Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

DISUSUN OLEH

NAMA Asmawati

NPM : 022.02.1029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ILMU KEPERWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan dalam yang cocok untuk kelangungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ini
irreversible. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vascular akibat
diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan
pembnetukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif.
(Baradero, 2008).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpanagn progresif,
fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang
mengakibatkan uremia. (Baughman, 2000).
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality
Initiative (K/000/) Guideline Update tahun 2002, definisi penyakit gagal ginjal kronik
(GGK) adalah kerusakan ginjal lebih dari tiga bulan berupa kelainan struktur dinjal dapat
atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan kelainan
patologi, adanya pertanda kerusakan ginjal dapat berupa kelainan laboratorium darah atau
urine atau kelainan radiologi. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama >3 bulan dapat disertai atau
tanpa disertai kerusakan ginjal.(Aziz, M. Farid, dkk, 2008).

B. Etiologi
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi
tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kalianan vascular, obstruksi
saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik (diabetes), infeksi,
obat-obatan, atau preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah menunjukkan
mempunyai dampak dalam gagal ginjal kronik termasuk timah, cadmium, merkuri, dan
kromium. Pada akhirnya dialysis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk menyelamatkan
pasien. (Baughman, 2000).
Penyebab utama End-Stage Renal Disease (ESRD) adalah diabetes mellitus 32%,
hipertensi 28%, dan glomerulonefritis 45%. Progresi gagal ginjal kronik melewati empat
tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan ESRD.
(Baradero, 2008)

C. Manifestasi Klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda gejala, keparahan kondisi bergantung pada
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1) Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulomonal,
perikarditis. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengerut
(vasokonstriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan mengakibatkan
kerusakan sel-sel ginjal. Pada akhirnya, dapat terjadi gangguan fungsi ginjal. Apabila
tidak segera teratasi dapat terjadi gagal ginjal terminal yang hanya dapat ditangani
dengan cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal. (Dalimartha, 2008).
2) Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruritis), serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif
3) Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis atau stomatitis
4) Perubahan neuromuscular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
letidakmampuan konsentrasi, kedutan otot dan kejang
5) Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
6) Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
7) Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk, karakter pernapasan menjadi
Kussmaul, dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau
kedutan otot.
D. Patofisiologi/ Pathway
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) patofisiologi
penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi
dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai
upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai
dengan meningkatnya kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%
pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik). Tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Sampai
pada LFG kurang dari 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,
pruritis, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeki saluran cerna, gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15%
akan terjadi gejala dan komplikasi ang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
penggganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk deteksi gangguan fungsi ginjal yaitu:
1) Urine rutin untuk deteksi gangguan pada ginjal dan saluran kencing
2) Mikroalbumin untuk deteksi dini kebocoran pada glomerulus ginjal
3) Urea-N, Kreatinin, dan Cystatin-C merupakan penanda gangguan fungsi ginjal.
(Dalimartha, 2008).
4) BUN meningkat
5) Natrium dan osmolalitas serum akan menurun bila terjadi hipovolemia sebagai akibat
dari kelebihan retensi air
F. Pengkajian Primer
Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah pengkajian. Pengkajian
membuat data dasar dan merupakan proses dinamis. Suatu pengkajian yang mendalam
memungkinkan perawat kritikal untuk mendeteksi perubahan cepat, melakukan intervensi
dini dan melakukan asuhan. Pengkajian primer dibuat cepat selama pertemuan pertama
dengan pasien yang meliputi ABCD: Airway, breathing, dan circulation, disability.
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5) Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
3) Gigi lepas atau hilang
4) Gigi palsu
5) Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4) Lakukan intubasi

2. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.

3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).

4. Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal.

5. Expose
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang.

G. Pengkajian Sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis yang dapat dikaji dari pasien gagal ginjal kronik antara lain: Sering berkemih
di malam hari, pergelangan kaki bengkak, lemah, lesu, mual, muntah, nafsu makan turun,
kram otot terutama pada malam hari, sulit tidur, bengkak di sekitar mata terutama pada
bangun tidur, dan mata merah serta berair (uremic red eye). Pemeriksaan fisik: anemis, kulit
gatal dan kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru, mata merah dan
berair.

H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Kelebihan Volume Cairan (00026) b.d Gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
b.d ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
3. Intoleransi aktivitas (00092) b.d kelemahan umum.

I. Intervensi Keperawatan
No. Dignosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Kelebihan volume cairan NOC: NIC: Fluid Management


(00026) b.d Gangguan 1. Electrolit and acid 1. Timbang popok/
mekanisme regulasi. balance pembalut jika
Batasan karakteristik: 2. Fluid balance diperlukan
a. Gangguan elektrolit 3. Hydration 2. Pertahankan catatan
b. Ansietas Kriteria Hasil: intake dan output
c. Perubahan tekanan 1. Terbebas dari edema yang akurat
darah 2. Bunyi napas bersih, tidak 3. Pasang urine kateter
d. Perubahan pola ada dispnea jika diperlukan
pernapasan 3. Tanda-tanda vital dalam 4. Monitor hasil Hb
e. Penurunan hematokrit batas normal yang sesuai dengan
f. Penurunan hemoglobin 4. Terbebas dari kelelahan, retensi cairan (BUN,
g. Dispnea kecemasan, kebingungan Hmt, osmolalitas
h. Edema 5. Menjelaskan indicator urin)
i. gelisah kelebihan cairan 5. Monitor status
hemodinamik
termasuk CVP, MAP
6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi
retensi/ kelebihan
cairan
8. Kaji lokasi dan luas
edema
9. Monitor status nutrisi
10. Batasi masukan
cairan pada keadaan
hiponatremi dilusi
dengan serum Na<
130 mEq/l
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
2. Tentukan
kemungkinan factor
resiko dari
ketidakseimbangan
cairan (Hipernatremi,
terapi diuretic,
kelianan renal, gagal
jantung)
2. Ketidakseimbangan NOC: NIC : Nutrition
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status: Food Management
kebutuhan tubuh (00002) and fluid intake, nutrient 1. Kaji adanya alergi
b.d ketidakmmapuan intake makanan
untuk mengabsorbsi 2. Weight control 2. Kolaborasi dengan
nutrien ahli gizi untuk
Batasan karakteristik: menentukan julah
a. Berat badan 20% atau kalori dan nutrisi
lebih di bawah berat yang dibutuhkan
badan ideal pasien
b. Kerapuhan kapiler 3. Anjurkan pasien
c. Bising usus hiperaktif untuk meningkatkan
d. Kurang makanan intake Fe, protein,
e. Kurang minat pada vitamin C, serat
makanan 4. Berikan substansi
f. Membrane mukosa gula
pucat 5. Monitor jumlah
g. Diare nutrisi dan kandungan
h. Cepat kenyang setelah kalori
makan Nutrition Monitoring
i. Penurunan berat badan 1. BB pasien dalam
dengan asupan batas normal
makanan adekuat 2. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
3. Moitor mual dan
muntah
4. Monitor pucat,
kemerahan,
kekeringan jaringan
dan konjungtiva
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, Ht
8. Catat adanya edema,
hiperermik,
hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral
9. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan keperawatan
tidak selama jam
makan
3. Intoleransi aktivitas NOC: NIC : Activity Therapy
(00092) b.d kelemahan 1. Energy conservation 1. Bantu klien
umum. 2. Activity tolerance mengidentifikasi
Batasan karakteristik: 3. Self care: ADLs aktivitas yang mampu
a. Respon tekanan darah Kriteria hasil: dilakukan
abnormal terhadap 1. Berpartisipasi dalam 2. Bantu untuk memilih
aktivitas aktivitas fisik tanpa aktivitas konsisten
b. Respon frekuensi disertai peningkatan yang sesuai dengan
jantung abnormal tekanan darah, nadi, dan kemmapuan fisik,
terhadap aktivitas RR psikologi, social
c. Perubahan EKG yang 2. Mampu melakukan 3. Bantu untuk
mencerminkan aktivitas sehari-hari mendapatkan alat
aritmia/iskemia secara mandiri bantuan aktivitas
d. Dispnea setelah 3. Tanda-tanda vital normal seperti kursi roda,
beraktivitas 4. Mamapu berpindah kruk
e. Menyatakan merasa dengan atau tanpa 4. Bantu
letih bantuan alat mengidentifikasi
f. Menyatakan merasa 5. Sirkulasi status baik aktivitas yang disukai
lemah 6. Status respirasi: 5. Bantu klien membuat
pertukaran gas dan jadwal latihan di
ventilasi adekuat waktu luang
6. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
7. Bantu pasien
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
8. Monitor respon fisik,
emosi, social, dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan
Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus+.
Horne, Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam-Basa. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
ETIOLOGI

Jumlah Nefron Fungsional

Nefron yang terserang hancur Nefron yang masih Utuh

Adaptasi
90o/o Nefron 70o/o Nefron
hancur hancur Nefron Hipertropi

Tidak dapat GFR (BUN dan Kecepatan Filtrasi, Beban


mengkonpensasi (Ketidak Kreatini) Solut , Reabsorpsi
seimbangan cairan dan
Adaptasi
Elektrolit Keseimbangan Cairan Dan
Kecepat Filtrasi dan Eletrolit dipertahankan
GFR 10o/o Dari
Normal (BUN dan beban Solut
Fungsi Ginjal Rendah
Kreatini)
Ketidak Seimbangan Dalam
Urine isoosmostis Glomelurus Dan Tubulus Cadangan Ginjal

Kegagalan Proses Poliuri, Nokturi,Azotemia Angiotensin


Filtrasi
Insusfisiens Ginjali Retensi Na+
Oliguri
Gagal Ginjal
Kelebihan
Uremia
Volume
Eritropeotin Diginjal
Cairan
Penumpukan Kristal
Urea dalam Kulit SDM

Pruritis Pucat, fatigue, malaise,


anemia
Gangguan
Integritas Kulit Gangguan Nutrisi Kurang dari Intoleransi
kebutuhan Tubuh Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai