Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )


DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH
SUKOHARJO

Oleh :
DWI HASTUTI
SN211045

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
I. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi
Secara definisi, gagal ginjal kronis (GGK) disebut juga sebagai
Chronic Kidney Disease (CKD). Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal
ginjal stadium akhir adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga
menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer & Bare, 2013). Gagal ginjal kronis merupakan penyakit
pada ginjal yang perisisten (berlangsung lebih dari 3 bulan) dengan
kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Fitration Rate (GRF) dengan
angka GRF lebih dari 60 ml/menit/1.73 m2 (Prabowo & Pranata, 2014).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang
progresif dan irevesibel. Ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus
secara mendadak dan cepat ( hitungan jam – minggu ). Penyakit gagal ginjal
tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal, ginjal tidak dapat merespon sesuai dengan perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi natrium dan air dapat
meningkatkan beban sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi (Isroin, 2016).

2. Etiologi
Menurut Prabowo (2014) Gagal Ginjal kronis sering menjadi
penyakit kompliksi dari penyakit lainya, sehingga merupakan penyakit
sekunder atau secondary illness. Penyebab yang sering ditemukan adalah
hipertensi dan diabetes militus. Selain itu, ada beberapa penyebab lain gagal
ginjal kronis seperti :
a. Penyakit glomerular kronis ( glomerulonephritis)
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
d. Peyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
f. Penyakit kolagen (systemic lupus erythematosus)
g. Obat-obatan nefrotik (aminoglikosida)

3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering muncul pada sesorang yang menderita gagal
ginjal kronis menurut Nuari (2017), yaitu:
a. Kardiovaskuler yang terdiri dari hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Gastrointestinal terdiri dari Pendarahan saluran GI, anoreksia, mual dan
muntah, konstipasi/ diare, nafas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan
pada mulut.
c. Pulmoner terdiri dari nafas dangkal, kusmau, krekel’s.
d. Integumen terdiri dari kulit kering, bersisik, warna kulit menjadi abu-abu
mengkilat, ekimosis, pruritus, rambut tipis dan kasar, kuku titps dan
rapuh.
e. Muskulokeletal yaitu kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop,
kram otot.
f. Reproduksi yaitu atrofi testis, amenore (Nuari, 2017).

4. Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal (Barrimi et al., 2013) yaitu:
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi
produksi sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem
renin angiostensin, aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat kadar
kalium serum yang rendah.

5. Patofisiologi dan Pathway


Kondisi gagal ginjal disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre
renal, renal dan post renal. Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran
darah ke ginjal mengalami penurunan. Kondisis ini dipicu oleh
hypovolemia, vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Dengan adanya
kondisi ini maka GRF (Glomerular Filtation Rate) akan mengalami
penurunan dan meningkatnya reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal
berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkin ginjal.
Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun penyakit-penyakit pada ginjal itu
sendiri. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada
saluran kemih, sehingga akan timbul stagnasi bahkan adanya refluks urine
flow pada ginjal. Dengan demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan
meningkat dan akhirna mengalami kegagalan (Prabowo & Pranata, 2014).
Gagal ginjal terjadi setelah berbagi macam penyakit yang merusak massa
nefron ginjal yang mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular
Filtration Rate (GFR) menurun. Dimana perjalanan klinis gagal ginjal
kronik dibagi dalam tiga stadium. Pertama, menurunnya cadangan ginjal,
Glomerular Filtration Rate (GRF) dapat menurun hingga 25% dari normal.
Kedua, insufisiensi ginjal, pada keadaan ini pasien mengalami poliuria dan
nokturia, GFR 10% sampai 25% dari normal, kadar keratin serum dan BUN
sedikit meningkat di atas normal. Ketiga, penyakit ginjal stadium akhir/End
Stage Renal Disease (ESRD) atau sindrom uremik, yang ditandai dengan
GFR kurang dari 5 atau 10 ml/menit, kadar serum keratin dan BUN
meningkat tajam. Terjadi kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem dalam tubuh
(Price & Wilson, 2015).
Pathway
6. Penatalaksanaan ( Medis dan Keperawatan )
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) penatalaksanaan pada
gagal ginjal kronik adalah:
a. Medis
1) Diit
2) Pemberian obat
3) Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
4) Dialisis
5) Transplantasi ginjal
6) Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan
kor tamponade
b. Keperawatan
1) Pemeriksaan lab darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk

II. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Menurut (Sitifa Aisara dkk, 2018), pada pasien gagal ginjal kronis
biasanya terjadi oliguria yaitu penurun intake output yang
disebabkan oleh terganggunya fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostatis cairan tubuh dengan control volume cairan, sehingga
cairan menumpuk di dalam tubuh. Terjadi pembengkakan kaki atau
edema perifer pada pasien yang merupakan akibat penumpukan
cairan karena berkurangnya tekanan osmotic plasma dan retensi
natrium dan air. Hampir 30% gagal ginjal kronik disebabkan oleh
hipertensi dan prevalensi hipertensi pada pasien baru gagal ginjal
kronik adalah lebih dari 85%.
2) Riwayat penyakit Dahulu
a) Diabetes Mellitus
DM tingkat lanjut menyebabkan komplikasi gangguan kesehatan
berupa gagal ginjal kronik yang menyebabkan komplikasi
gangguan regulasi cairan dan elektrolit yang memicu terjadinya
kondisi overload cairan pada penderita (Anggraini dan Putri,
2016).
b) Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab kedua dari end stage renal
disease atau gagal ginjal tahap akhir.
c) Kaji penggunaan obat analgesic (Ariyanti dan Sudiyanto, 2017)
3) Riwayat penyakit keluarga
Karena penyebab gagal ginjal bisa dari DM atau hipertensi, maka
kaji apakah keluarga memiliki riwayat penyakit tersebut.

b. Pengkajian focus
1) Breathing
Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya
benda asing pada jalan nafas ( bekas muntah, darah, secret yang
tertahan ), adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara
stridor, gurgling atau wheezing yang menandakan adanya masalah
pada jalan nafas.
2) Blood
Kaji heart rate,tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time,
akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan
eksternal jika ada.
3) Brain
Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS atau AVPU,ukuran dan
reaksi pupil.
4) Bladder
Pola miksi pasien, penggunaan kateter urin
5) Bowel
Pola defikasi pasien, penggunaan alat bantu untuk defikasi
6) Bone
Fungsi musculoskeletal pasien
c. Pemeriksaan fisik ( head to toe )
1) Kepala
Mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui adanya lesi
atau bekas luka.
2) Rambut
Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut dan untuk
mengetahui mudah rontok dan kotor.
3) Wajah
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk mengetahui luka
dan kelainan pada kepala.
4) Mata
Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan visus dan
otot-otot mata), dan juga untuk mengetahui adanya kelainan atau
pandagan pada mata. Bila terjadi hematuria, kemungkinan
konjungtiva anemis.
5) Telinga
Mengetahui kedalaman telinga luar, saluran telinga, gendang telinga.
6) Hidung
Mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan mengetahui adanya
inflamasi atau sinusitis.
7) Mulut dan gigi
Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan untuk mengetahui
kebersihan mulut dan gigi.
8) Leher
Menentukan struktur imtegritas leher, untuk mengetahui bentuk dan
organ yang berkaitan dan untuk memeriksa system limfatik.
9) Abdomen
Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya
retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.
Perkusi : apakah perut terdapat kembung/meteorismus.
10) Dada
Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya retraksi
interkosta, amati pergerakan paru.
Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler,
wheezing/crecles.
11) Ekstremitas atas dan bawah
Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-gangguan pada
ektremitas atas dan bawah. Lakukan inspeksi identifikasi mengenai
ukuran dan adanya atrofil dan hipertrofil, amati kekuatan otot
dengan memberi penahanan pada anggota gerak atas dan bawah.
12) Kulit
Mengetahui adanya lesi atau gangguan padakulit klien. Lakukan
inspeksi dan palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit
kering/lembab, dan apakah terdapat oedem

