Anda di halaman 1dari 3

Penyimpanan dan Penyebab Kerusakan Vaksin

Jenis penyakit menular yang saat ini menjadi program imunisasi adalah TBC, difteri, pertusis,
polio, campak, tetanus dan hepatitis B. Secara umum tujuan program imunisasi adalah menurunkan
angka kesakitan, kecacatan dan kematian PD3I, sedangkan tujuan khususnya antara lain tercapainya
Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata di 100%
desa/kelurahan pada tahun 2010, tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatus (insiden bawah 1
per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008, Eradikasi polio pada tahun 2008, serta
tercapainya reduksi campak pada tahun 2006.Menurut Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Depkes RI,
2005, sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh,
kegiatan imunisasi dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan sesuai standar sehingga mampu
memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.
Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan yang
khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di unit pelayanan. Vaksin, sebagai media utama
kegiatan imunisasi, merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan,
sehingga penyimpanan vaksin membutuhkan perhatian khusus. Pada setiap tahapan rantai dingin maka
transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0oC sampai 8°C. Vaksin polio boleh mencair dan
membeku tanpa membahayakan potensi vaksin. Sedangkan vaksin DPT, DT, dT, hepatitis-B
dan Hib akan rusak bila membeku pada temperature 0° (vaksin hepatitis-B akan membeku sekitar -
0,5°C).

Mungkin masih banyak petugas kesehatan yang beranggapan asal didalam pendingin maka vaksin sudah
aman. bahkan mungkin masih banyak yang terjebak pada pemahaman, misalnya makin dingin tempat
penyimpanan vaksin makin baik bagi vaksin. Mungkin tulisan berikut dapat kembali mengingatkan kita,
misalnya Semua vaksin akan rusak bila terpapar panas atau sinar matahari langsung. Beberapa vaksin
tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara permanen.

Terkait dengan prosedur penyimpanan, Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan
kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan.
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8° C
dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan vaksin : 1) Lemari pendingin untuk penyimpanan
vaksin yang aman. 2) Thermometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperature
dicek, dan dicatat secara teratur setiap hari. 3) Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada
kebocoran pada sekat pintu. 4) Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau
minuman. 5) Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin. 6) Letakkan vaksin di rak bagian atas
atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau di daun pintu karena perubahan temperature terlalu besar
apabila pintu dibuka-tutup terlalu sering (>10°C). 7) Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin
secara berlebihan karena akan mengganggu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.

Beberapa faktor, dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan vaksin, seperti penyimpanan pada suhu
yang tidak sesuai, adanya perubahan fisik vaksin, serta pengaruh sinar matahari.
Faktor Suhu: Pada prinsipnya masing-masing vaksin mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap
suhu yang tidak tepat. Paparan suhu yang tidak tepat menyebabkan umur penggunaan vaksin berkurang.
Sebagai contoh vaksin Hepatitis B-PID dan vaksin DPT-HB pada suhu 0,5o C, dapat bertahan selama
maksimal 30 menit.

Perubahan Fisik: Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin DPT
misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun dikocok sekuat-kuatnya.
Vaksin lain tidak akan berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang / berkurang. Vaksin
yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus yakin betul bahwa cara
penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.

Sinar matahari dan sinar ultraviolet : Semua vaksin akan rusak jika terkena sinar matahari
langsung serta sinar ultra violet. Vaksin yang tidak habis pada pelayanan statis, seperti di Puskesmas,
rumah sakit, atau pada praktek swasta, dapat dipergunakan lagi pada pelayanan hari berikutnya, dengan
beberapa syarat, antara lain vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan dalam suhu 2 o C – 8o C, tidak
pernah terendam air, sterilitasnya terjaga, serta VVM masih dalam kondisi A atau B.

Vaccine Vial Monitor (VVM) merupakan indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial vaksin
yang digunakan untuk memantau vaksin selama perjalanan maupun dalam penyimpanan. Semua vaksin
program imunisasi kecuali BCG telah dilengkapi dengan VVM. Vaccine Vial Monitor (VVM) tidak
mengukur potensi vaksin secara langsung, namun memberikan informasi tentang layak tidaknya
pemakaian vaksin yang telah terkena paparan panas. Vaccine Vial Monitor (VVM) mempunyai
karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. Vaccine Vial Monitor (VVM) untuk vaksin
polio tidak dapat digunakan untuk vaksin Hb, begitu juga sebaliknya. Sedangkan cara membaca VVM
secara detail, menurut Getting started With Vaccine Vial Monitors (WHO, 2002) dapat dilihat pada tabel
berikut :

Vaccine Vial Monitors (VVM)


Penting untuk diperhatikan, bahwa kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin disimpan dan
ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan. Dan monitoring kualitas vaksin dapat
dilakukan secara cepat dengan melihat indikator VVM dan freeze tag atau freeze watch. Selain itu, untuk
menjaga rantai dingin vaksin tetap terjaga di perlukan termometer sebagai alat pemantau suhu pada
lemari es (baik dipasang didalam maupun diluar lemari)

Refference, antara lain :

 Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Depkes RI, 2005.

 Proverawati A., (2010)., Imunisasi dan Vaksinasi. Nuhamedika. Jakarta.

 World Health Organizations., (2002)., Ensuring Quality of Vaccines at Country. Departement of


Immunization Vaccine and Biological., WHO., Geneva.

Anda mungkin juga menyukai