Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang
memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara,
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam kondisi optimal. Sebagai
seorang manusia, klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka keperawatan
memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis,
psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual.

Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan
menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami
mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai
kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.

Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa


pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak
saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual
klien. Sehingga, pada nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya
terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual.
Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu
secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi
yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari
seorang perawat sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada klien.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana Konsep Spiritual?
b) Bagaimana kebutuhan dan Pola Normal Spiritual?
c) Bagaimana Perkembangan Aspek Spiritual?
d) Bagaimana Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual?

C. Tujuan Penulisan
a) Memenuhi kebutuhan Mata Kuliah Psikososial dan Budaya
b) Mengetahui konsep kesehatan spiritual secara umum
c) Mengetahui Kebutuhan dan Pola Normal Spiritual
d) Mengetahui Perkembangan Askpek Spiritual
e) Mengetahui Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

1
D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kepustakaan
dengan telaah pada buku-buku atau sumber dan Internet. Hal ini dapat dijadikan sumber atau
referensi serta memiliki ketersambungan atau keterkaitan materi dengan kajian atau pokok
bahasan dalam makalah ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebutuhan Spiritualitas

1. Konsep Spiritual

a. Definisi

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha
pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai
Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya
dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa,zakat, haji, doa dan sebagainya
(Hawari, 2002).

b. Aspek spiritualitas

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk


menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan
hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan
spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan
harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).

Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:

1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam


kehidupan
2) Menemukan arti dan tujuan hidup
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang Maha Tinggi.

c. Dimensi spiritual

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan


dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat
menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi
agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi
agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha
Penguasa.Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan
dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan

3
dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut
(Hawari, 2002).

2. Kebutuhan spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan


keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agamas serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan
spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004).

Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari,


2002), yaitu :

a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus
diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup
dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama
manusia (horisontat) serta alam sekitaraya
c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian,
pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan
dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini
merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa
seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah
kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara
horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self esteem),
setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan.
Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan
jangka panjang (hidup di akhirat).Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan
persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi
yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada
tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi
dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia. Manusia
hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan dengan orang
disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan

4
alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban
untuk menjaga dan melestarikan alam ini.
j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai religius.
Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering berkumpul dengan
orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman orang tersebut.

3. Dimensi Spiritual

Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi yang
lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan
berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Dimensi
spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien. Keimanan atau keyakinan religius
adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan tersebut diketahui
sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik (Hamid,2000).
Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai
spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna,
transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi (Potter & Perry, 2005).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses
pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan spiritual
memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari prosesi
ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut (Hawari, 2002)

4. Pola normal spiritual

Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, Karena dari pola
tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun maladaptif berhubungan
dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi spiritual merupakan dimensi yang sangat penting
diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien.
Carson (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting
dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya bahwa keimanan diketahui
sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan dan pemulihan fisik,
yang tidakdapat diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan
pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang
konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien.
Ada beberapa agama yang menerapkan pola normal spiritualnya dengan cara:
a) Beberapa orang menjadi spiritual setelah usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke
kuil, menghadiri wacana-wacana dan membaca bukubuku atau kitab-kitab dianggap
sangat spiritual.
b) Tingkat kedua orang memiliki seorang guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki
sadhana. Ini adalah zaman baru modern gaya

5
c) Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai dewa dan mereka upsana. Beberapa
praktik seni seperti astrologi atau obat atau tari atau musik dan kemudian mereka
menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.
d) Beberapa orang menghadiri Bhajan dan kemudian melakukan pelayanan sosial yang
juga baik seperi pelayanan kesehatan.

5. Perkembangan Aspek Spiritual

Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Hamid
(2000) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk
perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal
arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya
perkembangan spiritual yang baik pada bayi. Oleh karena itu, perawat dapat menjalin
kerjasama dengan orang tua bayi tersebut untuk membantu pembentukan nilai-nilai spiritual
pada bayi.
Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal
(18 bulan-3 tahun). Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat
belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang
lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk
berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan
aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana
seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam
dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima
pengalamanpengalaman baru, termasuk pengalaman spiritual (Hamid, 2000).
Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat
dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai
memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan
norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi
membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan
anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu
spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran
konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan
mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya (Hamid, 2000).
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas
kognitif pada anak. Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka
sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual
dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat
diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi
pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka (Hamid, 2000).
Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan
hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang
akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai
dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami,

6
mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada
tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi
keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun
mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit
karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab.
Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja
(Hamid, 2000).

Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses
perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk
memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha
melaksanakan sistem kepercayaan merek sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama
pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri
bahwa mereka sudah dewasa (Hamid, 2000).
Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan tahap
perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang
salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem nilai.
Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap
kepercayaan dan nilai spiritual (Hamid, 2000).
Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini
digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi
ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada
tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat (Hamid, 2000).
Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, pada masa ini
walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang
menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagian dan
rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai
kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik
menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan
dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan
dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian
disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000).

B. Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

Menurut Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah mereka
yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Aktifitas
keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan keperawatan,
praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan klien (individu, keluarga
dan masyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan (Gaffar, 1999).
Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya
sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran

7
spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang
memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan
berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,
konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat, 2008):

1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan


Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan.
2. Peran Sebagai Advokat Klien

Peran ini dilakukan perawat untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak pasian yang
meliputi hak atas peleyanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya.
3. Peran Koordinator
Peran ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan
4. Peran Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan dan gejala penyakit.
5. Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain
6. Peran Konsultan
Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
7. Peran Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis.

Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari
peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Untuk itu diperlukan sebuah
metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan, yang dilakukan secara sitematis
yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Berikut ini akan diuraikan mengenai
proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000):

1) Pengkajian

Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah pengkajian
aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal

8
yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat
dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat dengan
pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya. Pengkajian yang perlu
dilakukan meliputi:
1. Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier,2005) mencakup (a) konsep
tentang ketuhanan, (b) sumber kekuatan dan harapan, (c) praktik agama dan ritual, dan (d)
hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
2. Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek
dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data
objektif terutama dilakukan melalui observasi, Pengkajian tersebut meliputi:
 Afek dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi?
 Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan?
dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan berbagai
bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan
kemarahannya terhadap agama?.
 Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan lainnya?, apakah
pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama? dan apakah pasien mengekspresikan
rasa takutnya terhadap kematian?
 Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? apakah pemuka
agama datang mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang
lain dan juga dengan perawat?
 Lingkungan
Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya? apakah pasien
menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien memakai tanda
keagamaan (misalnya memakai jilbab?).

2) Diagnosa Keperawatan

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan


karakteristik dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah 1) berhubungan dengan diri,
meliputi; pertama mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan tujuan hidup, kedamaian,
penerimaan, cinta, memaafkan diri, dan keberanian. Kedua marah, ketiga rasa bersalah, dan
keempat koping buruk. 2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi; menolak berinteraksi
dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga, mengungkapkan
terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan terasing. 3) Berhubungan dengan seni,
musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu mengekspresikan kondisi kreatif
(bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada

9
ketertarikan kepada bacaan agama. 4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya,
meliputi; tidak mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi 'alam aktifitas agama,
mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami
transenden, meminta untuk bertemu pemimpin agama,perubahan mendadak dalam praktek
keagamaan, tidak mampu introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan.

3) Perencanaan

Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distres spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1)membantu pasien memenuhi kewajiban
agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang
lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3) membantu pasien
mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha Pencipta
ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, 4) membantu pasien
mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, 5) meningkatkan perasaan
penuh harapan, dan 6) memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.

4) Implementasi

Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan


prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut : 1) periksa keyakinan spiritual
pribadi perawat, 2) fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan spiritualnya,
3) jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual, 4) mengetahui pesan non
verbal tentang kebutuhan spiritual pasien, 5) berespon secara singkat, spesifik, dan aktual, 6)
mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah
pasien, dan 7)membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama,
8)memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit.

5) Evaluasi

Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase
perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien : 1) mampu
beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan, 3)
menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama, 4)
mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan 5) menunjukkan afek
positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan spiritual berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat dicapai jika terjadi
keseimbangan dengan dimensi lain ( fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural). Kesehatan
spiritual sangat berpengaruh terhadap koping yang dimiliki individu. Semakin tinggi tingkat
spiritual individu, maka koping yang dimiliki oleh individu tersebut juga akan semakin
meningkat. Sehingga mampu meningkatkan respon adaptif terhadap berbagai perubahan yang
terjadi pada diri individu tersebut. Peran perawat adalah bagaimana perawat mampu
mendorong klien untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam berbagai kondisi, Sehingga
klien mampu menghadapi, menerima dan mempersiapkan diri terhadap berbagai perubahan
yang terjadi pada diri individu tersebut.

B. Saran

Peningkatan spiritualitas dalam diri setiap individu sangat penting untuk diupayakan.
Upaya untuk melakukan peningkatan spiritualitas dapat dilakukan dengan berbagai cara
misalnya dengan latihan yoga dan melakukan meditasi. Penting juga diperhatikan pemenuhan
nutrisi spiritual. Hal tersebut tentunya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, akan
lebih baik jika dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan meningkatkan spiritualitas
dalam diri, maka koping yang kita miliki juga akan meningkat. Sehingga mampu berperilaku
dan mempertahankan kesehatan dalam kondisi yang optimal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Carson. (2002). Spiritual Dimensions of Nursing Practice. WB Saunders.


Philadhelpia.

Gaffar, L.O.J. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. EGC. Jakarta.

Hamid, A. (2000). Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Widya Medika.
Jakarta.
Hawari, D. (2001). Managemen Stress, Cemas, dan Depresi. FK UI. Jakarta.
Hawari, D. (2002). Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. FK UI.
Jakarta.

Hidayat, Aziz A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba Medika.


Jakarta.

Kozier, B.Erb., Glenora, and Blais, K. (2005). Fundamental of Nursing : Concepts

Process, and Practice, fifth edition. Addison Wesley Nursing.

12

Anda mungkin juga menyukai