI) pada anak-anak, terutama di negara

berkembang,1 termasuk Indonesia. GNAPS didefinisikan sebagai penyakit


glomerulus yang mungkin muncul dengan sindrom nefritik akut (SNA) yang
ditandai dengan onset mendadak, hematuria, edema, hipertensi, dan insufisiensi

ginjal.2 Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari GNAPS, dengan

prevalensi sekitar 7% kasus.3


Pada anak-anak, hipertensi adalah penyakit langka dengan prevalensi
kurang dari 1%, namun kasus tersebut sangat penting karena hipertensi pada anak-
anak cenderung memiliki penyakit mendasar yang serius dibandingkan dengan

pasien dewasa.4

1.2 Batasan Masalah


Case Report Session ini membahas mengenai definisi, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosis sindroma nefritik akut ec GNAPS.

1.3 Tujuan Penulisan


Case Report Session ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai sindroma nefritik akut ec GNAPS.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan dari Case Report Session ini berupa hasil pemeriksaan
pasien, rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai
literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) dan Sindroma


Nefritik Akut
2.1.1 Definisi

Glomerulonefritis akut paska streptokokus (GNAPS) merupakan suatu bentuk


peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi
glomeruli yang didahului oleh infeksi Streptococcus beta hemlitikus grup A (SBHGA)
dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang

terjadi secara akut.5


Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa
proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi yang terjadi

secara akut.6
Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan suatu istilah yang lebih bersifat umum
dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi sel
glomeruli akibat proses imunologik. GNA merupakan istilah yang lebih bersifat

histologik, sedangkan SNA lebih bersifat klinik. 5


Banyak penyakit yang juga memberikan gejala nefritik seperti hematuria, edema,

proteinuria sampai azotemia, selain GNAPS sehingga digolongkan ke dalam SNA. 6


Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara

lain:5
• Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
• Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
- Glomerulonefritis fokal
- Nefritis herediter (sindrom Alport)
- Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)
- Benign recurrent hematuria
• Glomerulonefritis progresif cepat
• Penyakit – penyakit sistemik
- Purpura Henoch-Schöenlein (HSP)
- Lupus erythematosus sistemik (SLE)

2
- Endokarditis bakterial subakut (SBE)

2.1.2 Epidemiologi

GNAPS terus menjadi penyebab paling umum nefritis akut pada anak-anak
secara global, dan terutama terjadi pada negara berkembang, diperkirakan dari
470.000 kasus baru GNAPS di seluruh dunia, 97 persen-nya terjadi di wilayah dunia
dengan status sosial ekonomi yang buruk, dengan insiden tahunan berkisar antara 9,5

hingga 28,5 per 100.000 orang.7


GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7
tahun. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun

dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.8


2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

GNAPS didahului dengan infeksi streptokokus nefrogenik yang pada awalnya

mengenai kulit atau orofaring.9


Penyebab yang jarang dari glomerulonefritis pasca infeksi adalah infeksi bakteri
atau virus lainnya dan malaria. Faktor risiko penting untuk wabah streptokokus berupa
higiene yang buruk, kepadatan penduduk, dan status sosial ekonomi yang rendah,
sehingga insiden GNAPS lebih tinggi di negara-negara miskin. Faktor genetik
diperkirakan juga mempengaruhi kondisi tersebut karena hampir 40% pasien dengan
GNAPS memberikan riwayat keluarga yang positif, namun tidak ada gen spesifik yang

ditemukan sebagai penyebab GNAPS.10

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Penyakit ini bersifat imunologis melalui reaksi hipersensitivitas tipe III.


Mekanisme pasti terjadinya GNAPS tidak diketahui sepenuhnya. Respon tubuh terhadap
infeksi streptokokus nefrogenik dengan membentuk kompleks imun yang mengandung

antigen streptokokus dengan antibodi manusia,11 kompleks imun tersebut masuk ke


dalam sirkulasi kemudian membentuk deposit di dalam glomeruli ginjal. Deposit
tersebut berasal dari pembentukan kompleks antigen- antibodi “in situ” di dalam
glomeruli ginjal. "Pembentukan kompleks imun in situ" ini disebabkan oleh reaksi
terhadap antigen streptokokus yang terdeposit dalam membran basal glomerulus atau
karena reaksi antibodi terhadap komponen glomerulus yang bereaksi silang dengan
3
antigen streptokokus.10 Pembentukan kompleks imun akan mengaktifkan jalur
komplemen yang berakhir dengan penghancuran glomeruli ginjal. Selain antigen
streptokokus, beberapa pasien mungkin juga memiliki cryoglobulin, faktor reumatoid

dan antibodi serum sitoplasma antineutrofilik.10


Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui:5
1. Soluble Antigen-Antibody Complex
Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPℓr (Nephritis-
Associatted Plasmin Receptor) sebagai antigen dan antibodi anti-
NAPℓr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus.
2. Insitu Formation
Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation), karena
antigen nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen.
Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS, karena ditemukannya
infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel
imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi, yang pada akhirnya

mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak membran basalis glomerulus.5


Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut
akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan
menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan
tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan
menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air

didukung oleh keadaan berikut ini:5


1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses
radang di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.

4
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air,
sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang terjadi pada
GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena hormon- hormon yang
mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti

diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS

bila ketiga hormon tersebut meningkat.5

Gambar 2.1 Patogenesis GNAPS12

2.1.5 Manifestasi Klinis

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada

usia di bawah 2 tahun.6,8


GNAPS didahului oleh infeksi SBHGA melalui infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3
minggu pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi
melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.1
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang
khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik
maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin
terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS

simtomatik.5
1. Periode laten

5
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara

6
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3
minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului
oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi.

Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent

haematuria.5
2. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan
hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna

(edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.5


3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Urin tampak
coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai
beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama,
umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai
hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah
sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun,
sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya

glomerulonefritis kronik.5
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik
yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan

7
diastolik 80- 90 mmHg). Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti
sakit kepala, muntah-

8
muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang.5

5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi
ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala
sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya

kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.5


6. Gejala Kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi
yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi diduga akibat

retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.5


Gejala-gejala lain selain gejala utama, yaitu dijumpai gejala umum seperti
pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena
peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria

makroskopik yang berlangsung lama.5


7. GNAPS atipikal
Terdapat juga manifestasi GNAPS dengan ciri atau terjadinya

glomerulonefritis yang progresif.13


Pada sebagian besar kasus, terdapat pemulihan lengkap fungsi ginjal
dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah resolusi infeksi, namun
pada sebagian kecil pasien, glomerulonefritis membutuhkan waktu lebih lama
untuk kembali normal sehingga terjadi hematuria dan proteinuria yang

persisten, atau bahkan berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir.14


Penyebab glomerulonefritis pascainfeksi 'atipikal' tersebut, dengan atau
tanpa bukti infeksi sebelumnya, tidak diketahui, namun sebagian besar pasien
yang didiagnosis dengan glomerulonefritis pasca-infeksi 'atipikal' memiliki
kelainan mendasar dalam regulasi jalur alternatif komplemen. Kelainan ini
termasuk mutasi pada komplemen yang mengatur protein dan antibodi
terhadap C3 convertase yang dikenal sebagai faktor nefritik C3. Akibatnya,
9
jalur alternatif komplemen tidak dapat dikendalikan walaupun telah terjadi

10
resolusi infeksi.14

2.1.6 Diagnosis

GNAPS harus dicurigai pada semua anak dengan hipertensi dan gagal jantung,
bahkan jika mereka tidak mengeluh tentang hematuria atau memberikan riwayat sakit

tenggorokan atau pioderma sebelumnya.10


Secara klinik dapat ditegakkan bila dijumpai gejala hematuria, proteinuria,

edema, oliguria dan hipertensi yang merupakan gejala khas GNAPS.5


Pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang paling dibutuhkan dalam

menegakkan GNAPS, sebagai berikut:10


1. Bukti infeksi streptokokus sebelumnya ditentukan dengan mengukurtiter
anti-streptolisin (ASO), dan anti-nikotinamid-adenin dinukleotidase (anti-
NAD) yang cenderung meningkat setelah faringitis. Antibodi lain seperti
anti-DNAse B dan anti-hyaluronidase (AHase) biasanya meningkat setelah
faringitis dan infeksi kulit. Titer ASO adalah tes yang paling sering
digunakan, sedangkan yang paling sensitif adalah tes streptozyme; yang
termasuk mengukur titer semua antibodi yang disebutkan di atas.
2. Tingkat komplemen serum (C3) biasanya rendah karena konsumsi
dalam reaksi inflamasi. Sebagian besar, penurunan konsentrasi C3 terjadi
sebelum serum ASO meningkat. Level komplemen biasanya kembali ke
level normal dalam 6-8 minggu kecuali kasusnya rumit.
3. Analisis urin menunjukkan hematuria makroskopis atau mikroskopis,
gips RBC, proteinuria ringan. Hanya 5% pasien dengan GNAPS yang
memiliki proteinuria masif yang mengindikasikan sindrom nefrotik.
Gips sel darah putih, hialin, dan gips seluler biasanya ada dalam analisis
urin.
4. Tes Fungsi Ginjal: Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum
biasanya meningkat selama fase akut. Nilai-nilai ini biasanya kembali
normal nanti.
5. Pada pasien dengan gagal jantung dan GNAPS, kadar NT-proBNP akan
meningkat
Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus-beta

11
hemolitikus grup A.5

12
2.1.7 Diagnosa Banding

A. IgA Nephropathy
IgA nephropathy biasanya terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas,

tetapi berbeda dari GNAPS dalam periode latensi yang lebih pendek.10
B. Glomerulonefritis Membranoproliferatif
Glomerulonefritis membranoproliferatif juga disertai gambaran nefritik
dan hipokomplementemia setelah infeksi saluran pernapasan. Waktu yang
dibutuhkan agar level komplemen kembali menjadi normal lebih lama

daripada GNAPS.10
C. Lupus Nephritis
Terkadang GNAPS memiliki gambaran yang mirip dengan lupus
nephritis. Pengujian laboratorium untuk antibodi yang spesifik pada setiap

penyakit dapat membantu menegakkan diagnosis.10


D. Sindrom nefrotik

Proteinuria lebih dominan dan edema yang lebih berat.10

2.1.8 Tatalaksana

Pada banyak kasus, GNAPS adalah kondisi yang sembuh sendiri, sehingga hanya
pengobatan simtomatik yang diperlukan. Perawatan suportif bertujuan mengendalikan
komplikasi volume berlebih seperti hipertensi dan edema, yang menonjol selama fase

akut penyakit.10
A. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul
dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan
lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan juga melakukan kegiatan seperti
sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Penderita
dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila
masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada
waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak
dapat bermain dan jauh dari temantemannya, sehingga dapat memberikan beban

psikologik.5

13
B. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1
g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita
oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan
pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/
hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10

ml/kgbb/hari). 5
C. Antibiotik
Terapi medikamentosa golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman,
yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi

terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.5


D. Simptomatik
1. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema
berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya

furosemid.5
2. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi
ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan
darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang
atauberat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2
mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat
tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat
diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau
hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi
klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau
diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat

digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).5


14
3. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan,
pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis
harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca

glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.5

2.1.9 Prognosis

GNAPS memiliki prognosis yang sangat baik terutama pada anak-anak dengan

pemulihan lengkap yang biasanya terjadi dalam 6 hingga 8 minggu. 16 Kematian dapat
terjadi walaupun prognosis GNAPS baik, terutama dalam fase akut akibat komplikasi

berupa gangguan ginjal akut, edem paru akut atau ensefalopati hipertensi.5

15
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. CA
No MR : 00.92.33.45
Umur : 12 tahun
Tanggal lahir : 18 Juni 2011
Jenis kelamin : Perempuan
Nama ibu kandung : Ny. A
Alamat :
Tanggal masuk : 8 Febuari 2023

II. Anamnesis

Anamnesis diperoleh dari ibu kandung pasien (alloanamnesis)


Seorang bayi laki-laki berusia 6 tahun 6 bulan dirawat di bangsal anak RSUP
Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 18 Desember 2019 dengan :

A. Keluhan Utama

BAK berwarna merah terang sejak 1 minggu SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

 tidak berkeringat, kadang disertai menggigil dan tidak ada kejang.


