Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN NEFROTIK SINDROM (NS)

1. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah manifestasi klinik dari glomerulonefrotis (GN) yang
ditandai dengan gejala edema, proteinuria massif >3,5 g/hari, hipoalbuminemia
<3,5 g/dL, lipiduria dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginja. Sindrom nefrotik paling banyak terjadi
pada anak usia 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2.
B. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-
antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten
terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam
4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis
proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:
a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.
D. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal (Minimal Change Nephritic Syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialysis.
E. Patofisiologis
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan
ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko
protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas
campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam
tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama
terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema
muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema
belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena
penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan
menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia.
Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor
volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti
diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma
berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A
Latas, 2002: 383).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,
trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia
yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya
katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan
retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <
2,5 g / dl, kolesterol dan trigliserid meningkat.
3) Biopsi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
G. Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat
badan yang cepat.
b. Diet. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/
hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak
yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan
yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum
harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Kemoterapi : Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering
terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik
( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
f. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
g. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid
h. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
i. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini
harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti
perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka
karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Nefrotik Sindrom
A. Pengkajian
B. Diagnosa
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak maksimal
dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, pola napas
abnormal, dan pernapasan cuping hidung.
b. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dibuktikan
dengan dispnea, edema anasarka atau edema perifer
c. Defisit nurtrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
dibuktikan dengan nafsu makan menurun
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen dibuktikan dengan mengeluh lelah, dispnea saat atau
setelah aktivitas, dan merasa lemah
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Pola napas tidak efektif NOC : 1. Observasi keadaan umum pasien
berhubungan dengan  Respiratory Status : 2. Kaji keluhan pasien
ekspansi paru tidak ventilation 3. Monitor vital sign
maksimal  Respiratory Status : 4. Berikan pasien posisi yang nyaman
airway patency 5. Ajarkan pasien teknik napas dalam
 Vital Sign Status 6. Ajarkan pasien batuk efektif
Kriteria hasil : 7. Kolaboratif dalam pemberian terapi
a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
napas yang bersih
b. Tidak ada sianosis dan
dispnea
c. Menunjukkan jalan napas
yang paten
d. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
2. Hipervolemia NOC : 1. Kaji indikasi retensi atau kelebihan
berhubungan dengan  Electrolit and Acid Base cairan (cracles, CVP, edema,
gangguan mekanisme Balance distensi vena leher, asites)
regulasi  Fluid Balance 2. Monitor masukan cairan
 Hydration 3. Monitor vital sign
Kriteria Hasil : 4. Monitor hasil Hb yang sesuai
a. Terbebas dari edema, dengan retensi cairan
efusi, anaskara 5. Timbang popok jika perlu
b. Tidak ada suara napas 6. Pertahankan catatan intake dan
tambahan output yang akurat
c. Vital sign dalam rentang 7. Pasang urine kateter jika
normal diperlukan
d. Tidak mengalami 8. Kolaboratif dalam pemberian
kelelahan diuretic sesuai intruksi
3. Defisit nurtrisi NOC : 1. Observasi adanya penurunan berat
berhubungan dengan  Nutritional Status : badan
ketidakmampuan menelan Food and Fluid Intake 2. Kaji adanya alergi makanan
makanan  Nutritional Status : 3. Kaji kemampuan pasien untuk
Nutrient Intake mendapatkan nutrisi yang
 Weight Control dibutuhkan
Kriteria Hasil : 4. Monitor jumlah nutrisi dan
a. Adanya peningkatan kandungan kalori
berat badan sesuai tujuan 5. Berikan makanan yang terpilih
b. Berat badan ideal sesuai (sudah dikonsultasikan dengan ahli
dengan tinggi badan gizi)
c. Mampu mengidentifikasi 6. Ajarkan keluarga pasien
kebutuhan nutrisi bagaimana membuat catatan
d. Tidak ada tanda-tanda makanan harian
malnutrisi 7. Berikan keluarga informasi
e. Tidak terjadi penurunan mengenai kebutuhan nutrisi
berat badan yang berarti 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
4. Intoleransi aktivitas  Energy Conservation 1. Observasi keadaan umum pasien
berhubungan dengan  Activity Tolerance 2. Bantu pasien untuk
ketidakseimbangan antara  Self Care : ADLs mengidentifikasi aktivitas yang
suplai dan kebutuhan Kriteria Hasil : mampu dilakukan
oksigen a. Mampu melakukan 3. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas sehari-hari aktivitas yang disukai
secara mandiri 4. Bantu klien dan keluarga untuk
b. Vital sign dalam rentang membuat jadwal latihan di waktu
normal luang
c. Mampu berpindah 5. Kolaborasi dengan tenaga
dengan atau tanpa rehabilitasi medic dalam
bantuan alat merencanakan program terapi yang
d. Status respirasi : tepat
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

Anda mungkin juga menyukai