Disusun Oleh :
TIARA ADRIYANI
037SYE21
Disusun oleh:
TIARA ADRIYANI
037SYE21
Mengetahui
Pembimbing Pendidikan Pendidikan Klinik
A. Konsep Medis
1. Definisi
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua
kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ
ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh
berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam
basa (Abdul, 2015)
Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK)
adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis
dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
2. Tanda dan Gejala
Setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronik dipengaruh oleh
kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien, dan kondisi yang mendasari. Tanda gejala
pada pasien gagal ginjal adalah sebagai berikut:
a. Sistem Kardiovaskular, mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting
edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher (Brunner dan Suddarth, 2014).
b. Sistem Dermatologi, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering,
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan
kasar (Brunner dan Suddarth, 2014).
c. Sistem Pulmonal antara lain nafas dangkal, krekel, kusmaull, sputum
kental dan liat (Haryono, 2013).
d. Sistem Gastrointestinal, sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul
hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique
dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan
nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan.
Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan
asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan
urine output dengan sedimentasi yang tinggi (Prabowo dan Pranata,
2014). Dan antara lain anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran
gangguan gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mlut, nafas berbau
ammonia (Haryono, 2013).
e. Sistem Neurologi seperti kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, dan
perubahan perilaku (Brunner dan Suddarth, 2014).
f. Sistem Muskuloskelatal seperti kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, dan foot drop (Brunner dan Suddarth, 2014).
g. Sistem Reproduksi seperti amenore, ketidaksuburan, penurunan libido
dan atrofi testis (Brunner dan Suddarth, 2014).
3. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan
laju filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus
filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra &
Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang
paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,
dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga
menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu
kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system,
perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering
secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke
ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang
disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia
abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak
membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau
logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan
kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau
kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya
jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta
adanya asidosis.
4. Pohon Masalah
5. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG
(Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
DerajatPenjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
a. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
b. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
c. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
d. Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
e. Gagal ginjal < 15 atau dialysis
6. Pemeriksaan Dianostik
a. Urine
1) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
2) Warna :secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh
pus,bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
3) Sendimen
4) Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
Kreatinin : mungkin agak menurun.
5) Protein :Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada.
b. Darah
1) BUN atau kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir.
2) Hitung darah lengkap:menurun pada adanya anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr/dl.
3) Sel darah merah: menurun, defisiensi eritropoitin.
4) Natrium serum:rendah.
5) Kalium:meningkat.
6) Magnesium fosfat
7) Osmolalitas serum: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1.
(Purwanto, 2016)
c. Pielografi intravena
1) Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
2) Pielografi dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang
reversibel
3) Arteriogram ginjal
4) Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
massa
d. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman ureter retensi
1) Ultrasonon ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih dan adanya massa, obstruksi
pada saluran kemih bagian atas
2) Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel
jaringan untuk diagnosis histologi
3) Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal: keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor efektif
4) EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan elektrolit dan
asam basa krama aritmia hipertropi ventrikel dan tanda-tanda
pericarditis. (Clevo, 2012)
7. Penatalaksanaan
a) Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi
(Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari
penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal
baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet,
kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake
protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme
(menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan
diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota
keluarga (Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya
GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
a. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
c. Overload cairan (edema paru)
d. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
e. Efusi perikardial
f. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan
derajat LFG nya, yaitu:
a. Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges (2016), serta Carpenito (2016) sebagai
berikut :
1) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun
ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang
diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,
penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi
pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang
tidak sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik,
hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada Gagal Ginjal Kronik menurut
Hidayat (2014), sebagai berikut :
a. Identitas : Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50 –
70 tahun), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70
% pada laki - laki. Laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait
dengan ginjal mengalami kegagalan filtrasi. pekerjaan dan pola hidup
sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi
gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri
b. Keluhan Utama : Keluhan utama sangat bervariasi, terlebih jika
terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine
output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan
kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia,
mual dan muntah, dialoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukkan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada klien dengan gagal ginjal kronis
biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas.
Selain itu, karena berdampak pada proses (sekunder karena
intoksikasi), maka akan terjadi anoreksi, nausea dan vomit sehingga
beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode
gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena
itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan
masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan
(overdosis) khsuusnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH, dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada
beberapa penyakit yang berlangsung mempengaruhi atau
menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu
saluran kemih (urolithiasis)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga : Gagal ginjal kronis bukan penyakit
menular dan menurun, sehingga sisilah keluarga tidak terlalu
berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM
dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang
sakit, misalnya minum jamu saat sakit
f. Riwayat Psikososial : Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien
memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis,
biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien
akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain
itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses
pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien dengan gagal ginjal kronik biasanya lemah.
(fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas
2) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas
cepat (tachypneu), dyspnea
3) Pemeriksaan body systems
a) Sistem Pernapasan (B1: Breathing) : Adanya bau urea pada
bau napas. Jika terjadi komplikasi pada asidosis atau alakdosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami
patologis gangguan. Pada napas akan semakin cepat dan dalam
sebagi bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
(kussmaul)
b) Sistem kardiovaskular (B2: Bleeding) : Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis
salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di
atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnasi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga
akan meningkatkan beban jantung
c) Sistem Neuromuskuler (B3: Brain) : Penurunan kesadaran
terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral
terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya
disorienntasi akan dialami klien gagal ginjal kronis
d) Sistem Perkemihan (B4: Bowel) : Dengan gangguan/kegagalan
fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan
ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urine <400 ml/hari bahkan sampai pada anuria
(tidak adanya urine output)
e) Sistem Hematologi (B5: Blood) : Ditemukan adanya friction
pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya terjadi TD
meningkat, akral dingin, CRT >3 detik. Palpatasi jantung,
chest pain, dsypneu, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif
dalam ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri
sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin
f) Sistem Muskuluskeletal (B6: Bone) : Dengan
penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi.
4) Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
c) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
d) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,
mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
h) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
i) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah
sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urin dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
3. Rencana Tindakan keperawatan
Merupakan proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan
yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, mengurangi masalah-
masalah klien. perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat
suatu proses keperawatan(Hidayat, A. Alimul Aziz, 2011).
Pada tahap perencanaan ada 4 hal yang harus diperhatikan
antara lain:
a. Menentukan prioritas masalah
Berbagai cara dalam memprioritaskan masalah diantaranya:
1) Berdasarkan Maslow yaitu fisiologis, keamanan/keselamatan,
mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffth-Kenney Christensen dengan urutan: ancaman
kehidupan dan kesehatan, sumber daya dan yang tersedia, peran
serta klien, prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
b. Menentukan tujuan
Dalam menentukan tujuan digambarkan kondisi yang diharapkan
disertai jangka waktu
c. Menetukan kriteria hasil
Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART”:
S: Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda).
M : Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya
tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan
dibau)
A: Achievable (tujuan harus dapat dicapai).
R: Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah).
T : Time (tujuan keperawatan)
d. Merumuskan intervensi dan aktivitas perawatan.
Hal-hal yang perlu direncanakan sesuai dengan kemungkinan diagnosa
keperawatan yang muncul adalah :
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil Keperawatan
1 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan Pemantauan cairan:
b.d penurunan haluaran urin asuhan Observasi:
dan retensi cairan dan keperawatan 3x24 1.Monitor frekuensi
natrium jam diharapkan dan kekuatan nadi
kelebihan volume 2.Monitor frekuensi
cairan membaik: nafas
1.Asupan cairan 3. Monitor tekanan
membaik darah
2.Output urin 4. Monitor berat
membaik badan
3.Membran 5. Monitor
mukosa lembab jumlah,warna,dan
meningkat berat jenis urin
Trapeutik:
1.Atur interval
waktu pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien
2.Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1.Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2.Dokumentasikan
hasil peantauan
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan Menejemen nutrisi:
dari kebutuhan tubuh b.d asuhan Observasi:
anoreksis mual muntah keperawatan 1.Identifikasi status
selama 3x24 jam nutrisi
diharapkan 2.Identifikasi alergi
perubahan nutrisi dan intoleransi
kurang dari makanan
kebutuhan tubuh 3.Identifikasi
dapat teratasi makanan yang
dengan kriteria disukai
hasil : 4.Identifikasi
a. Terjadi kebutuhan kalori dan
peningkatan jenis nutrient
berat badan. Trapeutik:
Muntah berkurang 1. Fasilitasi
menentukan
pedoman
diet(mis,piramida
makanan)
2. Sajikan makan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
3.Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Edukasi:
Anjurkan posisi
duduk ,jika mampu
ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1.Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum
makan(mis,pereda
nyeri,antiemetic),jika
perlu
2.Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan ,jika
perlu
3 Perubahan pola nafas Setelah dilakukan
berhubungan dengan asuhan
hipentilasi paru keperawatan
selama 3x24jam
diharapkan pola
napas menjadi
efektif dengan
kriteria hasil :
a. Pasien tidak
sesak napas
lagi.
b. Tidak ada
retraksi
dinding dada.
c. Frekuansi
pernapasan
dalam batas
normal (30-
50x/menit)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan
disusun. Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Dimana tujuan implementasi
keperawatan adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit,
pemulihan dan memfasilitasi koping klien. Secara operasional hal-hal yang
perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan
adalah tahap persiapan yaitu tahap awal tindakan keperawatan ini
menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam
tindakan. Selanjutnya ada tahap kerja, fokus tahap pelaksanaan tindakan
keperawatan adalah melaksanakan tindakan dari perencanaan untuk
memenuhi kebutuhan pasien. Yang terakhir yaitu tahap terminasi,
memperhatikan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan, merapikan pasien dan semua alat yang dipakai serta lakukan
pendokumentasian. (Hutahaean Serri, 2010).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan yaitu melihat respon pasien setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada pasien kanker ovarium dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi keperawatan memiliki pengetahuan dan
kemampuan memahami respon pasien serta menggambarkan kesimpulan
tujuan yang akan dicapai dalam menghubungkan tindakan keperawatan
pada kriteria hasil ada 2 jenis, yaitu :
a. Evaluasi formatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
melakukan tindakan keperawatan dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif
Merupakan hasil observasidan analisis status pasien kanker ovarium
berdasarkan tujuan yang direncanakan. Evaluasi juga sebagai alat ukur
apakah tujuan sudah tercapai sebagian atau tidak tercapai. Evaluasi
dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu :
S :Data subjektif yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari
pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O :Data objektif yaitu data yang didapat dari hasil observasi perawat,
termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
penyait pasien (meliputi : data fisiologi dan informasi dari pemeriksaan
tenaga kesehatan yang lain).
A :Analisis yaitu analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan data
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
P :Perencanaan yaitu pengembangan rencana keperawatan lanjutan yang
akan dilakukan berdasarkan analisis yang bertujuan memberikan tindakan
keperawatan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Desftimadona, (2016). Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronil Degan
Hemodialisa di RSUD Dr. M, Djamil Padang. Diploma Thesis Universitas
Andalas