penurunan
fungsi
secara
lambat,
progresif,
irreversibel,
Penjelasan
LFG(ml/mnt/1,73m)
atau
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
> 90
60-89
15- 29
Gagalginjal
D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi structural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis.
E. Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik, sesuai definisinya, berkembang lambat dan biasanya
datang dengan letargi, malaise umum, anoreksia, dan mual. Pruritus
menyeluruh sering ditemukan. Impotensi, menstruasi tidak teatur,dan
hilangnya fertilitas adalah keluhan yang umum pada pasien dengan usia lebih
muda. Pada uremia berat terdapat bau amis yang khas, cegukan, muntah,
proritus berat disertai ekskoriasi kulit, pigmentasi kulit, neuropati perifer, dan
gangguan sistem saraf pusat yang menyebabkan letargi, stupor, dan koma
yang disertai kejang. Perikarditis bisa berhubungan dengan efusi dan
tamponade.
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yag mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan
berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin
uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap-akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup
d. Keseimbangan asam-basa.
a. Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik
tanpa celah anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal
gagal ginjal, terutama pada pasien dengan penyakit
tubulointerstisial yang kronis. Ini terjadi karena ginjal tidak
mampu meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion
hidrogen.
b. Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik
celah anion terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat
yang tak terukur.8
e. Kalsium, fosfor, dan magnesium. Hipokalsemia terjadi akibat
menurunnya produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D)
oleh ginjal, yang menyebabkan berkurangnya absorbsi kalsium
oleh sistem gastrointestinal. Sementara GFR menurun, ekskresi
fosfat juga berkurang, mengakibatkan peningkatan fosfor serum.
4
hasil
terapi
yang
telah
diberikan.
Biopsi
ginjal
darah
tinggi.
Oleh
karena
itu,
diperlukan
obat
d. Zat besi
Zat besi (ferrous sulphate) sering kali bermanfaat untuk membantu
mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien
dengan penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam
bentuk tablet atau injeksi.
e. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penyakit ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi
rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif)
dan kalsium.
2. Modifikasi gaya hidup
1)
Diet
Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbedabeda, tergantung stadium penyakit ginjal kronik yang dialami. Secara
umum, penderita penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet
rendah garam (sodium) yang bermanfaat membantu mengendalikan
tekanan darah dan mencegah tertimbunnya kelebihan cairan tubuh,
2)
3)
4)
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
Kalsium : 1400-1600 mg/hari
Besi : 10-18 mg/hari
Magnesium : 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada
CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan
pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium insufisiensi ginjal ini
mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan
kemampuan pemekatan). Gejala-gejala ini timbul sebagai respon terhadap
stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba.
3. Stadium ketiga adalah stadium akhir gagal ginjal progresif yang disebut
penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000
nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan
bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10ml per mennit atau kurang. Pada
keadaan ini, kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit
penurunan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
A. Pengkajian
9
Faktor
stress,
contoh
financial,
hubungan
dan
10
5. Makanan Cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan
diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi lidah. Penurunan otot, penurunan
lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas /
kesemutan dan kelemahan. Khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian,
ketidakmampuan
konsentrasi,
kehilangan
memori,
kacau,
11
Diagnosa keperawatan
Gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan
tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O.
Intervensi
NIC :
a. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
b. Pasang
urin
kateter
jika
diperlukan
c. Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt
12
o.
p.
q.
r.
, osmolalitas urin )
d. Monitor vital sign
e. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)
f. Kaji lokasi dan luas edema
g. Monitor masukan makanan /
cairan
h. Monitor status nutrisi
i. Berikan diuretik sesuai interuksi
j. Kolaborasi pemberian obat:
....................................
k.
Monitor berat badan
l.
Monitor elektrolit
m.
Monitor tanda dan gejala dari
od
NIC:
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan
yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
13
NOC :
a. Joint Movement : Active
b. Mobility Level
c. Self care : ADLs
d. Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama.gangguan mobilitas
fisik teratasi dengan kriteria
hasil:
a. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
d. Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)
3.
4.
Risiko
tinggi
terhadap NOC :
NIC : Pressure Management
kerusakan integritas kulit a. Tissue Integrity : Skin and a. Anjurkan
pasien
untuk
berhubungan
dengan
Mucous Membranes
menggunakan pakaian yang longgar
gangguan status metabolik, b. Status Nutrisi
b. Hindari kerutan padaa tempat tidur
sirkulasi, gangguan turgor c. Tissue Perfusion:perifer
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
kulit (edema), penurunan d. Dialiysis Access Integrity
bersih dan kering
aktivitas/mobilisasi
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi
Setelah dilakukan tindakan
pasien) setiap dua jam sekali
keperawatan
selama. e. Monitor
kulit
akan
adanya
Gangguan integritas kulit tidak
kemerahan
terjadi dengan kriteria hasil:
f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
a. Integritas kulit yang baik
pada derah yang tertekan
bisa dipertahankan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
b. Melaporkan
adanya
pasien
gangguan sensasi atau h. Monitor status nutrisi pasien
nyeri pada daerah kulit i. Memandikan pasien dengan sabun
yang mengalami gangguan
dan air hangat
14
c.
d.
e.
f.
Menunjukkan pemahaman j.
dalam proses perbaikan
kulit
dan
mencegah
terjadinya sedera berulang k.
Mampu melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban
kulit
dan
perawatan alami
l.
Status nutrisi adekuat
m.
Sensasi dan warna kulit
normal
n.
DAFTAR PUSTAKA
Mahdiana, Ratna. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta : Tora Book.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Rani, A. Aziz. 2006. Panduan pelayanan medik. Jakarta : Internal Publishing
Rubenstein, David. 2005. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga
Sibuea, Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA
15
16