 Ada bisul pada kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu, dan telah mengering.
 Pasien ada pusing dan muntah 3 kali , muntah tidak menyemprot 1 minggu yang lalu.
 BAK berwarna kemerahan sejak 1 minggu yang lalu.
 Wajah dan kaki tampak sembab sejak 1 minggu yang lalu.
 Demam ada sejak 1 minggu yang lalu, tidak tinggi, suhu tidak diukur, tidak menggigil,
tidak berkeringat banyak, dan tidak kejang.
 Batuk berdahak sejak 2 hari yang lalu.
 Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, semakin memberat sejak 6 jam SMRS.
 BAB warna dan frekuensi biasa.
 Anak merupakan rujukan RSUD Rasidin dengan keterangan krisis hipertensi ec GNAPS

16
+ BP + udem paru, telah mendapat terapi nifedipin 3 mg dan 6 mg sublingual, lasix 1 x
30 mg, KAEN 1B 600cc/hari, NRM 10 liter. Dengan hasil labor hb 8,2 , leukosit 17.000,
Trombosit 562.000, SGOT 16, SGPT 9, ur 35, Cr 0,9, Na 140, K 5,8, Ca 7,6, Cl 105
urinalisis protein +3, leukosit 10-40, eritrosit 0-10

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki keluhan seperti ini sebelumnya

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

E. Riwayat Persalinan dan Kehamilan

 Lama hamil : cukup bulan (38-40 minggu).


 Cara lahir : normal pervaginam.
 Ditolong oleh : Dokter.
 Indikasi : BBLB  dilakukan vacuum.
 Berat badan lahir : 3900 gram.
 Panjang badan : 47 cm.
 Saat lahir : langsung menangis kuat.
 Kesan : pasien lahir sehat dengan bantuan vaccuum.

F. Riwayat Makanan dan Minuman

 ASI : 0-2 tahun.


 Buah biskuit : mulai umur 7 bulan.
 Makanan Utama : 3x/ hari, menghabiskan 1 porsi
 Daging : 2x/minggu
 Ikan : 2x/minggu
 Telur : 2x/minggu
 Sayur : 3x/minggu
 Buah : 2x/minggu.
 Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup.

G. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar (umur) Booster (umur)

17
BCG 0 bulan -

18
DPT 1 2 bulan -
DPT 2 3 bulan -
DPT 3 4 bulan
-
Polio 1 2 bulan -
Polio 2 3 bulan -
Polio 3 4 bulan
-
Hepatitis B 1 0 bulan -
Hepatitis B 2 2 bulan -
Hepatitis B 3 3 bulan
-
Haemofilus influenza B 1 2 bulan -
Haemofilus influenza B 2 3 bulan -
Haemofilus influenza B 3 4 bulan
-
Campak 9 bulan -

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

H. Riwayat Tumbuh Kembang

Riwayat Umur Riwayat Umur


pertumbuhan dan gangguan
perkembangan perkembangan

Ketawa - Isap jempol -

Tengkurap - Gigit kuku -

Duduk - Mengompol masih

Merangkak - Aktif sekali -

Berdiri 9 bulan Membangkang -

Lari 12 bulan Ketakutan -

Bicara - Apatik -

Membaca - Kelakuan jelek -

19
20
Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama : Tn. S Ny. A


Umur : 38 tahun 32 tahun
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : Petani Ibu rumah tangga
Perkawinan : Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada Tidak ada

Saudara Kandung
Jenis Kelamin Umur Keterangan
1. An. IN Laki-laki 6 tahun Pasien
2. An. B Laki-laki 2,5 tahun sehat

I. Riwayat perumahan dan lingkungan

Rumah : Permanen.
Pekarangan : Cukup luas.
Buang air besar : Jamban di dalam rumah.
Sampah : Dibakar di halaman depan rumah.
Sumber air minum : Air sumur (jarak dari septic tank lebih dari 10 meter). Dimasak.
Kesan : Higiene dan sanitasi kurang baik.

III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 143/60 mmHg
Frekuensi nadi : 112 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 40 oC
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Anemis : Tidak ada

21
Sianosis : Tidak ada
Berat badan : 22 kg
Tinggi badan : 115 cm
BB/U : 100%
TB/U : 97%
BB/TB : 104,7%
Status gizi : Gizi baik
Kulit : Turgor kembali cepat, teraba hangat
Kepala : Bulat, simetris
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Mata :konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ada nafas cuping
Tenggorokan : Tonsil T3-T3 hiperemis, faring hiperemis
Gigi dan mulut : Mukosa mulut dan bibir basah
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks : Normochest, retraksi dada tidak ada
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak ada
retraksi dinding dada, napas cepat dan dalam tidak ada
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, tidak ada rhonki dan tidak ada
wheezing
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba satu jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas kiri : 1 jari medial LMCS RIC V


Auskultasi : Irama jantung reguler, tidak ada bising
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan epigastrium-
umbulikus. Nyeri ketok CVA kiri & kanan (+)

22
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Status pubertas A1P1G1
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, turgor kembali cepat

IV. Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi (3/10/2019)
 Hb : 11,9 g/dl
 Leukosit : 25.200 /mm3
 Hematokrit : 34 %
 Hitung jenis : 0/0/3/80/8/9
 Trombosit : 289.000/mm3
Kesan : leukositosis
Kimia Klinik (3/10/2019)
 Total protein : 7 g/dl

 Albumin : 3,5 g/dl

 Globulin L 3,5 g/dl

 Ureum : 36 mg/dl

 Creatinin : 0,9 mg/dl

 LFG : 70
 Natrium : 134 mmol/L
 Kalium : 3,8 mmol/L
 Kalsium : 7,6 mg/dl
 Klorida : 106 mmol/L

Kesan : albumin menurun, globulin meningkat

Urin Rutin (18/12/2019)


 Makroskopis
o Warna : keruh Coklat
o Kekeruhan : positif
o Protein : +3
o BJ : 1.020
23
o Ph : 5.0

 Mikroskopis

o Leukosit :50-60 /LPB


o Eritrosit : 10-12 /LPB
o Silinder : Negatif
o Kristal : Negatif
o Epitel :+
o Glukosa : +1
o Bilirubin :-
o Urobilinogen :-

Kesan : Leukositoria, hematuria, proteinuria, glukosuria.

V. Diagnosa
SIndrom Nefritik Akut ec GNAPS
Hiperpireksia ec TFA
Hipertensi stage 1

VI. Diagnosa Banding

VII. Rencana Pemeriksaan


Pemeriksaan malaria slide darah tebal, tipis
Pemeriksaan C3
Pemeriksaan ASTO
Tunggu hasil swab tenggorok
VIII. Tatalaksana

EDUKASI
-

FOLLOW UP

19/12/2019 S/ - Demam (-), sakit kepala (-), udem palpebra (+),


- Batuk (+), nyeri tenggorok (+)
- Mual (+), muntah (-). Makan mau.
- Urin berwarna merah-kecoklatan
- BAB warna, konsistensi, jumlah biasa

24
O/ Ku Kesadaran HR RR T TD
Sedang CM 94x 19x/i 36,5o C 100/60
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thorak : Simetris, retraksi (-), Sn bronkovesikuler,
rhonki (-/-), wheezing (-/-).Irama jantung regular, bising (-)
Abdomen : turgor kembali cepat, supel, distensi (-), nyeri
tekan epigastrium-umbilikal (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

Hasil labor :
Urinalisa :
Warna : coklat
Kekeruhan : +
BJ : 1025
pH : <5.0

Mikroskopis :
Eritrosit : 100-120
Leukosit : 150-200
Silinder : -
Kristal : -
Epitel : +
Protein : +3
Glukosa : -
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Kesan : Leukosituria, Proteinuria,
Hematuria A/ Sindrom nefritik akut ec
GNAPS
TFA
Hipertensi stg I
P/ Amoxicillin 3x375 g (PO)
Captropril 2x3/4 tab @ 12,5 g (PO)
Parasetamol 3x250 g (PO)
Ambroxol 3x15 mg (PO)
ML nefritik 1500 kkal
20/12/2019 S/ - Demam (-), sakit kepala (-),
- Batuk (+), nyeri tenggorok (+)
- Mual (+), muntah (-). Makan mau.
- Urin berwarna merah-kecoklatan
- BAB warna, konsistensi, jumlah biasa

O/
25
26
Ku Kesadaran HR RR T TD
Sedang Sadar 98 20x/i 36,6 C 100/65
o

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Thoraks : simetris, retraksi dada (-), tidak ada rhonki, tidak
ada wheezing. Irama jantung regular, bising (-)
Abdomen : turgor kembali cepat, bising usus (+)
normal Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Urinalisa :
Eritrosit : 150-200
Leukosit : 150-200
Protein : +3

A/ Sindrom nefritik akut ec GNAPS


TFA
Hipertensi stg I
P/ Amoxicillin 3x375 g (PO)
Captropril 2x3/4 tab @ 12,5 g (PO)
Parasetamol 3x250 g (PO)
Ambroxol 3x15 mg (PO)
ML nefritik 1600 kkal
Protein 40 gr
Garam 1 gr
Tunggu hasil CRP, ASTO, C3 komplemen dan LED
23/12/2019 S/ - Demam (-), sakit kepala (-),
- Batuk (+), nyeri tenggorok (+)
- Mual (+), muntah (-). Makan mau.
- Urin berwarna merah-kecoklatan, kepekatan berkurang
- BAB warna, konsistensi, jumlah biasa

O/ Ku Kesadaran HR RR T TD
Sedang Sadar 80x 20x/i 37 C 90/60 kg
o

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Thoraks : simetris, retraksi dada (-), tidak ada rhonki, tidak
ada wheezing. Irama jantung regular, bising (-)
Abdomen : turgor kembali cepat, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Urinalisa :
Eritrosit : 11-13
Leukosit : 4-3
Protein : +2
Kesan : Proteinuria, hematuria

A/ Sindrom nefritik akut ec GNAPS


TFA

27
28
P/ Amoxicillin 3x375 g (PO)
Captropril 2x3/4 tab @ 12,5 g (PO)
Parasetamol 3x250 g (PO)
Ambroxol 3x15 mg (PO)
ML nefritik 1600 kkal
Protein 40 gr
Garam 1 gr

29
BAB IV

DISKUSI

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun di rawat di Bangsal Anak RSUP


Dr.M.Djamil pada tanggal 18 Desember 2019 dengan diagnosis sindrom nefritik akut ec
GNAPS. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari
SMRS. Demam terukur 38̊ C. Demam hilang timbul, tidak berkeringat, kadang disertai
menggigil dan tidak ada kejang. Adanya demam menunjukkan suatu proses inflamasi
atau infeksi didalam tubuh.
Pasien mengeluhkan sakit kepala sejak 2 hari SMRS. Nyeri kepala yang
dirasakan pasien merupakan manifestasi akibat berkurangnya aliran darah ke otak akibat
vasokonstriksi dari pembuluh darah otak sebagai respon dari tekanan yang tinggi.
Terutama kepala bagian depan.
Pasien tampak sembab di kelopak mata, tidak ada keluhan mata kabur. Edema
yang terjadi akibat dari peningkatan tekanan hidrostatik intravascular, sebagai dampak
peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma ini terjadi karena adanya
penurunan laju filtrasi glomerulus dan retensi natrium dan cairan sebagai akibat proses
primer di ginjal seperti pada glomerulonephritis akut dan gagal ginjal. Kondisi tersebut
dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi komplikasi akibat infeksi SBHGA berupa
GNAPS. GNAPS pada pasien terjadi setelah terjadi infeksi streptokokal dengan
manifestasi demam dan nyeri tenggorokkan. Edema yang terjadi pada pasien juga
merupakan gejala GNAPS yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah

periorbital (edema palpebra). Edema bukanlah penyakit tersendiri, melainkan bentuk


manifestasi klinik. Terapi simtomatik yang dilakukan yaitu retriksi garam.
Pasien batuk dan pilek sejak 1 minggu SMRS. Batuk berdahak berwarna
kehijauan. Pasien mngeluhkan nyeri menelan sejak 3 hari SMRS. Pada pasien ini
mengalami infeksi tenggorokan yang dapat disebabkan oleh SBHGA. Bakteri tersebut
merupakan penyebab paling umum dari tonsilofaringitis. Manifestasi dari infeksi
tersebut dapat berupa nyeri tenggorokan, demam, sakit kepala, nyeri perut, dan muntah
pada beberapa pasien. SBHGA tersebut dapat menyebabkan penyakit dengan spektrum
30
yang luas, mulai dari infeksi invasif berat hingga komplikasi poststreptococcal seperti
demam rematik akut dan glomerulonefritis akut paska streptokokus (GNAPS).
Pasien juga mengalami mual dan muntah ada sejak 3 hari SMRS. Muntah
sebanyak 2x, berjumlah ½-1 gelas. Muntah berisi makanan dan minuman. Muntah tidak
menyemprot. BAB warna, konsistensi, dan frekuensi normal. Muntah dapat disebabkan
oleh kelainan di saluran cerna akibat adanya obstruksi maupun non obstruksi dan
kelainan di luar saluran cerna seperti peningkatan tekanan intrakranial. Pada pasien ini
muntah tidak proyektil, sehingga dapat menyingkirkan adanya masalah di intrakranial.
Paracetamol 3 x 500 mg po dapat diberikan sebagai analgetik dalam mengatasi
nyeri kepala pada anak.
Pada pasien ini diberikan Ambroxol 3 x 15 mg po sebagai antitusif untuk
mengobati symptom batuk pada pasien dengan cara mukolitik dapat menghancurkan
serat asam mukopolisakarida dengan membuat sputum menjadi lebih encer dan mudah
keluar, serta memiliki anestesi ringan untuk mengurangi nyeri tenggorokan.
Nutrisi pasien diberikan makanan ML Nefritik 1600 kkal, protein 40 gr/ hari, garam 1
gr/hari. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1
g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari.
GNAPS memiliki prognosis yang baik terutama pada anak-anak dengan
pemulihan lengkap yang biasanya terjadi dalam 6 hingga 8 minggu. Pada pasien telah
terjadi komplikasi akut berupa ensefalopati hipertensi yang merupakan prognosis yang
buruk apabila tidak ditangani segera dan perlu pemantauan ketat karena kejadian
tersebut dapat menyebabkan kematian, namun pada pasien dengan ensefalopati
hipertensi yang segera diobati pada umumnya sembuh tanpa defisit.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Eison TM, Ault BH, Jones DP, Chesney RW, Wyatt RJ. Post-streptococcal acute
glomerulonephritis in children: Clinical features and pathogenesis. Pediatr
Nephrol 2011;26:165-80.

2. Bhalla K, Gupta A, Nanda S, Mehra S. Epidemiology and clinical outcomes of


acute glomerulonephritis in a teaching hospital in North India. J Family Med
Prim Care. 2019;8(3):934-7.

3. Noguera RA. Hypertensive encephalopathy secondary to acute poststreptococcal


glomerulonephritis. Bol Med Hosp Infant Mex. 2009;66:41-4.
4. Croix B, Feig DI. Childhood hypertension is not a silent disease. Pediatr
Nephrol. 2006;21(4):527-32.

5. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca


Streptokokus. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
6. Carapetis JR, Steer AC, Mullolans EK. The Global burden of group A
streptococcal diseases. The Lancet Infectious Diseases. 2005;5:685-94.

7. Niaudet P (2018). Poststreptococcal glomerulonephritis. https://www.uptodate.


com/contents/poststreptococcal-glomerulonephritis - Diakses pada Desember
2019.

8. Albar H, Rauf S. The profile of acute glomerulonephritis among


Indonesian Children. Paediatrica Indonesiana. 2005;45: 264-69.

9. Hunt EAK, Somers MJG. Infection-Related Glomerulonephritis. Pediatr Clin


North Am. 2019;66(1):59-72.

10. Rawla P, Ludhwani D, 2019. Poststreptococcal glomerulonephritis.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538255/ - Diakses pada Desember
2019.

11. Balasubramanian R, Marks SD. Post-infectious glomerulonephritis. Paediatr Int


Child Health. 2017;37(4):240-7.
12. Kanjanabuch T, Kittikowit W, Eiam-Ong S. An update on acute postinfectious
glomerulonephritis worldwide. Nat Rev Nephrol. 2009;5(5):259-69

13. El-Desoky SM, Al-Sulimani LK, Alkhatieb MT, Alhasan KA, Albanna AS, Kari
JA. Pediatric acute poststreptococcal glomerulonephritis: A single-center
experience. Asian J Pediatr Nephrol 2019;2:36-40.

32
14. Sethi S, Fervenza FC, Zhang Y, Zand L, Meyer NC, Borsa N, et al. Atypical
post-infectious glomerulonephritis is associated with abnormalities in the
alternative pathway of complement. Kidney Int. 2013;83(2):293-9

25

Anda mungkin juga menyukai