Anda di halaman 1dari 16

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas, kronik dan
akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut
terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagaikerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulusfiltration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau
gagal ginjal kronis (GGK)didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami

penurunan

fungsi

secara

lambat,

progresif,

irreversibel,

dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalammempertahankan


metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadiuremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009)
Kriteria penyakit ginjal kronik antara lain :
a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging tests).
b. Laju filtrasi glomerulus

(LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2

selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.


B. Etiologi
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.4
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulonefritis)
b. Infeksi kuman (pyelonefritis, ureteritis)
c. Batu ginjal (nefrolitiasis)
d. Kista di ginjal (policystis kidney)
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
1

g. Sumbatan : batu, tumor, penyempitan/striktur


2. Penyakit umum diluar ginjal
a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
C. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat

Penjelasan

LFG(ml/mnt/1,73m)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal


1
2

atau
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

> 90
60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15- 29

Gagalginjal

< 15 atau dialisis

D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi structural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis.
E. Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik, sesuai definisinya, berkembang lambat dan biasanya
datang dengan letargi, malaise umum, anoreksia, dan mual. Pruritus
menyeluruh sering ditemukan. Impotensi, menstruasi tidak teatur,dan
hilangnya fertilitas adalah keluhan yang umum pada pasien dengan usia lebih
muda. Pada uremia berat terdapat bau amis yang khas, cegukan, muntah,
proritus berat disertai ekskoriasi kulit, pigmentasi kulit, neuropati perifer, dan
gangguan sistem saraf pusat yang menyebabkan letargi, stupor, dan koma
yang disertai kejang. Perikarditis bisa berhubungan dengan efusi dan
tamponade.
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yag mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan
berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin
uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap-akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup

anoreksia, mual, muntah, dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup


perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan
kejang.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal tidak mampu
mengatur cairan, elektrolit, dan sekresi hormone.
a. Natrium. Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi
tak mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan
natrium; ini sering menyebabkan retensi natrium dengan akibat
edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif.
b. Air. Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan kadar
urin menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang masih
utuh biasanya dapat mempertahankan keseimbangan air sampai
c.

perjalanan penyakit telah lanjut.


Kalium. Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan
sekresi di tubulus distal dan peningkatan ekskresi gastrointestinal
lewat peningkatan kadar aldosteron.

d. Keseimbangan asam-basa.
a. Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik
tanpa celah anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal
gagal ginjal, terutama pada pasien dengan penyakit
tubulointerstisial yang kronis. Ini terjadi karena ginjal tidak
mampu meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion
hidrogen.
b. Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik
celah anion terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat
yang tak terukur.8
e. Kalsium, fosfor, dan magnesium. Hipokalsemia terjadi akibat
menurunnya produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D)
oleh ginjal, yang menyebabkan berkurangnya absorbsi kalsium
oleh sistem gastrointestinal. Sementara GFR menurun, ekskresi
fosfat juga berkurang, mengakibatkan peningkatan fosfor serum.
4

Hiperfosfatemia juga menyebabkan berkurangnya kadar ion


kalsium dalam serum. Hipokalsemia merangsang sekresi hormon
paratiroid (PTH), yang mengakibatkan reabsorbsi tulang dan
pembebasan kalsium dari tulang, mengakibatkan penyakit tulang
hiperparatiroid (osteitis fibrosa). Hipermagnesemia biasanya ringan
dan asimtomatis.8
f. Anemia. Anemia umumnya terjadi akibat menurunnya eritropoetin
pada ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapkan anemia
normokromik, normositik dengan sedikit sel burr dan sel helmet.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Foto polos abdomen, biasa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah
mengalami kerusakan2
c. Pielografi antegrad atau retograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.
3. Pemeriksaan Biopsi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, di mana diagnosis
secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan
mengevaluasi

hasil

terapi

yang

telah

diberikan.

Biopsi

ginjal

indikasikontra dilakukan pada keadaan di mana ukuran ginjal yang sudah


mengecil ( contracted kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan
obesitas
G. Komplikasi

1. Penyakit tulang. Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH) 2D3,


hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya
turut menyebabkan penyakit tulang renal.
2. Penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab
mortalitas tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis.
3. Anemia. Kadar eritropoetin dalam sirkulasi rendah. Eritropoetin
rekombinan parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki
toleransi terhadap aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi
darah.
4. Disfungsi seksual. Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi.
Hiperprolaktinemia ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah pasien,
menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin.
H. Penatalaksanaan
1. Manfaat obat dalam terapi penyakit ginjal kronik
a. Diuretik
Diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran urine) membantu
pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta
bermanfaat membantu menurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi
Sebagian besar penderita penyakit ginjal kronik mengalami
tekanan

darah

tinggi.

Oleh

karena

itu,

diperlukan

obat

antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap


dalam batas normal dan dengan demikian, akan memperlambat
proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan
darah.
c. Eritropoietin (Epo)
Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormone eritropoietin
(Epo). Hormone ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Penyakit ginjal kronik
menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan
sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, Epo perlu
digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh penyakit
ginjal kronik. Epo biasanya diberikan dengan cara injeksi 1-2
kali/minggu.

d. Zat besi
Zat besi (ferrous sulphate) sering kali bermanfaat untuk membantu
mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien
dengan penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam
bentuk tablet atau injeksi.
e. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penyakit ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi
rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif)
dan kalsium.
2. Modifikasi gaya hidup
1)
Diet
Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbedabeda, tergantung stadium penyakit ginjal kronik yang dialami. Secara
umum, penderita penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet
rendah garam (sodium) yang bermanfaat membantu mengendalikan
tekanan darah dan mencegah tertimbunnya kelebihan cairan tubuh,
2)

dan diet rendah fosfat (800-1000 mg/hari).


Olahraga
Olahraga bermanfaat membantu mengendalikan kadar gula darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan tekanan darah, dan
mengurangi kelebihan berat badan. Selain dari segi fisik, olahraga

3)

juga berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional.


Menjaga berat badan dalam batas normal
Mengurangi kelebihan berat badan dapat membantu menurunkan
tekanan darah dan kadar kolesterol/lemak darah. Sebagai pedoman,
indeks massa tubuh (body mass index) normal yang dianjurkan : 18,5

4)

sampai dengan 24,9 kg/m2.


Berhenti merokok
Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga kolesterol mudah tersangkut dan membentuk
timbunan plak pada dinding pembuluh darah. Endapan kolesterol
menyebabkan dinding pembuluh darah menebal dan mengeras

sehingga rongga pembuluh darah mengalami penyempitan. Keadaan


ini menyebabkan berkurangnya aliran darah yang menuju ginjal dan
meningkatnya tekanan darah. Oleh karena itu, individu dengan
penyakit ginjal kronik yang memiliki kebiasaan merokok, sangat di
anjurkan untuk sedapat mungkin berhenti merokok.10
3. Non farmakologis
a. Pengaturan asupan protein :
1) Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai
dengan CCT dan toleransi pasien
2) Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari
3) Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB ideal/hari
b. Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
Kalsium : 1400-1600 mg/hari
Besi : 10-18 mg/hari
Magnesium : 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada
CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan

berat badan di antara waktu HD<5% BB kering.


I. Prognosis
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu:
1. Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban
kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang
lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
2. Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila
lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25%
dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung

pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium insufisiensi ginjal ini
mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan
kemampuan pemekatan). Gejala-gejala ini timbul sebagai respon terhadap
stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba.
3. Stadium ketiga adalah stadium akhir gagal ginjal progresif yang disebut
penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000
nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan
bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10ml per mennit atau kurang. Pada
keadaan ini, kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit
penurunan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
A. Pengkajian
9

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan


penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min
(Suyono, et al, 2001).
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pemeriksaan fisik
Menurut Doenges (1999), hal-hal yang dikaji pada pasien dengan gagal
ginjal kronik yaitu:
1. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia / gelisah atau samnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; Distensi Vena Jugularis, nadi kuat, edema jaringan
umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Distrimia jantung. Nadi
lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang
pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial ( Respon terhadap
akumulasi sisa). Pucat : kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan
perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala

Faktor

stress,

contoh

financial,

hubungan

dan

sebagainya. Peresaan tak berdaya, tidak ada harapan, tak ada


kekuatan.
Tanda : Menolak , ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat
berawan. Oliguria dapat menjadi anuria.

10

5. Makanan Cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan
diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi lidah. Penurunan otot, penurunan
lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas /
kesemutan dan kelemahan. Khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian,
ketidakmampuan

konsentrasi,

kehilangan

memori,

kacau,

penurunan tingkat kesadarn, stupor, koma. Penurunan DTR.


Tanda Chovostek dan Trousseau positif kejang, fasikulasi otot,
aktifitas kejanng. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / Kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk
saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhati hati / distraksi, gelisah.
8. Pernafasan.
Gejala : Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal : batuk dengan tanda
sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernafasan
kusmaul).Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(edema paru).
9. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal. Ada / berulang infeksi.

11

Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara


actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuhlebih rendah dari normal (efek GGK/ depresi respon imun).
Petekie, area ekomosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat
kalsium (klasifikasi metastik) pada kulit.Jaringan lunak, sendi :
Keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amionorea, infertilitas.
11. Interaksi Sosial.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tk mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpanjar pada toksin , contoh obat, racun lingkungan
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
B. Diagnosis
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolik, sirkulasi, gangguan turgor kulit (edema),
penurunan aktivitas/mobilisasi.
C. Intervensi
No
.
1.

Diagnosa keperawatan
Gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan
tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O.

Tujuan dan Kriteria Hasil


NOC :
a. Electrolit and acid base
balance
b. Fluid balance
c. Hydration
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .

Intervensi
NIC :
a. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
b. Pasang
urin
kateter
jika
diperlukan
c. Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt

12

Kelebihan volume cairan


teratasi dengan kriteria:
a. Terbebas dari edema,
efusi, anaskara
b. Bunyi nafas bersih, tidak
ada dyspneu/ortopneu
c. Terbebas dari distensi vena
jugularis,
d. Memelihara tekanan vena
sentral, tekanan kapiler
paru, output jantung dan
vital sign DBN
e. Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung
2.

Perubahan nutrisi: kurang NOC:


dari
kebutuhan
tubuh a Nutritional status: Adequacy ofa.
berhubungan
dengan
nutrient
b.
anoreksia, mual, muntah
bNutritional Status : food and
Fluid Intake
c Weight Control
c.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.nutrisi
kurang teratasi dengan
d.
indikator:
a. Albumin serum
e.
b. Pre albumin serum
c. Hematokrit
f.
d. Hemoglobin
g.
e. Total iron binding capacity
Jumlah limfosit
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

o.
p.
q.
r.

, osmolalitas urin )
d. Monitor vital sign
e. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)
f. Kaji lokasi dan luas edema
g. Monitor masukan makanan /
cairan
h. Monitor status nutrisi
i. Berikan diuretik sesuai interuksi
j. Kolaborasi pemberian obat:
....................................
k.
Monitor berat badan
l.
Monitor elektrolit
m.
Monitor tanda dan gejala dari
od
NIC:
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan
yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line

13

NOC :
a. Joint Movement : Active
b. Mobility Level
c. Self care : ADLs
d. Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama.gangguan mobilitas
fisik teratasi dengan kriteria
hasil:
a. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
d. Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)

Catat adanya edema, hiperemik,


hipertonik papila lidah dan cavitas oval
NIC :
Exercise therapy : ambulation
a. Monitoring
vital
sign
sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
e. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan
i. Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

3.

Gangguan mobilitas fisik


berhubungan
dengan
keletihan,
edema
ekstremitas.

4.

Risiko
tinggi
terhadap NOC :
NIC : Pressure Management
kerusakan integritas kulit a. Tissue Integrity : Skin and a. Anjurkan
pasien
untuk
berhubungan
dengan
Mucous Membranes
menggunakan pakaian yang longgar
gangguan status metabolik, b. Status Nutrisi
b. Hindari kerutan padaa tempat tidur
sirkulasi, gangguan turgor c. Tissue Perfusion:perifer
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
kulit (edema), penurunan d. Dialiysis Access Integrity
bersih dan kering
aktivitas/mobilisasi
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi
Setelah dilakukan tindakan
pasien) setiap dua jam sekali
keperawatan
selama. e. Monitor
kulit
akan
adanya
Gangguan integritas kulit tidak
kemerahan
terjadi dengan kriteria hasil:
f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
a. Integritas kulit yang baik
pada derah yang tertekan
bisa dipertahankan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
b. Melaporkan
adanya
pasien
gangguan sensasi atau h. Monitor status nutrisi pasien
nyeri pada daerah kulit i. Memandikan pasien dengan sabun
yang mengalami gangguan
dan air hangat

14

c.

d.

e.
f.

Menunjukkan pemahaman j.
dalam proses perbaikan
kulit
dan
mencegah
terjadinya sedera berulang k.
Mampu melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban
kulit
dan
perawatan alami
l.
Status nutrisi adekuat
m.
Sensasi dan warna kulit
normal
n.

Gunakan pengkajian risiko untuk


memonitor faktor risiko pasien
(Braden Scale, Skala Norton)
Inspeksi kulit terutama pada tulangtulang yang menonjol dan titik-titik
tekanan ketika merubah posisi
pasien.
Jaga kebersihan alat tenun
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian tinggi protein, mineral
dan vitamin
Monitor serum albumin dan
transferin

DAFTAR PUSTAKA
Mahdiana, Ratna. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta : Tora Book.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Rani, A. Aziz. 2006. Panduan pelayanan medik. Jakarta : Internal Publishing
Rubenstein, David. 2005. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga
Sibuea, Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA

15

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC


Sudoyo, Aru W. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

16

Anda mungkin juga menyukai