Disusun oleh:
Fitriya Nur Rokhmiyatun
22020111130055
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangungan hidup. Kerusakan
pada kedua ginjal ini irreversible. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih,
kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terusmenerus dapat mengakibatkan pembnetukan jaringan parut pembuluh darah dan
hilangnya fungsi ginjal secara progresif. (Baradero, 2008).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpanagn
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami
kegagalan yang mengakibatkan uremia. (Baughman, 2000).
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (K/000/) Guideline Update tahun 2002, definisi penyakit gagal ginjal
kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal lebih dari tiga bulan berupa kelainan struktur
dinjal dapat atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan
kelainan patologi, adanya pertanda kerusakan ginjal dapat berupa kelainan laboratorium
darah atau urine atau kelainan radiologi. LFG <60 ml/menit/1,73 m 2 selama >3 bulan
dapat disertai atau tanpa disertai kerusakan ginjal.(Aziz, M. Farid, dkk, 2008).
B. Etiologi
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis kronis, pielonefritis,
hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kalianan vascular,
obstruksi saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik
(diabetes), infeksi, obat-obatan, atau preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi
yang telah menunjukkan mempunyai dampak dalam gagal ginjal kronik termasuk timah,
cadmium, merkuri, dan kromium. Pada akhirnya dialysis atau transplantasi ginjal
diperlukan untuk menyelamatkan pasien. (Baughman, 2000).
Penyebab utama End-Stage Renal Disease (ESRD) adalah diabetes mellitus 32%,
hipertensi 28%, dan glomerulonefritis 45%. Progresi gagal ginjal kronik melewati empat
tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan ESRD.
(Baradero, 2008).
C. Patofisiologi/ Pathway
serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di
malam hari samapi 700 ml dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III
Dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Sekitar 90% dari massa nefron
telah hancur atau rusak, atau hanya 20.000 nefron saja ynag masih utuh. Nilai GFR
hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkak dengan
mencolok.
Gejala-gejala
yang
timbul
karena
ginjal
tidak
sanggup
lagi
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh yaitu oliguri karena
kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
D. Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda gejala, keparahan kondisi bergantung pada
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulomonal,
perikarditis. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut
(vasokonstriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan mengakibatkan
kerusakan sel-sel ginjal. Pada akhirnya, dapat terjadi gangguan fungsi ginjal. Apabila
tidak segera teratasi dapat terjadi gagal ginjal terminal yang hanya dapat ditangani
dengan cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal. (Dalimartha, 2008).
2. Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruritis), serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif
3. Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis atau stomatitis
4. Perubahan neuromuscular: perubahan
tingkat
kesadaran,
kacau
mental,
dini dan melakukan asuhan. Pengkajian primer dibuat cepat selama pertemuan pertama
dengan pasien yang meliputi ABCD: Airway, breathing, dan circulation, disability.
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5) Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
3) Gigi lepas atau hilang
4) Gigi palsu
5) Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4) Lakukan intubasi
2. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
4. Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5. Expose
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien
adalah
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
G. Pengkajian Sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
Anamnesis yang dapat dikaji dari pasien gagal ginjal kronik antara lain: Sering
berkemih di malam hari, pergelangan kaki bengkak, lemah, lesu, mual, muntah, nafsu
makan turun, kram otot terutama pada malam hari, sulit tidur, bengkak di sekitar mata
terutama pada bangun tidur, dan mata merah serta berair (uremic red eye). Pemeriksaan
fisik: anemis, kulit gatal dan kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru,
mata merah dan berair.
H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Kelebihan Volume Cairan (00026) b.d Gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
3. Intoleransi aktivitas (00092) b.d kelemahan umum.
b.d
I. Intervensi Keperawatan
No.
Dx. Kep
1.
CVP, MAP
dari 6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi/
kecemasan,
kebingungan
5. Menjelaskan
kelebihan cairan
8. Kaji lokasi dan luas edema
9. Monitor status nutrisi
10. Batasi masukan cairan pada
indicator
kelebihan cairan
kemungkinan
resiko
dari
ketidakseimbangan
cairan
(Hipernatremi,
terapi
diuretic,
kelianan
renal,
gagal jantung)
2.
badan ideal
Kerapuhan kapiler
Bising usus hiperaktif
Kurang makanan
Kurang minat pada
makanan
f. Membrane
mukosa
pucat
g. Diare
h. Cepat kenyang setelah
makan
i. Penurunan berat badan
dengan asupan makanan
adekuat
menentukan
julah
kalori
dan
yang
nutrisi
dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien
untuk
jaringan
dan
konjungtiva
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, Ht
8. Catat
adanya
edema,
hiperermik,
hipertonik
terhadap
tolerance
3. Self care: ADLs
mencerminkan
konsisten
yang
dalam
fisik
tanpa
disertai
setelah
darah,
beraktivitas
e. Menyatakan merasa letih
nadi, dan RR
f. Menyatakan
merasa 2.
Mampu
normal
4. Mamapu
mengembangkan
diri dan penguatan
8. Monitor
respon
motivasi
fisik,
berpindah dengan
atau
tanpa
bantuan alat
5. Sirkulasi status
respirasi:
pertukaran
adekuat
mandiri
3. Tanda-tanda vital
dan
aktivitas
sehari-
hari
baik
6. Status
bantuan
luang
6. Sediakan penguatan positif
melakukan
aktivitas
alat
peningkatan
tekanan
lemah
aktivitas
abnormal 1. Berpartisipasi
terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang
aritmia/iskemia
d. Dispnea
mengidentifikasi
klien
gas
ventilasi
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan
Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus+.
Horne, Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.