Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK


Dosen Pengampu : Dedep Nugraha S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
S16C
Kelompok 3

1 Ilham Azis P 7 Latifatul Isnaini


2 Indah Novitasari 8 Listiya Aprilia O
3 Indriani Safitri 9 Mawar Isndaruwati
4 Irvan Nova D 10 Merlyn Rapikasari
5 Janurika Purnamawati 11 Minarti Panjukang
6 Kiki Nia Hastuti N

PROGRAM STUDI PROFESI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KKESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia),
dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh
kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-hal:
Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia. Manifestasi dari
keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomelurus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. (Muttaqin, 2012)

2. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada
masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental. (Herdman, 2012)

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:
a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.

4. Patofisiologi
Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada
nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan
permeabilitas karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya plasma protein,
terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi
albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya. Jika albumin
terus menerus hilang maka akan terjadi hipoalbuminemia.
Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan
edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang
cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-angio-
tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan
aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami
peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density
Lipoprotein) dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam
urin ( lipiduria ). (Toto Suharyanto, 2009).
Menurunya respon immun karena sel immun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. Penyebab mencakup
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus
sistemik, dan trombosis vena renal
5. Pathways

(Carpenito, 2009)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin <>
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

7. Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak
berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan
tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai
efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan
sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan
cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik (
imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
a. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
b. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
c. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
d. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit
ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi
dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan
frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan
di rumahn sakit.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data etiologi masalah
Ds: Kehilangan Kelebihan
 An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya protein volume
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkak- sekunder cairan
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan terhadap
mata. peningkatan
 Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi permeabilitas
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sekunder
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki.
 sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan
sedikit.
Do:
 oedem priorbita (+)
 pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
 nadi 112x/menit
 RR : 44x/menit
 tekanan darah 130/80mmHg
 darah (+2)
 urobilonogen (+1)
 leukosit (+1)
Ds: Pasien anoreksia (+) Anoreksia ketidakseimb
Do: angan nutrisi
 kolesterol total 479 gr/dl kurang dari
 Protein total 2,4 g/dl, kebutuhan

 Albumin: 1,0 g/dl, tubuh.

 globulin : 1,46 g/dl,


 hipoalbuminemia (+)
 protein (+3)
Ds: Edema Kerusakan
 An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya integritas
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkak- kulit
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan
mata.
 Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki.
DO:
 Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A.
 oedem priorbita (+)
 pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Ds: kerusakan resiko infeksi
Do: jaringan
 Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A.
 Wbc 5.900

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permeabilitas sekunder
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
c. kerusakan integritas kulit b.d edema
d. resiko infeksi b.d kerusakan jaringan
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Kelebihan volume Tujuan : Dalam h. Kaji masukan yangh. perlu untuk
cairan b.d waktu 3x24 jam relatif terhadap menentukan fungsi
Kehilangan protein pasien tidak keluaran secara ginjal, kebutuhan
sekunder terhadap menunjukkan bukti- akurat. penggantian cairan dan
peningkatan bukti akumulasi i. Timbang berat penurunan resiko
permeabilitas cairan (pasien badan setiap hari kelebihan cairan.
sekunder mendapatkan (ataui lebih sering i. Mengkaji retensi
volume cairan yang jika diindikasikan). cairan
tepat) j. Kaji perubahan j. Untuk mengkaji ascites
edema : ukur dan karena merupakan
lingkar abdomen sisi umum edema.
Kriteria hasil: pada umbilicus serta
k. Agar tidak
 Penurunan edema, pantau edema mendapatkan lebih dari
ascites sekitar mata. jumlah yang
 Kadar protein darahk. Atur masukan dibutuhkan
meningkat cairan dengan l. Untuk

 Output urine cermat. mempertahankan

adekuat 600 – 700 l. Pantau infus intra masukan yang

ml/hari vena diresepkan

 Tekanan darah danm. Kolaborasi : m. Untuk menurunkan

nadi dalam batas Berikan ekskresi proteinuria

normal. kortikosteroid n. Untuk memberikan


sesuai ketentuan. penghilangan
n. Berikan diuretik sementara dari edema.
bila diinstruksikan.
ketidakseimbangan Tujuan : Dalam i. Catat intake dan i. Monitoring asupan
nutrisi kurang dari waktu 2x24 jam output makanan nutrisi bagi tubuh
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi secara akurat j. Gangguan nuirisi dapat
b.d Anoreksia akan terpenuhi j. Kaji adanya terjadi secara perlahan.
anoreksia, Diare sebagai reaksi
Kriteria Hasil : hipoproteinemia, edema
 Napsu makan baik diare. intestinalMencegah
 Tidak terjadi k. Pastikan anak status nutrisi menjadi
hipoprtoeinemia mendapat makanan lebih buruk.

 Porsi makan yang dengan diet yang k. membantu pemenuhan

dihidangkan cukup. nutrisi anak dan

dihabiskan l. Beri diet yang meningkatkan daya

 Edema dan ascites bergizi tahan tubuh anak

tidak ada. m. Batasi natrium l. asupan natrium dapat


selama edema dan memperberat edema
trerapi usus yang
kortikosteroid menyebabkan
n. Beri lingkungan hilangnya nafsu makan
yang anak
menyenangkan, m. agar anak lebih
bersih, dan rileks mungkin untuk makan
pada saat makan n. untuk merangsang
o. Beri makanan nafsu makan anak
dalam porsi sedikit o. untuk mendorong agar
pada awalnya dan anak mau makan
Beri makanan p. untuk menrangsang
dengan cara yang nafsu makan anak
menarik
p. Beri makanan
spesial dan disukai
anak
Kerusakan Tujuan : g. Berikan perawatanf. memberikan
integritas kulit b.d Kulit anak tidak kulit kenyamanan pada anak
Edema menunjukkan h. Hindari pakaian dan mencegah
adanya kerusakan ketat kerusakan kulit
integritas : i. Bersihkan dan g. dapat mengakibatkan
kemerahan atau bedaki permukaan area yang menonjol
iritasiKerusakan kulit beberapa kali tertekan
integritas kulit tidak sehari h. untuk mencegah
terjadi j. Topang organ terjadinya iritasi pada
Kriteria hasil: edema, seperti kulit karena gesekan
 Menunjukkan skrotum dengan alat tenun
perilaku k. Ubah posisi dengani.
untuk untuk menghilangkan
mencegah sering ; pertahankan aea tekanan
kerusakan kulit. kesejajaran tubuh j. karena anak dengan
 Turgor kulit bagus dengan baik edema massif selalu

 Edema tidak ada. l. Gunakan letargis, mudah lelah


penghilang tekanan dan diam saja
atau matras atau k. untuk mencegah
tempat tidur terjadinya ulkus
penurun tekanan
sesuai kebutuhan
resiko infeksi b.d Tujuan : dalam a. Lindungi anak darii. Meminimalkan
kerusakan jaringan waktu 2x24 jam orang-orang yang masuknya organisme.
Tidak terjadi infeksi terkena infeksi Mencegah terjadinya
Kriteria hasil : melalui pembatasan infeksi nosokomial.
 Tanda-tanda infeksi pengunjung. j. Mencegah terjadinya
tidak ada b. Tempatkan anak di infeksi nosokomial.
 Tanda vital dalam ruangan non infeksi.k. Membatasi masuknya
batas normal c. Cuci tangan bakteri ke dalam tubuh.

 Ada perubahan sebelum dan Deteksi dini adanya

perilaku keluarga sesudah tindakan. infeksi dapat mencegah

dalam melakukan d. Lakukan tindakan sepsis.

perawatan invasif secara l. Untuk meminimalkan


aseptik pajanan pada
e. Gunakan teknik organisme infektif
mencuci tangan m. Untuk memutus mata
yang baik rantai penyebaran
f. Jaga agar anak infeksi
tetap hangat dan n. Karena kerentanan
kering terhadap infeksi
g. Pantau suhu. pernafasan
h. Ajari orang tua o. Indikasi awal adanya
tentang tanda dan tanda infeksi
gejala infeksi p. Memberi pengetahuan
dasar tentang tanda dan
gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta . EGC.

Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.

Herdman, T. Heather. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Ahli Bahasa
: Made Sumaryati, Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia : Barrarah Barlid,
Monica Ester, Wari Praptiani. Jakarta : EGC, 2012.

Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius:
Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika

Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai