SINDROM NEFROTIK
Disusun Oleh :
Unik Nurocmah
P1337420214115
IIIC
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM NEFROTIK
D. Pathway
E. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial.Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan cholesterol
dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein
karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya
hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan
banyak dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun
tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, atau defisiensi seng, ( Betz, C, 2012 )
F. Komplikasi
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan
hemostasis pada sindrom nefrotik. Peningkatan permeabilitas glomerulus
mengakibatkan:
a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin
seperti antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan
antiplasmin.
b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan
A2.
c. meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
2. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus
yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi
trombosit.
3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang
menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme
apabila kelainan kulit dibiakan.
4. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya
hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin
ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian
beban asam.
5. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
6. Anemia
7. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang
baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat
infeksi streptokokus pneumonia, E.coli.
8. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya
protein di dalam urin).
b. Pemeriksaan darah
Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
2) Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya
peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum
bersamaan dengan peningkatan VLDL.
c. Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk
mengetahui fungsi ginjal
2. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya
belum diketahui secara jelas, yaitu:
a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).
b. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins,
serum electrophoresis).
H. Penatalaksanaan
1. Secara Medis
Pengobatan yaitu dengan cara menghentikan kehilangan protein
didalam urine, dan meningkatkan jumlah urine. Prednison digunakan
untuk menghentikan kehilangan protein dalam darah yang keluar melalui
urine.Setelah 4 minggu terapi, umumnya anak sudah mulai lancar
miksi.Bila urin lancar edemanya pun hilang. Bila sudah tidak ada protein
dalam urine, dokter akan mulai menurunkan dosis prednison untuk
beberapa minggu. Namun tidak pernah menghentikan pemakaian
prednison. Jika obat ini dihentikan atau diberikan terlalu banyak atau
terlalu sedikit, anak akan menderita sakit.Suatu saat anak akan merasa
sehat, namun suatu saat akan menderita lagi, setelah beberapa waktu ia
merasa sehat. Sakit akan terjadi lagi saat pasien mengalami nifeksi virus,
seperti saat flu atau demam.
Pasien juga biasanya diberikan diuretik.Obat ini membantu ginjal
dalam mengatur fungsi pengeluaran garam dan air.Obat yang biasa
digunakan adalah furosemid.Bila pasien mulai mengalami masalah mual
atau diare, harus segera dilaporkan karena dikhawatirkan kehilangan
cairan terlalu banyak.Bila protein sudah tidak ada didalam urine, diuretik
harus dihentikan.
2. Secara Keperawatan
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai
kurang lebih 1 gram per hari, secara praktis dengan menggunakan
garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang
diasinkan.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung
pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,
dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik,
atau kehilangan caitan intravaskular berat.
c. Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (international Study of
kidney Disease in Children) : prednison dosis penuh : 60 mg/m 2 luas
permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis
40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang
diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau
selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan
tanpa tappering off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis
penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu),
kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps
sering atau resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.
d. Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi.
e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
f. Kebutuhan Oksigenasi
Dispnea terjadi karena telah terjadi adanya efusi pleura.Tekanan darah
normal atau sedikit menurun.Nadi 70 110 X/mnt.
g. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya edema,
nyeri daerah perut, malnutrisi berat.
h. Kebutuhan Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin
seperti penurunan volume dan urin berbuih.
i. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Mudah letih dalam beraktivitas.Edema pada area ektrimitas (sakrum,
tumit, dan tangan).Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.
j. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
k. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif anak usia pra sekolah sampai pada tahap
pemikiran prakonseptual ditandai dengan anak-anak menilai orang,
benda, dan kejadian di luar penampilan luar mereka.
l. Kebutuhan Kenyamanan
Sakit kepala, pusing, malaise, nyeri pada area abdomen, adanya asites
m. Pengkajian Fisik
1) Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal, wajah tampak sembab karena ada edema
fascialis.
2) Pemeriksaan Mata
Edema periorbital, mata tampak sayu karena malnutrisi.
3) Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
4) Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
5) Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa
bibir biasanya kering, pucat.
6) Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan
peningkatann kerja jantung.
7) Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
8) Pemeriksaan Paru
Suara paru saat bernapas mungkin ditemukan ronkhi karena efusi
pleura, pengembangan ekspansi paru sama atau tidak.
9) Pemeriksaan Abdomen
Adanya asites, nyeri tekan, hepatomegali.
10) Pemeriksaan Genitalia
Pembengkakan pada labia atau skrotum.
11) Pemeriksaan Ektstrimitas
Adanya edema di ekstrimitas atas maupun bawah seperti di area
sakrum, tumit, dan tangan.
2. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam
jaringan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan (anoreksia).
c. Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan
kehilangan protein, cairan dan edema.
d. Ansietas Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
3. Intervensi
e.
K Kaji kulit, wajah, area Mengkaji berlanjutnya
tergantung untuk dan penanganan
edema. Evaluasi disfungsi/gagal ginjal.
derajat edema (pada Meskipun kedua nilai
skala +1 sampai +4). mungkin meningkat,
e. Awasi pemerikasaan kreatinin adalah
laboratorium, contoh: indikator yang lebih
BUN, kreatinin, baik untuk fungsi ginjal
natrium, kalium, Hb/ht, karena tidak
foto dada dipengaruhi oleh
hidrasi, diet, dan
f. katabolisme jaringan
f.
Berikan obat sesuai untuk melebarkan
indikasi Diuretik, lumen tubular dari
contoh furosemid debris, menurunkan
(lasix), mannitol (Os- hiperkalimea, dan
mitol; meningkatkan volume
urine adekuat
2 Setelah dilakukan tindakana. Kaji / catat pemasukana. Membantu dan
selama 3x24 jam diet. mengidentifikasi
diharapkan kebutuhan defisiensii dan
nutrisi terpenuhi dengan kebutuhan diet.
Kriteria hasil: Klien dapat
Mempertahankan berat b.
badan yang diharapkan
b. Timbang BB tiap hari. Perubahan kelebihan 0,5
c. kg dapat menunjukkan
perpindahan
keseimbangan cairan.
c.
4. Evaluasi
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
d. Penurunan kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. ( 2012 ) . Keperawatan Pediatrik, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. ( 2010 ) . Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius.