Anda di halaman 1dari 20

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS SYNDROM NEFROTIK

(Dosen pengampu: Dr. Irsanty Colein. Ns.M.Kep.Sp.Kep.KMB)

KELOMPOK 2:

FADLIAN (PO7120320006)

NI LUH SINTYA DEWI (PO7120320018)

AKBAR G.LASKI (PO7120320019)

SRIRAHAYU ABD SYUKUR (PO7120320034)

WITHA APRILIANA (PO7120320029)

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Rencana Asuhan
Keperawatan Kasus Syndrom Nefrotik.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas dari Ibu
“Dr. Irsanty Colein. Ns.M.Kep.Sp.Kep.KMB” pada mata kuliah “ Keperawatan
Medikal Bedah I ”. Selain itu juga tugas ini bertujuan agar bisa menambah
wawasan kami sebagai penyusun maupun pembaca.

Ucapan terima kasih kami berikan kepada Allah SWT atas restunya kami
dapat menelesaikan tugas ini. Juga terima kasih kepada bapak “Dr. Irsanty Colein.
Ns.M.Kep.Sp.Kep.KMB” selaku dosen mata kuliah ini yang telah memberikan
tugas yang menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Tak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang
membantu kami karena telah membagi informasi dan pengetahuannya sehingga
tugas ini dapat kami selesaikan.

Kami juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tugas


makalah ini terdapat kesalahan, karena kami sangat menyadari bahwa tugas ini
jauh dari kata sempurna. Maka dari itu saran maupun kritikan akan kami terima.

Palu, 07 Agustus 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
C. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3
A. DEFINISI......................................................................................................3
B. ETIOLOGI....................................................................................................3
C. PENYEBAB DAN TANDA GEJALA.........................................................3
D. PATOFISIOLOGI.........................................................................................4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................5
F. PENATALAKSANAAN..............................................................................5
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN...............................................7
A. PENGKAJIAN..............................................................................................7
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN..................................................................9
C. PERENCANAAN.........................................................................................9
D. INTERVENSI.............................................................................................11
E. IMPLEMENTASI.......................................................................................15
F. EVALUASI.................................................................................................15
BAB IV PENUTUP...............................................................................................16
A. KESIMPULAN...........................................................................................16
B. SARAN.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh


proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan
hiperlipidemia. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan
menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas,
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling
banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien
wanita dan pria 1:2. (Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17)
Pada proses awal SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak
semua gejala tersebut harus ditemukan proteinuria masih merupakan tanda
khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah
eskresi protein dalam urine juga berkembang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai kaomplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria gangguan keseimbangn
hidrogen, hiperkoagulitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta
hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umunya pada SN fungsi ginjal
normal kecuali sebagai khusus yang berkembang menjadi tahap
akhir(PGTA) pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi stroid, tetapi sebagian lain
dapat berkembang menjadi kronik. (Sudoyo, 2010, hal. 999)

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan


keperawatan pada pasien dengan Nefrotik Syndrome.

1
C. TUJUAN

a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan
sindrom nefrotik serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalh
tersebut.
b. Tujuan Khusus
 Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
 Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
 Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
 Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
 Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang
nefrotik syndrome.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari


glomerulusnefritis ditandai dengan gejala edema, proteinurea pasif
>35g/hari, hipoalbuminemia <3,5/dl, lipidolia dan hiper kolesterolimia.
Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
(Nurarif dan Kusuma, 2015,:17)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah,
2014:306).

B. ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN)


primer dan sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan
penghubung obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik (GN) primer
atau idopatik merupakan penyebab sidrom nefrotik yang paling sering
dalam kelompok GN primer GN lesi minimal glomerulosklerosis fokal
segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif merupakan
kelainan sistopalogi yang sering ditemukan (Sudoyo dkk, 2010,: 999)
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya
pada GN pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat
obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organik,
dan akibat penyakit siskemik misalnya pada lupus erimatosus sistemik dan
diabtes militus. (Sudoyo dkk, 2010,: 999)

C. PENYEBAB DAN TANDA GEJALA

 Edema
 Oliguria

3
 Tekanan darah normal
 Proteinuria sedang sampai barat
 Hipoprotenemia dengan rasio albumin:globulin terbaik
 Hiperkoesterolemia
 Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi
 Beta 1C globulin (C3) normal (Nurarif dan Kusuma, 2015: 17-18)

D. PATOFISIOLOGI

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan


berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi
proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan
volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik
pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan
berdampak pada hipotensi. Rendahnya volume cairan pada intravaskuler
ini akan mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron
yang mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak
pada edema. Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat
hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma
Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan
kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar akibat
kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma
nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang

4
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos sekeliling
arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah
tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi
natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak mengalami
hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukan adanya proteinuria (adanya
protein di dalam urin).
2. Darah
 Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin kurang dari 30
gram/liter
 Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat),
khususnya peningkatan low density lipoprotein (LDL), yang
secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.
 Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna
untuk mengetahui fungsi ginjal. (Suharyanto, 2013:141)

F. PENATALAKSANAAN

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap


penyakit dasar dari pengobata non-spesifikuntuk mengurangi proteinuria,
mengontrol edema dan mengobati komplikasi.
1. Diuretik: diuretik kuat misalnya furosemide (dosis awal 20-40
mg/hari) atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan
potassium sparing diuretic digunakan untuk mengobati edema dan
hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
2. Diet : diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar
terdiri ari karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hr), rendah lemak

5
harus diberikan. Pembatasan asupan proten 0,8-1,0 gr/kgbb/hr dapat
mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan jika
pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
3. Terapi antikoagulan: bila didiagnosis adanya peristiwa
thromboembolism, terapi anti koagulan dengan heparin harus dimulai.
Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin
parsial. Teraupeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah anti thrombin III. Setelah terapi heparin intra vena, anti
koagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai SN dapat diatasi.
4. Terapi obat : terapi khusus untuk sindrom nefrotik adalah pemberian
kortigosteroit yaitu prednison 1-1,5 mg/kgbb/hr dosis tunggal pagi hari
selama 4-6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai
dosis maintenance (5-10 mg) kemudian diberikan 5mg selang sehari
dan dihentikkan dalam 1-2 minggu bila pada saat tapering off keadaan
penderita memburuk kembali(timbul edema, protenuri), diberikan
kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali.
(Nurarif, 2015:18)

6
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas: Sindrom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak umur 3-4
tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif dan
Kusuma, 2015, 17)
2. Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh gejala edema (Nurarif dan Kusuma,
2015,:17)
 Alasan masuk rumah sakit
 Biasanya klien dengan sindrom nefrotik dibawa ke rumah sakit
karena terjadi edema anrsaka yang kadang-kadang mencapai 40%
daripada berat badan. (Ngastiyah, 2014:307)
 Riwayat penyakit sekarang
 Klien mengalami kenaikan berat badan, wajah tampak sembab,
pembengkakan abdomen, efusi pleura, pembengkakan labia dan
skrotum, perubahan urin,dan rentan terhadap infeksi. (Ekmawati,
2012).
3. Riwayat kesehatan terdahulu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien menderita glomerulonephritis primer atau idiopatik merupakan
penyebab Sindrom Nefrotik yang paling sering. (Sudoyo dkk,
2010,:999)
5. Riwayat penyakit keluarga
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi matemofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. (Ngastiyah,, 2014:306)

7
6. Riwayat pengobatan
Biasanya klien Sindrom Nefrotik disebabkan karena mengonsumsi
obat antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organic. (Sudoyo,
2010,:999)
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
8. Kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya Composmentis terlihat adanya edema.
(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
9. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal 120/80 mmHg ,(Nurarif dan Kusuma 2015:17)
Body system
10. Sistem pernafasan
Terdapat penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan
efusi pleura. (Suharyanto dan Majid, 2013: 140)
11. Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urin tampak berbusa, akibat penumpukan
tekanan permukaan akibat proteinuria, hematuria. (Suharyanto dan
Majid, 2013: 141).
12. Sistem pencernaan
Biasanya terjadi diare akibat edema intestinal (Marcdante etall,
2014:659)
13. Sistem endokrin
Sistem endokrin dalam batas normal (Marcdante etall, 2014, hal. 659)
14. Sistem kardiovaskuler
Jarang terjadi hipertensi (Suharyanto dan Majid, 2013: 141)
15. Sistem integument
Ditemukan pitting edema serta esites. (Marcdante etall, 2014,659)
16. Sistem muskuloskletal
Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh (lean body
mass) tidak jarang dijumpai pada SN. (Sudoyo dkk, 2010,:1000)
17. Sistem reproduksi

8
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum (Wati, 2012)
18. Sistem persyarafan
Sistem saraf dalam batasan normal. (Suharyanto dan Majid, 2013:141)
19. Sistem imunitas
Kekebalan tubuh (C3) normal (Nurarif, 2015:18)
20. Sistem pengindraan
Komplikasi pada kulit sering terjadi karena infeksi Streptococcus dan
terjadi sianosis sekitar hidung dan mulut. (Ngastiyah, 2014:310)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut SDKI (2017) diagnose keperawatan sindrom nefrotik yang


muncul antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Pola napas tidak efektif
3. Kelebihan volume cairan

G. PERENCANAAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Definisi:
Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
Batasan Karakteristik :
 Mayor: Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum
berlebih, Mengi, wheezing dan/ronchi kering, Mekonium di jalan
nafas.
 Minor : Gelisah, Sianosis,unyi nafas menurun, Frekuensi nafas
berubah, Pola nafas berubah.
Kondisi Klinis terkait :
Gulinan Barre Syndrome, sklerosis multiple, myasthenia grafis,
prosedur diagnostic (Mis. Bronkoskopi, Transesophageal
Echocardiography (TEE), Depresi system saraf pusat, Cedera kepala,

9
Stroke, kuadriplegia, sindrome Aspirasi Mekonium, infeksi saluran
nafas. (SDKI, 2017:18)
2. Pola napas tidak efektif
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidal memberikan ventilasi
adekuat.
Batasan karakteristik :
 Mayor : Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekresi
memanjang, pola nafas abnormal(mis, takipnea,bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes).
 Minor: Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit
menurun,kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah
Kondisi klinik terkait:
Depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma toraks, gullian barre
syndrome, multiple scierosis, myasthenia gravis, stroke, kuadriplegia,
intoksikasi alcohol. (SDKI, 2017:26).
3. Kelebihan volume cairan
Definisi : peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial
dan/atau intraseluler.
Batasan karakteristik:
Edema anasarka dan edema perifer, berat badan meningkat dalam
waktu singkat, Jubular, fenous tesure, refleks heppatojubular positif,
dispense vena junggularis, terdengar suaara nafas tambahan,
hepatomegaly, kadar Hb/Ht turun, oliguria , intek lebih banyakdari
output, kongesti paru
Kondisi klinis terkait:
Penyakit ginjal(gagal ginjal akut/kronis, sindrom nefrotik),
hipoalbuminemia, gagal jantung kongestif, kelainan hormone, penyakit
hati (sirosis asites kanker hati), penyakit vena perifer. (SDKI,
2017:62).

10
H. INTERVENSI

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


 (Wilkinson, 2013:37)
1) Tujuan : Menunjukan bersihan jalan napas yang efektif, yang
dibuktikan oleh pencegahan aspirasi, status pernapasan, dan
kepatenan jalan napas dan status pernapasan, ventilasi tidak
terganggu.
2) Kriteria Hasil : batuk efektif, mengeluarkan secret secara
efektif, mempunyai jalan nafas yang paten, mempunyai fungsi
paru dalam batasan normal.
 Intervensi (NIC)
1) Aktivitas Keperawatan :
- Kaji dan dokumentasikan keefektifan pemberian oksigen
dan terapi lain.
- Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk
mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya
suara napas tambahan
- Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
2) Penyuluhan Untuk Klien atau Keluarga :
- Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung
(misalnya, oksigen, mesin pengisapan, spirometer, inhaler,
dan intermittent positif pressure breating [IPPB]).
- Ajarkan kepada klien teknik bernafas dan relaksas.
- Jelaskan kepada klien dan keluarga alas an pemberian
oksigen dan tindakan lainnya.
- Informasikan kepada klien dan keluarga bahwa merokok itu
dilarang.
3) Aktivitas Kolaboratif :
- Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, jika perlu
- Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk
perkusi atau peralatan pendukung
- Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang normal

11
4) Aktivitas lain :
- Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran
secret.
- Atur posisi klien yang memungkinkan untuk
pengembangan maksimal rongga dada (misalnya, bagian
kepala tempat tidur ditinggikan 45 kecuali ada
kontraindikasi.
- Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan
secret.
2. Pola napas tidak efektif
 (Wilkinson, 2013:99)
1) Tujuan: Menunjukan pola nafas efektif, yang di buktikan oleh
status pernapasan yang tidak terganggu, ventilasi dan stattus
pernapasan,
2) Kriteria hasil
- Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang
ventilator mekanis
- Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas
normal
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
- Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
 Intervensi NIC
1) Aktivitas keperawatan:
- Pantau adanya pucat dan sianosis
- Pantau efek obat pada status pernapasan
- Kaji kebutuhan insersi jalan napas
- Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
2) Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
- Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan
- Diskusikan perencanan untuk keperawatan dirumah
meliputi pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala

12
komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber
komunitas
- Ajarkan tehnik batuk efektif
- Informasikan kepada pasien dan kelurga bahwa merokok
tidak boleh didalam ruangan.
- Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka
harus memberitahu perawat pada saat terjadi
ketidakefektifan pola pernapasan
3) Aktivitas kolaboratif
- konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk
memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis
- laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan,
nilai GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu sesuai
protocol
- berikan obat (misalnya, bronkodilator)
- berikan terapi nelbulizer ultrasonik dan udara atau oksigen
yang dilembapkan sesuai progam.
3. Kelebihan volume cairan
 (Wilkinson J. , 2013:317-322)
1) Tujuan : kelebehihan volume cairan dapat dikurangi, yang
dibuktikan oleh keseimbangan cairan, keparahan overload
cairan minimal, dan indicator fungsi ginjal yang adekuat
2) Kriteria hasil
- Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan
cairan dan diet
- Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
- Mempertahankan tanda vital dalam batas normal untuk
pasien
- Tidak mengalami pendek napas
- Hematocrit dalam batas normal
 Intervensi (NIC)

13
1) Aktivitas keperawatan
- Tentukan lokasi dan derajat edea perifer, sacral, dan
perorbital pada skala 1+ samapai 4+
- Kaji komplikasi pulmonal atau kardivaskuler yang
diinginkan dengan peningkatan tanda gawat napas,
peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah,
bunyi jantung tidak normal, atau suara napastidak normal
- Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema
terhadapgangguan sirkulasi dan integritas kulit
- Kaji efek pengobatan (mis:stroid, diuritik dan litium) pada
edema
- Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstermitas
- Timbang berat badan setiap hari dan pantau
kecendrungannya
2) Penyuluha untuk keluarga
- Ajarakan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi
edema: pembatasan diet:dan penggunaan, dosis dan efek
samping obat yang diprogramkan
- Anurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan kebutuhan
3) Aktivitas kolaboratif
- Lakukan dialisi, jika diindikasikan
- Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer
mengenai penggunaan stoking antiemboli atau balutan Ace
- Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet
dengan kandunagan protein yang adekuat dan pembatasan
natrium
- Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan
volume cairan meneta atau memburuk berikan diurtik, jika
perlu.

14
I. IMPLEMENTASI

Merupakan tindakan perencanan untuk mencapai target sesuai SOP


yang di tentukan. Di mulai dari tahap pelaksana setelah di rencanakan
membantu klien mencapai tujuan kesehatan baik secara
biopsikososiospritual. Untuk mencapainya di perlukan tahap - tahap
diantaranya:
1. Tahap persiapan atau tahap 1
Perawat mengidentifikasi dari hasil evaluasi terhadap perencanaan
yang tersusun sesuai kebutuhan klien
2. Tahap pelaksanaan atau tahap 2
Pada tahap ini perawat melaksanakan tindakan sesuai yang telah di
rencanakan baik secara indepen, dependen dan independen untuk
memenuhi kebutuhan klien
3. Tahap pendokumentasian atau tahap 3
Perawat setelah melaksanakan rencana keperawatannya di ikuti dengan
pencatatan yang akurat sesuai hasil yang didapat dari proses
keperawatan.

J. EVALUASI

Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan syndrome


nefrotik diharapkan sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan teratasi
2. Bersihan jalan nafas efektif
3. Pola nafas efektif.

15
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,


proteinuria, hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia. (Ngastiyah,
2014:306).
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh gromelunefritis (GN)
primer dan sekunder akibat infeksi keganansan penyakit jaringan
penghubung obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik (GN) primer
atau idopatik merupakan penyebab sidrom nefrotik yang paling sering
dalam kelompok GN primer GN lesi minimal glomerulosklerosis fokal
segmental, GN membranosa dan GN membraproliveratif merupakan
kelainan sistopalogi yang sering ditemukan

B. SARAN

Kesehatan adalah harta yang penting dalam kehidupan kita, maka itu
selayaknya kita menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik . Tinjauan


Umum Penyakit Sindrom Nefrotik .

Marcdante, & dkk. (2014). ilmu kesehatan anak esensial. singapura: saunders.

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. jakarta: EGC.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis & Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction.

SDKI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. jakarta selatan: dewan


pengurus pusat.

Sudoyo, A. w. (2010). buku ajar ilmu penyakit dalam. jakarta: internapublishing.

Suharyanto, T. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan sistem


Perkemihan. Jakarta: CV. Trans info medika.

Wati, N. E. (2012). Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem


Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah
Surakarta. Asuhan Keperawatan Pada An.A dengan Gangguan Sistem
Nefrologi : Sindrom Nefrotik di Ruang Mina RS PKU Muhammadiyah
Surakarta.

Wilkinson, J. (2013:317-322). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai