Disusun oleh :
Kelompok III
A. Latar Belakang
Konstipasi merupakan masalah yang cukup sering terjadi pada anak.
Prevalensinya diperkirakan 0,3% sampai 8%. Menurut Van den Berg MM (dalam
Jurnalis, 2013), prevalensi konstipasi anak sebesar 0,7% sampai 26,9%. Pada studi
retrospektif oleh Loening-Baucke (2005) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak
sampai usia 1 tahun mencapai 2,9% dan meningkat pada tahun kedua, yaitu sekitar
10,1%. Sejumlah 97% kasus konstipasi anak disebabkan oleh konstipasi fungsional
dengan kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bekkali NL (dalam
Jurnalis, 2013), mendapatkan umur anak yang menderita konstipasi fungsional dan
rectal fecal impaction (RFI) berkisar antara 4-16 tahun.
Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah fungsional, fissura ani, infeksi
virus dengan ileus, diet dan obat. Sekitar 97% konstipasi pada anak disebabkan oleh
fungsional. Pada 137 anak India (tahun 2001-2006), 85% konstipasi disebabkan oleh
fungsional dan 15% disebabkan oleh kelainan organik (Jurnalis, 2013). Beberapa
faktor risiko telah diidentifikasi berhubungan dengan konstipasi pada anak. Konsumsi
rendah serat telah menjadi faktor utama yang menyebabkan konstipasi. Serat yang
tidak dicerna dalam usus akan mempercepat transit di kolon dan meningkatkan
jumlah feses yang keluar. Lee et al., (2007) menemukan bahwa anak dengan
konstipasi mempunyai konsumsi serat yang lebih rendah dibanding yang anak yang
tidak konstipasi. Alergi susu sapi juga dipertimbangkan sebagai faktor risiko
konstipasi pada anak.
Dengan semakin berkembangnya ilmu kesehatan, ada beberapa penatalaksaan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi Gastrointestinal. Dengan adanya jumlah
pasien yang cukup signifikan, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam
lagi tentang kasus Gastrointestinal dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang
diberikan pada penderita Gastrointestinal.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
konstipasi, serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
konstipasi.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui dan memahami pengertian konstipasi
b. Mengetahui dan memahami epidemiologi konstipasi
c. Mengetahui dan memahami etiologi konstipasi
d. Mengetahui dan memahami patofisiologi konstipasi
e. Mengetahui dan memahami klasifikasi konstipasi
f. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis konstipasi
g. Memahami dan memahami Diagnosis konstipasi
h. Memahami dan memahami Penatalaksanaan Medis konstipasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Konstipasi
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi feses yang
padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali. Konstipasi
memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak tergantung pada konsistensi
tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang
hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan
disebut konstipasi. Namun, buang air besar setiap 3 hari dengan tinja yang keras dan sulit
keluar, sebaiknya dianggap konstipasi. Menurut World Gastroenterology Organization
(WGO).
Konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir obat (44%),
ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%)
(Devanarayana dkk., 2010). Menurut North American Society of Gastroenterology and
Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul selama 2 minggu
atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Van den Berg dkk., 2007),
sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood Constipation Terminology
menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang terganggu selama 8 minggu
dengan mengikuti minimal 2 gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3 kali per
minggu, inkontinensia frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu, masa tinja
yang keras, masa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan defekasi, nyeri saat defekasi
(Drossman dan Dumitrascu, 2006; Voskuijl dkk., 2004).
B. Epidemiologi Konstipasi
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian
Loening-Baucke (2007) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17 tahun
adalah 22,6%, sedangkan prevalensi konstipasi pada anak usia di bawah 4 tahun hanya
sebesar 16%. Penelitian Rasquin dkk. (2006) didapatkan bahwa 16% anak usia 9-11
tahun menderita konstipasi. Sebanyak 90-97% kasus konstipasi yang terjadi pada anak
merupakan suatu konstipasi fungsional (Van Den Berg dkk., 2006) dan kejadiannya
sama antara laki-laki dan perempuan (Loening-Baucke, 2004). Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Borowitz dkk. (2003), konstipasi lebih banyak dijumpai
pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1. Penelitian di Indonesia pernah dilakukan
pada anak sekolah taman kanak-kanak di wilayah Senen, Jakarta. Prevalensi konstipasi
didapatkan sebesar 4,4% (Firmansyah, 2007).
C. Etiologi
Penyebab tersering konstipasi pada anak yaitu fungsional, fisura ani, infeksi
virus dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi pada anak 95% akibat konstipasi fungsional.
Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasan diet, kurangnya
makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, psikologis, takut atau malu ke
toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp dkk., 2003; Ritterband dkk., 2003; Devanarayana
dan Rajindrajith 2011).
D. Patofisiologi
Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Pada anak umur 0-3
bulan dengan mengkonsumsi ASI frekuensi defekasi 3 kali/hari, anak umur 0-3 bulan
dengan mengkonsumsi susu formula frekuensi defekasi 2 kali/hari, dan anak umur ≥ 1
tahun frekuensi normal defekasi yaitu 1 kali/hari. (Iacono dkk., 2005).
Proses defekasi normal memerlukan keadaan anatomi dan inervasi normal dari
rektum, otot puborektal dan sfingter ani (Gambar 2.1). Rektum adalah organ sensitif
yang mengawali proses defekasi. Tekanan pada dinding rektum akan merangsang sistam
saraf intrinsik rektum dan menyebabkan relaksasi sfingter ani interna, yang dirasakan
sebagai keinginan untuk defekasi. Sfingter anal eksterna kemudian menjadi relaksasi dan
feses dikeluarkan mengikuti peristaltik kolon melalui anus. Relaksasi sfingter tidak
cukup kuat, maka sfingter ani eksterna dibantu otot puborektal akan berkontraksi secara
refleks dan refleks sfingter interna akan menghilang, sehingga keinginan defekasi juga
menghilang (Van Der Plas dkk., 2000; Degen dkk., 2005; Bu LN dkk., 2007).
Gejala dan tanda klinis konstipasi pada anak dimulai dari rasa nyeri saat defekasi, anak
akan mulai menahan tinja agar tidak dikeluarkan untuk menghindari rasa tidak nyaman
yang berasal dari defekasi dan terus menahan defekasi maka keinginan defekasi akan
berangsur hilang oleh karena kerusakan sensorik di kolon dan rektum sehingga akan
terjadi penumpukan tinja (Degen dkk., 2005). Proses defekasi yang tidak lancar akan
menyebabkan feses menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat
menyebabkan feses mengeras yang kemudian dapat berakibat pada spasme sfingter ani.
Feses yang terkumpul di rektum dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan dilatasi
rektum yang mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang mendorong feses keluar
sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin banyak. Peningkatan volume feses
pada rektum menyebabkan kemampuan sensorik rektum berkurang sehingga retensi
feses makin mudah terjadi (Van Der Plas dkk., 2000).
E. Klasifikasi
Ada 2 jenis konstipasi berdasarkan lamanya keluhan yaitu konstipasi akut dan
konstipasi kronis. Disebut konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang dari 4
minggu. Sedangkan bila konstipasi telah berlangsung lebih dari 4 minggu disebut
konstipasi kronik. Penyebab konstipasi kronik biasanya lebih sulit disembuhkan Kasdu
( 2005).
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu, nyeri saat defekasi, tinja keras, sering mengejan pada saat defekasi, perasaan
kurang puas setelah defekasi. (Uguralp dkk., 2003; Rajindrajith dkk, 2010)Keluhan lain
yang biasa timbul adalah nyeri perut, kembung, perdarahan rektum (tinja yang keluar
keras dan kehitaman). Keluhan tersebut makin bertambah berat, bahkan sampai
timbulnya gejala obstruksi intestinal (Van der Plas dkk., 2010). Berikut beberapa gejala
dan tanda yang timbul pada anak dengan konstipasi yaitu berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
G. Diagnosis
Diagnosis konstipasi sesuai dengan kriteria Rome III adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian laksatif.
2. Terdapat minimal satu kali episode soiling/enkopresis dalam seminggu.
3. Riwayat retensi tinja yang berlebihan.
4. Riwayat nyeri atau susah defekasi.
5. Riwayat pengeluaran feses yang besar sampai dapat menyumbat toilet.
6. Teraba masa fekal yang besar di rektum.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat minimal dua dari enam gejala selama dua bulan.
Soiling didefinisikan sebagai pengeluaran feses secara tidak disadari dalam jumlah
sedikit sehingga sering mengotori pakaian dalam. Enkopresis diartikan sebagai
pengeluaran feses dalam jumlah besar secara tidak disadari (Van Der Plas dkk., 2000).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI
Contoh kasus:
Seorang Anak bernama Andi yang berumur 7 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian
bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB
tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya
karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat
dipalpasi ada impaksi feses.
1. Pengkajian
Nama : An. Andi
Tanggal lahir : 01 Januari 2009
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 30 November 2016
Alamat : Pasuruan
Diagnosa Medis : Konstipasi
Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi
Keluhan utama : Nyeri pada perut, seminggu belum BAB
Riwayat penyakit sekarang :
Andi yang berumur 7 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Anak Andi
mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari
sekali. Sejak saat itu Anak Andi tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-
harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
Riwayat kesehatan keluarga : -
Hasil pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum : Lemah
b. TTV : Nadi 90x/mnt, RR 23x/mnt Pemeriksaan fisik abdomen.
c. Inspeksi : pembesaran abdomen
d. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
e. Perkusi : redup
f. Auskultasi : bising usus tidak terdengar
Analisa Data :
2. Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
3. Intervensi dan Rasional
a. Diagnosis : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : Pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil : 1) Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
2) Konsistensi feses lembut
3) Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. Mandiri :
a. Buat perencanaan makan a. Menjaga pola makan pasien
dengan pasien untuk sehingga pasien makan secara
dimasukkan ke dalam jadwal teratur
makan.
b. Dukung anggota keluarga b. Pasien merasa nyaman dengan
untuk membawa makanan makanan yang dibawa dari
kesukaan pasien dari rumah rumah dan dapat meningkatkan
. nafsu makan pasien.
c. Tawarkan makanan porsi c. Dengan pemberian porsi yang
besar disiang hari ketika besar dapat menjaga
nafsu makan tinggi keadekuatan nutrisi yang
masuk.
d. Pastikan diet memenuhi d. Tinggi karbohidrat, protein, dan
kebutuhan tubuh sesuai kalori diperlukan atau
indikasi. dibutuhkan selama perawatan.
e. Pastikan pola diet yang pasien e. Untuk mendukung peningkatan
yang disukai atau tidak nafsu makan pasien
disukai.
f. Pantau masukan dan f. Mengetahui keseimbangan
pengeluaran dan berat badan intake dan pengeluaran
secara periodik. asuapan makanan.
g. Kaji turgor kulit pasien g. Sebagai data penunjang adanya
perubahan nutrisi yang kurang
dari kebutuhan
2. Kolaborasi:
a. Observasi: a. Untuk dapat mengetahui
Pantau nilai laboratorium, tingkat kekurangan kandungan
seperti Hb, albumin, dan Hb, albumin, dan glukosa
kadar glukosa darah dalam darah.
b. Ajarkan metode untuk b. Klien terbiasa makan dengan
perencanaan makan terencana dan teratur.
c. Health Edukasi c. Menjaga keadekuatan asupan
Ajarkan pasien dan keluarga nutrisi yang dibutuhkan.
tentang makanan yang bergizi
dan tidak mahal
c. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
3) Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
5) Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik
secara tepat
Intervensi Rasional
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi feses yang
padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali.
Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak tergantung
pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada
anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa
kesulitan bukan disebut konstipasi. Kunci untuk konstipasi adalah mengonsumsi serat
yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami memperoleh sumber materi secara
terbatas. Dari pembahasan yang kami buat himbauan kepada seluruh mahasiswa
umumnya masyarakat banyak, jangan merasa cepat puas terhadap materi yang kami
sajikan karena masih banyak kekurangan mengenai materi Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Konstpasi dalam kegiatan akademik maupun non-akademik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, Gaya baru, Jakarta.