2. Diagnose keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (D.0022)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis ( keengganan
untuk makan ) (D.0019)
c. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung (D.0076)
d. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139)
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
3. Perencanaan keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia (I.03114) :
keperawatan selama ...x 24 1. Periksa tanda dan gejala
jam didapatkan hipervolemia
hipervolemia teratasi (mis.ortopnea,dispnea,edema,JVP/C
dengan criteria hasil : VP meningkat, reflex hepatojugular
Keseimbangan cairan positif, suara napas tambahan)
(L.05020): 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
a. Edema menurun 3. Monitor status hemodinamik
b. Keluaran urin (mis.frekuensi jantung, tekanan
meningkat darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
c. Turgor kulit membaik CO, CI), jika tersedia
d. Berat badan membaik 4. Monitor intake dan output cairan
5. Batasi asupan cairan dan garam
6. Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
7. Kolaborasi pemberian diuretik
2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119):
keperawatan selama ...x 24 1. Identifikasi status nutrisi
jam didapatkan deficit 2. Monitor asupan makanan
nutrisi teratasi dengan 3. Berikan suplemen makanan
criteria hasil : 4. Ajarkan diet yang diprogramkan
Status nutrisi (L.03030) : 5. Kolaborasi pemberian medikasi
a. Perasaan cepat kenyang sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
menurun antiemetic)
b. Nyeri abdomen
menurun
c. Nafsu makan membaik
d. Frekuensi makan
membaik

3 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual (I.03117):


keperawatan selama ...x 24 1. Identifikasi faaktor penyebab mual
jam didapatkan nausea 2. Monitor mual
teratasi dengan criteria 3. Monitor asupan nutrisi dan kalori
hasil : 4. Kendalikan faktor lingkungan
Tingkat nausea (L.12111): penyebab mual (mis.bau tak sedap,
a. Keluhan mual menurun suara dan rangsangan visual yang
b. Perasaan ingin muntah tidak menyenangkan)
menurun 5. Berikan makanan dingin,cairan
c. Pucat membaik bening,tidak berbau dan tidak
d. Nafsu makan berwarna
meningkat 6. Anjuran makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
7. Kolaborasi pemberian antiemetik
4 Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I.11353):
keperawatan selama ...x 24 1. Identifikasi penyebab gangguan
jam didapatkan risiko integritas kulit (mis.perubahan
kerusakan integritas sirkulasi, perubahan status nutrisi,
kulit/jaringan teratasi penurunan kelembaban, suhu
dengan criteria hasil : lingkungan ekstrem, penurun
Integritas kulit dan jaringan mobilitas)
(L.14125): 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
a. Kerusakan lapisan kulit baring
menurun 3. Gunakan produk berbahan
b. Nyeri menurun petroleum atau minyak pada kulit
c. Tekstur membaik kering
d. Kemerahan menurun 4. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
5. Anjurkan minum air yang cukup
6. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
7. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
8. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis.lotion,serum)
5 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238):
keperawatan selama ...x 24 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
jam didapatkan nyeri akut durasi, frekuensi,kualitas, intensitas
teratasi dengan criteria nyeri
hasil : 2. Berikan teknik non farmakologis
Tingkat Nyeri (L. 08066) : untuk mengurangi rasa nyeri
1.Keluhan nyeri menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
2.Gelisah menurun 4. Jelaskan penyebab, periode dan
3.Kesulitan tidur menurun pemicu nyeri
4.Meringis menurun 5. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

8. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2014 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu:
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
III. DAFTAR PUSTAKA

Aisara, Sitifa, Azmi, Syaiful. (2018). Gambaran Klinis Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7 (1).

Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan


Sistem Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.

Barrimi, M., Aalouane, R., Aarab, C., Hafidi, H., Baybay, H., Soughi, M.,
Tachfouti, N., Nejjari, C., Mernissi, F. Z., Rammouz, I., & McKenzie,
R. B. (2013). Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Encephale, 53(1),
59–65.

Isroin, Laily. (2016). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis untuk


Meningkatkan Kualitas Hidup. Ponorogo : Unmuh Ponorogo Press.

Kowalak, J.P., Welsh, W., Mayer, B. (2017). Buku ajar patofisiologi. Jakarta:
EGC

Nursalam.(2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika

Price, S.A., Wilson, L.M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Tim pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: defenisi dan
indikator diagnostik. jakarta: DPP PPNI (Edisi 1)

Tim Pokja PPNI. (2018). standar intervensi keperawatan indonesia (1st ed.).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai