Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK


Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Gawat Darurat
Di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang
Pembimbing Klinik Sisilia Sri Rochmi, S. Kep
Dosen Pembimbing Chandra Bagus R, S. Kp., M. Kep., Sp.KMB

Disusun oleh:
Fitriya Nur Rokhmiyatun
22020111130055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangungan hidup. Kerusakan
pada kedua ginjal ini irreversible. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih,
kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terusmenerus dapat mengakibatkan pembnetukan jaringan parut pembuluh darah dan
hilangnya fungsi ginjal secara progresif. (Baradero, 2008).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpanagn
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami
kegagalan yang mengakibatkan uremia. (Baughman, 2000).
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (K/000/) Guideline Update tahun 2002, definisi penyakit gagal ginjal
kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal lebih dari tiga bulan berupa kelainan struktur
dinjal dapat atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan
kelainan patologi, adanya pertanda kerusakan ginjal dapat berupa kelainan laboratorium
darah atau urine atau kelainan radiologi. LFG <60 ml/menit/1,73 m 2 selama >3 bulan
dapat disertai atau tanpa disertai kerusakan ginjal.(Aziz, M. Farid, dkk, 2008).
B. Etiologi
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis kronis, pielonefritis,
hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kalianan vascular,
obstruksi saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik
(diabetes), infeksi, obat-obatan, atau preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi
yang telah menunjukkan mempunyai dampak dalam gagal ginjal kronik termasuk timah,
cadmium, merkuri, dan kromium. Pada akhirnya dialysis atau transplantasi ginjal
diperlukan untuk menyelamatkan pasien. (Baughman, 2000).
Penyebab utama End-Stage Renal Disease (ESRD) adalah diabetes mellitus 32%,
hipertensi 28%, dan glomerulonefritis 45%. Progresi gagal ginjal kronik melewati empat
tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan ESRD.
(Baradero, 2008).
C. Patofisiologi/ Pathway

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)


patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional
nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif
yang ditandai dengan meningkatnya kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik). Tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi
keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG kurang dari 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism
fosfor dan kalsium, pruritis, mual, muntah dan lain sebagainya
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeki saluran cerna, gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi ang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi penggganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium I
Dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal, penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
2. Stadium II
Dinamakan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin

serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di
malam hari samapi 700 ml dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III
Dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Sekitar 90% dari massa nefron
telah hancur atau rusak, atau hanya 20.000 nefron saja ynag masih utuh. Nilai GFR
hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkak dengan
mencolok.

Gejala-gejala

yang

timbul

karena

ginjal

tidak

sanggup

lagi

mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh yaitu oliguri karena
kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

Pathway Gagal Ginjal Kronik

D. Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda gejala, keparahan kondisi bergantung pada
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulomonal,
perikarditis. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut
(vasokonstriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan mengakibatkan
kerusakan sel-sel ginjal. Pada akhirnya, dapat terjadi gangguan fungsi ginjal. Apabila
tidak segera teratasi dapat terjadi gagal ginjal terminal yang hanya dapat ditangani
dengan cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal. (Dalimartha, 2008).
2. Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruritis), serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif
3. Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis atau stomatitis
4. Perubahan neuromuscular: perubahan

tingkat

kesadaran,

kacau

mental,

letidakmampuan konsentrasi, kedutan otot dan kejang


5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakter pernapasan menjadi
Kussmaul, dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau
kedutan otot.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk deteksi gangguan fungsi ginjal yaitu:
1. Urine rutin untuk deteksi gangguan pada ginjal dan saluran kencing
2. Mikroalbumin untuk deteksi dini kebocoran pada glomerulus ginjal
3. Urea-N, Kreatinin, dan Cystatin-C merupakan penanda gangguan fungsi ginjal.
(Dalimartha, 2008).
4. BUN meningkat
5. Natrium dan osmolalitas serum akan menurun bila terjadi hipovolemia sebagai akibat
dari kelebihan retensi air
F. Pengkajian Primer
Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah pengkajian. Pengkajian
membuat data dasar dan merupakan proses dinamis. Suatu pengkajian yang mendalam
memungkinkan perawat kritikal untuk mendeteksi perubahan cepat, melakukan intervensi

dini dan melakukan asuhan. Pengkajian primer dibuat cepat selama pertemuan pertama
dengan pasien yang meliputi ABCD: Airway, breathing, dan circulation, disability.
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5) Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
3) Gigi lepas atau hilang
4) Gigi palsu
5) Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4) Lakukan intubasi
2. Breathing

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity

e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
4. Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5. Expose
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien
adalah

mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua

pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
G. Pengkajian Sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
Anamnesis yang dapat dikaji dari pasien gagal ginjal kronik antara lain: Sering
berkemih di malam hari, pergelangan kaki bengkak, lemah, lesu, mual, muntah, nafsu
makan turun, kram otot terutama pada malam hari, sulit tidur, bengkak di sekitar mata
terutama pada bangun tidur, dan mata merah serta berair (uremic red eye). Pemeriksaan
fisik: anemis, kulit gatal dan kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru,
mata merah dan berair.
H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Kelebihan Volume Cairan (00026) b.d Gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
3. Intoleransi aktivitas (00092) b.d kelemahan umum.

b.d

I. Intervensi Keperawatan
No.

Dx. Kep

Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil

1.

Kelebihan volume cairan NOC:


NIC: Fluid Management
1. Electrolit
and 1. Timbang popok/ pembalut
(00026) b.d Gangguan
acid balance
jika diperlukan
mekanisme regulasi.
2. Fluid balance
2. Pertahankan catatan intake
Batasan karakteristik:
3. Hydration
dan output yang akurat
a. Gangguan elektrolit
Kriteria Hasil:
3. Pasang urine kateter jika
b. Ansietas
1. Terbebas
dari
diperlukan
c. Perubahan tekanan darah
4. Monitor hasil Hb yang
d. Perubahan
pola
edema
2. Bunyi
napas
sesuai dengan retensi cairan
pernapasan
e. Penurunan hematokrit
bersih, tidak ada
(BUN, Hmt, osmolalitas
f. Penurunan hemoglobin
dispnea
urin)
g. Dispnea
3. Tanda-tanda vital 5. Monitor
status
h. Edema
i. gelisah
dalam
batas
hemodinamik
termasuk
normal
4. Terbebas
kelelahan,

CVP, MAP
dari 6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi/

kecemasan,
kebingungan
5. Menjelaskan

kelebihan cairan
8. Kaji lokasi dan luas edema
9. Monitor status nutrisi
10. Batasi masukan cairan pada

indicator

keadaan hiponatremi dilusi

kelebihan cairan

dengan serum Na< 130


mEq/l
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminasi
2. Tentukan
factor

kemungkinan
resiko

dari

ketidakseimbangan

cairan

(Hipernatremi,

terapi

diuretic,

kelianan

renal,

gagal jantung)

2.

Ketidakseimbangan nutrisi NOC:


1. Nutritional
kurang dari kebutuhan
Status: Food and
tubuh
(00002)
b.d
fluid
intake,
ketidakmmapuan
untuk
nutrient intake
mengabsorbsi nutrien
2. Weight control
Batasan karakteristik:
a. Berat badan 20% atau
lebih di bawah berat
b.
c.
d.
e.

badan ideal
Kerapuhan kapiler
Bising usus hiperaktif
Kurang makanan
Kurang minat pada

makanan
f. Membrane

mukosa

pucat
g. Diare
h. Cepat kenyang setelah
makan
i. Penurunan berat badan
dengan asupan makanan
adekuat

NIC : Nutrition Management


1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk

menentukan

julah

kalori

dan

yang

nutrisi

dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien

untuk

meningkatkan intake Fe,


protein, vitamin C, serat
4. Berikan substansi gula
5. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
3. Moitor mual dan muntah
4. Monitor pucat, kemerahan,
kekeringan

jaringan

dan

konjungtiva
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, Ht
8. Catat
adanya
edema,
hiperermik,

hipertonik

papilla lidah dan cavitas


oral
9. Jadwalkan pengobatan dan

tindakan keperawatan tidak


3.

selama jam makan


NIC : Activity Therapy
1. Bantu

Intoleransi aktivitas (00092) NOC:


1. Energy
b.d kelemahan umum.
Batasan karakteristik:
conservation
a. Respon tekanan darah 2. Activity
abnormal
aktivitas
b. Respon
jantung

terhadap

tolerance
3. Self care: ADLs

frekuensi Kriteria hasil:

mencerminkan

yang mampu dilakukan


2. Bantu
untuk
memilih
aktivitas

konsisten

yang

sesuai dengan kemmapuan

fisik, psikologi, social


aktivitas 3. Bantu untuk mendapatkan

dalam
fisik

tanpa

disertai
setelah

darah,

beraktivitas
e. Menyatakan merasa letih
nadi, dan RR
f. Menyatakan
merasa 2.
Mampu

normal
4. Mamapu

jadwal latihan di waktu

mengembangkan
diri dan penguatan
8. Monitor
respon

motivasi
fisik,

emosi, social, dan spiritual

berpindah dengan
atau

tanpa

bantuan alat
5. Sirkulasi status
respirasi:

pertukaran
adekuat

aktivitas yang disukai


5. Bantu
klien
membuat

bagi yang aktif beraktivitas


secara 7. Bantu
pasien

mandiri
3. Tanda-tanda vital

dan

aktivitas

sehari-

hari

baik
6. Status

bantuan

luang
6. Sediakan penguatan positif

melakukan
aktivitas

alat

seperti kursi roda, kruk


4. Bantu
mengidentifikasi

peningkatan
tekanan

lemah

aktivitas

abnormal 1. Berpartisipasi

terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang
aritmia/iskemia
d. Dispnea

mengidentifikasi

klien

gas

ventilasi

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan
Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus+.
Horne, Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Anda mungkin juga menyukai