Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN SINDROM TRAUMA URETER


Dosen Pengampu : Dedep Nugraha S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
S16C
Kelompok 3

1 Ilham Azis P 7 Latifatul Isnaini


2 Indah Novitasari 8 Listiya Aprilia O
3 Indriani Safitri 9 Mawar Isndaruwati
4 Irvan Nova D 10 Merlyn Rapikasari
5 Janurika Purnamawati 11 Minarti Panjukang
6 Kiki Nia Hastuti N

PROGRAM STUDI PROFESI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KKESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TRAUMA URETER

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Trauma ureter merupakan trauma yang disebabkan oleh intervensi iatrogenik
yang dilakukan oleh dokter antara lain pada operasi endourologi trans-ureter (uteroskopi
atau utretoroskopi,ekstrasi batu dengan dormia atau litotripsi batu ureter) dan operasi di
daerah pelvis (operasi ginekologi bedah digestif atau bedah vaskular) dan trauma oleh
benda tajam. (Nurusalam san fransisca, 2011)
Trauma ureter adalah trauma yang disebabkan oleh rudapaksa tajam maupun
tumpul dari luar ataupun iatrogenik terutama pada pembedahan rektum,uterus,pembuluh
darah panggul,atau tindakan endoskopik. (Wein,dkk. 2011)
Lokasi ureter berada jauh di rongga abdomen dan dilindungi oleh tulang dan
otot,sehingga cidera ureter karena trauma tidak umum terjadi. Cidera pada ureter
kebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena insersi intrauretral
kateter atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak juga dapat membuat ureter
menjadi trauma. Meskipun tidak umum tumbuka atau deceleraci tiba-tiba seperti ada
kecelakaan mobil dapat merudak struktur ureter. Tindakan katerisasi menembus dinding
ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras juga dapat menimbulkan
trauma ureter.
Trauma ureter sangat jarang dijumpai, terjadi hanya sekitar 1%dari seluruh trauma
traktus urogenetalia. Penyebab paling sering biasanya karena trauma iatrogenik
(75%),diikuti trauma tumpul (18%) dan trauma tajam (7%)
Pada trauma ureter iatrogenik,penyebab paling sering karena operasi ginekologi(73%),
pada ureter distal (74%). Operasi endourologi transureter (ureterorenoskopi,ekstraksi batu
dengan dormia,maupun litotripsi batu ureter) dan operasi di daerah pelvis (operasi
ginekologi,bedah digestif mAaupun bedah vaskuler) dapat menyebabkan terjadinya
cedera ureter iatrogenik,baik oleh karena terikan,terpotong, robek maupun
devaskularisasi,karena banyak jaringan vaskular yang dibersihkan.
2. Klasifikasi
Klasofikasi trauma ureter berdasarkan AAST (The American Association for The Surgery of
Trauma) adalah sebagai berikut:
a. Grade I : Hematom ureter
b. Grade II : Laserasi kurang dari 50% lingkar ureter
c. Grade III : Laserasi lebih dari 50% lingkar ureter
d. Grade IV : Terpotong kurang dari 2 cm
e. Grade V : Terpotong kebih dari 2 cm

3. Etiologi
Menurut Djakovic N,dkk(2011) penyebab trauma ureter adalah:
a. Akibat proses iatrogenik (operasi endourologi dan operasi di daerah pelvis)
b. Akibat trauma benda tajam (luka tusuk, tembak)
c. Tindakan katerisasi : ujung kateter menembus dinding ureter

4. Manifestasi Kinis
Menurut Djakovic N,dkk(2011)
a. Anuria/oliguria berat setelah pembedahan di daerah pelvis dan abdomen
b. Nyeri di daerah panggul
c. Drainase urine melalui luka operasi
d. Ileus terus menerus
e. Ekstravasase urine

5. Komplikasi
Pada trauma ureter yang lama akan menyebabkan terjadinya fibrosis dan stenosis sehingga
menyebabkan hidronefrosis pada ginjal sisi yang sama. Ekstravasasi yang lama juga
menyebabkan terjadinya urinoma yang mmudahkan terjadinya infeksi dan memungkinkan
terjadinya urosepsis. (Wein,dkk. 2011)

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut amin &hardhi,2013 terdiri dari
a. Tes fungsi ginjal menjadi abnormal bila traumanya bilateral.
b. Urografi ekskresi memperlihatkan obstruksi parsial atau lengkap
c. Urografi retgrorad menentukan sifat dan letak trauma

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut amin &hardhi,2013 ada
a. Urografi intravena
b. CT scan dan
c. Foto rontgen
d. Pemeriksaan darah lengkap

8. Penatalaksanaan
Pada setiap rudapaksa tajam harus diakukan tindakan eksplorasi untuk menilai ada
tidaknya cerdera ureter serta cedra ikutan lain. Yang paling penting adalah
melakukan penyuliran urine yang ekstravasasi dan menghilangkan obstruksi. Rekonstruksi
ureter tergantung pada jenis, bentuk, luas serta letak cedera. Prinsip rekonstruksi ureter
adalah debrideman, patulasi, isolasi anatomosis bila disertai cedra usus. Untuk cedera ureter
bagian atas dapat dilakukan uretro-ureterostomi, nefrostomi, uretro-kutaneostomi,
autotransplantasi dan nefrektomi bila rekrontruksi tidak memungkinkan. Pada cedera ureter
bagian tengah dapat dilakukan uretro- ureterostomi atau transuretro-ureterostomi.
Alternatif rekrontuksi ureter distal adalah uretro-ureterostomi, uretroneosistomi, misalnya
melalui tabung yang dibuat dari dinding kandung kemih yang disebut Boari Flap. (Djakovic
N,dkk.2011)

Tatalaksana yang dilakukan terhadap trauma ureter tergantung pada saat trauma ureter
terdiagnosis,keadaaan umum pasien, dan letak serta derajat lesi ureter.
a. Trauma parsial (grade I dan II)
Pada trauma ureter grade I dan II dapat ditangani dengan pemasangan stent pada
ureter maupun nefrostomi untuk diversi urine yang keluar. Dengan pemasanga stent
diharapkan aliran urine dapat melewati daerah trauma,memberikan kanalisasi dan
stabilisasi di daerah ureter yang mengalami trauma sehingga mengurangi terjadinya
striktur. Prmasagan stent dapat dilakukan baik secara retrograde maupun antegrade
dengan bantuan fluoroskopi maupun ureteropyelografi. Pemasangan stent dipertahankan
selama 3 minggu. Sedangkan kateter uretra dipertahankan selama 2 hari untuk mencegah
terjadinya refluks dan memberikan kesempatan penyembuhan.
Pemantauan dengan renogram maupun intravenous pyelografi dilakukan di bulan ke3
hingga ke 6 segera apabila di dapatkan nyeri pingga pada daerah trauma ureter. Apabila
terjadi striktur,maka perlu dilakukan tindakan endourologi maupun pembedahan. Pada
trauma grade I maupun II yang diketahui saat pembedahan , maka dianjurkan untuk
dilakukan penutupan lesi secara primer disertai dengan pemasangan stent.

b. Trauma total (grade III,IV,V)


Perbaikan pada trauma ureter yang komplet sebaiknya dilakukan dengan melakukan
debridement jaringan ureter yang rusak,spatulasi,pemasangan stent ureter, menjagit ureter
dengan benang 4/0 yang diserap secara watertight, memasang non-suction drai dan
menutup tempat jahitan dengan peritoneum maupun omentum.
Tindakan yang dilakukan bergantung pada lokasi terjadinya trauma. Beberapa
tindakan yang mungkin dilakukan adalah:
1) Ureter saling di sambungkan (end to end anastomosis atau uretero-ureterostomi)
2) Menyambung ureter dengan kalik ginjal(ureterokalicostomi)
3) Menyambung ureter dengan ureter pada sisi yang lain(transuretro-ureterotomi)
4) Neoimplantasi ureter pada buli-buli baik dengan boari flap maupun psoas hitch
(uretroneosistostomi)
5) Interposisi ileal graft
6) Autotransplantasi
7) Nefrektomi

9. Patofisiologi
Pada cedera ureter akibat Rudapaksa tajam biasanya ditemukan hematuria mikroskopik pada
cedera ureter bilateral terhadap peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah.
Padaumumnya tanda dan gejala klinik tidak perlu spesifik. Hematuria menunjukkan cedera
pada saluran kemih. Bila terjadi ekstravasasi urine dapat timbul uriom,fistel uretro-kutan
melalui luka atau tanda rangsang peritonium dan menyebabkan peritonitis. Hematuria terjadi
akibat robeknya pembuluh darah disekitar ureter. Bila cedera ureterdisebabkan oleh
rudapaksa tumpul,gejalanya sering kurang jelas sehingga diagnosa sering
tertunda.(mutaqin,2012)

10. Pathway
Trauma saluran kemih

trauma ureter

Rudapaksa benda tajam (luka tusuk)

cidera pembedahan

Pembuluh darah robek

Hematuria

Kerusaka
Nyeri akut Resiko n
infeksi integritas
kulit

Sumber: (mutaqin,2012)
(eko &andi,2014)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
1) Meliputi : nama, alamat
2) Jenis kelamin : trauma uretra biasanya terjadi kepada pria karena uretra pria
lebih panjang sehingga resiko terjadi trauma lebih besar.
3) Umur : usia produktif lebih beresiko karena rentan terjadi kecelakaan
4) Pekerjaan : pekerjaan berat lebih beresiko terjadi kecelakaan dalam pekerjaan
b. Keluhan Utama
Hal yang paling dirasakan pasien seperti :
1) Nyeri akut
2) Perdarahan perutetra post trauma
3) Fraktur pelvis
4) Hematum penis, dll
c. Riwayat penyakit sekarang
Menceritakan tentang perjalanan penyakit dari pasien dirumah sampai dibawa ke
rumah sakit. Biasanya pasien mengeluh perdarahan peruretra post trauma,
hematoma, dll
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji pasien apakah memiliki riwayar fraktur pelvis
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasannya tidak ditemukan adanya hubungan riwayat penyakit keluarga dengan
trauma uretra
f. Pola kebiasaan y=ang mempengaruhi kesehatan
Misalnya: kebiasaan mengendarai sepeda beresiko untuk terjadinya ttrauma atau
cidera uretra
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan intervensi pembedahan.
c. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan pembedahan
3. Intervensi
Tujuandankriteriah
No Diagnosa Intervensi
asil
1 Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji nyeri dengan prinsip
berhubungan Setelah dilakukan PQRST
dengan agens tindakan 2. Kaji dampak dari nyeri yang
cedera. keperawatan terjadi (tidur, nafsu makan,
selama 3x24 jam, aktifitas)
diharapkan nyeri 3. Ajari klien teknik relaksasi
akut dapat teratasi untuk mengurangi nyeri.
dengan 4. Kolaborasi dengan dokter
Kriteria hasil: untuk pemberian analgesik.
a) Tidak ada
laporan nyeri
b) Nyeri pasien
berkurang
(skala nyeri 0-3)
atau menghilang
c) Pasien
memahami
tentang cara
mengendalikan
nyeri.

2 Kerusakan Tujuan 1. Rawat luka operasi sesuai


intregitas Setelah dilakukan prosedur.
kulit tindakan 2. Lakukan perawatan kulit
berhubungan keperawatan pasien (mandikan).
dengan selama 3x24 jam,di 3. Tingkatkan asupan protein
pembedahan. harapkan dan vitamin.
kerusakan 4. Cegah infeksi.
integritas kulit 5. Gunakan prinsip universal
teratasi dengan precaution.
Kriteria Hasil:
a) Tidak ada luka
/lesi pada kulit.
b) Perfusi jaringan
baik.

3 Resiko Setelah dilakukan 1. Ganti balutan jika kotor.


infeksi tindakan 2. Kerja dengan teknik steril.
dengan faktor keperawatan 3. Observasi tanda infeksi.
resiko selama 3x24 jam 4. Rawat drain dan amati
intervensi diharapkan resiko drainase luka operasi serta
pembedahan infeksi berkurang. drain.
Dengan kriteria 5. Lakukan pemantauan hasil
hasil : laboratorium.
a) Klien bebas dari 6. Berikan antibiotic propilaksis
tanda-tanda sesuai dengan resep dokter.
infeksi
(peningkatan
suhu tubuh,
kemerahan pada
luka operasi)
b) Jumlah leukosit
dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA

Djakovic N, Plas E, Martínez L, et all. Guidelines on Urological Trauma. European Association


of Urology, 2011 edition.

Eko dan Andi. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan Pendekatan
NANDA,NIC dan NOC. Jember:Nuha Medika

Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.

Wein, kavoussi, novick, et all. Campbell-Walsh Urology. Ureteral injury. 10th ed. 2011. 27 – 32,
1178-1188.

Anda mungkin juga menyukai