Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRNDAHULUAN TYPOID

a. Konsep Penyakit
1. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia
12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas
usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ) (Mansjoer, Arif 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

2. Etiologi
a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1) Antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2) Antigen H(flagella)
3) Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b) Salmonella parathypi A
c) salmonella parathypi B
d) Salmonella parathypi C
e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996)

3. Tanda dan Gejala


Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).

Menyusul gejala klinis yang lain:


1. DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
a. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari.
b. Minggu II : Demam terus
c. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur – angsur
2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor
b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c. Terdapat konstipasi, diare
3. GANGGUAN KESADARAN
a. Kesadaran yaitu apatis – somnolen
b. Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).

4. Klasifikasi
Klasifikasi dari Thypus Abdominalis adalah :
a. Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna , gangguan kesadaran.
b. Paratypus adalah jenis typus yang lebih ringan , mungkin sesekali penderita
mengalami buang - buang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih
susu, bagian tepinya merah terang. Bibir kering , dan kondisi fisik tampak
lemah , serta nyata tampak sakit. Jika sudah lanjut , mungkin muncul gejala
kunin,sebab pada tipus oragan limfa dan hati bias membengkak seperti gejala
hepatitis.

5. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

6. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1)  Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3)  Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4)  Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5)  Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7)  Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

b. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena
itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu.
Di bawah ini pengkajian yang dilakukan pada penyakit Typhus
abdominalis sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan pengelompokan data
1)      Identitas
a)        Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, alamat, pendidikan, nomor RM, diagnosa medis, tanggal
masuk Rumah Sakit, serta tanggal pengkajian.
b)        Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan suku
bangsa, agama, pendidikan dan hubungan dengan klien.
2)      Riwayat kesehatan keluarga
a)      Keluhan utama
Keluhan utama yaitu keluhan yang terjadi saat dikaji,
keluhan yang terdapat pada klien dengan gangguan thypus
abdominalis biasanya demam yang terjadi lebih dari satu minggu
biasanya disertai dengan penurunan nafsu makan, mudah lelah, nyeri
kepala, diare, nyeri pada daerah perut.
b)      Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan uraian keluhan utama secara kronologis dengan
menggunakan analisa P, Q, R, S, T, yaitu :
P   : Paliatif, propokatif atau penyebab keluhan utama. Pada klien
yang menderita typhus abdominalis  biasanya mula-mula
anak menderita demam. demam biasanya bertambah apabila
beraktivitas ringan sekalipun, kelelahan, kurang istirahat dan
intake nutrisi, sedangkan demam biasanya berkurang apabila
cukup istirahat, nutrisi yang tepat dan mengkonsumsi obat
antipiretik.
Q   : Qualitas/ qualitatif yaitu bagaimana gejala dirasakan dan
sejauh mana keluhan dirasakan. Demam yang dirasakan lebih
dari satu minggu yang bersifat remiten (hilang timbul).
R   : Region (daerah mana saja yang dikeluhkan). Demam
dirasakan pada seluruh tubuh, terutama pada bagian dahi,
aksila dan abdomen.
S   : Severity (yang dapat memperberat dan memperingan keluhan
utama) atau skala. Suhu biasanya dapat mencapai 39-41oC,
T   : Time atau kapan terjadinya keluhan utama. Demam biasanya
terjadi sore hari dan meninggi pada malam hari dan demam
mulai menurun pada pagi hari.
c)      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Menguraikan tentang riwayat penyakit klien dimasa lalu,
apakah mengalami penyakit yang serupa antara masa lalu dengan
sekarang yang dialami klien.
d)     Riwayat Kesehatan Keluarga
Menguraiakan tentang status kesehatan anggota keluarga
dengan mengkaji apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama ataupun penyakit keturunan.
3)     Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a)      Riwayat Kehamilan
Komplikasi pada saat kehamilan klien, lamanya kehamilan,
imunisasi TT dan infeksi kehamilan, kunjungan kehamilan, keluhan
selama kehamilan, tanggal kelahiran dan jumlah gravida kesehatan
selama kehamilan dan obat-obat yang digunakan selama kehamilan.
b)      Riwayat Persalinan
Klien lahir prematur atau matur, kondisi klien pada saat lahir,
berat klien saat lahir,karena bial berat berat kurang dari 2500 atau
BBLR dapat mempengaruhi daya tahan anak,  panjang klien saat
lahir, durasi persalinan tipe melahirkan, tempat melahirkan dan obat-
obatan yang digunakan ketika melahirkan.
4)     Riwayat Imunisasi dan Makanan
a)      Imunisasi
Riwayat imunisasi, menanyakan tentang (usia klien pada saat
diimunisasi, jenis imunisasi) dan reaksi yang diharapkan dan catatan
alasan anak belum mendapat imunisasi bila ada. Catat imunisasi yang
telah diberikan yaitu imunisasi BCG 1x, DPT 3x, Polio 4x, Hepatitis
B 3x dan Campak 1x.
b)     Makanan
Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa
diberikan makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa jenis, porsi
dan frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang lebih
disukai oleh anak.
Kebiasaan anak pada usia sekolah yaitu biasanya anak
sekolah pada umumnya mempunyai nafsu makan yang baik dan
menyukai beberapa makanan yang sederhana masih lebih disukai.
5)     Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengkajian riwayat pertumbuhan meliputi berat badan, tinggi badan
normal, lingkar lengan atas dan gigi. Sedangkan pengkajian
perkembangan meliputi pengkajian terhadap status mental, adaptif,
personal sosial, perkembangan psikososial dan perkembangan
psikoseksual.
6)     Pola Kebiasaan Sehari-hari
a)      Pola Nutrisi
Pada klien dengan typhus abdominalis ditemukan perubahan
pola nutrisi dimana terdapat penurunan napsu makan yang
dikarenakan mual, perut kembung, dan obstipasi. Berkurangnya
frekwensi makan sehingga asupan nutrisi tidak adekuat.
b)      Pola eliminasi
Pola eliminasi klien dengan typhus abdominalis biasanya
sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau pun
normal seperti biasa. Konstipasi dan diare bisa terjadi karena adanya
kerusakan pada villi usus halus sehingga absorpsi makanan
terganggu. Bila telah terjadi komplikasi perforasi / perdarahan usus
dapat terjadi melena.
c)     Pola istirahat dan tidur
Perubahan pola istirahat tidur dapat terjadi jika anak
mengalami nyeri dan demam sehingga anak menjadi gelisah dan
rewel, biasanya kualitas dan kuantitas tidur klien berkurang.
d)     Pola Aktivitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien terbatas hanya ditempat tidur karena
kelemahan, sakit yang dirasakan serta karena program terapi yang
mengaharuskan pasien bedrest total.
e)      Pola personal hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan frekuensi mandi,
menyikat gigi, keramas, menggunting kuku sebelum sakit dan dapat
dihubungkan dengan kemampuan untuk merawat diri yang sudah
dapat dilakukan oleh klien.
7)     Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan Umum, biasanya klien tampak lemah.
b)     Tanda tanda vital Nilai normal tanda-tanda vital untuk anak usia
0
sekolah adalah suhu 36,5 – 37,5 C, tekanan darah 100/60 mmHg,
respirasi 15-30 x/menit, nadi 55 – 90 x/menit.
c)      Status gizi dapat ditemukan penurunan berat badan dari normal.
d)     Pemeriksaan Persistem
(1)   Kepala
       Pemeriksaan dimulai warna rambut, distribusi pertumbuhan
rambut, kebersihan, dan rambut mudah rontok atau tidak. Klien
dengan typhus abdominalis akan ditemukan klien mengeluh sakit
kepala karena adanya peningkatan suhu tubuh.
(2)   Mata
Pemeriksaan meliputi  kelopak mata, konjungtiva, pupil,
sklera, lapang pandang, bola mata dan ketajaman penglihatan.
Klien dengan typhus abdominalis akan ditemukan konjungtiva
anemis karena adanya perubahan nutrisi.
(3)   Telinga
Pemeriksaan meliputi  kebersihan telinga, sekresi, dan
pemeriksaan pendengaran. Klien dengan typhus abdominalis akan
terjadi perdarahan pada kulit dan tempat lain salah satunya adalah
perdarahan pada telinga.
(4)   Hidung
Pemeriksaan meliputi kebersihan hidung, sekresi, dan
pernapasan cuping hidung. Klien dengan typhus abdominalis akan
ditemukan gejala sesak.
(5)   Mulut, lidah, dan gigi
Pemeriksaan meliputi keadaan bibir, mukosa mulut, lidah,
tonsil, jumlah gigi, karies, gusi, dan kebersihan gigi. Klien typhus
abdominalis akan ditemukan mukosa mulut tampak kotor, bibir
kering, nyeri tekan pada abdomen.
(6)   Leher
Pemeriksaan meliputi pembesaran kelenjar getah bening,
limfa, tyroid, posisi trachea. Klien dengan typhus abdominalis
akan ditemukan pembesaran pada kelenjar getah bening.
(7)   Dada
Pemeriksaan meliputi bentuk dada, ekspansi dada,
pergerakan dada (frekuensi, irama, kedalaman), nada, kualitas,
bunyi, dan vibrasi yang dihasilkan, dengarkan suara nafas, suara
nafas tambahan, dan suara jantung. Klien typhus andominalis
biasanya frekuensi nafas dan pola nafas meningkat dan dangkal
dengan irama ireguler.
(8)   Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi : bentuk, warna, lesi,
dengarkan frekuensi, nada, dan intensitas bising usus, rasakan
adanya spasme otot, nyeri tekan, dan adanya massa. Klien dengan
typhus abdominalis akan merasa mual dan muntah, nafsu makan
berkurang, sakit ulu hati, adanya nyeri tekan pada abdomen,
terjadi diare atau konstipasi, turgor kulit < dari 3 detik
dikarenakan adanya gangguan kekurangan cairan.
(9)   Punggung dan bokong
Pemeriksaan pada punggung dan bokong meliputi : bentuk
punggung dan bokong, warna, kebersihan, dan lesi. Pada typhus
abdominalis biasanya ditemukan lesi pada punggung dan bokong
akibat tirah baring yang cukup lama.
(10) Pemeriksaan genetalia eksterna
Pemeriksaan pada genitalia yaitu mengkaji kebersihan daerah
genitalia dan sekitarnya. Klien dengan typhus abdominalis akan
ditemukan darah pada urin (hematuria).
(11)  Kulit
Pemeriksaan pada kulit meliputi : warna kulit dan perubahan
pada kulit seperti ikterus, kulit kering dan bersisik. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan  roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pada minggu pertama, dapat juga di
temukan peningkatan suhu tubuh/ demam.
(12)  Ekstremitas atas dan bawah
Pemeriksaan pada ekstremitas atas dan bawah meliputi :
kekuatan otot, range of motion, perabaan akral, perubahan
bentuk tulang, CRT (normal < 3 detik), dan edema pitting. Pada
penderita typhus abdominalis dapat ditemukan keluhan berupa
nyeri otot dan kelemahan fisik.
8)     Data Penunjang
Dalam pemeriksaan penunjang ditemukan data pemeriksaan   
laboratorium, seperti :
a.       Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella
typhosa pada salah satu biakan darah, feses, urine, sumsum tulang
ataupun cairan duedenum. Misalnya biakan darah biasanya positif
pada minggu pertama perjalanan penyakit, biakan feses dan urine
positif biasanya pada minggu kedua dan ketiga, biakan sumsum
tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan
ataipun pemberian antibiotik sebelumnya.
Hasil pemeriksaan biakan positif dari sampel darah penderita
digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil
pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feses
atau urine digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah
sembuh atau belum atau karier.
b.      Pemeriksaan serologis 
1.  Darah tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah
leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin
didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau
sedikit, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif,
terutama pada fase lanjut.
2.  Pemeriksaan widal
Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2-3
minggu memastikan diagnosis typhus abdominalis. Didapatkan
titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna
untuk menengakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama
sembuh.
3. Pemeriksaan Kultur (biakan empedu)
Terdapatnya basil salmonella typhosa dalam urin dan tinja.
9)      Pengobatan
Perawatan dan pemberian obat, obat yang diberikan diantaranya :
kloramphenikol, tiamphenikol, kotrimoksazol, ampisillin, amoksillin
dan sefalosforin generasi ketiga.

b.   Analisa Data
Proses analisa merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian
setelah dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan
mengidentivikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang dimulai
dari pengkajian pola fungsi kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan (Lampirkan Penyimpangan KDM)


Diagnosa keperawatan pada penderita Typhus Abdominalis antara lain:
a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella thyposa.
b) Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang,
mual, muntah, pengeluaran yang berlebiha, diare, panas tubuh.
c) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang
berlebihan akibat diare.
d) Gangguan pada defekasi : diare berhubungan dengan peradangan pada
dinding usus halus.
e) Perubahan pola defekasi : konstipasi berhubungan dengan proses peradangan
pada dinding usus halus.
f) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan perubahan status tirah baring.
g) Perubahan rasa nyaman : nyeri, mual, muntah, diare, berhubungan dengan
inflamasi.
h) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
3. Intervensi Keperawatan dan rasional tindakan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella thyposa.
Tujuan : hipertermi dapat diatasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital minimal 2 jam sekali, pasien bebas dari
kedinginan dan menggigil.
Rasional : Tanda-tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan
umum baik.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai
indikassi.
Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional :  Dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air
es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan
suhu secara aktual. Selain itu, alkohol dapat mengeringkan
kulit.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik, misalnya ASA
(aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam.
5) Jelaskan upaya untuk mengurangi hipertermi dan bantu pasien untuk
pelaksanaannya :
a) Tirah baring dan mengurangi aktifitas fisik.
Rasional : Dapat mengurangi energi yang dikeluarkan.
b) Anjurkan pasien untuk b anyak minum 2-3 liter per hari.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh menyebabkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan masukan
cairan yang banyak.
c) Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis dans men yerap
keringat.
Rasional :  Pakaian yang tipis akan membantu dalam penyerapan
keringat.
d) Anjurkan pasien untuk tidur terlentang.
Rasional :  Tidur terlentang dapat memperluas permukaan tubuh
sehingga dapat mempercepat proses penguapan.

b. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang,


mual, muntah, pengeluaran yang berlebiha, diare, panas tubuh.
Tujuan : kekurangan cairan dapat diatasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil : pasien tidak mengalami tanda-tanda dehidrasi yang ditandai
dengan tanda vital stabil dalam batas normal, turgor kulit
normal, membran mukosa lembab tidak ada rasa haus yang
berlebihan, input dan output cairan seimbang.
Intervensi :
1) Kaji perubahan tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan
metabolik dan kehilangan cairan melalui penguapan
(evaporasi).
2) Kaji turgor kulit, membran mukosa.
Rasional : indikator langsung keadekuatan volume cairan.
3) Catat laporan mual/muntah
Rasional : adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4) Pantau masukan dan haluaran, hitung keseimbangan cairan.
Rasional : memberikan informasi tentang keadekutan volume cairan dan
kebutuhan penggantian.
5) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi pasien.
Rasional : pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi,
misalnya antipiretik, antiemetik.
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan IV sesuai
keperluan.
Rasional : adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan
parenteral dapat memperbaiki/mencegah kekurangan cairan.

c. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang
berlebihan akibat diare.
Tujuan : nutrisi tercukupi untuk memenuhi kebutuhan tubuh sebelum,
selama, dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : pasien mengalami peningkatan berat badan ideal, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional : anoreksia, kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme
terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan
dan terjadinya malnutrisi.
2) Catat muntah mengenai jumlah kejadian, atau karakteristik lainnya.
Rasional :  ini dapat membantu untuk menentukan derajat kemampuan
pencernaan atau absorbsi makanan.
3) Berikan atau bantu perawatan mulut.
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
4) Berikan informasi tentang menu pilihan.
Rasional : perencanaan menu yang disukai pasien dapat menstimulasi
nafsu makan dan meningkatkan pemasukan makanan.
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan, contoh bebas dari bau
tidak sedap.
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan
makanan.
6) Sarankan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
Rasional : pemberian makanan dalm porsi lebih kecil kalau diberikan
sering akan lebih mudah ditoleransi sehingga kebutuhan
perhari terpenuhi.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional : bermanfaat untuk menentukan kebutuhan kalori yang tepat.
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik, sedatif, dan
kortikosteroid yang sesuai.
Rasional :  kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi
mual/muntah.

d. Gangguan pada defekasi : diare berhubungan dengan peradangan pada


dinding usus halus.
Tujuan : diare dapat dihentikan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : meningkatkan fungsi usus mendekati normal, defekasi sesuai
dengan pola dengan konsistensi lembek.
Intervensi :
1) Kaji penurunan jumlah feces, peningkatan konsistensi feses, dan
penurunan urgensi BAB.
Rasional : peningkatan feses membantu mengevaluasi efektifitas agen
antidine dan pembatasan diet.
2) Pertahankan lingkungan yang bebas bau untuk klien, misalnya pispot
dikosongkan segera, ganti linen yang basah, berikan pengharum ruangan.
Rasional : bau fekal dapat menyebabkan rasa malu dan dapat
menyebabkan stres.
3) Lakukan perawatan peringeal yang baik.
Rasional : iritasi perianal, ekskorasi dan pruritus karena sering buang air
besar dapat dicegah.
4) Dorong diet tinggi serat dalam batassan diet, dengan masukan cairan
sedang sesuai diet yang dibuat.
Rasional :  meningkatkan konsistensi feses, kelebihan jumlah
mempengaruhi diare.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional : mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi.
6) Gantikan cairan dan elektrolit dengan cairan per oral yang mengandung
elektrolit yang tepat.
Rasional : tipe cairan pengganti tergantung pada kebutuhan elektrolit.

e. Perubahan pola defekasi : konstipasi berhubungan dengan proses peradangan


pada dinding usus halus.
Tujuan : konstipasi dapat diatasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : defekasi sesuai dengan pola dan konsistensi lembek.
Intervensi :
1) Auskultasi bising usus.
Rasional : adanya bunyi abnormal menunjukkan terjadinya komplikasi.
2) Selidiki keluhan nyeri abdomen.
Rasional : mungkin berhubungan dengan distensi gas atau terjadinya
komplikasi misalnya ileus.
3) Kaji kebiasaan atau pola defekassi sebelum sakit, tindakan untuk
memperlancar buang air besar sehingga dapat menentukan intervensi yang
tepat.
Rasional : mengetahui pola defekasi sebelum sakit, serta tindakan untuk
memperlancar buang air besar sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat.
4) Jelaskan penyebab konstipasi.
Rasional : penjelasan mengenai konstipasi mengurangi kecemasan pasien.
5) Berikan stimulasi untuk buang air besar dengan minum air putih 1-2 gelas
sebelum waktu yang biasanya pasien buang air besar, makan buah-buahan
seperti pepaya, pisang, sari buah.
Rasional : air putih dapat melembekkan feses dan buah-buahan
mempermudah pengeluaran feses.
6) Beri mobilisasi miring kanan-kiri atau duduk yang diijinkan bagi pasien.
Rasional : mobilisasi yang dianjurkan kepada pasien dapat meningkatkan
peristaltik usus.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian pelunak feses, supositoria
gliserin seseuai indikasi.
Rasional : mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan
perlahan/evakuasi feses.

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan perubahan status tirah baring.


Tujuan :  kebutuhan dasar perawatan diri pasien terpenuhi setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :   kebutuhan dasar perawatan diri pasien seperti mandi,
eliminasi dapat terpenuhi, komplikasi pada tirah baring
tercegah/minimal.
Intervensi :
1) Berikan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar perawatan diri pasien.
Rasional : pemberian bantuan sangat dibutuhkan saat kondisinya lemah
dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan
kebutuhan dasar perawatan diri pasien tanpa membuat pasien
mengalami ketergantungan pada perawat.
2) Dekatkan semua keperluan pasien dalam jangkauan, misalnya bel, meja,
dll.
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri tanpa
orang lain.
3) Observasi keluhan atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kemandirian pasien.
4) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dn mempercepat
proses penyembuhan.
Rasional : penjelasan diberikan pada pasien untuk kooperatif.
5) Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang
gerak sendi pasif/aktif.
Rasional : tirah baring dapat mrnurunkan kemampuan karena terjadi
keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.

g. Perubahan rasa nyaman : nyeri, mual, muntah, diare, berhubungan dengan


inflamasi.
Tujuan : pasien tidak merasakan nyeri setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil : pasien tidak mengeluh nyeri dan menyatakan nyeri hilang.
Intervensi :
1) Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.
Rasional : makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga
menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah
distensi dan haluaran gastrin.
2) Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan, misalnya
perubahan posisi, pemijatan punggung.
Rasional: napas bau karena tertahannya sekret mulut menimbulkan tidak
nafsu makan dan dapat meningkatkan mual.
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan dan melakukan perubahan
diet.
Rasional : pilihan makanan akan tergantung pada keluhan pasien.
4) Jelaskan pada pasien mengenai penyebab nyeri, mual, muntah, dan diare,
lama nyeri akan berlangsung, obat yang diberikan serta efek sampingnya.
Rasional : bila klien harus mencoba menunjukkan nyeri yang dialaminya
pada pemberi perawatan, ia mengalami peningkatan ansietas,
yang pada akhirnya dapat menimbulkan nyeri.
5) Berikan klien pereda nyeri optimal dengan privasi untuk pengalaman
nyerinya.
Rasional : rasa malu pasien dimana orang lain mengobservasi responnya
pada nyeri dapat meningkatkan ansietas dan meningkatkan
nyeri.
6) Berikan pereda nyeri optimal dengan analgesik yang diresepkan.
Rasional : pereda nyeri optimal menurunkan ansietas yang berhubungan
dengan kekambuhan nyeri.
7) Kolaborasi dengan pasien untuk mengidentifikasi metode untuk
menurunkan intensitas nyeri.
Rasional : klien paling tahu tentang nyeri dan dapat memberikan
pemahaman yang berharga dalam penatalaksanaan.

h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.


Tujuan  : pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil : pasien mengerti dan memahami tentang faktor penyebab
penyakit.
Intervensi :
1) Mengkaji tingkat ansietas pasien (ringan, sedang, berat).
Rasional :  Perawat mengetahui tingkat ansietas pasien dan dapat
mengatasi tingkat ansietas pasien sesuai dengan keadaannya.
2) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang faktor penyebab yang
terjadi pada penyakit pasien.
Rasional : Pasien dapat mengerti dan memahami faktor penyebab terhadap
penyakitnya.
3) Mengidentifikasi dan memberikan penjelasan tentang pencegahan
penyakit pasien.
Rasional :  Pasien mampu melakukan tindakan pencegahan yang
disarankan perawat.
4) Memberikan penjelasan kepada keluarga dan pasien tentang cara tindakan
penanggulangan setelah pulang dari RS.
Rasional :  Agar pasien mengerti hal-hal yang dapat membuat terjadinya
penyakit itu lagi.
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
1. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini
adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis.
Typhoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak
usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan
diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ).
2. Berdasarkan intervensi yang dilakukan, maka yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid abdominalis adalah : tanda-tanda
vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak
terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara
mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

b. Saran
Penulis harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua untuk
ilmu yang lebih membangun. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang positif dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal bedah Edisi 8 Volume 1. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Diagnosa Keperawatan
dan Masalah kolaboratif. Jakarta: EGC.
Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai